Restu Wiraatmadja Profile picture
Apr 3 136 tweets 16 min read Twitter logo Read on Twitter
Ngunduh Jiwo (9)

"Isteriku jadi korban pesugihan perias pengantin."

@bacahorror #pesugihan #ceritaserem #ngunduhjiwo #malamjumat
Part-9
''Tumbal yang diajukan''

Fakta sudah terungkap dengan jelasnya. Kini, Ibu Sumi dan juga Pak Sumardi telah mengantongi banyak informasi penting terkait dengan orang-orang yang terikat dalam Ngunduh Jiwo.
Namun, sebelum semuanya itu berlangsung dengan pasti, Ustadz Somantri telah memastikan banyak hal agar semuanya sesuai dengan rencana yang dia lakukan tanpa diketahui oleh Bunda Melati dan yang lainnya.
‘’Setiap Bulan Pengantin tiba, bunda melati selalu mencari wadah untuk pengganti Demit Mantennya. Namun, selama Rahayu menjadi wadah, belum ada wadah pengganti lainnya.
Karena itulah, dia mencoba untuk mencari wadah baru untuk menikahi seorang wanita lainnya yang berada di luar Desa Tejo Kromo yang artinya sama seperti Rahayu.’’ Jelas Ustadz Somantri
Ibu Sumi masih penasaran dengan perkara wadah yang baru saja disebutkan serta dipaparkan oleh Ustadz Somantri. Pasalnya, wadah yang dimaksud tersebut benar-benar membingungkan.
Mengapa Almh. Kusumawati tidak bisa untuk dijadikan wadah selanjutnya dari sisi demit manten? Apakah karena ada sesuatu yang memang membatasi itu semua?
‘’Ustadz. Bolehkah saya bertanya?’’ Tanya Ibu Sumi kepada Ustadz Somantri
‘’Silahkan, bu. Tanyakan saja.’’
‘’Begini, ustadz. Jika memang Bunda Melati tiap tahunnya mencari wadah untuk demit manten, lalu mengapa Kusumawati tidak bisa dijadikan wadah? Apakah karena ada sesuatu yang membatasi itu semua?’’ Tanya Ibu Sumi
Ustadz Somantri terdiam sejenak. Pertanyaan itu membuatnya berpikir beberapa kali untuk bisa menjadikan semuanya menjadi paham apa yang dimaksudkan oleh dirinya dan juga Ibu Sumi serta Pak Sumardi.
‘’Begini, bu, pak. Sebenarnya, aku juga masih ragu akan hal tersebut. Entah sebelumnya sudah benar-benar direncanakan oleh Pak Wikto tatkala kesepakatan itu terjadi atau memang ada yang membatasi itu semua.’’ Jelas Ustadz Somantri
‘’Kesepakatan? Maksudnya, kesepakatan sebelum pernikahan itu dimulai?’’ Tanya Pak Sumardi
‘’Benar. Aku curiga jika Pak Wikto memang sudah mengetahui maksud dan tujuan dari Bunda Melati. Lalu, dia dengan mudahnya menerima tawaran dari Bunda Melati.
Seakan menjadi tawaran yang menarik, proses penumbalan tetap dijalankan tanpa menjadikan Kusumawati sebagai wadah akan tetapi Ibu Heni-lah yang menjadi pertukarannya.’’ Jelas Ustadz Somantri
‘’Atau mungkin karena memang Pak Wikto sendiri yang sengaja mengajukan diri jika Kusumawati akan dijadikan sebagai pengantin tepat di bulan pengantin?’’ Sambung lagi Ustadz Somantri
Sedikit masuk logika dari apa yang barusan dikatakan oleh Ustadz Somantri terkait hal tersebut. Jika dipaparkan alurnya, Pak Wikto sengaja mengajukan Kusumawati sebagai pengantin dari Bagus di bulan pengantin.
Dengan begitu, pak wikto juga telah mengetahui apa yang telah diperbuat oleh Bunda Melati sampai-sampai dirinya merelakan Ibu Heni untuk dijadikan tumbal praktik pesugihan.
Berbagai asumsi terus diciptakan di antara diskusi tersebut. Hingga akhirnya, pak sumardi kembali menarik kesimpulan dengan mengaitkan Mbah Sur.
‘’Jika Kusumawati benar-benar diajukan diri sebagai tumbal. Lantas, apakah kasus dari Rahayu bisa disamakan dengan kasus Kusumawati?’’ Tanya Pak Sumardi
Baru saja Pak Sumardi mengatakan hal demikian, tiba-tiba, ustadz somantri langsung menarik kerah baju dari Pak Sumardi dengan kencang. Dijatuhkannya Pak Sumardi ke lantai hingga membuat Ibu Sumi terkejut melihatnya.
‘’Bruk!’’
Leher Pak Sumardi ditekan dengan bagian sikut dari Ustadz Somantri. Dia merasa tersindir dengan asumsi yang baru disampaikan olehnya terkait dengan kasus Kusumawati yang disamakan dengan kasus Rahayu.
‘’Tidak mungkin jika Rahayu ditumbalkan karena ulah Mbah Sur. Aku tahu sendiri jika Mbah Sur orang biasa. Dia tidak memiliki apapun. Hidupnya hanya sebatang kara.
Mana mungkin Mbah Sur bisa mendapatkan kekayaan dengan cara menumbalkan Rahayu dan melakukan perjanjian khusus dengan demit manten!”
Mimik wajah dari Ustadz Somantri benar-benar berubah sesaat tatkala Pak Sumardi mengatakan tentang hal yang tidak baik terhadap Rahayu. Mungkin, cinta dari Ustadz Somantri sangatlah besar sampai-sampai dirinya rela melakukan apapun demi mendapatkan apa yang dia mau.
Perlahan, ustadz somantri melepaskan penahanannya terhadap Pak Sumardi. Ibu Sumi memang tidak berbuat banyak hal. Namun, ia sendiri sangat kecewa dengan sikap arogan yang dilakukan oleh Ustadz Somantri dengan melakukan hal demikian.
‘’Maaf. Saya lepas kendali … ‘’
Ustadz Somantri pun mengulurkan tangannya ke arah Pak Sumari. Akan tetapi, pak sumardi sendiri tidak mau menerimanya. Ia lebih memilih untuk bangun sendiri dan kembali terduduk sembari menatap tajam ke arah Ustadz Somantri.
‘’Mungkin, sampai di sini saja. Kau boleh pulang.’’ Jelas Pak Sumardi
‘’Kita belum membahas jauh tentang demit manten dan semuanya? Mengapa harus buru-buru?’’ Tanya Ustadz Somantri
‘’Aku tidak memerlukan orang yang mudah tersulut amarah jika kenyataan yang terjadi itu benar adanya.’’

