Update yang ini mungkin agak nyantai, kalau berhenti di tengah jalan nanti dilanjut lagi jam 9 setelah njengking.
(3)
Tidak seorang pun penghuni kos mengetahui keanehan yang menimpa Amara. Sebelumnya ia buru-buru membereskan kekacauan di depan kamar sebelum orang lain datang. Dia sendiri tidak ingin mengadukan hal itu kecuali kepada pemilik rumah agar diperbolehkan melihat rekaman.
Jam setengah sembilan malam Amara keluar kamar. Keluarga pemilik kos biasanya sudah ada yang tiba di rumah, kalau bukan semuanya. Dengan sopan ia ketuk pintu rumah yang sedikit terbuka. Ada seorang pria di dalam, namanya Ferly, putra pemilik rumah.
Ferly segera mendengarkan keluhan sekaligus permintaan Amara. Kemudian, meski dia bilang perkara semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya, ia memenuhi permintaan tersebut.
"Ayo masuk," kata pria itu. Dia melangkah lebih cepat untuk mempersiapkan rekaman video. Sebentar saja Amara telah berdiri di samping.
"Perkiraan jam berapa?"
"Jam tiga sampai jam lima."
"Oke, sebentar...., nah! Coba kamu periksa sendiri." Kursi lelaki itu segera digantikan Amara. "Kalau ada yang perlu ditanyakan, saya di depan," ujarnya sebelum meninggalkan Amara sendiri.
Pelacakan langsung dimulai. Agar mempersingkat waktu Amara memilih mode percepatan video. Rekaman menampilkan pergerakan di lantai dua silih berganti.
Dua penghuni keluar kamar, kemudian seorang masuk. Beberapa waktu kemudian seorang itu keluar lagi. Sesudahnya tidak tampak ada pergerakan, hingga pukul 16.07, Atun muncul di video. Dia langsung mengarah ke kamar Amara.
Sejalan cerita yang didengarnya tadi sore, agaknya Atun berniat meminjam sapu. Hanya tampak sebuah sapu di lantai itu, sebab Amara tidak pernah menyimpannya di dalam.
Rekaman dijeda tiba-tiba ketika Amara melihat Atun berhenti di pintu kamarnya. Video diputar lebih lambat, kecepatan setengah, sehingga ia mendapatkan fakta yang terang benderang.
Meski Amara meyakini pintu kamarnya dikunci, dan tidak kelihatan jelas juga kalau pintu itu terbuka atau sebaliknya, kenyataan Atun tampak melangkahkan kakinya sedikit ke dalam kamar Amara.
Tidak cukup di situ, ia menggerakkan tangan serta kepala seolah sedang bicara dengan seseorang di dalam.
"Sepertinya dia tidak berbohong," lirih Amara, "tapi bagaimana bisa..."
Rekaman dilanjutkan. Sesudah itu Atun menyapu koridor sehingga di situlah secara tidak sengaja ia mematahkannya ketika hampir selesai.
"Apa yang dilakukannya?" batin Amara ingin tahu.
Yang dilakukan Atun ialah menyelesaikan pekerjaan dengan alat seadanya lalu kembali mendatangi kamar Amara. Dan ajaib! Sekali lagi perempuan itu memperlihatkan gerak-gerik sebagaimana yang sebelumnya, bahkan separuh badannya terlihat berada di dalam kamar itu.
"Dia sama sekali nggak bohong," tandas Amara. "Ada seseorang di kamarku."
Namun ia masih berusaha mengelak kalau itu adalah fenomena paranormal. Dengan kata lain boleh jadi memang ada orang lain yang memegang kunci duplikat lalu sengaja menjahatinya.
Karenanya ia melanjutkan rekaman tersebut. Selesai menyapu Atun berjalan mendekat ke arah kamera hingga ia menghilang dari rekaman.
Jam di video terdata pukul 16.30. Pemutaran kembali dipercepat.
Pada pukul 17.01 Amara menangkap gambar yang ditunggu-tunggu. Mendadak saja berhamburan segala macam dari dalam kamarnya. Sungguh barang-barang itu seperti dilempar oleh seseorang.
Amara ingat dirinya tiba di kos sekitar pukul 17.00, tertahan di bawah sekitar 10 menit sebelum ia naik menuju kamar. Dengan itu ia meneruskan pengamatannya.
12 menit setelah pemandangan misterius itu Amara menyaksikan sosoknya sendiri berjalan cepat ke arah kamar.
