waKHIDun Profile picture
Sep 19, 2022 182 tweets 20 min read Read on X
KARMA | Part 4

“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #threadhorror Image
Sebelumnya di part 3.
"cokkk andre ngopo iki.." teriak reno.
Karena pandangan hendra dan yang lain terlalu fokus dengan apa yang terjadi diluar rumah,
tanpa mereka sadari ternyata andre sudah berdiri, menghadap tembok dengan posisi tangan seperti mencubit dan terus mencubit tembok.

Tanggung jawab..

Tanggung jawab koe poro bocah wingi sore..
Dengan posisi yang sama, andre mengucapkan kalimat itu berkali-kali. Sementara suara gending gamelan diluar semakin lama terdengar semakin jelas walau ditengah derasnya hujan.

"mati kayane awakdewe mbengi iki ndra.." rintih ridwan pasrah.
PART 4

yen wani rasah wedi-wedi, yen wedi rasah wani-wani..

yokk lanjut part 4.

selamat membaca.
Saat itu masih sekitar pukul 3 dini hari, hujan masih menguyur walau sudah turun sejak sore tadi. Disebuah rumah pinggir sawah, berjejer sepeda motor dan juga alas kaki. Nampak di rumah itu sedang ramai namun sepi, yah mungkin karena saat ini masih dini hari.
Ditengah derasnya air hujan dengan sesekali disertai gelegar suara guntur menambah nyenyak siapapun yang sedang bersitirahat malam itu. Namun siapa sangka, ditengah derasnya hujan samar-samar terdengar suara ramai walau rumah ini sangatlah jauh dari pusat keramaian.
Gemerincing suara lonceng kereta kuda dengan diiringi alunan gending terdengar sayup namun lama kelamaan menjadi sangat jelas dan tegas. Entah suara ini berasal dari mana, dan juga siapa yang jam segini bermain gamelan dan menunggangi kereta kencana? Tak ada yang tau pastinya.
Di dalam rumah itu, hendra beserta kawan-kawannya nampak begitu panik, terlebih lagi suara kereta kencana itu hilang suaranya tatkala posisinya persis dedepan rumah yang malam itu menjadi tempatnya bermalam,rumah andre.
Ditangah kepanikan luar biasa saat itu, hendra memberanikan diri ditengah kondisi teman-temannya yang sedang merintih ketakkutan, wajar saja mereka sampai seperti itu, suara ini tak hanya ia saja yang mendengarnya, melainkan seluruh kawannya juga bernasib sama.
"udah wis kalian tenango dulu, aku tak cobo cek halaman depan meneh." (udah kalian tenanglah dulu, aku mau coba cek halaman depan lagi) hendra berjalan berpaling dari kamar dan menuju ke pintu depan.
Dari pintu kayu yang menjadi akses keluar masuk rumah ini hendra mencoba mengintip keadaan diluar sana. Belum sampai hendra menempelkan telinga, suara keramaian itu benar bisa ia pastikan berasal dari luar rumah.
Setelah memastikan bahwa suara yang ia dengar bukanlah halusinasi semata, dengan siap sedia akhirnya hendra memberanikan diri untuk membuka pintu kayu reot itu.

Krieeeet..
Bunyi suara pintu terdengar begitu keras meski hendra sudah mencoba untuk membukanya secara perlahan.

"bajilak, lah ngak ono apa-apa iki" kejut hendra sesaat ketika membuka pintu namun ternyata tak ada siapapun disana, hanya ada rintikan air hujan ditengah gelapnya malam.
Hendra belum begitu puas dengan apa yang ia dapati, alhasil saat itu ia memutuskan untuk keluar dan berjalan dari depan menuju ke samping kiri dan kanan rumah, memastikan apakah memang benar tak ada siapa-siapa disana.
Braaaak!!

Pintu tertutup secara tiba-tiba, meninggalkan hendra diluar sendirian. Anehnya lagi saat itu sama sekali tak ada angin berhebus. Misterius.. Batin hendra penasaran.
Langah kakinya kini semakin cepat jika dibandingkan tadi, yah dalam hati kecil hendra saat itu merasa bahwa entah mengapa ia tidak nyaman saja dengan suasananya.
Tangannya baru mau membuka pintu, dari belakang tiba-tiba hendra mendengar sebuah bisikan.

"tanggung jawab!" bisik suara itu hendra seperti tidak asing dengannya.
Hendra hanya diam dengan posisi menghadap kearah pintu. Sampai secara perlahan tubuhnya mulai bergetar hebat, keringat bercucuran dan belum sempat menoleh kebelakang, pandangan hendra spontan menjadi hitam legam.
...
Pagi hari ini terasa lebih dingin daripada biasanya, entah mengapa hendra merasakan demikian. Walau masih dalam keadaan mata terlelap ia merasa bahwa ada yang aneh dengan kondisinya pagi itu.