‘’Maksudmu, kau menyamakan kematian dari Rahayu sama dengan Kusumawati? Mereka berdua sama-sama tumbal yang diajukan oleh orang tuanya?’’
‘’Aku belum meyakini akan hal tersebut. Namun, isteriku memiliki jawaban yang tepat akan apa yang tidak kamu ketahui untuk ke depannya.’’ Jelas Pak Sumardi
Diam-diam, ibu sumi membenarkan peringatan keras dari suaminya. Ia bahkan tidak menyalahkan suaminya jika penyebab kematian dari Rahayu oleh sebab tumbal yang diajukan oleh Mbah Sur.
Peringatan keras itu membuat Ustadz Somantri akhirnya keluar dari rumah dengan wajah penuh penyesalan. Amarahnya telah menenggelamkan dirinya ke dalam jurang penyesalan terhadap apa yang telah ia lakukan kepada Pak Sumardi.
Sedangkan Pak Sumardi, dia masih memegangi lehernya yang sempat ditekan kencang oleh Ustadz Somantri.

Ia tidak menyangka, jika Ustadz Somantri adalah orang yang mudah tersulut dengan perkataan yang berkaitan dengan Rahayu.
‘’Bu? Apakah ada perkataanku yang salah mengenai Rahayu?’’ Tanya Pak Sumardi
Sembari memegangi kedua tangan Pak Sumardi, ibu sumi menatap wajah suaminya dengan tatapan yang penuh perhatian.
‘’Tidak, pak. Aku sudah menduga jika manusia-manusia itu hanya membela dirinya ketika berada dalam keadaan yang kesulitan. Sama halnya Mbah Sur, dia adalah orang yang penuh dengan kerugian. Aku yakin, ada sesuatu yang sedang disembunyikan olehnya saat ini.’’
Desa Wongso,
Rumah Mbah Sur.

