Jf89 Profile picture
Oct 27, 2019 150 tweets 20 min read Read on X
WARISAN KELAM MASA LALU

Bismillahirrahmnirrahim

Semoga kalian diberikan ketenangan.
Terima kasih atas pelajaran yg kalian berikan

@bacahorror, @ceritaht, #bacahorror, #ceritaht
***PROLOGUE***

Masa awal kemerdekaan Indonesia tidak disambut suka cita oleh seluruh penduduk Nusantara. Warga sipil dari Belanda justru mengalami terror yang luar biasa sebagai balasan atas apa yg dilakukan nenek moyang mereka.
Penjarahan, perampasan, penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan merupakan hal yg lumrah terjadi masa itu oleh mereka, para pejuang radikal. Entah berapa puluh ribu korban baik dari orang Belanda maupun mereka yang dianggap anti republik
Sepenggal kisah yang menjadi warisan kelam masa itu akan coba gw sajikan. Semoga ada hikmah untuk kita semua.

Catatan: cerita ini improvisasi dri kejadian sebenarnya. Seluruh nama hanya samaran.

***PROLOGUE Selesai ***
Masa Awal Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan RI membuat keluarga Jansen terkejut dan ketakutan. Ini artinya rencana awal pemerintah Belanda untuk kembali ke Nusantara terancam berantakan. Padahal, karir Jansen akan cerah bila itu terjadi.
Pegawai muda itu bisa naik pangkat dengan cepat dengan bekerja di kota yang dipersiapkan sebagai Ibu kota baru Hindia Belanda.
"Pah, bagaimana ini? Bagaimana pekerjaanmu?”

Inggrid, istri Jansen, khawatir akan nasib keluarga mereka setelah kemerdekaan.

"Entahlah, aku cuma berharap semoga mereka cepat datang dan memberesken situasi ini”, Ucap Jansen sambil mengepulkan asap tembakau.
Harapan mereka hanya tertumpu pada kedatangan NICA yang dibantu Sekutu untuk merebut kembali negeri ini. Bila gagal, maka mereka harus kembali ke Belanda. Itu hanya berarti satu hal, hidup mereka akan jauh lebih sulit.
Sebetulnya ada satu hal lagi yg lebih membuat Jansen khawatir. Keselamatan keluarganya.

Akhir2 ini kelompok pro republik radikal mulai melakukan teror penculikan, pemerkosaan, dan pembantaian terhadap orang2 Belanda. Itu telah terjadi di kota2 besar dan di selatan kota mereka.
Sebelum tidur, Jansen dan Inggrid melihat ke kamar anak2 mereka, John, Willi, dan Robin, yang telah terlelap dalam mimpi mereka. Rasa khawatir itu coba ditepis Jansen. Ia harus menguatkan keluarganya.

"Aku harus mampu melindungi mereka” bisiknya sebelum masuk kamar utk terlelap.
Tanpa mereka sadari, sekelompok orang sudah mengintai rumah yang sebenarnya tersembunyi dari jalan kecil didepan rumah karena terhalang dua rumah lainnya.

Malam jahanam baru saja akan dimulai.
-bersambung-
2015

Jumat siang di sebuah kota di Barat Pulau Jawa, Ge membawa mobil dengan tergesa-gesa. Kemacetan siang itu membuat ia sangat jengkel, ia sudah terlambat janji dengan pacarnya, Riska.