Hoaaaaam..
Hendra mengangkat kedua tangannya sembari merengangkan otot yang kaku setelah ia pakai untuk tidur yang terasa begitu sangat panjang. Eh tapi ia baru sadar, ingatannya semalam ia berada dirumah andre, tapi kenapa sekarang ia malah terbangun di kamarnya sendiri?
Alhamdulillah.. Hendra ne wis bangun bude (alhamdulillah hendra udah bangun bude). Terdengar suara perempuan yang nampak tak asing ditelinganya. "ngapai koe disini pan?" (ngapain kamu disini?) kata hendra sambil menyapa sepupunya, panka.
Pangka tak menjawab, ia malah terus berlari kebelakang tanpa menghiraukan panggilan hendra, padahal hendra barusaja melihatnya membawa sapu ditangan, belum apa-apa sudah ia lemparkan begitu saja.
"bocah aneh, koyo nonton setan wae" (bocah aneh, kayak lihat setan aja) batin hendra saat itu.
Beberapa saat ibunya pun masuk kedalam kamar dengan membawa baki berisi makanan dan segelas air.
"tumben buk, biasane pagi-pagi aku diomeli nek bangun e kesiangan ngene" (tumben bul, biasanya pagi-pagi gini aku diomeli kalau bangun kesiangan kayak gini) hendra dengan sigap mengambil gelas air dan bersiap untuk langsung ke kamar mandi.
"kamu i mau kemana?" (kamu itu mau kemana)
"loh ya mandi to, sekolah kan sakiki kan kudu mangkat sekolah" (loh kan mau mandi, sekolah kan sekarang harus berangkat sekolah)
balas hendra dengan suara yang masih terdengar sedikit serak. Hendra mengambil handuk yang ada di belakang pintu lalu ia pun langsung berjalan begitu saja, membiarkan ibunya berada didalam kamar sendirian.
Sesampainya ia di dapur, panka tengah memasak mie, "tumben minggu isuk adus mas" (tumben hari minggu pagi mandi mas) ucapnya sambil memotong bawang merah untuk ia campurkan kedalam air rebusan mie.
"hah! Dino minggu?" (hah! hari minggu?) hendra kaget tatkala mendengar bahwasanya hari ini adalah hari minggu, padahal seingatnya tadi malam barusaja menginap dirumah andre.
Panka berjalan melewati kakak sepupunya itu, ia menatap hendra dengan penuh rasa curiga dan aneh, "sampean waras kan mas?" (kamu masih sehat kan mas?) kata panka dengan nada mengejek.
"wehhh! Yang bener wae, sakiki dino setu" (weh yang benar saja, ini hari sabtu) hendra tak terima, mana mungkin ia bisa tidur selama itu, pikirnya.
yang ada di ingatan hendra saat itu hanyalah sisa puing-puing dari mimpi burunya. entah mengapa saat itu hendra mimpi tengah berada di sebuah lembah dengan disana ada sebuah pohon tinggi besar menjulan yang membuatnya sangat penasaran.
ia mendatangi pohon itu dengan penuh semangat, dan juga hendak berteduh karena hujan. namun disana terdapat sebuah lampu petromak yang digantungkan pada tiang bambu persis dibawah rimbunnya pohon.
baru hendak mendekat kearah lampu untuk menghangatkan badan yang sudah mulai kedinginan, tiba-tiba hendra dikagetkan dengan kehadiran perempuan berbaju merah, sosok itu tiba-tiba saja berada tepat dimana hendra tadi berdiri.
loh iku sopo? mbak.. mrene udan mbak.." (lah itu siapa? mbak.. kesini hujan mbak) udap hendra memanggil perempuan itu.

kala itu wajahnya belum terlalu kelihatan, namun hendra bisa yakin bahwasanya itu adalah sosok perempuan.
namun seiring sosok itu mendekat kearah pohon dan mendapatkan sinar dari sorotan lampu ptromak, mulai terlihat bahwa kondisi wajah dari sosok itu tidak selayaknya manusia.
dengan wajah dari bagian hidung kebawah rusak dan ditambah lagi ternyata jari jemarinya yang mempunyai kuku-kuku yang panjang, hendra benar-benar merasa janggal dengan sosok itu.
hendra semakin lama semakin menajamkan matanya kearah dimana sosok itu berdiri, namun belum lama, tiba-tiba sosok itu terbang dengan tangan menjulur kedepan.
"wehhh... mbak.. mbakkk...!!" panik, hendra akhirnya berlari menjauh dari pohon, tapi sosok itu masih saja mengejarnya.
ada sebuah kalimat yang hendra dengar, "tanggung jawab" suara itu sama persis seperti yang hendra tatkala berada di rumah andre tadi.

eh tapi sekarang aku sebenarnya ada dimana? baru sadar hendra tatkala dikejar oleh sosok ini.
lari.. hendra berlari kesana dan kemari, seolah tak ada yang ia tuju, tujuannya hanyalah menjauh dari sosok perempuan yang tengah mengejarnya saat ini.
tidak berselang lama, tiba-tiba hendra sampai di sebuah gubug tua reot dengan dua obor yang menerangi pintu depannya.
ia hendak kesana namun sebelum itu ia memastikan bahwa apakah sosok perempuan ini masih saja mengejarnya atau bahkan sudah lenyap bersama hujan yang sudah mulai reda.
hendra menoleh kebelangan, dugaannya mengenai sosok ini tak sepenuhnya benar dan juga tak sepenuhnya salah. sosok perempuan itu berdiri diam dan hanya menatap hendra dengan tatapan kebencian, walau sebenarnya ia juga tak tau apa alasan sosok itu mengejarnya.
tapi sebentar, itu sosok mirip sekali dengan yang kala itu ia temui dirumahnya, bukan.. bukan dirumah melainkan di cermin rumah.
dengan langkah kaki gemetar disertai rasa takut dan gusar hendra memberanikan diri untuk masuk kedalam gubug tua itu dengan mengucapkan salam tentunya.
baru hendak tangannya ingin membuka pintu, dengan anehnya kedatangan hendra disana seperti sudah dinantikan oleh empunya rumah, secara tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendirinya.
tatkala hendra mencoba melangkahkan kaki kedalam dan semakin kedalam gubug tua reot itu, ia seperti melihat ada seorang kakek yang tengah duduk membelakanginya.
kakek tua dengan baju putih lengkap dengan sorban yang melekat dikepala.