Mbah Sur memandangi langit yang sudah semakin gelap. Ia segera menyalakan satu persatu lampu rumahnya. Tidak lupa pula, mbah sur menutupi satu persatu jendelanya.
Semakin gelap, rumah Mbah Sur semakin terasa mencekam. Terkadang, dia sendiri merasakan hal itu tatkala waktu maghrib akan tiba.
Langkahnya sangat pelan. Di lain sisi, mbah sur menahan rasa sakit pinggangnya yang semakin hari dimakan oleh usianya yang sudah menua.
Biasanya, mbah sur akan menuju ke kamar belakang. Ia akan merapihkan sebuah kamar yang dulunya di tempati oleh seseorang yang sangat dicintainya.
‘’Krek … ‘’
Mbah Sur membuka pintu kamar anaknya, rahayu. Perlahan, ia menyalakan lampu kamar anaknya. Di kamar tersebut, mbah sur masih sangat ingat jika anaknya sedang mengenakan pakaian pengantin untuk terakhir kalinya.
Namun, perlahan-lahan Mbah Sur ingin melupakan kenangan tersebut. Ia bahkan harus menelan pahit akan kenyataan yang sudah terjadi tatkala anaknya sendiri telah sirna di hadapannya saat ini.
Di ruangan anaknya, mbah sur telah mendesainnya menjadi ruangan pengantin lengkap dengan kelambu putih yang menutupi amben (ranjang) tempat tidurnya.
Di bawah amben tersebut, mbah sur biasa menyediakan berbagai macam sesajen yang harus ia sediakan tiap harinya demi ketenangan sang anak.
Mbah Sur merapihkan tempat tidur anaknya. Namun, dirinya merasa ada yang menjanggal tatkala hendak menyentuh sprei dari kasur milik anaknya yang sudah tidak terpakai selama 1 tahun itu.
Di beberapa titik tertentu, mbah sur melihat ada noda merah seperti darah. Lalu, dia juga menemukan beberapa buah bunga melati yang sudah ada di kasur milik anaknya itu.
Padahal, tidak ada seorang pun yang menggunakan kamar itu sebelumnya. Jangan menggunakan kamar tersebut, untuk memasukinya, mbah sur memerlukan kunci dan juga gembok untuk membukanya.
‘’Melati? Darah? Ini milik siapa?’’
Mbah Sur kembali meraba-raba bagian sprei dari kasur tersebut. Tangannya pun kini merasakan kejanggalan. Dia seperti memegang sesuatu yang ada dari dalam sprei berwarna putih tersebut.
Rasa penasarannya benar-benar telah berada di ujung kepala. Mbah Sur pun perlahan memasukkan tangannya ke dalam sprei tersebut untuk menggapai sebuah benda yang ada di dalamnya.
Tatkala tangannya sedang meraba-raba …
‘’A—apa ini?’’
Mbah Sur pun menarik benda tersebut. Saat benda itu ditarik dari dalam sprei, betapa terkejutnya Mbah Sur ketika mendapati benda tersebut adalah sebuah cincin.
‘’Cincin?’’
Tidak berselang lama saat dirinya mengambil cincin itu, lampu seluruh rumah menjadi padam. Pintu kamar tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Mbah Sur terkejut. Namun, Ia kemudian jatuh tersungkur karena merasa ada yang mendorongnya dari belakang.
‘’BRUK!’’
Seluruh ruangan kini gelap. Tidak ada siapapun yang ada di rumah Mbah Sur. Hatinya mulai tidak tenang. Pikirannya memikirkan hal-hal aneh dan tidak masuk akal.
Kedua tangan Mbah Sur memohon-mohon sembari menatap ke seluruh ruangan. Ia tahu, ada yang datang ke rumahnya dengan penuh amarah. Siapapun itu, bisa dipastikan itu adalah …