Tentu ia tidak mengharapkan rekaman videonya demikian. Alangkah lebih menenangkan bila seseorang menerobos kamar lalu berbuat jahat padanya. Karena dengan begitu ia dapat menetapkan tindakan apa yang perlu dibuat selanjutnya.
Sayangnya fakta seringkali berlawanan dengan kehendak manusia. Amara membenci kenyataan tersebut. Dan yang ia rasakan sungguh merupakan absurditas yang dapat menimpa siapa saja.
Padahal sedari awal ia menginginkan suatu bukti yang kuat, dan bukti adalah petunjuk paling relevan untuk mengetahui kebenaran. Namun secara picik dia malah mengangankan bukti yang sesuai dengan kecocokan hatinya.
Menduga ada orang lain membobol kamarnya memang lebih mudah, tetapi tanpa bukti dugaan itu sama sekali tiada artinya.
Pembuktian sudah selesai. Amara hendak kembali ke kamar dengan kepala berkecamuk. Namun langkahnya tertahan. Sebuah panggilan masuk, nomor asing.
"Selamat malam," Amara mengangkat telepon.
"Dengan Nak Amara?"
"Betul, Pak. Anda siapa dan ada perlu apa?"
"Ya. Saya Hamdan, ayahnya Amelia. Kalian berdua berteman, bukan?"
Amara cepat menangkap. Yang dimaksud Amelia ialah Teteh. Sepintas gadis itu menyangka penelepon mau membicarakan buku pesanannya.
Rupanya bukan itu. Hamdan bertanya, "Amelia masih bersama nak Amara?"
"Bersama saya?" ia terperanjat.
"Sebetulnya kami ada acara keluarga hari ini. Cuma makan malam karena ibunya ulang tahun."
"Ya?"
"Amelia tadi pamit pergi ke tempat kos nak Amara."
"Jam berapa, Pak?"
Jawab penelepon, "Setelah maghrib, kira-kira jam setengah tujuh." Namun pria itu lekas mendapati keganjilan dari pertanyaan Amara, sehingga ia tanya, "Bukankah kalian sedang bersama?"
Jawab Amara, "Oh, bukan, Pak. Kami hari ini bertemu di kampus sampai jam setengah lima."
"Begitu, ya? Apakah dia mengabari kamu setelah itu?"
"Belum, Pak. Tapi mungkin..., aaa, jangan-jangan dia sudah sampai di tempat saya dari tadi."
"Oo, Nak Amara sedang pergi?"
"Iya, Pak. Tapi ini baru saja sampai di rumah."
"Sebenarnya saya mau titip buku pesanan kamu, tapi dia tampak buru-buru."
"Maaf jadi merepotkan. Buku itu masih bisa lain kali, Pak."
Sebentar setelah itu percakapan berakhir. Amara membuka pagar kos lalu mempercepat langkahnya ke kamar.
Namun demikian ia melihat yang lain lagi. Sejumlah penghuni kos tengah berkumpul berdekatan di ujung lorong. Kedatangan Amara membuat mereka menoleh. Hingga Amara mengerti bahwa semua orang itu berkerumun lantaran terjadi sesuatu pada kamarnya.
Barang-barang dan sampah yang tadi berserakan terlihat lagi di depan kamar itu. Amara bersorak panik seraya pontang-panting membereskan kekacauan itu.
Sialnya kekacauan tidak hanya terjadi di luar, bahkan yang lebih hebat lagi justru di dalam. Seisi kamar Amara ternyata telah diobrak-abrik sedemikian rupa.
Lemari pakaian roboh, kaca rias pecah berpuing-puing, kasurnya terkoyak-koyak sabetan benda tajam, bahkan buku-modul perkuliahannya tinggal berupa robek-robekan kertas.
Keluar mahasiswi itu dari kamarnya, menatap orang-orang tanpa berkata. Hingga seorang yang bernama Shizuka bersuara, "Kejadiannya sangat cepat. Ada seorang perempuan datang lalu mengamuk seperti kerasukan setan."
"Ciri-cirinya bagaimana?" desak Amara.
"Dia pernah ke sini beberapa kali," beber Atun yang ada di antara kerumunan. Lalu ia kibaskan telunjuk di samping rambutnya sambil menerangkan, "Rambutnya bob..., dengan layer warna biru pucat."
"Teteh?" batin Amara tak percaya.