"sopo kui? ngopo simbah-simbah kui nangkene?" (siapa itu, dan ngapain kakek-kakek itu ada disini?) batin hendra seraya terus berjalan mendekati sosok itu dengan langkah penuh rasa penasaran.

dan..
hendra terbangun dari tidurnya sebelum ia berhasil memastikan siapa sosok kakek yang ada didepannya.

hanya itu saja ingat hendra, dan mana mungkin pula ia tertidur selama seharian penuh. aneh bin ajaib lah, batinya kala itu.
Tiba-tiba muncul ibunya dari arah yang sama dengan hendra, beliau masih sama membawa baki namun kini hanya bersisa piringnya saja. "buk hari ini sabtu kan" (buk hari ini minggu kan?) tanya hendra penuh penasaran dan kekhawatiran.

"minggu le.."
Wajahnya tiba-tiba berubah, persis seperti orang yang linglung. Bagaimana tidak, dalam ingatanya semalam barusaja berkumpul di rumah andre, lantas bagaimana bisa tiba-tiba sekarang adalah hari minggu? "buk ngak lucu!" balasnya.
Ibunya lantas berjongkok di hadapan hendra, mengelus rambut lalu menjelaskannya secara perlahan pada anak semata wayangnya itu. "ngopo sih buk, malu aku ada si panka juga disini ngapain coba"
Seolah tak mengubris ucapan hendra, ibunya mencengkeram kedua pundaknya lalu berbicara perlahan, berharap hendra akan mengerti soal keadaan yang sebenarnya ada.
"jadi ngene le.." (jadi gini nak..)

Akhirnya beliau menjelaskan setiap detil hal yang terjadi kemarin, yang dimana ia ketika pagi-pagi buta mendapati anaknya yang diantar oleh bapaknya andre dan pak jumero.
Pagi itu hendra diantarkan kerumah sedang dalam keadaan yang tak sadarkan diri. Mendapati hal itu, ibunya lantas panik, bahkan jika tak kuat ia bisa menyusul hendra untuk pingsang karena saking kagetnya.
Coba bayangkan saja, bagaimana kacaunya jiwa seorang ibu yang mendapati anak diantarkan orang kerumah dengan kondisi tak sadarkan diri? Yah ku harap kalian akan tau seperti apa rasanya.
Walau sudah diupayakan untuk disampaikan dalam kalimat yang paling sederhana, namun tetap saja hendra sama sekali tak bisa memahami apa yang ibunya katakan.
..
Selepas mandi dan berganti baju, hendra dengan sigap langsung meraih ponsel genggamnya. Ia bermaksud menghubungi teman-temannya, menanyakan soal kejanggalan yang tadi sempat ia rasakan.
Bagaimana bisa dirinya bisa sampai di rumah sedangkan ia sama sekali tidak ingat bagaimana caranya bisa sampai kerumah semalam.
Sambil menonton televisi dirinya tak henti-henti bertanya pada diri sendiri. Sampai suara notif sms masuk dan menyadarkan hendra dari dalam lamunan.
"nanti sore awakdewe dikon kumpul nang omahe pak lurah ndra" (nanti sore kita diminta untuk kumpul dirumahnya pak lurah ndra)

Setidaknya itulah pesan balasan yang hendra dapatkan, entah mengapa dari keempat temannya, hanya ridwan yang membalas pesannya.
"oke siap bos" balas hendra. Dan setelahnya tak ada lagi pesan yang masuk ataupun keluar dari dalam ponselnya.
Sekitar pukul sembilan pagi ibunya meminta hendra untuk makan, waktu itu ibunya barusaja selesai memasak koyor, persis seperti kesukaannya.
Tak hanya hendra dan ibunya, panka masih berada dirumahnya sehingga pagi itu hendra tak hanya berdua saja, melainkan mendapatkan suasana baru didalam rumahnya.
Selama makan, tak banyak obrolan yang saling dilontarkan. Hanya sesekali ibunya hendra melihat kearahnya lalu kembali lagi memandangi makanan yang sedari tadi hanya seperti dipermainkan.
"kenopo buk?" (kenapa buk?) Tanya hendra penasaran, sebenarnya ia sudah sedari tadi menyadari bahwa ada gerak gerik yang mencurigakan pagi itu. Namun entah mengapa hendra tak punya nyali untuk menanyakannya.
"ohh ora popo kok le.. Wis maem meneh" (oh gapapa kok nak.. Udah makan lagi)
Sementara itu, panka hanya fokus pada makanan yang ada dihadapan bahkan gadis yang terkenal cerewet dan penuh tingkah, pagi itu seolah tengah kehilangan jati dirinya.
Selepas makan, hendra mempunyai niatan untuk bermain dirumah ridwan. Namun belum juga ia berangkat dari rumah, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Assalamualaikum.. Permisi bu..
Suara itu terdengar asing ditelinga hendra, akan tetapi dengan langkah seribu tiba-tiba ibunya berlari kearah depan dan membuka pintu.
"ohh monggo, silahkan masuk mas.." ucap ibunya ramah dengan pria itu.

Setelah ibunya membukakan pintu, disana terlihat seorang lelaki paruh baya dengan perawakan kurus namun tinggi sambi membawa sebuah tongkat meliuk yang ia bawa ditangan kanannya.
Sementara dibelakangnya ada seorang yang tak asing baginya, itu adalah pak lurah.
"lah bukane mengko sore dikon ngumpul e, kenopo wong e sakiki malah mrene?" (lah bukannya nanti sore disuruh ngumpulnya, kenapa sekarang orangnya malah kesini?) batin hendra tatkala melihat pak lurah datang ke rumahnya.
Beliau menemani pria itu dengan membawa sebuah kotak kayu yang berukir namun entah hendra tak paham dengan wujud ukirannya.
"mari pak masuk-masuk" ibunya mempersilahkan lagi.