‘’Rahayu … Ibu izin membersihkan kamarmu ya, nak. Biar kamu tidur pulas malam ini.’’
Berulang-ulang kali Mbah Sur mengucapkan kalimat itu. Ia sama sekali tidak menyangka jika kedatangannya disambut oleh sesuatu yang sudah menunggunya.
Dari luaran ruangan, mbah sur merasakan kehadiran seseorang yang datang. Suara langkah kakinya benar-benar terasa. Mbah Sur tidak tahu menahu, siapa yang kali ini datang ke rumahnya setelah 1 tahun lamanya tidak pernah lagi mendapatkan terror yang mengerikan.
Dan saat langkah kaki itu terhenti di dekat kamar, tiba-tiba, mbah sur mendengar ada seorang wanita yang dengan fasihnya mengeluarkan suara lantunan orang yang sedang menyanyikan kidung jawa.
Mbah Sur merasakan hawa merinding yang begitu pekat. Ia kemudian bergerak ke arah pojok ruangan. Pikirnya, dengan menghindari jarak yang berdekatan dengan pintu dia akan terselamatkan.
Selepas kidung jawa itu selesai dinyanyikan, wanita tersebut tertawa lirih dengan tawaan yang benar-benar mengerikan.
‘’Hik Hik Hik Hik.’’
Mbah Sur segera membentuk kedua tangannya seperti layaknya orang sedang memohon ampunan. Sembari merendahkan kepalanya layaknya orang sedang bersujud ke lantai, mbah sur terus memoohon ampun agar dirinya dikeluarkan dari kamar tanpa hambatan apapun.
‘’Gusti kulo nuwun bebaske kulo saking gangguan demit manten.’’
Belum cukup di situ, pintu kamar digedor-gedor dengan dengan hebatnya.
‘’BRAK BRAK BRAK!”
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
Air mata Mbah Sur menetes perlahan. Rasa takutnya benar-benar belum terhenti sampai di situ. Ia masih merasakan ketakutan yang luar biasa mana kala suara gedoran pintu itu diiringi dengan suara tawaan yang mengerikan.
‘’HIK HIK HIK!”
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
‘’HIK HIK HIK!”
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
Mbah Sur berteriak minta ampun. Dia memohon untuk meminta ampun dan membiarkannya lari dari gangguan tersebut.
Namun, gangguan belum cukup sampai di situ. Seluruh barang-barang yang ada di sekitaran ruangan Rahayu mendadak jatuh dengan sendirinya.
Mbah Sur berkali-kali tertimpa barang-barang yang ada di sekitarannya sampai-sampai dirinya tidak mengetahui harus bagaimana lagi untuk bisa lari dari ruangan ini.
‘’Gusti kulo nuwun paring kulo keselametan saking gangguan demit manten.’’
Sembari menangis, mbah sur berteriak meminta tolong.
Akan tetapi, suara pintu dan juga tawaan wanita itu masih benar-benar terasa jelas dan bertujuan menahan Mbah Sur untuk berada di ruangan tersebut sendirian.
Hingga akhirnya, pintu itu terbuka dengan sendirinya. Bersamaan dengan terbukanya pintu, lampu rumah kembali menyala. Akan tetapi, Mbah Sur mendengar seseorang yang sedang menangis dari luaran. Suara tangisannya mirip dengan suara seseorang yang ia kenal.
‘’Rahayu?’’
Tanya Mbah Sur saat dirinya melihat seorang wanita sedang terduduk di luar ruangan dengan mengenakan pakaian pengantin.