Atun berujar, "Kamu pasti kenal dia. Ada rekaman yang bisa kamu lihat. Maaf, kami nggak bisa berbuat banyak. Shizuka tadi mencoba menghentikan dia tetapi badannya didorong hingga terpental jauh. Dia sangat kuat, Amara."
"Rasanya seperti bukan manusia," keluh Shizuka, "bahkan pria nggak punya tenaga sebesar itu."
"Kamu pasti lebih paham itu karena lama berlatih boxing," tukas Atun.
Amara berterima kasih pada mereka dan berjanji akan mengusut kejadian itu. Satu persatu penghuni kos mundur dari tempat itu hingga tinggal ia sendiri yang masih harus repot-repot merapikan tempat tinggalnya.
Lanjut jam 9
Namun itu bukan perkara gampang. Kekacauan lebih parah dari yang terlihat. Kaca jendela yang menghadap rel kereta ternyata tak luput jadi sasaran.
Karuan saja kaca itu pecah dan rontok. Amara sedikit pun tidak bersedih karena kejadian itu, melainkan marah. Akan tetapi pada siapa dia marah, Teteh?
"Mengapa dia lakukan ini, buat apa?" rahang wanita itu geretak-geretak. Sebenarnya pertanyaan di dalam hatinya itu adalah istilah lain untuk kata mustahil.
Amara segera menyangkal tuduhannya yang ia buat sendiri. "Mana mungkin Teteh berbuat segila ini. Walau belum lama berteman, kami nggak punya masalah apa pun."
Sekali lagi Amara membuat penyangkalan atas kebenaran yang sudah jelas. Masa bodoh semua orang mengatakan pelaku pengrusakan itu adalah teman dekatnya, ia selalu punya alasan untuk tidak percaya.
***
Malam demikian pekat, mengiringi lebat hujan yang sambung-menyambung dengan gemuruh. Tatap lurus Amara menandai lamunannya.
Di seberang matanya tembok gelap berderet. Agak jauh di sebelah kanan menyala lampu pada perlintasan kereta. Sementara lokomotif belum lagi lewat. Sunyi.
Tak ayal, rintik hujan membasahi Amara. Tidak peduli, ia terus tenggelam dalam lamunan yang tidak ada manfaatnya. Pikirannya kosong layaknya cangkang bekicot yang sudah mati.
Sesekali wujud Teteh membayang di kepala. Bukan saja tentang fakta ia disebut-sebut sebagai pelaku perusakan kamarnya, juga tentang ceritanya kemarin siang. Dan cerita Atun serta semua yang telah dijumpainya akhir-akhir ini.
"Kenapa paman dan kakek-nenek kerap datang di mimpi?
Mengapa mama tidak pernah lagi datang menjenguk?"
Banyak soal yang dapat ia tanyakan, tetapi timbul pemahaman bahwa ia mesti mendeteksi masalah utamanya dari akar. Kemudian ia jadi percaya,
Kemudian ia jadi percaya, untuk mengungkap persoalan itu haruslah melihat dari pelbagai sisi. Oleh karena itu Amara tiba-tiba terdesak ingin melihat rekaman situasi di lantai 2 yang berkisar pukul 20.00 sampai 20.40.
Walau sudah terlalu malam Amara tidak ambil pusing. Bergegas ia turun untuk kembali mendatangi tuan pemilik rumah. Untung saja pintunya masih dibuka.
Ia pun tak sungkan nyelonong pagar kemudian mengetuk. Sekian detik kemudian ada sahutan dari dalam. Lantas Ferly menyongsongnya dalam pakaian yang masih sama.
"Oh, kamu lagi. Ayo masuk. Kami sengaja menunggumu dari tadi." Tanggapan tuan tanah tentu saja menimbulkan tanya.
Tetapi pria itu segera menjelaskan, "Ada yang datang mengadukan kejadian itu. Aku sudah memeriksa rekamannya. Tadi sore juga kamu mengalami kejadian aneh, bukan?"
"Ya...," Amara gugup terhadap sikap Ferly yang begitu terbuka. Dan ia tidaklah sendirian, melainkan bersama ayah dan ibunya yang tengah duduk menonton televisi.
Tidak lama sesudah itu Amara diperlihatkan rekaman CCTV. Ferly sengaja menemaninya untuk memberi keterangan lebih jelas.
"Kamu lihat, ini kamera di bawah. Wanita ini tiba pukul 20.24. Dia langsung menuju lantai dua."
