Kisah ini dialami oleh seorang warga desa yang pernah di asingkan ke tengah hutan, pertanyaannya kenapa bisa dia diasingkan?
Karena orang ini menderita penyakit berbahaya yaitu budug dan penyakit itu bisa menular dengan cepat dan orang yang terkena penyakit budug kemungkinan bisa bertahan hidupnya tipis banget.
Sebut saja yang mengalami kejadian ini adalah Bandi. Awal mulanya penyakit itu di dapat Bandi ketika bertemu dengan pocong wedon.
Kalian tau pocong wedon nggak? Nah ini serem banget nih.
Wedon atau biasa disebut dengan pocong wedon ini mempunyai ciri khas seperti manusia yang dibungkus kain kafan, sosok ini mampu membuat takut masyarakat Indonesia terutama masyarakat jawa.
Sosok pocong memang seolah menduduki tingkat utama dalam seringnya menakuti masyarakat dan ternyata sosok ini memiliki kembaran perwujudan dari hantu lain yaitu pocong wedon ATAU bisa disebut sebagai hantu pocong perempuan.
Kisah mengenai hantu wedon memang tak sepopuler kisah hantu pocong, namun di lingkungan masyarakat Jawa, justru sosok wedon ini sangat terkenal karena dianggap memiliki tingkat kejahatan lebih daripada sosok pocong.
Menurut mitos yang berkembang, sosok wedon biasanya akan beraksi menampakan kepada manusia bahkan akan mengejarnya lalu hantu tersebut akan menyemburkan cairan seperti ludah dari mulutnya yang itu bisa mengakibatkan penyakit kalau terkena kulit.
Biasanya, sosok wedon akan menampakan kepada manusia dengan sehelai kain kecil yang lama kelamaan akan membesar bahkan bisa setinggi pepohonan.
Nah, ketika sudah besar tersebut, biasanya ia akan menampakan wajahnya yang buruk dibalik kain putih itu yang kemudian akan menyemburkan cairan dari mulutnya.
NB : Mohon tidak mengambil cerita ini untuk di publikasikan di platform lain tanpa seizin penulis.
Musim penghujan telah tiba waktunya para petani menanam padi. Hari itu Bandi di datangi salah seorang warga kampungnya untuk menyewa jasa.
Jadi Bandi ini seorang buruh tani dan dia biasa menyewakan jasa membajak sawah karena di kampungnya Bandi itu mayoritas seorang petani dan yang mempunyai mesin pembajak sawah atau traktor hanya ada dua orang di kampung itu salah satunya adalah Bandi.
“Pak Bandi, lusa bisa gak bajakin sawah saya”, ucap bu Eni mendatangi rumah Bandi.
“Bisa bu Eni, tapi malam ya soalnya paginya saya mau membajak sawah pak Tatang”,
“Oh yaudah gpp yang penting besoknya bisa selesai biar bisa langsung di tanami”, jawab Bu Eni.
Lusa pagi sebenarnya traktornya Bandi ini sudah di sewa sama orang lain jadi dia bisanya malam. Bu Eni setuju saja yang penting besoknya sudah bisa selesai.
Membajak pas waktu malam tidak menjadi masalah untuk Bandi dan itu sudah biasa. Singkat cerita malam itu sekitar jam 1 Bandi membawa traktornya menuju ke sawahnya bu Eni.
Letak sawah itu tidak jauh dari pemukiman warga dan cukup dekat dengan jalan raya desa. Bandi melaksanakan tugasnya seorang diri dan ketika sedang sibuk membajak dia mendengar ada suara orang yang berteriak dari ujung sawah,
“Pak Bandi makanannya aku taruh disini ya”.
Bandi melihat ke arah sumber suara itu tapi tidak terlihat ada orang karena gelap, dia mengira itu suara orang yang mengirim makanan karena biasanya memang begitu, pemilik sawah selalu mengirimkan makanan.