Entah mengapa, sewaktu pria itu masuk kedalam rumah ini, muncul perasaan lain dari dalam tubuh hendra. Ia seperti merasakan hawa yang berbeda dari orang-orang lain.
Pria itu dengan menggunakan baju serba hitam dan menggunakan baju lurik hitam lengkap beserta udeng yang melilit kepalanya. Beliau dengan tatapan tajam langsung melihat kearah hendra.

"sebentar ya pak tak kebelakang dulu"
Sementara ibunya berjalan kebelakang, ketika melewati hendra yang saat itu tengah menonton tv, ia memberikan isyarat untuk hendra duduk di kursi guna menemani tamu pagi itu. Tanpa fafifu ia pun langsung menuruti maksud ibunya tanpa kalimat tanya.
"pripun mas hendra, awake wis enakan durung" (gimana mas hendra, badannya udah enakan atau belum?) Ucap pak lurah membuka obrolan.

"alhamdulillah sampun pak"
Hendra membalas singkat, namun yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana bisa tiba-tiba pak lurah bertanya demikian, apakah bukan hal yang kebetulan. Namun tak ingin tenggelam dalam penasaran, akhirnya hendra memutuskan untuk berbincang saja.
Tapi sosok pria paruh baya yang ada disamping pak lurah itu hanya diam dan sama sekali tak mengajaknya bicara.
Beberapa menit kemudian, ibunya datang dari belakang dengan membawa beberapa makanan dan gelas minuman, nampaknya kedatangan panka hari ini bukan hanya sebatas bermain, ibu mungkin punya maksuda lain.
Dan ternyata rasa penasaran hendra sedari tadi soal kedatangan panka kesini sudah terjawab, mungkin ibunya mempersiapkan semuanya ini untuk menyambut kedatangan pak lurah.
"sing kulo peseni sampun njenengan siapne bu?" (yang saya pesan sudah disiapkan bu?) Ucap pria yang sedari tadi hanya diam dan sama sekali tak bergerak dari posisi duduknya.
Walau sedari tadi beliau ini tidak berbicara, namun secara tidak sengaja hendra sekilas bahwa bapak ini sesekali terlihat mulutnya tengah komat-kamit entah berbuat apa, hendra sama sekali tidak peduli karenanya.
"sudah mbah, pan.. Panka.. Bawa barang e kesini nduk" teriak ibunya yang tak lama setelahnya panka datang dengan membawa nampan berisikan bunga dan sebuah benda yang entah apa itu namanya, hendra tak tau dengan jelas.
Panka meletakkannya diatas meja tepat dihadapan sosok lelaki itu, sekilas ia membuka bungkusan berwarna hitam yang ada dan mengeluarkan beberapa butir telur ayam kampung dan diletakkan diatas bunga.
Lalu beberapa saat kemudian hendra diminta untuk duduk disamping beliau. Sempat saat itu ia merasa tak ingin karena sama sekali ia belum pernah melihat sosok bapak ini,
namun tatapan ibunya dan kehadiran pak lurah dirumahnya saat itu membuatnya tak bisa bergeming, ia terpaksa mengikuti semua arahan dan permintaan.
"sampean merem yo mas hendra, tenang bapak ora bakal aneh-aneh" (kamu tutup mata saja ya mas henra, tenang bapak ngak akan berbuat macam-macam) ucapnya dengan nada yang sangat pelan dan lembut.
Hendra hanya mengangguk dan menutup mata sesuai dengan arahan. Saat itu ketika hendra memjamkan mata, sosok pria yang akrab dipanggil dengan mbah wongso ini mengambil sebutir telur dan mengusapkannya ke badan hendra, dari ujung kepala hingga ujung kaki tak ada yang terlewatkan.
Sementara pak lurah dan ibunya hedra yang saat itu memerhatikan dengan seksama, berbeda dengan panka. Gadis itu entah mengapa ditengah prosesi itu malah memilih untuk kembali kebelakang, mungkin kebelet atau apa juga ia sama sekali tidak berpamitan.
Sambil menempelkan sebutir telur itu, tak henti-hentinya mbah wongso merapalkan sesuatu dari mulutnya, yang jelas saat itu hendra hanya mendengar "wus wis wus wis" saja dan tak mengerti pula artinya.
Prosesi itu berjalan sekitar sepuluh menitan, dan selama itu pula hendra diminta untuk tetap memjamkan mata. Saking lamanya, ia bahkan sesekali menjatuhkan kepalanya karena hampir ketiduran.
"sampun mas, wis sakiki melek meneh rapopo.. Kae pacitan e dipangan sik" (sudah mas, sekarang dibuka matanya gapapa.. Tuh cemilan e dimana dulu). Ucap mbah wongso sambil menepuk badan hendra.
Kala itu lebih tepatnya setelah hendra disuruh diam dan merem selama sepuluh menitan, entah kenapa tiba-tiba badannya sedikit terasa lebih enakan daripada sebelumnya, aneh. Begitu pula dengan nafsu makannya,
ia dengan singkat langsung merasa bahwa nafsu makannya langung naik dengan pesat. Bahkan ia sampai tak mengubris obrolan ibunya dan pak lurah.
"pripun mbah?" (gimana mbah?) Ucap ibunya membuka obrolan.