Hati Mbah Sur sedikit ragu. Awalnya, dia tidak ingin mendekatkan diri ke arah wanita tersebut karena ia tahu jika Rahayu sudah meninggal dunia.
Akan tetapi, sifat keibuannya benar-benar telah membutakan pikirannya sendiri. Mbah Sur nekat mendekatkan tubuhnya dengan berjalan tertatih-tatih ke arah wanita tersebut.
‘’Rahayu … Sima’ (Ibu) kangen, nduk.’’
Wanita itu terus menangis. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya seakan-akan menjadi sebuah tangisan yang memilukan bagi wanita tersebut.
Namun, mbah sur yang sudah berada dekat dengan wanita yang diyakininya sebagai Rahayu itu terus memberikan kalimat-kalimat pengungkapan rasa rindunya terhadap seorang anak yang sangat dicintainya.
‘’Nduk. Itu kamu, kan? Rahayu anakku?’’
Saat Mbah Sur sudah berada dekat dengan wanita itu. Tiba-tiba, tangisan wanita itu berubah menjadi suara tawaan yang mengerikan.
Mbah Sur kaget. Dia kemudian menghindar dan mundur beberapa langkah.
‘’SIDO KANGEN AKU PORA, MAK?’’
(JADI KANGEN AKU GAK, MAK)
Dan wanita itu langsung membalikkan wajahnya ke arah Mbah Sur. Wajahnya sangat mengerikan. Seluruhnya menghitam dengan senyuman yang menyeringai. Urat-uratnya terlihat dengan jelas. Ia berjalan sembari menari-nari ke arah Mbah Sur dengan kedua tangannya memegangi bunga melati.
Lantai mendadak menjadi bau amis. Muncul cairan yang berasal dari tubuh si sosok demit manten itu. Warnanya merah kehitaman. Berbau sangat busuk dan anyir. Ternyata, cairan itu bersumber dari bagian kemaluannya.
‘’MAK? SIDO KANGEN AKU PORA? HIK HIK … ‘’
(MAK JADI KANGEN AKU GAK? HIK HIK … )
Mbah Sur terus mundur. Ia menggapai benda apapun yang ada di sekitarannya dan dilemparkan ke arah sosok tersebut.
Akan tetapi, tenaganya benar-benar tidak ada sama sekali. Mbah Sur tidak bisa berbuat apa-apa.
Saat yang bersamaan, senyuman demit itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu dan lampu di seluruh rumah kembali padam dengan sendirinya.
Sosok tersebut merangkak ke arah Mbah Sur dengan cepatnya dan menggapai tubuh Sur. Lidahnya yang panjang langsung menjilati leher Mbah Sur,
‘’Ra—hayu! Ko—we wes ma—tii!!’’
(Ra—hayu! Ka—mu sudah ma—tii!)
Demit manten itu langsung menatap ke arah Mbah Sur dan secara bersamaan, mbah sur juga menatap ke arah demit manten itu.
‘’Aku minta maaf, nak.’’
‘’ARGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!’’
Lampu kembali menyala dengan dengan sendirinya. Tidak ada suara atau apapun yang terjadi setelahnya.
Sementara itu …
Jeka sedang membersihkan kamar ibunya. Ia membereskan sprei dan lain-lain. Pintu rumah yang semula tertutup, kini terbuka bersamaan dengan suara seorang pria yang berjalan sempoyongan.
‘’JE—KAA! AMBILKAN MI—NUMM!’’
Jeka tahu, bapaknya datang dalam keadaan mabuk. Entah, lingkungan buruk apalagi yang membawa Bapaknya itu menjadi pribadi yang sangat berbeda semenjak kematian Kusumawati dan juga Ibu Heni.
Hanya saja, jeka tidak berani untuk berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menuruti semua perintah yang diberikan oleh Bapaknya agar hidupnya bisa terjamin seperti apa yang telah dijalankannya saat ini.
Jeka pun segera mengambil segelas air putih. Ia kemudian memberikannya kepada Pak Wikto yang sudah kelelahan dengan mulut yang benar-benar bau alkohol.
‘’Bapak mabuk lagi?’’ Tanya Jeka
‘’KAMU JANGAN BANYAK TANYA. BAPAK LAGI NGERASAIN HIDUP PENUH DENGAN KEBEBASAN.’’ Ucap Pak Wikto dengan suara telernya
Ia pun kemudian bangkit kembali. Walaupun beberapa kali tubuhnya sempat goyah dan hampir terjatuh, pak wikto masih bisa menahan diri dengan cara menyandarkan kedua tangannya ke dinding rumah.
Pak Wikto menuju ke belakang rumah. Pikir Jeka, bapaknya ingin buang air kecil. Jeka pun kembali menuju ke kamar ibunya.
Saat dimana dirinya menutup pintu kamar ibunya dan kembali membereskan ruangan, jeka mendengar suara aneh di luaran. Ia mendengar seperti ada suara orang yang sendang mengesot di lantai.
‘’Srettt …. Sretttt … Srettt …. ‘’
Jeka pun langsung terdiam sejenak. Ia seperti terganggu dengan suara aneh yang baru pertama kali ia dengar itu.
‘’Kok ada suara orang ngesot ya?’’
Akan tetapi, suara itu tidak lama. Suara itu langsung menghilang. Yang terdengar adalah ocehan aneh dari Bapaknya yang berada di kamar mandi.