Amara mengamati sosok dalam rekaman video. Sepintas saja ia dapat memastikan kalau dia adalah Teteh.
Karena sudah terlalu malam Ferly mempercepat pemutaran hingga ia berkata, "Sekarang perhatikan ini..." Pria itu menggeleng tidak karuan.
"Dia seperti orang gila. Mengamuk sejadinya. Astaga! Kudengar dia temanmu satu kampus!? Bagaimana mungkin?"
"Benar. Dia temanku. Teman akrab."
Rekaman tersebut konsisten dengan kesaksian para penghuni kos. Termasuk insiden yang menimpa Shizuka, yang mana tubuhnya terperojok hampir lima meter akibat berusaha mengadang amukan Teteh.
Setelah menyaksikan itu Amara kehilangan kata-kata. Ada beberapa hal yang mengganjal tetapi ia tidak berminat membahasnya dengan Ferly.
Bagaimana pun kerusakan juga turut menjadi kerugian pihak pemilik kos. Oleh itu Amara merasa tidak ada yang lebih pantas kecuali meminta maaf atas kelalaiannya.
"Bagaimana kerusakannya," tanya Ferly.
Amara menerangkan keadaan semuanya dengan jujur, "Kaca jendela di belakang pecah. Selebihnya ia hanya merusak barang-barangku."
Ferly menundukkan kepalanya seraya mengatakan, "Terus terang saja, Amara, itu perbuatan kriminal. Kami sebagai pemilik bangunan berhak mengambil tindakan yang diperlukan."
"Saya mengerti."
"Baiklah. Mohon kerjasamanya."
"Maaf, tetapi...," dalam hati Amara tidak setuju dengan sebagian sudut pandang pria itu.
"Apa pendapatmu?"
Ujar Amara, "Bagaimana jika saya yang mengganti kerusakan?"
"Kamu nggak berhak, dong. Di sini kan jelas, pemilik bangunan itu kami. Jadi kami yang berhak menuntut," tandas Ferly.
"Maaf, menurut saya justru sebaliknya. Ada peralihan hak untuk sementara waktu akibat perjanjian sewa kamar antara pihak pemilik rumah dan saya."
Lelaki itu memicingkan mata, mengira-ngira maksud wanita itu sebenarnya.
"Biarkan saya yang mengganti kerugian itu. Semoga tidak ada kerusakan lain."
Ferly terheran-heran, lalu bertanya, "Apa tujuanmu melakukan ini? Kamu bukan pelakunya, kamu pun dirugikan."
"Bukan apa-apa. Hanya menurut saya lebih mudah menyelesaikan masalah ini dengan cara yang sederhana dan cepat."
"Aaa, logikamu cukup menarik. Tanggal berapa pembayaran sewa bulananmu?"
"Maksudnya?"
"Yang aku tahu, kamu masuk mulai tanggal awal Juli. Sekitar tanggal..."
"9 Juli," sahut Amara.
"Ah, begitu, tanggal 9 Juli. Artinya masih ada satu hari untuk kamu membereskan masalah ini."
Guna mempersingkat semuanya Amara berterus terang, "Saya paham. Maksudnya saya harus menyelesaikan masalah ini sebelum tanggal pembayaran uang sewa bulanan."
"Ya. Kamu bilang sesuai perjanjian, maka perjanjiannya akan berakhir satu hari lagi."
"Sebaiknya Anda melihat catatan yang lain, sepetinya ada yang terlewatkan."
Disantet berulang kali tak juga mempan, Edi Candra alias Pupung Sadili (54) dan Adi Pradana alias Dana (23) akhirnya diracun serta dianiaya hingga tewas. Mayatnya ditemukan hangus di dalam mobil di Cidahu, Sukabumi.
Pembunuhan ini diotaki oleh istri Pupung, yakni Aulia Kesuma (45). Aulia tidak tahan punya utang usaha sebesar Rp 10 miliar dengan cicilan Rp 200 juta tiap bulan. Karenanya ia membujuk Pupung agar mau menjual rumahnya untuk membayar utang.
Rumah Pupung sendiri terletak di Lebak Bulus, hanya berjejeran jalan dengan rumah Anies Baswedan. Dalam arti kata, kalau kalau rumah itu terjual sangat cukup untuk menutup utang.
