Hanya itu yang bisa aku katakan tatkala mendengar ajakan dimas. Namun, entah kenapa aku merasa penasaran dan ingin mengajukan sebuah pertanyaan pada dimas
“ehh dim, kemarin itu, aku kok mimpi sama lagi? Di mimpi itu sama percis aku melakukan pendakian dan memang di rabu wekasan dan dimimpi itu aku tapi bertemu dengan sosok yang masih terlihat kabur,-
-sosok itu berucap aku disuruh melakukan perjalanan ke semeru juga, tapi anehnya itu bukanlah mbok rondo”
Tanyaku kepada dimas siapa tahu jika ia paham akan sebuah mimpi karena jika perihal penafsiran mimpi, dimas aku tahu ia cukup pandai dalam hal itu.
“emmmmmmttt”
Jawab dimas dengan gumam yang cukup lama, sesekali ia juga mengelus jenggot tanggungnya yang berwarna merah itu.
Lama, sangat lama dimas kulihat bertengkar dengan pikirannya. Bahkan waktu yang tadinya masih sedikit terang kini sudah gelap gulita
“bentar, aku mau tanya satu hal dulu sama kamu le”
Ucap dimas
“apa itu dim?”
Tanyaku cukup antusias karena mungkin dimas mengetahui sesuatu
“dari beberapa bulan ini, apa yang membuatmu selalu rindu? apapun itu”
Tanya balik dimas padaku. Aneh sebenarnya akan pertanyaan dimas itu, namun kebp aku belum bisa menjawab sesuatu.
Aku berpikir cukup keras kala itu...
Lalu... hanya satu yang timbul dibenakku ketika aku ditanyakan apa yang aku rindu.
“merbabu”
Kata itu secara tak sadar terucap dari bibir mungilku ini.
“sek (bentar), bagaimana kamu bisa merindu merbabu padahal kita akan naik semeru”
Ucap dimas penuh keheranan, sambil ia mengangkat alisnya satu.
“dim, bukan tentang pendakian nanti, tapi entah kenapa kalau aku teringat merbabu aku jadi merindukan sesuatu, dan mungkin ya dim semoga dalam semua rentetan semua mimpi itu aku akhirnya bisa bertemu dengan...”
GUBRAKKK!!!!
PYARRRR!!!!
Belum selesai aku menyelesaikan kalimatku...
Tiba-tiba terdengar barang-barang pecah di dalam rumah mbok darmi, segera saja kami cek kedalam dan terlihat tangan mbok darmi sudah terlihat mengucurkan darah yang begitu banyak.
“kenapa mbok?”
Tanya dimas pada mbok darmi, mbok darmi tak menjawab, ia hanya meringis menahan sayatan dan darah yang keluar deras dari tangannya, tangan mbok darmi sudah berlumur darah.
Didepan mbok darmi kulihat rak yang kokoh itu sudah terjatuh dan menyisakan pecahan mangkok dan piring yang berserakan.
Sempat aku bertanya dalam batinku
“apakah ini sebuah pertanda bahwa aku tak boleh melakukan pendakian ini?”
Kulihat dimas nampak bingung dan sesekali mengelus kepalanya, aku membantu mbok darmi untuk mengobati lukanya dan dimas membantu membersihkan puing-ping pecahan yang berserakan di lantai.
Namun...
Ada juga terselip kata dalam rangkain kalimat tanya seorang manusia hina dina yang masih lemah akan kuasa logikanya.
“apakah aku bisa bertemu dengannya lagi?”
Namun...
Sepintas terdengar sebuah suara yang sama aku dengar...
"Kangmas, ojo mbok terus-terusno lakumu masio ora gelem marani patimu.."
(Kangmas, jangan lanjutkan perjalananmu jikalau tidak nau mendekati kematianmu...)
Suara samar wanita yang membuatku bergidik begitu hebatnya...
Entah terpampang juga sebuah nama asing dalam alam bawah sadarku...
Aswantari kalaseda
Langsung saja bulu romaku berdiri begitu gagahnya karena merasakan merinding seluruh badan ini....
"Le... leee! Kenapa le?"
Tanya dimas padaku...
"N...nnn.. nnndak aa..aa...apa-apa dim"
Jawabku namun sedikit merasakan tekanan batin begitu luar biasa sampai nafasku sedikit tersengal...
"Minum air putih dulu sana le, mukamu pucat banget itu kaya mayat..."
Ucap pinta dimas karena mengkhawatirkanku...
"Mbok darmi biar aku yang gantian ngobati, sana cepet le..."
Pinta lagi dimas padaku
Akupun langsung mengangguk dan berjalan mencari air putih. Setenggak penuh air langaung habis. Entah, aku ini sebenarnya kenapa?
-rehat-
Subuhan dulu ya, saya akan lanjutkan lagi nanti malam. Kalau malam nanti nggak lanjut malam minggu pasti saya lanjutkan.
Maturnuwun 🙏
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Saya punya sekelumit cerita di sekitar saya, sebuah cerita yang membuat saya merinding ketika masih duduk dibangku menengah pertama. Yang paling saya ingat adalah ketika hendak pulang dari kegiatan ektrakulikuler pramuka tepat jam 06.00 wib, menjelang mau maghrib.
Saya melihat teman sekelas saya duduk sambil nulis di black board. Sebuah kata “genjer-genjer” tidak hanya itu.
Malam yang dingin di desa wanamaja, seorang anak laki-laki nampak terduduk lesu dibawah pohon randu. Ia menangis tersedu-sedu karena baru saja ia mendapatkan beberapa pukulan dari bapaknya.
Anak itu benar-benar nampak sedih dan berpikir apakah orang tua dan keluarganya menyayanginya. Ataukah ia hanya sebatas anak pungut yang dirawat kelurganya. Begitu banyak pikiran aneh berterbangan di benak kepala anak usia 7 tahun itu.
Dimanapun manusia berada ia akan selalu mencari cara instan dalam memperolah kekayaan.
manusia tidak pernah dilahairkan jahat, namun sifat jahat selalu mengikuti kemanapun manusia berada.
kali ini ijinkan saya bercerita tentang pengalaman narsumber saya yang bernama eko, dimana eko pernah melakukan sebuah ritual pesugihan dengan cara yang sangat mudah. tapi kini semua yang ia lakukan membuatnya dalam kata putus asa.