Mbah wongso tatkala mendengar itu langsung mengambil sebutir telur yang ia pakai tadi, lantas meminta sebuah wadah untuk nantinya dijadikan wadah.
Nah saat itu, sebenarnya hendra hendak tidak percaya dengan apa yang ia lihat didepan matanya, bagaimana mungkin semua ini masih ada dan sejak kapan ia mendapatinya.
Telur itu dipecahkan kedalam sebuah mangkok berwarna putih dengan beberapa arsiran bergambar ayam jago di beberapa titiknya. Yah kalian pasti tak asing dengan mangkok ini. Namun didalamnya ada sebuah hal yang membuat siapapun menjadi bergidik ketakutan tatkala melihatnya.
"kenapa iki mbah! Ono opo?" hendra tersentak kaget mellihat isi dalaman dari telur kampung yang sedari tadi hanya sesekali ia pandangi dari sudut mata sebelah kiri.
Telur biasa, bahkan itu tadi hasil dari ibunya yang mungkin didapatkan dari pasar tradisional. Namun kenapa dari telur yang biasa saja bisa berubah menjadi seperti itu, pikiran hendra berkecamuk.
Siang itu semua mata tertuju kepada sebuah mangkok, siapa sangka sebuah telur bisa berubah menjadi hitam pekat dan berbau sangat busuk. Bahkan saking busuknya aroma membuat ibunya hendra hampir muntah dibuatnya.
"kenopo mbah? Pak? Buk ini ono opo?" hendra mencoba menanyakan kejanggalan saat itu pada siapapun yang ada di ruang tamu saat itu, namun ibunya dan pak lurah seolah menatap mbah wongso seperti meminta untuk menjelaskan.
Mbah wongo mengambil sebatang rokok yang sedari tadi hanya ia letakkan diatas meja. Beliau membakar rokok kretek itu, menarik dalam-dalam dan menyembulkan asapnya sehingga kepulan asap membumbung ke udara.
"jadi ngene mas hendra.." ucap mbah wongso sambil menarik napas panjang.

Mbah wongso pun menjelaskan soal kenapa sebutir telur itu berubah menjadi hitam pekat layaknya lumpur dan berbau amis darah.
Menurutnya, itu adalah karena adanya energi negatif yang selama ini ada dan mengikuti hendra, sehingga tidak heran mengapa ia terkadang merasakan gangguan-gangguan yang tak wajar.
Beliau saat itu tak menjelaskan panjang lebar, ia hanya menatap hendra dengan tajam lalu berucap,

"sampean wis gede mas, wong lanang kudu wani tanggung jawab marang opo sik wis dilakoni.
Parani, njaluko ngapuro karo sik wis mbok osak-asik pusara ne" ucap mbah wonso dengan senyum pada hendra.
(kamu sudah besar mas, anak laki-laki haru berani bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan. Datangi, minta maaflah dengan yang sudah kamu obrak-abrik pusaranya)
Mendengar kalimat itu ibu dan pak lurah tiba-tiba menatap hendra dengan tatapan tajam, wajar saja, kejadian malam itu sama sekali tidak ia katakan dan sampaikan ke siapapun, namun mengapa mbah wongso bisa tau?
Berbeda dengan ibunya dan pak lurah, mbah wongso malah diam saja sambil memberesi beberapa bunga yang tercecer diatas taplak meja ruang tamunya.
Hendra langsung teringat dengan kejadian malam minggu kemarin, dimana ia bersama teman-temannya sedang pesta miras di lapangan batas desa.

"anakku kenopo mbah?"
"anakmu wis gede, ben dek e le ngrampungke masalah sik digawe dewe.. Mengko nek raiso rampung lagi tak bantu meneh" (anakmu sudah besar, biarkan dia menyelesaikan maslaah yang ia perbuat sendiri.. Nanti kalau tidak bisa diselesaikan baru saya bantu lagi) jelasnya singkat.

Pagi itu hendra bangun seperti biasa, selepas sarapan dan berpamitan ia langsung berangkat ke sekolah, mengingat hari ini adalah hari senin.
Tepat sebelum bel tanda masuk dibunyikan, hendra sampai di pintu gerbang sekolah dengan rombongan siswa lainnya, "untung belum telat" ucapnya dalam hati.
Sesampainya didalam kelas, kali ini komplotannya dalam formasi lengkap, ada reno, trisna, ridwan dan juga andre. Ya andre sudah berangkat hari ini setelah kemarin seminggu izin dengan alasan sakit.
Upacara berlangsung seperti biasa, yah tak ada yang istimewa dari kegiatan yang satu itu dan sampailah ia pada mata pelajaran pertama di hari ini. Pendidikan Agama Islam dengan pak eko nuswantoro.
Pak eko adalah guru yang sudah lama ada di sekolahan hendra ini, bahkan saking lamanya ia sampai dijuluki sebagai juru kunci dari sekolah yang menjadi tempat hendra berada saat ini.
Namun bukannya menyimak pelajaran, hendra dan keempat temannya malah saling mengobrol.

"eh cobo jelaske wingi aku kok iso-iso tekan omah ki pie? Gek aku tangine dino minggune udu dino setu" (eh coba jelaskan kemarin gimana kok bisa-bisanya
Empat pasang mata itu hanya saling menatap satu sama lain, tanpa mengeluarkan suara dan gerak lainnya.

"tugasnya dikerjain, bukane malah ngrumpi!"
Ucapan pak eko akhirnya memcah keheningan diantara kelima sobat maksiat itu, dengan tiba-tiba ia melemparkan penghapus kearah hendra dan yang lainnya.

"ohhh ngih pak baik pak." balas hendra dengan langsung membuka halaman sesuai dengan yang dituliskan di papan.