Bandi teriak balik, “Oh iya mbak taruh situ aja”.
Dia melanjutkan tugasnya membajak sawah, setelah selesai dia membawa traktornya ke pinggir jalan dan karena perutnya sudah keroncongan dia mendatangi makanan yang dikirim orang tadi, setelah dicari-cari tertnyata benar disana ada sebuah tampah yang ditutupi daun pisang.
Bandi makan dengan lahap dengan wadah daun pisang dan belum sampai nasinya habis dia dibuat kaget karena lauk yang ada di tempatnya itu tiba-tiba berubah menjadi ulat pisang.
(Tau ulat pisang kan yang warnanya putih dan gede-gede itu?)
Bandi kaget bukan main dan spontan dia langsung membuang makanan yang ada di tangannya. Dia langusung kembali ke traktornya dan pulang. Di perjalanan dia memikirkan soal nasi tadi,
“Gak beres nih, lha kok bisa loh lauknya jadi ulat”.
Bandi cuek saja karena dia sudah biasa melihat dan mengalami kejadian yang horror seperti itu lagipula nanti juga masih bisa makan di rumah.
Di perjalanan pulang membawa traktor Bandi melihat ada kain putih yang bergelantungan di ranting pohon, karena penasaran Bandi memperhatikan kain putih itu dan... kain putih itu semakin lama semakin membesar dan tinggi sampai setinggi pohon.
Bandi sudah mengira kalau ini adalah hantu tapi hantu apa bisa setinggi ini?
Bandi bukan orang penakut, dia mengarahkan lampu traktornya kearah kain itu. Astaghfirullah ternyata itu adalah pocong.
Bandi berniat mengusir pocong itu agar tidak mengganggu orang lain yang lewat sini, dia jalan mendekati pocong itu.
“Mending kamu pergi dari tempat itu dan jangan ganggu manusia lagi”, ucap Bandi sedikit teriak.
Pocong itu bukannya pergi tapi malah menuduk dan menampakan wajah buruknya, semakin menunduk... semakin menunduk... hingga akhirnya pocong itu mengeluarkan ludah dari mulutnya hingga mengenai Bandi.
Bandi lari dari tempat itu dan mengambil traktornya untuk dibawa pulang,
Sesampai ruman dia mandi setelah itu dia tidur. Keesokan harinya bu Eni datang kerumah Bandi untuk memberikan bayaran sekaligus minta maaf karena semalam dia lupa gak mengirim makanan lantaran dia ketiduran dan tidak ada yang membangunkan.
“Loh, kalau bu Eni gak ngirim terus yang ngirim makanan ke sawah semalam siapa?”. Bantin Bandi.
Bandi tidak mengatakan ke bu Eni dan meng-iyakan saja, setelah pembayaran sudah selesai bu Eni pulang.
Kejadian malam itu adalah kejadian horror yang ke sekian kalinya di alami oleh Bandi dan dia melupakannya.
Selang 1 hari setelah kejadian malam itu tiba-tiba Bandi merasa gatal di seluruh badannya. Awalnya itu gatal-gatal biasa dan dia menganggap mungkin karena terkena serangga, tapi lama-kelamaan menjadi gatal-gatal sakit, terasa gatal tapi kalau digaruk sakit.
Bandi masih tidak menganggap serius tapi semakin lama kulitnya Bandi ini melepuh diakibatkan gatal-gatal itu. Karena sudah nggak kuat dia tanya ke tabib di kampungnya dan tabib itu mengatakan kalau sakit yang di derita Bandi ini adalah penyakit budug.
Sebuah kampung yang cukup tertinggal. Disana belum ada yang namanya dokter, bidan dan semacamnya yang ada hanya tabib dan warga sudah biasa berkonsultasi dengannya kalau mengalami dan menderita sakit.
