Penyerbuan pasukan Alengka ke Neraka. Rahwana menggugat Batara Yama, sang dewa kematian.
Sumber gambar:
Yama. karya: Iskandarsalim (deviantart)
Ternyata Prabu Rahwana sedang gusar, 'Raseksaraja Dasamuka' itu memang bukanlah seorang penyabar.
Ia memberitahu rajanya kalau persiapan Pushpaka Wimana, kendaraan perang kebanggaan Kerajaan Alengka itu sudah selesai. Kemarahan Prabu Rahwana pun mulai mereda.
Diiringi sangkakala Alengka, Wimana 'mahawan gegana' (melayang).
Angin berderu kencang, rumput dan pepohonan terbakar oleh panas kobaran api ekor Wimana.
(Tempat Batara Yama sang dewa kematian melakukan pembalasan terhadap perbuatan buruk penghuni Marcapada (alam dunia) setelah rohnya dicabut. Bisa disebut juga Neraka).
Dewa agung penasehat Sang Hyang Jagadnata itu berkata:
"... Putraningsun Sang Raseksaraja, mandhega dhisik pahlawan wisrawaputra..."
(Wahai raja para raksasa, anak Begawan Wisrawa, coba kamu berhenti sebentar)
Wruhanira, Kulup! salugune sudarmanira sang Wisrawa iku nunggal asal usul karo ingsun..."
(Aku paham betul kesaktianmu Rahwana! tapi ketahuilah! Bapakmu Begawan Wisrawa itu silsilahnya masih keturunanku.)
(makanya, aku selalu mengawasi tingkah lakumu, sudahlah Rahwana, jangan membuat kekacauan lagi di dunia dan kahyangan)
(ketahuilah, alam ada aturannya; lapar, haus, tua, semua pada akhirnya akan dijemput sang dewa kematian)
(Makanya, jangan berbuat yang mengacaukan alam! memangnya tidak kasihan misalnya semua alam jadi kacau balau?)
Ia sangat menghormati Narada, karena atas berkahnya lah permintaan Rahwana untuk memiliki usia sepanjang umur dunia dikabulkan Sang Hyang Jagadnata penguasa Tribuana. (penguasa tiga alam: mayapada, madyapada, marcapada)
(oh Pukulun (pukulun adalah sebutan kepada dewa, dapat diartikan sebagai yang mengajarkan sesuatu), hamba sebenarnya bukan mau mengacau, tidak ada niat sama sekali untuk merusak alam.)
(Tapi sebenernya tujuan hamba itu cuma ingin menantang dan mengajak perang, adu tanding dewa penguasa kematian. Ya tentu saja itu adalah Batara Yama)
Rahwana terkekeh.
(masuk kuping kanan, keluar kuping kiri).
Prabu Rahwana sudah tidak bisa dihentikan niatnya.
".. whe, hla kojur!
sisipsembire, ingsun mandar diarani kang njalari Rahwana ngrabasa Yamaloka.
Prayogane ingsung ndhisiki teka ning Yamaloka, asung warta marang Bathara Yama yen raseksaraja Dasamuka bakal prapta ngurungi panjenengane..."
Yasudah mungkin sebaiknya aku segera pergi untuk memberitahu Batara Yama di Yamaloka, supaya ada persiapan, karena Rahwana akan datang untuk mengajak berperang.)
Narada menghilang menuju Yamaloka dalam hitungan kedipan mata, jauh meninggalkan Pushpaka Wimana milik rahwana yang merupakan kendaraan perang tercepat di Marcapada.
Prabu Rahwana berdiri diatas kepala Pushpaka Wimana, melihat pasukan Alengka berusaha meruntuhkan gerbang Yamaloka.
Barisan Alengka bergerak maju hingga tiba di Assipatrawana, wilayah hamparan samudra pasir yang panasnya melebihi terik padang gurun.
Berbeda dengan pasukan Alengka yang berwujud raksasa gempal, kekar dan besar, Yamakingkara terlihat tinggi namun kurus seperti kerangka, dengan raut muka gelap tertutup jubah hitam.
Mereka berlindung dibalik pohon dengan dedaunan panjang dan setajam pedang. Daun-daunnya dapat berguguran untuk menyayat, mengiris, memotong siapapun yang ingin pengganggu ketentraman Yamaloka.
Widyabala dari Alengka bukan sembarang pasukan, mereka adalah raksasa pilihan, tubuh mereka lebih besar, tubuh sekeras batu dan diberkahi umur panjang.