"Bangke, jam segini sudah macet aja" umpat ge keras2.
Mobilnya berbelok zigzag, menyalip kiri dan kanan serampangan yg disambut klakson keras dari angkot kanan. "G*blog, nyetir nu baleg"
(G*oblog nyetir yg bener) seru supir angkot tsb. Ge hanya membalas dengan jari tengah yg mengacung dari jendela.
Langit mulai mendung, mobil2 dari arah berlawanan mulai nampak basah. Ge semakin memburu pedal gas dan juga rokok dibibirnya. Entah kenapa hari ini terasa berbeda. Hawanya lebih panas dan sekilas pemandangan didepan Ge terlihat sedikit merah.
Semakin dekat tujuan, Ge sedikit tenang. Setidaknya ia tidak terlalu ngaret. Namun rasa mengganjal di hatinya justru semakin kuat. Heran, hanya karena akan ikut memindahkan barang dari rumah yg katanya angker bisa membuat hatinya tidak enak. Ini tidak biasa.
Hari ini ia memang berjanji kepada Rika untuk membantu membawa barang dari rumah sepupu neneknya Rika untuk dibawa ke rumah Rika. Sejak awal Rika sudah memberi tahu bahwa rumah tersebut angker.
Rumah Mbah (sepupu dari neneknya Rika tsb) memang banyak barang kuno yang berasal dari banyak negara. Disamping itu masih ada juga barang2 bertuah peninggalan dari almarhum suami Mbah yang masih memegang Kejawen.
Namun satu hal tentang rumah itu yg mengganggu pikiran Ge, rumah itu ditemukan kosong oleh tentara TKR tanpa ada data siapa pemiliknya sampai suami Mbah ditugaskan untuk mengisi rumah tsb. Sampai hari ini, tidak ada satupun ahli waris yang mengklaim rumah tsb.
Disebuah mesjid berhalaman luas Ge berhenti sejenak untuk shalat dan meminta petunjuk. Ia merasa perlu untuk itu, sebuah petilasan ritual bukan untuk diremehkan. Selain itu rasa penasaran tentang asal usul rumah dirasa terlalu mengganggu.
Ge melangkah keluar sambil mengecek HP, ada banyak notifikasi pesan dari Rika menanyakan keberadannya. "Asem, marah lgi nh" gerutu Ge.

"Halo yang, aku udh di mesjid dkt situ" Ge menelpon Rika.

"Lama" balas Rika dingin

" Ya maaf yang, biasa macet hehe" balas Ge
"Ya udh, aku jalan kesana, lokasinya ga ada di maps"

Rika dan Ge memang janjian di mesjid tersebut karena tempat tersebut dekat dengan kampus mereka dan juga rumah Mbah.
Rika tiba dan langsung mengajak Ge pergi. "Mereka udh nunggu dari tadi yang, barangnya udah banyak dipacking" Rika membuka pembicaraan. "Oh ya, aduh maaf ya ga bisa banyak bantuin" balas ge.
Mobil tersebut menelusuri jalan sempit kompleks perumahan zaman Belanda. Kondisi kompleks tersebut nampak basah setelah diguyur hujan tadi siang. Suasana sore itu sangat hening. Perlahan kabut mulai turun.
Tak lama mobil biru Ge berbelok ke sebuah jalann sempit dengan pagar terbuka yang diapit dua rumah. Gerbang itu terlihat tidak terawat dan berkarat. Jalan ke rumah itu beralas rumput yg baru saja dipotong sedangkan kiri kanannya tembok rumah tetangga.
Rumah tersebut terletak di belakang dua rumah didepannya. Bangunan gaya Belanda tersebut tampak sangat tua dan tidak terawat. Sudah ada dua mobil terparkir di halaman yg cukup luas tersebut.
Sebelum masuk rumah, Ge tertegun menatap rumah tersebut. Auranya pekat, lebih pekat daripada kabut yg mulai turun. Seolah ada banyak yang ingin disampaikan oleh rumah tersebut

"Hayu yang, masuk yuk" Rika membuyarkan lamunan Ge.
Di rumah tersebut telah ada Mbah dan anaknya, Nini Ita serta cucunya, Om Dewa.

Di dalam juga ada ayahnya Rika, Pa Amat, dan Om Soni, tetangga Rika yang sering membantu pekerjaan kasar.

Mereka tengah asik mengobrol sambil memilah2 barang
"Assalammualaikum, punten nembe sumping" (Assalamualaikum, maaf baru datang) sahut Ge yang dibalas oleh semua. "Teu nanaon kasep, hayu lebet. Puntennya pabalatak" (tidak apa2 nak, mari masuk. Maaf rumahnya berantakan) Mbah mempersilahkan masuk.
Mbah, wanita tua berumur lebih dari 80 tahun itu masih tampak segar dan energik. Hidupnya dihabiskan dengan berjalan2 dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Itulah mengapa banyak barang koleksi dari seluruh dunia di rumah itu.
Mbah sebenarnya sudah tidak tinggal di rumah itu sejak lama, tepatnya sejak suaminya meninggal. Beliau lebih sering tinggal bersama Om Dewa atau kerabatnya di Jakarta. Sementara Ni Nita lebih sering bepergian ke berbagai daerah sebagai peneliti.
"Sumuhun mbah" balas Ge kepada Mbah.