Bandi kaget mendengar pernyataan dari mbah tabib karena setahu Bandi penyakit budug itu sulit untuk disembuhkan dan kalaupun ini benar-benar budug kemungkinan hidup nya dia tinggal sebentar lagi.
Kabar itu menyebar cepat ke penduduk kampung hingga akhirnya Pak Kades ambil keputusan untuk membawa bandi ke tengah hutan untuk diasingkan, karena kalau tidak begitu penyakit buduk itu bisa menular ke semua warga.
Mau tidak mau harus menerima pengasingan ini demi warga kampung, siang itu dia diantar ke tengah hutan tempat dimana Bandi akan diasingkan dan tempatnya itu sudah pernah dihuni oleh orang yang mengalami penyakit sama dan orangnya itu sekarang sudah meninggal. Bukan hanya Bandi,
pihak keluarganya pun merasa sedih atas apa yang sudah menimpa Bandi.
Sebuah tempat yang sangat sepi dan hanya hutan sejauh mata memandang, terdapat sebuah gubuk kecil untuk istirahat dan disinilah Bandi akan menghabiskan sisa hidupnya.
Setiap harinya pihak keluarga selalu mengirimkan makanan kepada Bandi. Jadi kalau mengirim makanan itu tidak langsung ke orangnya tapi ada tempat khusus yang jaraknya cukup jauh dari tempat/gubuk Pengasignan.
Makanan itu tinggal ditaruh saja di tempat itu dan nantinya akan diambil oleh Bandi.
Di gubuk kecil itu Bandi meratapi nasibnya seakan dia tidak percaya kalau hidupnya sudah tidak lama lagi dan dia harus menghabiskan sisa hidupnya Itu Disini.
Semakin hari kondisi Bandi semakin memburuk, sekujur tubuhnya melepuh, tulangnya rapuh dan andai saja jari tangannya itu ditarik kemungkinan bisa putus. Setiap pagi dan sore dia pergi ke tempat pengiriman makanan untuk mengambil makanan yang dikirim oleh keluarganya .
1 minggu, 2 minggu hingga hampir satu bulan kegiatan Bandi Hanya seperti itu, sepi, sendiri tanpa ada keluarga dan kawan, dia cuma berharap satu semoga Tuhan lekas mengambil nyawanya agar penyakit ini tidak terus-menerus menyiksa dirinya,
tapi Tuhan berkehendak lain Bandi masih diberi kesempatan untuk hidup meskipun dengan keadaan yang seperti itu.
Istri, anak dan orang tua Bandi selalu berdoa agar yang terbaik untuk Bandi, kalaupun masih bisa sembuh tolong di sembuhkan dan kalau di takdirkan meninggal semoga diberi tempat yang layak disisihNya.
Entah sudah hari yang keberapa, dengan keadaannya yang sudah frustasi Bandi mencari cara untuk mengakhiri hidupnya agar penderitaan ini segera berakhir.
Dia keluar dari gubuk kecil tempatnya berdiam diri jalan-jalan mengelilingi hutan sambil berfikir cara mengakhiri hidupnya, sempat berfikir ingin gantung diri tapi di hutan itu tidak ada tali, sempat juga kepikiran ingin lompat kedalam jurang tapi di hutan itu tidak ada jurang,
ingin menghanyutkan dirinya ke sungai tapi juga tidak ada sungai.
Dia terus berjalan keliling hutan sambil memikirkan semua itu dan di tengah perjalanan dia lelah dan ngantuk dan dia berniat akan kembali ke gubuk tapi belum sampai di gubuk penyakitnya kambuh, badannya gatal-gatal dan nyeri.
Dia melihat ada beberapa pohon pisang yang sejuk dan memutuskan untuk istirahat dulu. Beberapa daun pisang dia ambil untuk alas dan tanpa sengaja dia mengambil daun pisang yang masih kuncup (Daun pisang yang baru tumbuh)
Tidurlah dia beralaskan daun pisang yang masih kuncup itu lalu sayup-sayup dia mendengar ada suara keramaian banyak orang. Dia bangun dan ternyata dia sedang berada di sebuah kampung.