Pak Wikto yang masih dalam keadaan mabuk mulai mengooceh hal yang tidak-tidak. Ia bernyanyi-nyanyi sembari memainkan alat kelaminnya yang kebetulan sedang buang air kecil.
Namun, ia langsung terdiam saat pintu kamar mandi digedor dengan kencangnya dari luaran.
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
‘’BRAK BRAK BRAK!’’
Pak Wikto pun terkejut. Ia rasa, gedoran pintu itu berasal dari anaknya yaitu Jeka. Akan tetapi, ia juga merasa itu tidak mungkin.
Pak Wikto sangat mengenali anaknya yang benar-benar tidak akan melakukan hal demikian kecuali dalam keadaan hati yang sedang marah.
‘’JEKA GOBL*K! BIKIN KAGET AJA!’’
Pak Wikto pun kembali melanjutkan nyanyiannya. Kali ini, dia seperti merasakan berada di puncak kenikmatan. Pasalnya, alat kelaminnya seperti ada yang memeganginya dan perlahan-lahan membuat sebuah ritme yang mengarah kepada khayalan semata.
‘’Ahhhh … enak banget.’’
Pak Wikto belum sadar, tidak ada satu orang pun yang berada di kamar mandi. Dia baru menyadari saat Jeka memanggil namanya dari kejauhan.
‘’Pak? Bapak manggil Jeka?’’
Deg! Pak Wikto langsung tersadarkan. Ia kemudian menatap ke arah bawah dan melihat sosok isterinya yang sudah meninggal dunia sedang memegangi alat kelaminnya.
‘’SE—TAAN!’’
Pak Wikto kemudian kabur dari kamar mandi dan berlari hingga dirinya tidak memikirkan apapun lagi.
Jeka yang melihat bapaknya sedang berlari tanpa memakai celana dan pakaian dalam langsung bertanya-tanya,
‘’Pak? Bapak kenapa?”
‘’Jeka! Di kamar mandi ada ibu kamu! Ibu kamu barusan datang ke kamar mandi. Dia mainin alat kelamin bapak!”
Jeka langsung teringat dengan suara ngesotan tersebut. Apa jangan-jangan suara itu dihasilkan dari sosok ibunya yang mendatangi rumah?
1 hari sebelum pesta pernikahan
Seperti biasa, pak sumardi dan Ibu Sumi kembali mencari informasi terkait dengan hal-hal yang selama ini ingin diketahuinya. Baik yang berhubungan dengan Bunda Melati, ngunduh jiwo atau pun kepada korban-korbannya.
Menurutnya, masih banyak sekali hal-hal yang belum diketahuinya salah satunya tentang kematian misterius dari Rahayu.
Jika kematian dari Kusumawati bisa dipastikan karena keterkaitan Pak Wikto di kubu Bunda Melati, namun, ibu sumi masih mencari-cari akan informasi terkait dengan kematian dari Rahayu yang belum terungkapkan motifnya.
Kali ini, pak sumardi dan Ibu Sumi mengunjungi sebuah kantor desa wongso. Tujuannya adalah mencari data terkait dengan seorang wanita yang bernama ‘’Suryani atau Mbah Sur.’’
Dia ingin tahu, apa saja yang dimiliki oleh Mbah Sur. Apakah Mbah Sur benar-benar orang yang sama seperti Pak Wikto?
Apakah Mbah memiliki banyak ladang dan sengaja menyembunyikannya dari masyarakat luas? Termasuk juga informasi terkait dengan Mbah Sur selama satu tahun yang sudah berjalan ini.
Saat Ibu Sumi dan Pak Sumardi menanyakan kepada salah satu orang yang bertugas di kantor desa wongso, ia terkejut dengan fakta yang benar-benar terjadi di lapangan.
Ternyata, mbah sur memiliki beberapa hektar tanah yang lokasinya berbeda-beda. Dan yang paling dekat dengan rumahnya adalah di belakang rumahnya sendiri yang penuh dengan hamparan sawah yang menguning dengan padi.
Berarti, bisa dipastikan jika Mbah Sur juga adalah salah seorang yang mengajukan dirinya kepada Bunda Melati perihal pernikahan anaknya dengan Bagus yang mana itu semua adalah demi kepentingannya.
Kali ini, ibu sumi dan Pak Sumardi telah mengantongi banyak informasi. Ia kemudian bergegas menuju ke rumah Mbah Sur.
Selama dalam perjalanan, ibu sumi masih memikirkan apa yang akan terjadi di esok hari. Bukankah esok hari adalah hari pernikahan?
Bukankah bulan pengantin akan tiba di hari itu juga? Namun, mengapa tidak ada tanda-tanda akan diadakannya sebuah pernikahan? Apakah yang dikatakan oleh Mbah Sur benar terkait dengan acara tertutup yang dilakukan oleh Bunda Melati?
Setibanya di rumah Mbah Sur, ibu sumi dan pak sumardi melihat Mbah Sur baru saja naik dari ladangnya. Mereka berdua bergegas mendekati Mbah Sur.
Namun entah mengapa, mbah sur seperti orang ketakutan. Ia diam-diam kabur untuk menghindari Pak Sumardi dan Ibu Sumi.

