Jalanan pantura disebut-sebut sebagai jalanan yang sangat strategis untuk berjualan dan menjajakan dagangan.
Banyak warga pantura yang membuka warung dan lapak-lapak tertentu untuk menghidupi kesehariannya.
Tidak jarang, mereka saling bersaing satu sama lain untuk bisa mendapatkan pelanggan tetap yang memang sangat dibutuhkan untuk membangun aset pribadi mereka.
Namun, dari sekian banyaknya kejadian dan tragedi yang mengaitkan pemilik warung dengan serangan ghaib, bi darsih adalah salah satu korbannya.
Lewat dari sinilah, kang rusdi membongkar akan kebobrokan tetangga warung yang berada tepat di sebelah warung Bi Darsih.
Dia adalah pedagang yang sama seperti Bi Darsih. Namanya Pak Harto. Beliau memiliki dagangan yang tidak ada bedanya dengan warung milik Bi Darsih yaitu sebagai warung kopi untuk para supir yang melipir ke pinggiran jalan pantura.
Tidak heran, ternyata, aksi dari Pak Harto ini bukanlah yang pertama kalinya. Pak Harto disebut-sebut sebagai orang yang memang sudah membumi hanguskan banyak warung yang berada di dekatnya terlebih lagi tipe warung yang secara mataerial dagangannya sama seperti dirinya.
Padahal, rejeki sudah dibagi rata oleh Tuhan. Semua sudah ada porsinya masing-masing. Namun, manusia yang hatinya sudah sakit memang tidak menyukai akan yang namanya kecukupan.
Mereka akan terus menerus mencari hal lebih dan melancarkan segala aksi untuk mendapatkan semua ambisi yang diinginkannya.
Itulah gambaran yang bisa digambarkan lewat karakter Pak Harto. Hanya karena perkara warung, pak harto tega membunuh banyak orang demi warungnya ramai.
Kenyataannya memang benar. Sebuah ungkapan yang mengatakan,
‘’Jalanan di pantura sangat panas. Medannya tidak beraturan. Begitu juga dengan orang-orangnya.
Jika yang kalian temui adalah orang-orang yang berwatak seperti jalanan aspal pantai utara, maka, kalian akan menemukan manusia-manusia keji yang kesehariannya hanya meneguk arak dan memainkan judi.
Namun, jika yang kalian temukan adalah orang-orang yang murah senyum dan saling sapa hangat, maka, kalian akan merasakan betapa bahagianya menjadi salah satu warga pantura.’’
Terungkap sudah pelaku dari perlakuan pengiriman santet yang mengenai keluarga Bi Darsih. Namun, bagaimana cara membuktikannya?
Secara kenyataannya, pelaku santet sulit untuk diungkapkan baik secara bukti ataupun secara beberapa versi.
Kang Rusdi tidak kehilangan solusi. Dia akan berusaha untuk membongkar keburukan dari Pak Harto yang memang merupakan pelaku dari santet ini.
Sudah lama Kang Rusdi mencurigai jika Pak Harto-lah pelaku dibalik penyerangan beberapa warga yang meninggal dengan gejala kerasukan lalu melakukan tindakan bunuh diri.
Untuk membongkar kebobrokan yang dilakukan oleh Pak Harto, kang rusdi menaruh potongan pring kuning dan juga jahe yang diletakkan pada malam hari di warung milik Pak Harto.
Jika benar itu adanya, maka, pak harto akan merasa tidak nyaman dan membakar sesuatu tepat di hadapan warungnya tepat di pagi hari.
Dengan begitu, terbongkar sudah apa yang memang sudah dilakukan oleh Pak Harto selama bertahun-tahun untuk menggusur para pesaingnya.
Malam itu juga, dika dan Kang Rusdi pergi menuju ke warung milik Pak Harto yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan warung miliknya.
Setibanya di sana, kang rusdi segera memaasang potongan pring kuning dan juga menanam jahe di bagian timur warungnya.
Selesai melakukan hal tersebut, mereka berdua pun kembali lagi ke rumah dan menunggu hingga esok hari.