Bandi benar-benar kaget kok bisa disini ada kampung? Dia bangun dan ingin lari karena dia tidak ingin keberadaannya disini ditakuti oleh warga karena keadaannya yang seperti ini.
Dia lari meninggalkan tempat tidurnya dan tiba-riba dia di hadang oleh satu orang berkulit sawo matang, pakaiannya rapi dan mengenakan udeng di kepalanya. Orang itu bertanya pada Bandi,
“Lapo kowe mlayu, opo sing di wedeni?”
(Kenapa kamu lari? Apa yang kamu takutkan?)
Bandi memalinkan badannya dari orang itu dan tidak berani melihat kearahnya karena dia takut orang itu nanti akan lari jika melihat kondisinya seperti ini, sambil membelakangi dia jawab,
“Kulo buduken, mangke wong2 kae ketularan”.
(Saya terkena budug nanti orang-orang itu akan tertular)
Lalu orang itu berjalan mendekati Bandi dan memegang pundaknya sambil berkata,
“Wes ra usah wedi, penyakitmu iki rabakal nular kanggo wone kene”.
(Sampeyan ora perlu wedi, penyakit sampeyan ora bakal nular kanggo wong kene)
Bandi kaget, kok bisa penyakitnya ini tidak akan menular?
" Wis sing ayem, ayo melu aku ". Lanjut orang itu.
(Udah kamu tenang, ayo ikut aku)
Bandi berjalan mengikuti orang itu menuju ke kampung tadi, sesampai disana orang-orang pada bersalaman dengan orang ini dan juga dengan Bandi.
Semua orang yang ada disini ternyata sangat ramah dan tidak ada satupun dari mereka yang menjauhi Bandi seperti orang-orang di kampungnya. Bandi dan orang itu berjalan keliling kampung ini dan di situ dia bertanya,
“Pak niki kampung nopo nggeh kok kulo dereng nate ngertos?”
(Pak ini kampung apa ya, kok saya belum pernah lihat?)
“Ora usah ngerti iki desa apa, sing pasti wong kene beda banget karo wong kampungmu lan aku dadi lurah kene”.
(Kamu tidak perlu tau ini kampung apa, yang pasti orang-orang disini sangat beda dengan orang di kampungmu dan aku adalah lurah disini).
Kalau dilihat-lihat memang benar beda di kampungnya Bandi dijauhi, dikucilkan bahkan diasingkan sedangkan disini dia diperlakukan dengan ramah.
Jadi kampung yang di tempati Bandi itu adalah kampung gaib yang dihuni bangsa jin tapi saat itu Bandi belum sadar kalau dirinya ini sekarang berada di alam gaib.
Disisi lain pihak keluarga Bandi yang setiap harinya mengantarkan makanan merasa khawatir terhadap Bandi karena sudah 2 hari ini makanan yang diantarnya itu masih utuh di tempatnya dan tidak diambil sama sekali, pihak keluarganya mengira kalau mungkin Bandi udah meninggal dunia.
Perihal ini dilaporkan pada bapak kepala desa dan beberapa orang yang terpilih langsung bergerak menuju ke gubuk pengasingan untuk melihat keadaan Bandi, tapi di gubuk itu mereka tidak melihat Bandi, sekeliling gubuk sudah disisir tapi keberadaan Bandi tidak juga di temukan.
Mereka menganggap Bandi memang sudah meninggal lalu mereka kembali ke kampung dan mengerahkan lebih banyak bagi orang untuk mencari Bandi agar bisa segera dimakamkan.
Tempat pemakamannya tentu tidak jadi satu dengan pemakaman desa tapi ada kuburan tersendiri khusus untuk orang-orang yang yang terkena budug, orang situ menyebutnya kuburan budug.