"Wah ini ya calonnya Rika" sapa Ni Nita.

"Hayu Ge minum dulu" sapa Om Dewa sambil memberikan botol air mineral.

"Bumina keueungnya?" (Rumahnya seram ya?) Tanya Om Dewa yang dibalas anggukan Ge.
Sambil mengobrol, Ge memperhatikan seksama bagian dalam rumah tersebut. Penerangannya sangat kurang, hanya di ruang tamu dan ruang tengah terdapat lampu neon. Itu pun masih membuat cahaya terasa temaram, tidak terang.
Didalam terdapat tiga kamar yang hanya difungsikan untuk menyimpan barang2 saja. Sementara Mbah biasa tidur di ruang tengah yang terdapat ranjang serta TV. Gila memang, tapi Mbah memang nyentrik.

Dan ada satu hal lagi yang membuat Mbah tidak tidur di kamar utama.
Kamar yang konon dipakai suami Mbah menyimpan barang2 bertuah yang kadang menghilang dan kembali begitu saja. Termasuk sebuah keris yang seharusnya diwariskan kepada Pa Amat. Namun benda tersebut hilang begitu saja ketika hendak diberikan.
Auranya di dalam sangat pekat. Hitam bercampur merah. Semakin lama semakin tercium amis darah dan samar terdengar teriakan dalam bahasa yg tidak dimengerti Ge. Namun, tampaknya hanya Ge yg menyadari hal tersebut.

Rika menyadari hal tersebut dan mengajak Ge ke halaman
Rika paham bahwa Ge mulai merasakan sesuatu dari rumah tersebut. Sesuatu yang bahkan tidak ia ketahui. Ini bukan kali pertama Ge seperti ini, namun jelas kali ini cukup kuat untuk membuat Ge terdiam
"Angker ya rumahnya yang?" Tanya Rika.

Ge terdiam

"Kamu liat apa sih? Banyak piaraan Mbah Kung (Suami Mbah) ya?" Lanjut Rika bertanya.

Ge tetap terdiam dengan tatapan kosong. Rokoknya dibiarkan terus menyala tanpa dihisap.
Dihadapan Ge tidak lagi terlihat halaman rumah di sore berkabut sehabis hujan.

Tidak, melainkan sebuah pemandangan yang lain dari waktu yg berbeda.
Kala itu siang yg cerah. Tiga bocah laki2 berlarian sambil bermain tertawa ceria. Bahasa mereka terdengar asing bagi Ge. Namun entah mengapa ia bisa mengerti bahasa mereka

"Ga bisa ketangkep aku ahaha" seru bocah kecil yg tengah dikejar dua bocah lain yang lebih besar
"Awas kamu dek!" Seru bocah yang paling besar.

"Ayo Will tangkap dia!" lanjutnya

"John, Willi, Robin, hati2 mainnya" seru seorang wanita sambil menyiapkan hidangan di teras.

"Ini tehnya Pah" seru wanita tersebut kepada seorang pria yang tengah membaca koran
Pria tersebut tampak serius membaca koran.

Wanita tersebut kembali menegurnya dan bertanya "Ada apa Pah?"

"Cepat atau lambat Jepang akan datang kemari, mereka sudah mencaplok negara2 Asia lainnya" gumam pria tersebut.
"Sudahlah Pah, kan masih jauh untuk sampai kemari" balas wanita tersebut.

"Lagi pula bukankah mereka juga membutuhkan jasa pekerja ahli sepertimu?" Lanjutnya

"Tetap saja Mah, kalau mereka datang akan terjadi kekacauan politik disini" balas pria tersebut.
"selama kita memberikan apa yang Jepang mau, kita aman. Namun bagaimana dengan rakyat pribumi?". Pria tersebut tampak memikirkan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan oleh perjanjian para petinggi semata. Sesuatu yang tidak bisa dibendung dan dikendalikan para elite.
Keduanya kemudian memanggil anak2 mereka untuk bersantap siang bersama.

"Siapa mereka?" tanya Ge dalam hati.