Tepat di keesokan harinya, dika tidak sendirian pergi ke warung. Dia dan juga Kang Rusdi ingin membuktikan apa yang akan terjadi jika memang telah dibenarkan hal tersebut.
Kang Rusdi meminta kepada Dika untuk berjualan seperti biasanya. Dengan catatan, dika tidak boleh memberitahu kepada orang-orang jika Kang Rusdi ada di dalam warungnya.
Tujuan Kang Rusdi hanya satu. Ia ingin membuktikan kepada para warga jika pelaku dari penyantetan ini adalah Pak Harto.
Jika memang benar, maka, pak harto harus diberikan hukuman yang setimpal karena perbuatannya sendiri.
Hal ini di dasarkan dengan perbuatannya yang telah melanggar hukum norma kehidupan manusia dan juga agama.
Karena itulah, kang rusdi menginginkan hukuman yang setimpal dalam artian hukuman sosial yang mampu memberikan jarahan terhadap seluruh kehidupannya.
Mengapa harus hukum sosial? Hal ini disebabkan, hukum sosial lebih mengena dibanding hukum Negara yang terkadang tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Sama seperti biasanya, saat itu, jalanan pantura sedang sangat padat. Dika kedapatan banyak supir yang turun ke pinggiran jalan dan mampir ke warung milik ibunya.
Kang Rusdi masih menunggu momen yang tepat. Dia hanya ingin menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya
Sembari menunggu, kang rusdi membantu Dika untuk melayani para pembeli yang ada di warungnya.
Tepat jam 10 pagi, apa yang dikatakan oleh Kang Rusdi benar-benar terjadi. Pak Harto keluar dari warungnya sembari membawa beberapa barang untuk dibakarnya tepat di hadapan warung.
Ia juga tampak menengok ke arah kanan dan kiri jalanan. Entah apa yang dibakarnya, tampaknya, kang rusdi sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh Pak Harto.
Usut demi usut, ternyata, pak harto menyadari ada sesuatu yang aneh yang berada di warungnya tersebut.
Ia kemudian melepaskan semua potongan pring kuning yang tertempel di warungnya dan mencari gundukan tanah yang masih baru untuk diambil tetanamannya.
Pak Harto sudah tahu. Dengan apa yang dilakukannya, pak harto sendiri telah mengklaim bahwa dirinya adalah pelaku dari pengiriman santet yang dilakukan oleh mertua Bi Darsih dan juga beberapa orang warga.
Selepas membakar semua barang-barang yang tertempel dan tertanam di sekitaran warung pak harto, kang rusdi pun langsung pergi begitu saja.
Dia berniat untuk melakukan pengecekan di rumah Bi Darsih. Takutnya, akan ada sesuatu yang terjadi jika Pak Harto benar-benar telah mengetahui strategi yang dijalankan oleh Kang Rusdi sendiri.
Namun, sesampainya di hadapan rumah Bi Darsih, kang rusdi terkejut melihat ada penampakan tiga sosok hitam yang tengah berdiri di hadapan pintu rumah.
Mereka tampaknya kiriman dari Pak Harto yang ingin mencelakai Nanda yang sedang dibuat kacau karena kiriman santet tersebut.
Untuk menghilangkan ketiga sosok tersebut, kang rusdi mengambil segenggam pasir yang ada di jalanan, lalu dia bacakan beberapa bacaan ayat suci Al-qur’an.
Selepas itu, ia taburkan tepat mengenai ketiga sosok yang ada di hadapannya. Dengan begitu, ketiganya menghilang dan kembali lagi ke tuannya untuk melaporkan terkait apa yang sedang terjadi.
Kang Rusdi segera memasuki rumah Bi Darsih. Ternyata, bi darsih pun merasakan ada keanehan di dalam rumahnya.
Untungnya, kang rusdi dengan cepat langsung mengatakan hal yang sudah terjadi selama dirinya berada di warung milik Bi Darsih.
‘’Aku weruh sopo pelakune.’’
(Aku tahu siapa pelakunya)
‘’Sopo, kang?’’
(Siapa, kang?)
‘’Pak Harto!’’
Mendengar nama pelaku yang baru disebutkan oleh Kang Rusdi, bi darsih langsung tidak percaya.