Setengah hari penuh pencarian terhadap Bandi dilakukan tapi tidak membuahkan hasil hingga akhirnya warga kembali ke kampung dan berencana melanjutkan pencarian ini besok, mereka tidak tahu kalau Bandi sedang berada di sebuah tempat yang bersifat ghaib.
Kabar tentang menghilangnya Bandi ini menjadi ramai dan menjadi perbincangan oleh warga kampung, banyak orang beranggapan kalau Bandi sudah meninggal dan disembunyikan oleh makhluk lain, ada juga yang beranggapan kalau mungkin Bandi sudah tewas dimakan hewan buas.
Di alam gaib Bandi di berikan tempat tinggal oleh lurah dan dia merasa sudah hidup cukup lama disana. Setiap hari Bandi jalan keliling kampung dengan kondisinya yang seperti itu dan tidak ada satupun warga yang menjahuhi Bandi justru sebaiknya, dia amat di hormati di kampung ini.
Semakin lama Bandi merasa nyaman tinggal di kampung ini hingga pada suatu ketika dia didatangi oleh lurah dan memberitahukan kalau dia sedang dicari warga dan keluarganya.
"Bali menyang alammu, wong ndesa padha nggoleki kowe ".
(Kembalilah ke alammu, orang desa pada mencarimu)
“Aku mung pengen neng kene, ora ana gunane aku bali, ora ana wong ing desa sing pengin cedhak karo aku.”
(Saya disini aja, gak ada gunanya saya kembali, orang desa udah gak ada yang mau dekat sama saya)
“Sampeyan bisa manggon ing kene nanging sampeyan kudu mati dhisik”.
(Kamu bisa tinggal disini tapi kamu harus mati dulu)
Lurah mengajak Bandi ke sebuah tempat dimana dia tidur beralaskan kuncup daun pisang dan mengembalikan Bandi ke alam nyata, setelah kembali dia tidak lagi melihat ada perkampungan yang tadi dilihatnya begitupun lurah yang tadi mengantarkannya.
“Loh, mana pak lurah ya dan kampungnya kok tiba-tiba hilang?”. Batin Bandi.
Dari sini Bandi paham kalau kampung yang tempat dia tinggal itu adalah kampung gaib begitupun dengan lurahnya, dia memikirkan perkataan lurah tadi kalau ingin tinggal di kampung itu dia harus mati dulu.
Bandi semakin bulat dengan niatnya ingin mengakhiri hidup agar dia bisa hidup di kampung itu, dia tidak kembali ke gubuk pengasingan melainkan mondar-mandir mencari cara untuk mengakhiri hidupnya,
terlintas ingin menusuk perutnya dengan ranting kayu tapi Bandi orangnya sangat takut melihat darah.
Dia berjalan tanpa tujuan hingga dia keluar dari hutan dan menjumpai ladang petani, di dekat ladang itu dia melihat ada sebuah botol berwarna putih, setelah dilihat ternyata itu adalah obat rumput dan masih ada isinya.
Seketika Bandi berfikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara meminum obat rumput ini, dia membuka tutup botolnya dan setelah berfikir seribu kali akhirnya dia memutuskan untuk meminum obat rumput itu.
Dia meminumnya hingga habis, setelah itu dia kembali lagi kedalam hutan dan berharap bertemu hewan buas agar menjadi santapannya agar jasadnya tidak lagi di temukan.
Di tempat dia tidur beralaskan daun pisang dia merasakan sakit perut karena obat yang diminumnya tadi bereaksi, badannya guling-guling diatas tanah karena tidak tahan dengan sakit yang di rasakan dan disinilah keajaiban dari yang maha kuasa turun.
Obat rumput itu ternyata tidak membunuhnya justru sebaliknya. Masih dalam keadaan kesakitan Bandi pingsan dan sadar-sadar rasa sakit di perutnya tadi sudah hilang bahkan kondisi tubuh Bandi terasa beda dari sebelumnya,
selain sakit perut rasa gatal yang ada di tubunya juga sudah tidak terasa.