Sementara itu beberapa hari yang lalu, tepatnya dini hari disaat teror suara gamelan itu terdengar dirumah andre, hendra dengan sok pahlawannya memberanikan diri untuk keluar rumah.
"ndra koe berani tenan?" (ndra kamu beneran berani?) Tanya ridwan sambil terisak dan sesekali menghapus air mata yang tanpa ia sadari sudah beberapa kali menetes dipipi.
Hendra saat itu tak menjawab, ia hanya kaluar kamar dengan membawa sebuah sarung yang sedari tadi memang sudah ia kenakan untuk menjadi penghangat badan.
Namun entah mengapa, suara itu masih saja terdengar dan malah semakin jelas dan tegas. Ridwan hanya menatap ketiga temannya yang sama-sama dalam kondisi ketakutan.
Tapi itu tak berlaku bagi andre, ia dengan sikap seperti biasa dan seolah tidak menghiarukan apa yang tengah terjadi saat ini. Benar-benar aneh bin misteri.
Ditengah sunyi ridwan kala itu hanya berani menatap kearah jendela yang memperlihatkan bayangan luar dengan samar. Sekilas ia melihat jika nampak ada bayangan seorang yang barusaja melintas kearah pinggir rumah, "ah itu paling si hendra." pikirnya saat itu.
Entah sudah berapa menit hendra keluar kamar, yang jelas sedari tadi ia sama sekali tak mendengar suara apapun kecuali gending ditengah rintikan air hujan kala itu.
Sampai tiba-tiba terdengar suara seperti benda terjatuh dari arah depan. "heh! Bangun o iku tadi suara apa.. Bangun!" dengan susah payah, ridwan mencoba membangunkan reno,
trisna dan andre yang sedang terlelap diatas dipan dengan selimut tebal nan hangat, berbeda nasib dengannya yang sedari tadi tak bisa tidur lantaran selalu terbayang suara gamelan itu.
Tak hanya mereka berempat nampaknya yang mendengar suara itu, bahkan ketika anak-anak memutuskan untuk keluar kamar, sudah nampak pakde rus yang membopong hendra ke atas sebuah kursi yang ada di ruang tamu rumahnya.
Melihat hendra terbaring lemas tak berdaya diatas sofa, membuat ridwan dan yang lainnya menjadi penasaran.

"ono opo e pak? Iki hendra kenging nopo?"
(ada apa ini pak? Hendra kanapa?) Tanya reno dengan polosnya, namun itulah yang sebenarnya kalimat yang paling tepat dan juga sebuah tanya yang melekat dipikiran mereka bertiga.
Kenapa bertiga? Yah.. Harena andre masih saja didalam kamar dan sama sekali tidak bangun dari tidurnya.

"bune.. Jupukno hape nang duwur mejo.." teriak pakde rus pada istrinya, beliau mengacuhkan pertanyaan yang barusaja dilontarkan oleh reno padanya.
Sementara itu ridwan hanya bisa menelan ludah sambil menatap temannya yang terbaring lemas tak berdaya, ia begitu heran dengan apa yang hendra alami hingga bisa menjadi sampai seperti ini.
Terdengar langkah kaki yang terburu dari arah belakang, bude sri menghampiri dengan membawa hp di tangannya, nampaknya ia juga panik melihat anak dari temannya itu.
"iki kenopo pak, hendra kenopo?" (ini kenapa pak, hendra kenapa?) Tanya bu sri panik sambil menyodorkan hp.

"wis nanti dulu, tak ngebel parmin sik" (udah nanti dulu, tak nelpon parmin) jawabnya dengan langsung merampas hp yang disodorkan oleh istrinya itu.
Beberapa saat pakde rus memencet tombol hp sana dan sini, sampai ditengah kepanikan itu teleponnya berdering dan menghentikannya.

“Halo.. Pie rus..”
Suara itu terdengar tak asing ditelinga ridwan dan yang lainnya, walau tak melihat wajahnya, dengan mendengar suaranya saja ia sudah pasti tau dengan siapa pakde rus ini berbicara.
"halo jum, nandi awakmu sakiki?" (halo jum dimana kamu sekarang?) Jawab pakde rus menyambut suara itu. Yah benar sekali,
itu adalah suara pak jumero, ia adalah ketua rw setempat yang sekaligus menjadi guru di sekolah hendra dan yang lainnya. Wajar bila ridwan, reno dan trisna tak asing dengan suaranya.
"nangomah iki, pie.. Ada apa?"

"teko marang omahku sakiki iso ra jum, iki anake carike semaput" (datang kerumahku sekarang bisa ngak jum, ini anaknya sekdes pingsan)
"wehh kenopo yahmene wayahe? Isih meh subuh iki" (weh kenapa waktunya sekarang? Udah hampir subuh ini)

"wis datang o, nanti tak jelaske pas nangkene" (udah datanglah, nanti kalau sudah sampai sini tak jelaskan) balas pakde rus dengan nada semakin panik.
"yoh.. Sik limang menit tekan" (ya.. Bentar lima menit sampe) balasnya. Sementara itu pakde rus tak menjawab dan langsung memilih untuk mematikan telponnya.
Melihat kondisi sata itu ridwan, reno dan trisna bisa memastikan bahwa ini sedang dalam keadaan genting bin darurat. Raut wajah pakde rus benar-benar tak bisa menutupi semua ini, terlihat sekali bahwa beliau sangat panik saat itu.

Tinn..tiin... Rus. Buka pintune rus!!
Beberapa menit kemudian, tepat seperti yang disampaikan, pak jum akhirnya datang kerumah andre.

"pie.. Kenopo.." kalimat pak jum tak berlanjut, matanya terbelalak dan mulutnya seperti dipaksa bungkam ketika melihat hendra tergeletak disana.
Pak jumero ini selain menjawabat sebagai ketua rw, beliau ini juga sangat dikenal oleh warga sebagai salah satu juru kunci yang ada di desa dimana tempat hendra berasal.
Jadi jangan aneh ketika ada kejadian diluar nalar manusia, tak jarang ditemukan pak jumero disana. Ya seperti saat ini contohnya.
"bocah-bocah goblok!!"