Di Pati, jangankan pengusaha rental mobil, bayi tak berdosa berumur 3 bulan pun diberangus oleh bapaknya sendiri. Seperti yang ditunjukkan Muhammad Sholeh Ika Saputra (20) yang membunuh putrinya, Elnaura hanya karena gadis kecil itu nangis melulu.
Pada Senin sore (1/5/2023) Sholeh pergi dengan motor Honda Adv dari rumahnya di Pati Kidul menuju sebuah tempat. Biasanya ia motoran bersama dua anaknya, Rahma dan Elnaura, yang harus diangin-angini agar bisa bobo. Namun hari itu Sholeh tampak jalan-jalan sendiri.
Usai jalan-jalan dan pulang ke rumah, Sholeh mendapati si bungsu Elnaura tidak ada di kamar. Dengan panik ia pun segera melaporkan kejadian itu kepada istri dan kedua orang tuanya.
Mitos dari Gunungkidul ini konon telah bertahan dari abad ke abad. Bola api berekor bercahaya terang, melesat bagai komet melintasi langit dusun di malam hari. Mereka yang percaya mengatakan, tak lama lagi akan ada yang mati gantung diri.
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta secara istiqomah menunjukkan angka bunuh diri yang stabil. Dengan rata-rata 30 korban jiwa per tahun setidaknya sejak 15 tahun terakhir, Gunungkidul menjadi salah satu daerah dengan persentase bunuh diri tertinggi se-Indonesia.
Tingginya bunuh diri di Gunungkidul tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan kultural terhadap pulung gantung. Secara harfiah, pulung dapat diartikan ilham, tanda, bisikan, yang secara turun temurun disikapi sebagai takdir Yang Mahakuasa.
–Tujuh bulan dicari keluarga, ternyata dibunuh suami–
Dibantu tiga orang temannya, Asep Saepulah (23) menggorok istrinya, Irma Nurmayanti atau Irma Novitasari di dalam rumahnya. Kasus ini kemudian terungkap setelah kakak korban menerima pesan anonim di Instagram.
Asep dan Irma menikah baru setahun. Perkawinan keduanya tidak harmonis. Asep kerap mengobral talak, berakal pendek, dan temperamen. Ada kabar menyebutkan bahwa Asep beberapa kali terjerat kasus narkoba namun selalu berakhir dengan tebusan.
Irma seorang penyanyi. Cantik, bisa cari uang. Ketika situasi rumah tangganya makin memburuk, ia tak ragu memutuskan pergi dari rumah yang ditinggalinya bersama Asep di Pacet, Kabupaten Bandung menuju Cimahi.
Itu yang diucapkan Muhamad Qo'dad Af'alul Kirom alias Affan (29) setelah ia membunuh AZ (9). Ia yakin perbuatan itu dilakukannya untuk menyelamatkan korban dari kehidupan dunia yang kacau supaya mati syahid.
📷 detik.com
Affan menikah dengan Devi Sulastri, perempuan yang dikenalnya di sebuah tempat hiburan di Surabaya. Devi bekerja sebagai pemandu lagu, sampingannya pemadat. Kemudian ia ketemu Affan yang sama-sama pemadat. Cocok.
Dari pernikahan tersebut lahir AZ, putri semata wayang. Anak ini segera tidak terurus. Affan dan Devi dilanda masalah ekonomi, selain perilaku mereka juga memang soak. Untuk menghidupi keluarga, Affan menjadi bakul narkoba. Akhirnya ia ditangkap dalam sebuah pesta madat.
–Jadian baru dua minggu, Kayla diperkosa dan dibunuh pacarnya–
Pada awal Januari 2024 Argyan Abhirama dilaporkan atas tuduhan perkosaan, tetapi Polres Depok tak kunjung menangkapnya. Dua pekan berselang, pemuda 20 tahun itu memerkosa dan membunuh Kayla, mahasiswi yang baru dipacarinya.
Argyan dan Kayla berkenalan September 2023 di aplikasi Line. Karena sering chat, singkat cerita, keduanya berpacaran di awal Januari. Sebenarnya hubungan mereka tidak begitu baik. Kayla pernah memblokir nomor handphone Argyan, tapi pemuda itu mendekatinya lagi dengan nomor baru.
Kayla dan Argyan belum pernah bertemu sekalipun. Dari pdkt sampai jadian dilakukan secara online. Kayla tentu tidak pernah tahu, saat ia jadian, pacar barunya baru dilaporkan ke Polres Depok atas tuduhan perkosaan.