Untungnya, mbah sur langsung dihentikan oleh seorang pria yang datangnya bersamaan dengan Ibu Sumi dan juga Pak Sumardi.
‘’Kau?’’ Tanya Ibu Sumi saat mendapati Ustadz Somantri yang turut campur akan kegiatannya

‘’Aku juga ingin menanyakan perihal yang sama.’’ Jelas Ustadz Somantri

‘’Ada apa kalian semua? Mengapa kalian semua datang ke rumahku lagi?’’ Teriak Mbah Sur
Tidak seperti biasanya, mbah sur langsung memaki-maki para tamu yang mendatangi rumahnya. Kali ini, ibu sumi dan juga Pak Sumardi benar-benar merasa ada yang aneh.
‘’Sebentar, bu. Aku mau tanya sesuatu.’’ Jelas Ustadz Somantri
Mbah Sur pun langsung terdiam. Ia kemudian meminta kepada yang lainnya untuk masuk ke dalam rumah.
Mbah Sur yang merasa ketakutan pun menghindari kontak mata dengan Ibu Sumi dan juga Pak Sumardi. Ia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya ke bawah.
‘’Bu? Aku ingin bertanya terkait Rahayu … ‘’

‘’Apa yang ingin kau tanyakan, mantri? Bukankah Rahayu menjadi tumbal dari kejahatan Bunda Melati.’’