Itulah kalimat pertama ketika pak jum melihat kondisi hendra, aneh? Iya. Bahkan saking herannya, pakde rus sampai menanyakan apa maksudnya ia mengucapkan kallimat kotor didepan anak-anak dan istrinya saat itu.
"bocah iki, ora bocah-bocah iki wis reget.. Polahe ra mbejaji.. Sakiki nek wis kedaden ngeneki, sopo sik iso ndandani?" ( anak ini, bukan anak-anak ini sudah kotor.. Tingkah lakunya tidak sopan.. Sekarang kalau sduah terjadi hala semacam ini, siapa yang bisa membenahi?)
Ucapnya dengan nada sangat serius dan jangan lupakan tatapan tajam kearah reno, trisna dan juga ridwan yang ada disana. Membuat semua mata yang ada di ruangan itu langsung tertuju kepada ketiga anak bau kencur ini.
"ono opo wan? Koe mesti ngerti kenopo kancamu ngeneki to?" (ada apa wan? Kamu pasti tau kenapa temanmu seperti ini kan?) Pakde rus menatap ridwan tajam.
"e.. A-anu pakde" tubuh ridwan bergetar, lidahnya kaku dan tanpa ia sadari, keningnya sudah bermandikan keringat dingin karena saking takutnya.
Bukannya membantu, reno dan trisna mereka malah hanya bisa menunduk diam seribu bahasa, seolah mempersilahkan ridwan menjadi santapan seribu pasang mata yang dihujani rasa penasaran.
Pada saat itu akhirnya ridwan mengakui bahwa malam minggu kemarin mereka berlima mabuk-mabukan di lapangan desa, dan tak sampai disitu saja, reno dengan polosnya ikut bilang bahwa saat itu andre dengan tanpa sadar membalikkan makam.
"makam ndi?" (makam yang mana) tanya pak jum dengan tegas.

"ma-maakam sik nang krusukan kae pak" (makam yang ada di kebon itu pak) dengan sedikit gagap trisna menjelaskan.

Brak..! Bocah goblok!!
Pak jum murka sejadi-jadinya, entah apa dan kenapa ridwan dan kedua temannya tak tau pasti. Namun dari raut dan ekpresi yang dikeluarkan, mereka bisa melihat bahwa ini bukan masalah yang sepele.
"koe ngerti ora makam kui ngone sopo, lan kenopo makam kui tekan sakiki isih nang kono?" (kalian tau tidak itu makamnya siapa, dan kenapa makam itu sampai sekarang masih ada disana?)
"mbooten pak" jawab mereka kompak, bahkan pakde rus hanya bisa melongo melihat polah tingkah ridwan dan yang lainnya.

"kui makam e mbah.."
"uwis jum, rasah dilanjutke, sakiki ayo ngeterke muleh arek iki wae" (sudah jum, tidak usah dilanjutkan, sekarang ayo nganter anak ini saja) pakde rus memotong pembicaraan sambil mulai mengangkat hendra yang masih saja dalam keadaan tak sadarkan diri.

"yowes ayo.."
Pada akhirnya pakde rus dan pak jum mengantarkan hendra kerumah, mereka berangkat bertepatan dengan adzan subuh yang mulai terdengar.
mereka berangkat dengan menggunakan sepeda motor, bisa dibayangkan seperti apa sebuah sepeda motor supra keluaran tahun 2000 an dan dipakai untuk 3 orang? yah namun dengan begitu hendra bisa sampai dirumahnya dengan selamat walau masih dalam keadaan tak sadar.
tok..tok..tok..

"assalamualaikum.." ucap pakde rus sambil mengetuk pintu beberapa kali.

beberapa menit mereka bertiga berada diluar rumah dan harus bertarung dengan hawa dingin yang mulai merasuk kedalam jaket dan mulai mengigit kulit.
"ngih.." terdengar suara perempuan dari dalam rumah, namun suara itu terdengar sangat lirih, bukan.. bukan lirih melainkan dari arah belakang.

akhirnya keluarlah sosok perempuan dengan mukena berwarna putih berhiaskan bordiran bunga dibeberapa sudutnya.
"ono opo iki pak, anakku kenopo!" (ada apa ini pak, anakku kenapa) teriak sosok itu, beliau adalah ibu dari hendra.
"wis nanti dulu, sekarang tak masukke hendra, kasian nang luar dingin" ucap pak jumero sambil membopong hendra masuk kedalam dan dibaringkannya diatas dipan, tempat biasa hendra tertidur.
nampak sebuah hal yang wajar sekali jika seorang ibu panik tatkala melihat anak kesayangannya terbaring lemas dan tak sadarkan diri semacam ini, apalagi masih sepagi ini, bahkan ia sampai tak jadi untuk datang ke mushola untuk sholat subuh berjamaah karenanya.
"anakmu iki lagi gawat, rogone digowo nang alam kono"

akhirnya setelah hendra ditidurkan, pak jumero berpesan bahwa jikalau nanti hendra bangun tolong langsung berikan air doa.
kebetulan juga saat itu pak jumero membawa tasbih yang ia saku dicelananya, sebelumnya juga ia sempat meminta segelas air namun hanya ia bacakan doa dan dicelupkan tasbih itu.
tak berselang lama akhirnya pak jum dan pakde rus memutuskan untuk kembali pulang karena hari juga sudah mulai menjelang pagi.
..
"ndra.. nanti malam awakdewe diajak bapakku moro nang omahe mbah joyo, gelem yo" (ndra nanti malam kita diajak ke rumahe mbah joyo, mau ya) ucap andre sambil mengupas kuaci.
sore itu hendra bersama keempat kawannya tengah berkumpul di tepian lapangan sambil menonton pertandingan bola antara desanya dengan desa sebelah.
"loh ngapain to malam-malam" trisna membalas begitu pula dengan reno, namun ia tak bertanya melainkan merampas bungkusan kuaci yang barusaja andre buka.