Bandi masih belum kembali ke gubuk pengasinan dan berharap dia bisa kembali kampung yang sebelumnya dia tempati untuk tinggal disana.
...
Keluarga Bandi sangat menghawatirkan keadaannya, beberapa warga sudah mencarinya tapi tidak menemukan keberadaan Bandi disini hingga akhirnya warga mengklaim kalau Bandi sudah meninggal dan mayatnya dimakan hewan buas.
Speaker masjid mengumumkan kalau Bandi sudah meninggal, keluarga Bandi berduka cita dan warga berdatangan ke rumahnya untuk melayat.
Semakin hari keadaan Bandi di hutan itu semakin membaik, pisang yang belum matang menjadi makanannya begitupun dengan daunnya, gatal di badannya sudah tidak terasa lagi, luka yang melepuh perlahan mengering hingga akhirnya budug yang ada di tubuh Bandi sudah sembuh.
Bandi kembali ke gubuk pengasingan dan gubuk itu ternyata sudah bersih. Dia berniat kembali ke kampung halamannya tapi nanti malam karena kalau sekarang pastinya warga akan lari melihat Bandi.
Sementara hari masih siang dia beridiam diri di gubuk sambil meratapi nasib buruk yang telah dialaminya yang seakan-akan seperti mimpi tapi dia masih belum yakin apakah warga masih bisa menerimanya, meskipun begitu dia sangat bersyukur karena sudah diberi kesembuhan.
Pas tengah malam dia jalan menuju ke kampungnya, bisa melihat kampungnya lagi dia merasa senang, suasana di kampung malam itu sangat sepi karena warga sudah pada tidur.
Sesampai di kampung itu dia tidak langsung pulang kerumahnya melainkan kerumah tabib untuk mengatakan kalau dirinya telah sembuh.
“Tok tok tok... Assalamualaimum De”.
“Waalaikum salam... Sinten?”, jawab tabib dari dalam rumah.
(Waalaikum salam... Siapa?)
“Kulo de, tolong njenengan bukak lawange”.
(Saya mbah, tolong bukakan pintunya)
Mbah tabib seperti mengenal suara itu,
“Ini kayak suaranya Bandi?”. Batinnya. Beliau turun dari tempat tidur kemudian membukakan pintu.
“Kreeeekkk...” pintu dibuka dan ternyata benar bahwa yang datang adalah Bandi. Mbah tabib kaget karena ternyata Bandi masih hidup setelah 5 hari yang lalu dinyatakan sudah meninggal.
“Le, kowe iki Bandi toh?”. Tanya mbah tabib.
(Nak kamu ini Bandi ya?)
“Injih De kulo Bandi, kulo mpun waras De”. Jawab Bandi.
(Iya mbah saya Bandi, saya sudah sembuh mbah)
Mbah tabib masih belum percaya kalau yang berdiri di depannya itu adalah Bandi lalu dia mempersilahkan Bandi untuk masuk kedalam dan malam itu Bandi menceritakan semua tentang apa yang dialaminya selama di asingkan ke hutan itu.
Mbah tabib mengatakan kalau penyebab dari semua ini adalah wedon yang sudah meludahi Bandi saat itu dan menurut mbah tabib kampung yang di lihat Bandi itu adalah kampung gaib yang dihuni bangsa jin dan yang mengajaknya itu memang lurahnya,
beliau juga pernah melihat keberadaan kampung itu ketika sedang mencari obat hutan.
Setelah menjelaskan panjang lebar mbah tabib memberitahu Bandi bahwa dirinya sudah dinyatakan meninggal oleh warga kampung karena keberadaannya yang tidak di temukan. Mbah tabib kemudian memeriksa keadaan Bandi dan subhanallah Bandi memang sudah sembuh dari penyakit budugnya.