Ia meneteskan air matanya terkait hal itu. Entah apa yang dirasakan oleh Bi Darsih sewaktu dirinya mengetahui pelaku dari santet tersebut, namun, dari wajahnya sudah tergambarkan perasaan kecewa yang tak bisa dungkapkan.
‘’Pak Harto kuwi wong sing wes nulungi aku beresi warung, kang. Kok tego nglakoni kuwi.’’
(Pak Harto itu orang yang menolongku membereskan warung, kang. Kok tega melakukan hal itu)
Kang Rusdi kembali menjelaskan apa yang ia ketahui terkait perilaku manusia sewaktu dirinya memiliki penyakit hati yang sudah menggerogoti hawa dan nafsunya.
‘’Manusia itu mudah berubah hatinya. Dalam sekejap, pikirannya juga akan mengikuti apa yang hatinya katakan. Karena itu, orang terdekat yang dikenal layaknya kalajengking. Dia akan menusuk dari belakang dan melakukan apapun demi tercapainya segala ambisi dan keinginan.’’
Bi Darsih masih belum menerima kenyataan jika pelaku dari penyantetan tersebut adalah Pak Harto.
Mungkin, dalam pikiran Bi Darsih, pak harto adalah orang baik yang telah membantunya. Akan tetapi, berbeda dalam pikiran Kang Rusdi.
Saat dimana Pak Harto merasa iri dengan pencapaian yang telah dilalui oleh Bi Darsih, kemungkinan besar, pak harto akan berubah pikiran terkait apa yang telah Bi Darsih lakukan.
Waktu maghrib akan tiba. Dika segera buru-buru untuk membereskan semua pekerjaan warungnya.
Ia kemudian segera mengecek seluruh warung barangkali ada sesuatu yang tertinggal dan belum terjamah olehnya.
Selepas mengecek semua warungnya, dika langsung menutup warungnya. Dia segera buru-buru untuk pulang ke rumah.
Namun, betapa terkejutnya Dika tatkala ada seorang pria yang sedang terduduk di depan warungnya sembari menyeruput kopi hangat.
‘’Arep muleh, dik?’’
(Mau pulang, dik?)
‘’Pak Harto?’’
‘’Sedulurmu esih pingin urip pora?’’
(Suadaramu masih mau hidup tidak?)
‘’Maksude, pak?’’
(Maksudnya, pak?)
Pak Harto menatap tajam ke arah Dika. Ia kemudian mengatakan sesuatu yang mengerikan terkait pembicaraannya tersbeut,
‘’Ojo ganggu aku maneh! Yen mbakmu pingin esih urip, ojo ganggu aku!’’
(Jangan ganggu aku lagi! Jika mbak-mu masih ingin hidup, jangan ganggu aku!)
Dengan seketika, seluruh tubuh Dika langsung merinding ketakutan. Tubuhnya tidak bisa melakukan apa-apa setelah Pak Harto memberikan ancaman kepadanya.
Pak Harto segera meninggalkan Dika dan segera masuk ke dalam warungnya. Dika yang masih ketakutan, segera buru-buru meninggalkan warungnya dan melaporkan hal ini kepada Ibunya.
Setibanya di warung, dika langsung mendapati Ibunya sedang di kamar kakaknya. Dika yang masih mengingat ancaman tersebut langsung memberitahu kepada Ibunya,
‘’Mak … ‘’
‘’iyo, nang. Ono opo?’’
(Iya, nak. Ada apa?)
‘’Pak Harto, mak … ‘’
Bi Darsih langsung tercengang mendekat kalimat yang baru dikatakan oleh anak bungsunya itu.
‘’Ono opo, nang?’’
(Ada apa, nak?)
‘’Wau, pak harto ngancem aku, mak.’’
(Tadi, pak harto ancam aku, mak)
‘’Ngancem opo?’’
(Ancam apa?)
Dika pun segera menjelaskan ancaman tersebut. Mulutnya tampak sulit digerakkan sewaktu dirinya menjelaskan terkait ancaman tersebut.
Seperti ada sesuatu yang menahan mulutnya untuk berbicara dan menjelaskan kalimat yang ingin disampaikan kepada Ibunya tersebut.