‘’Tapi, bukan itu yang aku tanyakan.’’ Jelas Ustadz Somantri
Ibu Sumi langsung mendekatkan wajahnya ke arah Mbah Sur. Kali ini, ibu sumi tidak takut dengan ancaman yang keluar dari mulut wanita tua Bangka itu.
‘’Jawab sejujurnya, mbah. Apakah kau sengaja menjual jiwa anakmu kepada Bunda Melati untuk dijadikan wadah dari Demit Manten?’’
Deg! Tubuh Mbah Sur langsung bergetar. Ia dipenuhi ketakutan. Tangannya terlihat bergerak-gerak seperti orang yang sedang kedinginan. Bergetar dan tidak tahu harus melakukan apa.
Ibu Sumi menyadari reaksi itu adalah reaksi kebenaran jika seorang yang ditugaskan menjawab tidak bisa memberikan alasan yang logis karena tekanan dari pikiran dan juga hati kecilnya.
‘’Ibu Sumi?’’ Tanya Ustadz Somantri

‘’Mantan calon mertuamu tidak bisa menjawabnya. Itu menandakan, dia sengaja menjual Rahayu untuk kepentingannya sendiri.’’

‘’Dari mana kau tahu? Jangan seenaknya memberikan asumsi terkait Rahayu.’’
Ibu Sumi pun mendekatkan wajahnya ke arah Ustadz Somantri. Kali ini, wajahnya tidak memiliki perasaan atau pun emosi. Wajah dari Ibu Sumi hanya dipenuhi dengan fakta yang sudah lama disembunyikan,
‘’Tanyakan kepada mantan calon mertuamu itu, anak muda. Apakah dalam setahun dia mampu menambah tanahnya lagi? Apakah gubuk kecil ini mampu membeli berhektar-hektar tanah yang berada di beberapa tempat di desa wongso?
Jika bukan karena bisnis dengan iblis melati itu, lalu, dengan apa orang tua seperti dia mampu membelinya?’’
Ustadz Somantri langsung mengarahkan wajahnya ke arah Mbah Sur. Ia tidak menyangka, jika Mbah Sur memiliki banyak tanah setelah kematian Rahayu.
Hal ini menunjukkan, baik Mbah Sur ataupun Pak Wikto, keduanya adalah orang-orang yang sama mengajukan dirinya sebagai pelaku yang menjual anaknya ke Bunda Melati untuk nantinya dijadikan sebagai tumbal dari demit manten.
Sementara itu …
Bagus sedang mengunjungi rumah Cici. Kali ini, dia sedang berduaan di kamar. Keduanya sudah dalam keadaan telanjang bulat.
‘’Besok, kau akan menikah dengannya?’’
‘’Itu hanya syarat, sayang.’’
‘’Tapi, apakah setelah itu Dini akan mati?’’
‘’Kita akan melakukan ritual itu dengan cepat.’’
Ternyata, bagus dan Cici adalah orang yang selama ini menjadikan wanita-wanita yang ada di seluruh desa untuk dijadikan tumbal!
Part-10 akan lebih menegangkan. Banyak korban yang berjatuhan tepat di malam bulan pengantin. Akan update pada tanggal 10 April 2023. Bagi yang mau baca duluan atau sekedar support, bisa langsung ke karyakarsa dan klik link di bawah ini, ya.
karyakarsa.com/Restuwiraatmad…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

Mar 10
SI DANYANG LEMBAH JENGGES (8) Tamat
(Trah Timur Artonegoro)

"Tertangkapnya Raden Artonegoro."
#bacahorror #ceritaserem #jengges #ngiprikethek
Bagi yang baru baca cerita ini, alangkah baiknya baca ngipri kethek dlu

Read 142 tweets
Mar 1
SI DANYANG LEMBAH JENGGES (7)
(Trah Timur Artonegoro)

"Tertangkapnya Raden Artonegoro."
#bacahorror #ceritaserem #jengges #ngiprikethek
‘’PERANGKAP’’
Irham dan Rosikin tidak percaya jika dia berhadapan langsung dengan manusia aneh yang memiliki sifat layaknya iblis. Berbaju kesombongan dan bertopi keserakahan.
Dia adalah Raden Sengkuni. Salah satu dari keturunan timur yang sangat ditakuti oleh orang-orang bahkan beberapa pejabat pemerintahan pun tunduk kepadanya.
Read 120 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(