Samudra pasir Assipatrawana penuh dengan darah dan mayat bergelimpangan. 'Wit-witan godhong pedang' (pohon berdaun pedang) banyak yang rusak dan ditebang.
Rahwana melihat bagaimana para roh-roh penghuni Marcapada mengalami pembalasan atas perbuatan buruk mereka selama di dunia.
(Yang berlaku sesuka hati, berbuat dosa di Marcapa, maka akan disiksa oleh Yamakingkara, mereka berteriak kesakitan, dan menangis penuh penyesalan)
Ada pula yang disiksa oleh Yamakingkara dengan diguyur air terjun mendidih dengan panas yang amat sangat luar biasa)
Melihat pemandangan penuh siksaan tersebut akhirnya Prabu Rahwana memutuskan untuk memerintahkan seluruh pasukannya untuk mengobrak-abrik lembah penyiksaan, dan menolong roh-roh yang sedang disiksa.
Roh-roh yang sengsara itu senang dan berterima kasih serta "ngaji-aji' (memuja) Prabu Rahwana
Pertempuran sengit pun terjadi. Yamakingkara menyerang dengan senjata beraneka rupa, pedang, panah, ledakan api hitam dan mayat hewan buas bertaring
Situasi itu membuat Rahwana mengamuk, ia pun ber-Triwikrama (berubah wujud menjadi besar)
Serangan Rahwana tak berhenti disitu, ia juga membubarkan ribuan Yamakingkara dengan ajian Topengwaja, berupa sengatan sinar api dari matanya.
Wujud 'Triwikrama' Rahwana adalah raksasa besar dengan 10 wajah. Maka serangan Rahwana datang dari 10 arah. Barisan Yamakingkara kocar-kacir dan bersembunyi.
(Batara Yama akhirnya memasuki medan perang, ditengah peraduan antara Widyabala dan Yamakingkara, dia menggunakan ajian Pretajaya)
Lalu membentangkan kedua tangannya, keluar gelombang hitam bergerak cepat menyapu seluruh medan perang, roh-roh milik seluruh pasukan Alengka tiba-tiba tersedot, semuanya mati, tak ada satupun pasukan Alengka yang hidup.
'Mung Rahwana dhewe kang panggah ngaglah mbegagah ora obah'
(Namun Rahwana masih hidup, dia tetap berdiri tegak dan terdiam)
Kematian yang menjadi kuasa Batara Yama tak berlaku dihadapannya.
Rahwana terbahak menantang Batara Yama mengeluarkan kesaktian lainnya.
Namun tubuh Rahwana menyatu lagi karena aji Rawarontek, Ia hidup kembali sambil mengejek.
(Karena peperangan sudah terlalu lama, Batara Yama mengeluarkan dan membidik senjata pamungkasnya, Kaladhandha)
(Batara Yama mengeluarkan pusaka Kaladhandha dari mulutnya, hal itu membuat keadaaan di sekitarnya bergetar, bergemuruh beserta keluarnya pusaka sakti Kaladhandha)
(Bersamaaan saat Batara Yama hendak melepaskan senjata pamungkasnya Kaladhandha, tiba-tiba dari angkasa datang Batara Brahma putra Batara Guru / Sang Hyang jagadnata)
"Heh! Batara Yama putraning Hyang Ismaya, aja nganti kebanjur anggonira nglantur duka, biraten krodhanira. Sira ora ingsun parengake ngelepasake Kaladhandha, senjata si Amogha kang ingsun paringake marang sira"
Batara Brahma berusaha menenangkan Batara Yama
"Manawa senjata iku nganti lumepas saka astanira, jagad mesti banjur lebur tumpur tanpa sisa, mulane, welasa marang Tribuana, tumuli racuten dukanira, simpenen Kaladhandha!"
Batara Yama menjelaskan kepada Batara Brahma, apa sebabnya ia hendak menggunakan Kaladhandha adalah karena ulah Rahwana yang mengacau di Yamaloka.
Mendengar hal itu Batara Yama 'tumuli musna' (menghilang)
(bersuka cita, merasa diri sakti, jaya tanpa tandingan, tidak ada yang bisa membunuhnya, bahkan termasuk dewa kematian)
Ilustrasi gambar:
Yama.
karya: Iskandarsalim
iskandarsalim(dot)deviantart(dot)com
Dengan beberapa tambahan dialog dan perubahan pada cerita.