Perlahan terdengar suara Rika dan rasa panas di tangannya membawa Ge kembali ke halaman rumah itu di sore yang berkabut.

"Njing, panas!!" Teriak Ge
Bersambung dulu ya.
Perlahan Ge kembali..

Rokok ditangannya hampir habis terbakar padahal baru satu hisapan.

Rika menatap khawatir campur penasaran.

"Kamu kenapa?” tanyanya

"Ga papa, kok" jawab Ge singkat tanpa lanjutan.

Rika tahu bila Ge bicara seperti itu, ada sesuatu yg disembunyikan.
"Nanti aja yang ceritanya" lanjut Ge sedikit

Tidak puas, Rika memberondong Ge pertanyaan lainnya yang dijawab dengan hal yg sama

Rentetan pertanyaan Rika terhenti saat terdengar suara "BRAAKK" dari dalam dengan keras
"Eh, kenapa tuh" Ge melongok ke dalam.

"Masuk yu!" Rika langsung mengajak masuk penasaran.

Di dalam terdengar suara obrolan Pa Amat, Mbah, Om Soni, Ni Nita, dan Om Dewa dengan nada khawatir campur takut
"Iya2, sebentar lagi beres kok" kata Mbah ntah kepada siapa.

Saat itu Ge dan Rika masuk ke dalam.

"Kenapa?" Tanya Rika.

"Biasa" jawab Ni Nita singkat, mukanya tampak khawatir.

"Sok mun udah beres mah, kita pulang" sahut Mbah kepada yg lain.
"Sakedap mah, Nita ibak heula" (sebentar mah, Nita mandi dulu) Jawab Ni Nita sambil melangkah ke dalam kamar mandi.

"Uyuhan si mamah, saya mah teu berani da mandi disini" kata Om Dewa.

"Komo ka kamar eta mah, hii"
(apalagi ke kamar itu, hii) lanjutnyaa singkat.
"loba imah teh" (banyak (penunggunya) rumah ini) sahut Om Soni yang baru selesai memberekan dan membersihkan seisi rumah.

"Kumaha Son, lobanya? Komo nu deukeut sumur Son" (banyak ya Son? Apalagi yg dekat sumur) pancing Pa Amat.
"Teu kaditu Pa, ulaheun ku si Mbah" (tidak kesana Pa, tidak boleh sama Mbah) jawab Om Soni.

Om Dewa sambil menunggu ibunya selesai mandi mulai memindahkan barang2 ke mobil Ge.

Ia bercerita sedikit tentang sumur dan kamar itu.
Sumur itu adalah tempat terangker di rumah itu. Orang yang tidak sensitid sekalipun akan merinding jika berwda disana bahkan bila di siang bolong. Sumur tersebut tidak pernah dipakai selain untuk melakukan ritual Mbah Kung dulu.
Disekitar sumur banyak pohon pisang yang menurut Om Dewa sering jadi sarang makhluk halus.

Semenentara kamar yg tidak berani ia masuki adalah kamar utama tempat Mbah dan Mbah Kung dulu tidur. Namun semenjak kepergian Mbah Kung, Mbah tidak lagi tidur dikamar itu.

Entah mengapa
Acara beres2 rumah dan pemindahan barang telah selesai. Semua bersiap pulang. Tidak ada yg berani di rumah itu selepas maghrib

Ge yg mobilnya paling akhir masuk menjadi yg pertama keluar. Ia ditemani Rika. Sebelum berangkat Ge terdiam lama untuk berdoa. Lebih lama dari biasany
Tidak lama setelah meninggalkan rumah itu, Rika yg penasaran hendak bertanya sekali lagi tentang sikap ganjil Ge di teras.

Namun sebelum itu, Ge bertanya duluan "Seriusan yang, siapa yg punya rumah sebelum Mbah?”
"Ga tau yang, kan udah aku ceritain sebelumnya" balas Rika bingung.

"Kenapa gitu? Kamu liat dia ya?" tanya Rika.

"Halamannya.. kerasa anget". Jawab Ge singkat.

Sebelum berkata lebih jauh Ge menoleh kebelakang dan mulai mengalihkan pembicaraan
Perjalanan pulang dilalui dengan biasa tanpa ada kejadian yang ganjil. Hanya kemacetan sore kota besar yg dirasa mengganggu. Selalu.