"ngak tau tris, bapakku cuma bilang katane mau diajak kesana tok"
"mbah joyo? bukanne mbah joyo iku dukun? ngopo bapakmu gowo awakdewe nang omahe duku?" (mbah joyo? bukanya mbah joyo itu dukun? ngapain bapakmu ngajak kita kerumah dukun?)

Brakk...
tiba-tiba reno terkapar. ternyata wajahnya terkena bola yang entah mengapa bisa menyasar sampai kewajahnya.
Cuplikan part 5 - Mbah Joyo Murko
"kowe ngopo gowo regetan nang kene! gowo bali bocah kui.. aku wegah ngurusi regetan sik koyo ngono kui"
(kamu ngapain membawa kotoran kesini! bawa pulang anak-anak itu..
aku ngak mau ngurusin kotoran macam itu) ucap mbah joyo tegas tatkala hendra dan yang lainnya baru masuk kedalam rumah.

"hah ono opo iki pakde? maksute pie??"

(hah ada apa ini pakde? maksudnya gimana?) tanya hendra dengan penuh penasaran.

..
part 5 uploud senin minggu depan ya..

buat temen-temen yang mau baca duluan bisa mampir ke akun karyakarsa..

link:

karyakarsa.com/wakhidnurrokhi…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with waKHIDun

waKHIDun Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @Wakhidnurrokhim

Sep 1, 2023
“Tragedi Perkemahan Jogja tahun 2016”

A thread.

#bacahorror Image
“Mik pie? Meh sido dilekasi kapan?” (Mik gimana? Jadinya mau dimulai kapan?)

tiba-tiba dari belakang sosok laki-laki berbadan kekar mendekat. Dia adalah Candra.
Miko menarik nafasnya dalam, sembari menajamkan telinganya, memastikan bahwa adzan sudah berkumandang..

Entah kenapa malam itu seperti tidak ada angin yg berhembus sama sekali, hal itu berimbas suara adzan dari pemukiman yang jauh dibawah bukit ini menjadi samar terdengar.
Read 122 tweets
Oct 11, 2022
"TUMBAL KEMAH "

kisah viral yang menceritakan sebuah kegiatan perkemahan akhir tahun oleh salah satu SMK di Sleman. Pada umumnya perkemahan akan meninggalkan kisah menyenangkan, tapi pada cerita ini justru sebaliknya.

Sebab urusannya dengan NYAWA!

#threadhorror @bacahorror_id Image
dengerin ini dulu ya..
7 april 2016

Sore itu nampak tengah berbaris dengan rapi anak kelas 10 dan 11, mereka adalah siswa dari salah satu smk kenamaan yang ada di kota Jogja.
Read 138 tweets
Oct 4, 2022
KARMA | PART 6 [ TAMAT ]

part ini adalah part terakhir dari rangkaian cerita karma, pada part ini kalian akan menemukan alasan mengapa hendra dkk mengalami gangguan yang selama ini menimpa mereka.

selamat membaca.

#threadhorror #bacahorror Image
Sebelumnya di part 5.

Tepat sekitar jam 2 dini hari, akhirnya hendra sudah sampai dirumah. Dengan mengendap-endap, hendra mencoba masuk melalui jendela kamarnya. Sebab ibunya tak tau menau perihal kepergiannya malam ini.
Ia masuk dengan mengendap, membersihkan kakinya di kain yang tergeletak di lantai lalu hendra mulai memejamkan mata dengan hati yang sudah tenang tentunya, "akhire masalah ini selesai juga" ucapnya.
Read 265 tweets
Sep 30, 2022
"Teror Hotel Lembang"

(bagaimana jadinya jika tujuan kalian menginap untuk beristirahat namun karena kehadiran mereka, justru sebaliknya, kengerian, ketakutan dan kepanikan justru menyelimuti malam)

- a thread -

#threadhorror #bacahorror Image
halo lur..

mumpung ujan-ujan gini, wakhid jadi pengen bagiin cerita horor nih hehehe..

ini cerita singat, ya semoga bisa menghibur ya.
sambil menunggu hari selasa uploud part terakhir "KARMA", kalian bisa baca ini dulu.
kisah ini terjadi pada tahun 2016, dialami sendiri oleh kakak saya yang bernama andi.

seperti apa kisah lengkapnya?

"yen wedi ojo wani-wani, yen wani rasah wedi-wedi"

selamat membaca..
Read 186 tweets
Sep 27, 2022
KARMA | Part 5
“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id
#bacahorror #threadhorror Image
sudah selasa malam nih, saatnya update cerita..

part 5 ini adalah pintu menuju ke penyelesaian masalah yang sudah dihadapi oleh hendra dkk.

bismillah..
yen wedi ojo wani-wani, yen wani rasah wedi-wedi.
Sebelumnya di part 4.

"ndra.. Nanti malam awakdewe diajak bapakku moro nang omahe mbah joyo, gelem yo" (ndra nanti malam kita diajak ke rumahe mbah joyo, mau ya) ucap andre sambil mengupas kuaci.
Read 130 tweets
Sep 12, 2022
KARMA | Part 3

“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror Image
Sebelumnya di part 2.

"ndra sakiki awakdewe metu seko kamar iki, ndang!!" ajak ridwan dengan panik dan setengah teriak.
Andre masih berdiri diatas kasur dengan tangan terikat. Ia menatap hendra dan ridwan, andre tersenyum menyeringai. Akhirnya mereka berdua keluar dari kamar dengan nafas yang sudah ngos-ngosan, bahkan saking paniknya hendra sampai terkencing dicelana.
Read 180 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(