‘’Pak Harto bilang, kita jangan mengganggu dia lagi. Kalau tidak, mbak nanda akan mati.’’
Mendengar kalimat tersebut, bi darsih langsung panik setengah mati. Ia kemudian bergegas menuju ke rumah Kang Rusdi untuk memberitahu hal tersebut.
Tampaknya, hari itu kekacauan sedang melanda Bi Darsih dan juga keluarganya. Pak Harto mulai berani untuk mengancam keluarganya secara terang-terangan.
Malam itu, kang rusdi membawa beberapa orang kepercayaannya untuk menjaga keluarga Bi Darsih. Ia juga menerangkan bahwa, Pak Harto tidak akan untuk melakukan penyerangan jika memang ancaman tersebut suudah di arahkan kepada salah satu anggota keluarga Bi Darsih.
Selagi melakukan penjagaan, kang rusdi melakukan ruqyah terhadap Nanda yang disebut-sebut masih dalam keadaan yang belum normal.
Awalnya, proses ruqyah masih dalam kendali dan lancar-lancar saja. Namun, entah mengapa, saat di tahap akhir proses ruqyah tersebut dilakukan, tiba-tiba, nanda berteriak histeris.
Dia mengamuk dan menyerang Kang Rusdi serta beberapa orang yang melakukan penjagaan terhadapnya.
Kang Rusdi tahu bahwa sosok yang merasuki tubuh Nanda adalah sosok yang menginginkan kehancuran dalam keluarga Bi Darsih.
Kang Rusdi memerintahkan kepada Bi Darsih dan yang lainnya untuk menutup pintu dan jendela yang ada di rumahnya.
Tampaknya, sosok itu sedang memanggil teman-temannya untuk menyerang secara beruntun keluarga Bi Darsih.
Dan benar saja. Dari luaran rumah, mereka semua mendengar suara aneh layaknya suara eraman orang yang sedang marah.
Bukan hanya itu saja, pintu, jendela dan atap rumah digedor-gedor secara bersamaan. Seluruh orang yang ada di dalam rumah Bi Darsih menjadi panik.
Kang Rusdi yang mengetahui kepanikan tersebut segera meminta kepada yang lainnya untuk tetap tenang sembari membacakan bacaan Al-qur’an seperti surat an-nas dan ayat kursi di tiap pojokan rumah.
Hal ini bertujuan agar sosok-sosok yang berada di luaran rumah tidak bisa menjebol pagar ghaib yang telah terlebih dulu dibuat oleh Kang Rusdi untuk menghalau mereka yang ingin masuk ke dalam rumah.
Kurang lebih setengah jam lamanya proses ruqyah itu dilakukan, alhasil, sosok yang merasuki Nanda pun ingin keluar dari tubuh Nanda.
Hanya saja, tubuh Kang Rusdi benar-benar terkuras energinya. Ia tampak kelelahan tatkala melakukan ruqyah tersebut kepada Nanda.
Kang Rusdi beristirahat sejenak. Ia kemudian menyampaikan pesan terakhir kepada Bi Darsih dan yang lainnya.
‘’Ada satu tahap lagi untuk mengembalikan santet ini kepada pemiliknya.’’ Ucap Kang Rusdi
‘’Apa itu, kang?’’ Tanya Bi Darsih
‘’Kita harus menuju ke kuburan milik mertuamu. Kita ambil tanah kuburannya dan lemparkan tanah itu tepat di depan rumah ini.’’
Bi Darsih hanya mengangguk paham. Ia akan menuruti apa yang memang seharusnya dilakukan olehnya untuk keselamatan keluarganya sendiri.
Tepat di jam 10 malam, kang rusdi, bi darsih, dika dan satu orang dari pihak Kang Rusdi berangkat menuju ke pemakaman.
Mereka akan melakukan serangan balik untuk melawan pelaku dari pengiriman santet tersebut.
Jika cara ini benar-benar ampuh, maka, pelaku santet akan terkena imbasnya. Buruk-buruknya, pelaku akan meninggal dunia di tempat pada keesokan harinya.