Ge dan Rika mengobrol banyak hal termasuk hubungan mereka selanjutnya.
Jarak dari rumah Mbah ke rumah Rika memang cukup jauh dan itu harus dilalui dengan menembus jalanan kota yang ramai saat pulang kantor.

15 km, ditebus dengan 2 jam perjalanan.

Adzan Isya sudah lewat beberapa puluh menit lalu saat mereka tiba.
Mereka langsung membawa barang2 koleksi Mbah dengan hati2 kedalam rumah. Di dalam Ge mencium tangan Aki, kakeknya Rika dan Ibunya Rika.

Ada rasa was2 saat dus yang memuat barang2 tsb dibuka. Namun syukurlah tidak ada yg aneh pada barang2 tsb. Atau setidaknya pada barang2 itu.
Selepas merapikan dan menyimpan kembali barang2 tersebut, Ge dan Rika makan malam. Sudah biasa bagi Ge untuk bersantap bersama keluarga Rika. Aki bahkan sudah menganggapnya cucu sendiri. Tidak mengherankan, akhir tahun ini mereka akan bertunangan.
Hampir pukul sepuluh malam ketika Ge berpamitan kepada keluarga Rika. Sebelum pulang, Rika kembali menanyakan perihal pertanyaan Ge tentang pemilik rumah mbah. Sambil merokok Ge berkata "iya, aku liat mereka tadi. Tapi mereka kaya yg bahagia2 aja. Makanya heran ko ilang"
"kalo sumurnya?” tanya Rika lebih jauh.

"Ga tau itu mah, cuma gelap banget ya disana" jawab Ge

"Kebanyakan dipake ritual sh, kn waktu Mbah Kung mau meninggal juga banyak hal yg aneh2" seloroh Rika

"Mungkin" balas Ge singkat
Sejujurnya Ge tidak terlalu risau dengan masalah Kejawen Mbah Kung. Sinkretisme merupakan hal yg biasa baginya. Lagi pula ia memang tidak menemukan keganjilan di rumah tsb yg berhubungan dengan Mbah Kung.

Namun ada hawa lain, yg mungkin coba ditutupi Mbah Kung dulu.
Setelah pamit, mobil Ge berlalu perlahan. Rika melihat mobil biru tersebut berlalu. Rika paham, Ge menyembunyikan sesuatu. Orang sesensitif Ge tidak mungkin tidak merasakan hawa angker dari rumah Mbah. Kalau bukan peninggalam Mbah Kung, pastinya lebih besar.
Herannya Rika yg sebenarnya juga sensitif seolah hanya tahu sedikit tentang hal gaib di rumah itu selain tentang Mbah Kung. Kecuali, anak kecil yg sering mengajaknya bermain saat berkunjung ke rumah Mbah dulu saat kecil.

Bocah laki2 berambut pirang yang hanya ia lihat sendiri
Hisapan terakhir rokok Ge lebih panjang dari pada biasanya. Ia menyemburkan asapnya ke segala penjuru mobil. Bau asap memang, namun hal tersebut membantunya untuk fokus menyetir. Karena ia tahu, ia tidak sendirian malam itu.
Perjalanan di lalui dengan biasa. Jarak Rumah Ge dan Rika persis hanya 5.5 km. Namun mobil terasa berat ketika melalui jalan menanjak menuju rumah Ge dipegunungan. "Mereka dateng lagi" bisik Ge.

Sesaat sebelum turun dan membuka gerbang, Ge menoleh kebelakang dan melihat mereka
Lima sosok dengan pakaian Belanda. Satu laki2 dan satu perempuan dewasa serta satu balita di kursi belakang. Sementara dua anak laki2 yang lebih besar berada di bagasi yang terhubung langsung dengan kabin.

Kulit mereka sangat pucat dan....

Muka mereka RATA..
Ge terdiam, ia tak mampu berkata2 apa lagi bergerak. Disaat takut mulai merasuk, ia ingat satu hal, ia tercipta diatas mereka.

Mengingat nama yg Di Atas membuat tubuhnya memanas dan mulai bisa bergerak kembali.

"Mau apa kalian?"
Mereka diam dan mulai pudar, namun terdengar bisikan

"Kami ingin kamu tahu!"