Ini adalah keajaiban, secara tidak langsung ternyata obat rumput itu mampu menyembuhkan Bandi. Malam itu mbah tabib meminta Bandi untuk tidur dirumahnya dulu dan tidak boleh pulang sampai beliau bisa memberitahu warga atas kesembuhannya.
Keesokan harinya mbah tabib memberitahukan hal ini pada pak kades dan pak kades memutuskan untuk membawa Bandi ke kota agar di periksa secara medis.
Pak kades, tabib dan Bandi pergi ke kota secara diam-diam dan pihak medis juga mengatakan kalau Bandi sudah benar-benar sembuh.
Kembalilah mereka ke kampung dan pak kades memberi pengumuman pada warga bahwasanya Bandi masih hidup dan sudah sembuh atas penyakit budugnya, mendengar kabar itu semua warga kaget terutama pihak keluarganya.
Bandi di pulangkan kerumahnya dan akhinya dia bisa berkumpul lagi dengan anak dan istrinya.
Bandi merasa seperti seperti baru bangun dari mimpi buruknya, dia kembali beraktifitas seperti dulu, ke ladang, bertani dan membajak sawah.
Meskipun dia sudah benar-benar sembuh tapi bekas melepuh masih membekas di seluruh badannya masih membekas dan tidak bisa hilang sampai sekarang bahkan seumur hidup, tapi biarlah itu menjadi kenanagan buruk yang terpenting dirinya sudah kembali sehat seperti sedia kala.
Selesai
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Pada kesempatan kali ini gw mau nyeritain pengalaman mistis dari gunung Lawu. Jadi beberapa hari yang lalu gw di ceritain sama orang kalau dia ini pernah melakukan perjalanan spiritual ke gunung Lawu dengan tujuan menjalankan amanah dari leluhur.
Disitu dia cerita banyak dan menurut gw ini cerita epic banget buat di ceritain. Beliau mengizinkan kisahnya ini buat diceritain dengan tujuan buat pengetahuan aja, tapi dengan syarat identitas dan latar belakangnya di samarkan karena itu privasi.
Kali ini gw mau nyeritain pengalaman horor yang dialami oleh Jimmy ketika melakukan pendakian ke gunung Semeru bersama 5 orang temannya.
Jadi di pendakiannya itu mendakinya via jalur ilegal yaitu jalur ayek-ayek dan itu membuat mereka menemukan beberapa kejadian aneh dalam pendakiannya. Jalur itu sebenernya legal tapi saat itu jalur ayek-ayek sudah dututup oleh pihak TNBTS karena terlalu bahaya buat pendaki.
Pada kesempatan kali ini gw ada cerita mistis dari seorang santri, sebut saja dia adalah Soliqudin.
Jadi waktu Soliq ini mondok di pesantren yang ada di daerah Jombang Jawa Timur dan selama tinggal di pondok itu dia ini kenal sama orang yang menurutnya dia ini baik banget tapi aneh, hingga akhirnya temannya itu minta pada Soliqudin untuk menyampaikan sesuatu ke Romo kyai.
Kisah ini dialami oleh 4 orang, 2 cowok dan 2 cewek. Sebut saja mereka adalah Nino, Dimas, Felly dan Yuni.
Kisah horor ini mereka alami ketika melakukan perjalanan pulang dari Jakarta menuju ke Semarang.
Dimana waktu itu mereka berempat ini disesatkan google maps ke sebuah hutan. Dan parahnya lagi didalam hutan itu mobil yang mereka kemudikan ini mogok pas tengah malem pula.
Waktu itu, kami berenam berniat pergi ke kota Batu, Malang untuk mengisi waktu libur akhir pekan setelah beberapa hari sebelumnya di sibukan oleh pekerjaan, disana kami menyewa sebuah vila yang terletak di kaki gunung Arjuno,
tapi vila yang kami tempati itu ternyata dihuni oleh makhluk lain yang menyerupai salah satu teman kami.