Selama perjalanan menuju ke pemakaman, dika merasakan ada sesuatu yang memantaunya dari balik pepohonan
Tentu saja hal ini sangat wajar karena memang pepohonan di sekitaran pemakaman terkenal dengan tempat yang sangat angker bagi warga sekitar.
Hingga akhirnya, ketika mereka tiba di pemakaman, kang rusdi langsung meminta kepada Bi Darsih untuk mengambil tanah kuburan milik mertuanya tersebut.
‘’Ambil secukupnya. Gunakan ini untuk menyerang balik pelaku santet.’’
Bi Darsih langsung memasukkan tanah kuburan tersebut ke dalam plastik hitam. Setelah melakukan hal tersebut, mereka kembali pulang ke rumah untuk segera melakukan ritual pengembalian balik santet tersebut.
Setibanya di rumah, bi darsih masih agak ragu. Awalnya, dia tidak ingin melakukan hal tersebut. Namun, jika pelaku didiamkan saja, maka, imbasnya akan kepada warga yang lainnya.
‘’Lemparkan tanah itu tepat di halaman rumah. Lalu, tunggu sampai semuanya bereaksi. Jika santet itu masih ada, maka akan keluar asap yang mengepul dari tanah tersebut.’’
Bi Darsih mengangguk paham. Dengan keyakaninan hati dan tekadnya yang kuat demi keselamatan anak-anaknya, bi darsih pun segera melemparkan tanah kuburan tersebut tepat di depan halaman rumahnya.
Selepas melemparkan tanah kuburan itu, bi darsih dan yang lainnya menunggu sampai tanah kuburan tersebut bereaksi dengan sendirinya.
Dan benar saja, tidak lama kemudian, keluar kepulan asap layaknya bebakaran sampah yang biasa dilakukan Bi Darsih di hadapan rumah.
‘’Kang? Kok bisa?” Tanya Bi Darsih dengan keheranan
‘’Itu tandanya, santet tersebut masih ada. Tunggu sampai asapnya selesai dan habis. Itu tandanya, santet sedang dikembalikan kepada pelaku.’’ Jelas Kang Rusdi
10 menit kemudian, asap itu menghilang. Kang Rusdi segera mengecek sekitaran tanah kuburan tempat keluarnya asap tersebut.
Anehnya, tanah kuburan itu berubah warna menjadi sangat hitam. Yang awalnya tanah tersebut berwarna cokelat kemerahan, kini sudah berwarna hitam seperti sehabis terbakar.
‘’Tunggu sampai besok. Akan terjadi sesuatu kepada pelaku santet yang menyerang keluargamu dan orang-orang yang menjadi korban atas perlakuan buruknya.’’
Keesokan harinya, dika bangun kesiangan. Bi Darsih juga memahami akan hal tersebut karena semalam tadi mereka selesai melakukan penyerangan balik santet kepada pelaku
Namun, sampai jam 8 pagi, belum ada tanda-tanda aneh terkait pengumuman orang yang meninggal dunia. Apakah pelakunya bukan Pak Harto? Lalu, siapa pelakunya?
Bi Darsih pun akhirnya berjalan-jalan ke rumah-rumah warga. Ia melihat ada banyak warga yang sedang berkumpul. Mayoritas adalah ibu-ibu semua.
Bi Darsih pun ikut nimbrung untuk mengetahui pembahasan apa yang sedang mereka bahas. Entah, mungkin karena kebetulan dirinya sedang ingin mengetahui pembahasan atau berita terkini di sekitaran warganya,
namun, tepatnya saat kedatangan Bi Darsih untuk ikut nimbrung, para warga yang mayoritas ibu-ibu langsung menyambut kedatangannya dan memberitahu berita buruk yang amat mengerikan.
‘’Bu! Ibu Darsih tahu, gak? Pak Harto dan isterinya meninggal dunia di Rumah Sakit. Katanya, keduanya kecelakaan sewaktu ingin pulang ke rumah.’’ Jelas salah satu warga
‘’Loh? Kok aku baru tahu? Kenapa pihak musholla gak mau mengumumkan berita kematian mereka berdua?” Tanya Bi Darsih
‘’Dengerin dulu, bu. Pihak Musholla bukan tidak mau mengumumkan, tapi, sewaktu berita ini menyebar, dia gak mau mengumkan.’’
‘’Berita apa?’’
‘’Pak Harto dan isterinya itu tukang santet. Mereka berdua biasa menyantet orang-orang yang warungnya berdekatan dengan warung miliknya apalagi yang ramai warungnya seperti milik Bu Darsih.’’
Bi Darsih hanya terdiam. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Kang Rusdi jika pelaku utamanya adalah Pak Harto.
Namun, yang membuat Bi Darsih tidak habis pikir adalah keterkaitan dari isteri Pak Harto yang ternyata dia adalah dalang dari awal mula santet ini bermula.
Menurut beberapa sumber warga di desa tersebut, pak harto awalnya dibujuk oleh isterinya yang iri karena melihat perkembangan warung-warung yang ada di dekatnya di jalanan pantura.
Terlebih lagi, warungnya sendiri sangat sepi dan jarang dikunjungi oleh para pembeli. Dari situlah, isteri dari Pak Harto ini membujuk kepada suaminya untuk membunuh secara perlahan orang-orang yang memiliki warung di pinggiran jalan pantai utara.
Tujuannya agar warung mereka ramai dan warung-warung yang ada di sekitarannya menjadi sepi.
Namun ternyata, semenjak berdirinya dan berkembangnya warung Bi Darsih, saingan dari Pak Harto pun mengarah kepada Bi Darsih.
Pak Harto pun dibujuk oleh isterinya untuk menyantet mertua dari Bi Darsih. Awalnya, tujuan mereka hanya ingin menjatuhkan mental Bi Darsih.
Namun, karena Bi Darsih tetap berjualan, isteri dari Pak Harto inin menginginkan kepada Pak Harto untuk menyerang anak pertamanya yang bernama Nanda.
Namun, aksi dari mereka pun akhirnya tercium oleh Kang Rusdi yang merupakan supranaturalis warga desa.
Dengan menempeli potongan bambu kuning dan menanam jahe di warungnya, aksi dari Pak Harto dan isterinya pun akhirnya terbongkar.
Karena itulah, kang rusdi berkeinginan untuk menyerang balik perlakuan Pak Harto dengan cara mengirimkan tanah kuburan dari korban yang terkena santet jenis tersebut.
Dan faktanya pun terungkap. Setelah melakukan penyerangan balik, pak harto dan isterinya pun mendapatkan tulah (akibat) dari apa yang telah mereka melakukan.
Semenjak kejadian tersebut, para warga masih belum berkeinginan untuk memberikan empati kepada keluarga Pak Harto dan yang lainnya.
Mereka sudah cukup merasakan penderitaan sewaktu Pak Harto dan isterinya menyerang para warga yang tidak bersalah.
Atas kejadian tersebut, mereka pun mendapatkan banyak pelaajran untuk tidak berlaku iri atau sakit hati kepada siapapun.
Karena, hal itu sendirilah yang nantinya akan menjadi boomerang bagi mereka yang terkait di dalamnya.
‘’Sajennya pegawai. Tiap kliwonnya, ada saja pekerja yang meninggal dunia biar produksinya lancar.’’
#ceritaserem @bacahorror
Simbah Ayung namanya. Dia biasa duduk di depan rumah, menyapa para warga dan punya ramah tamah yang disukai banyak orang. Dia bercerita tentang memori kelamnya saat bekerja di sebuah pabrik yang menelan banyak sekali korban.
'’Pemiliknya itu londo (Belanda)’’ Begitu kira-kira ucapnya
‘’Dibangun ing nduwure lemah wingit.’’ Tambahnya
Beliau adalah satu-satunya saksi hidup di saat teman-temannya menjadi korban dari sesuatu hal yang tidak diketahuinya di sebuah pabrik yang konon katanya dibangun di atas tanah wingit atau angker.
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”
@bacahorror #ceritaserem
Sungai Banyukala/Banyukolo
Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.”
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.
Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.
Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.
Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.
Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!
Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….
@bacahorror #ceritaserem #malamjumat
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.
Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.
Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.