Mereka hilang dari pandangan Ge yang masih termangu melihat kejadian tsb. Perlahan ia merasa pundak dan punggungnya menjadi berat.

"Bangke!!!" gerutu ge
Ge memaksakan dirinya untuk memarkirkan mobil di garasi. Ia masuk dan langsung mengambil air wudhu. Tubuhnya tidak lagi berat, namun mereka mengawasi.

Mereka diam menunggu Ge shalat.

Selepas shalat Ge langsung bertanya "ikut aku keluar, katakan apa yang kalian inginkan".
Diluar ia duduk bersila. Menyalakan rokok, menghisapnya dalam dan mengepulkan asapnya. Matanya terpejam. Ia memohonkan perlindungan yang Maha Tinggi dan memasrahkan segalanya.

Ia harus bersiap bila tak kembali.
"Maaf bila aku lancang mengganggu kalian tadi" batin Ge berbisik

"Apa yg kalian ingin sampaikan?"

"Kisah kami" balas mereka

Ge menyadari bahwa mereka berlima telah mengelilinginya.
Pria itu memperkenalkan diri sebagai Jansen. Mengenalkan istrinya, Inggrid, dan ketiga anaknya, John, Willi, dan Robin. Mereka mengenakan pakaian pertengahan abad 20 namun dengan tanpa muka

"Kamu orang kedua setelah laki-laki itu yg menyadari kami"
"dia yang menyadari kami dan mengurung kami di sumur laknat itu" lanjut Jansen.

"Mbah Kung?" tanya Ge.

"Apapun sebutanmu" balas Jansen singkat.
Jansen mulai bercerita tentang dirinya yang datang dari Belanda meninggalkan keluarganya untuk bekerja di Hindia Belanda. Tawaran yg menggiurkan untuk pemuda pintar namun miskin seperti Jansen.
Tidak lama, kondisi ekonomi Jansen membaik dan ia bisa membawa serta keluarganya ke Hindia Belanda. Ia merasa aman karena terlindungi dari perang yg menghancurkan Eropa.

Segalanya tampak akan baik2 saja sampai serangan Jepang ke Pearl Harbor.
Jansen tahu bahwa perang mendekat dan rencana pemerintah kolonial akan berantakan. Apa yg ditakutkan terjadi juga, Hindia Belanda dicaplok Jepang. Tempat Jansen bekerja diberikan jaminan keamanan dari pihak Jepang selama mau menuruti permintaan mereka
Namun yg membuat Jansen takut adalah pergerakan dari kaum pribumi pro pergerakan yang cenderung lebih radikal akibat janji dari Jepang dan fokus pemerintah kolonial pada Perang Pasifik.

Teror terhadap orang2 Belanda semakin lama semakin keras.
Saat Jerman dan Italia mulai terdesak, beberapa teman Jansen kembali ke Eropa. Semakin terdesak Jepang semakin kacau keadaan. Teror dan intimidasi adalah hal yang biasa bagi pekerja asal Belanda seperti Jansen. Hinaan, perampokan, penculikan, dan pembunuhan menjadi semakin biasa
Ada dua pilihan bagi Jansen, kembali ke Eropa yg mulai membaik atau bertahan di Hindia Belanda dengan resiko yg besar namun menjanjikan keuntungan besar pula bila Belanda kembali.

Disini, ia melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Dimalam jahanam itu laskar hitam menyatroni rumah Jansen. Menyekap keluarganya. Mereka memaksa keluarga Jansen mendengarkan ocehan tentang balas pati. Mereka mengatakan bahwa orang2 Belanda seperti Jansen tidak pantas mati tenang.
Sebagai balasan mereka memaksa melihat Jansen melihat (maaf) Inggrid digagahi mereka untuk kemudian dibunuh dan membantai anak2 Jansen karena mereka tidak mau membunuh ayah mereka. Sebelum mereka menghadiahi Jansen kematian sebagai pengampunan atas dosa2 leluhurnya.
Ge mendengar hal tersebut dengan gemetar sambil menghisap rokoknya. Rokok tersebut menjadi alat baginya untuk tidak masuk lebih dalam kedalam dimensi keluarga Jansen.

"KAMU TAHU RASANYA JADI AKU HAH?!!" Teriak Jansen.

Seketika hawa menjadi sangat panas..
Ge mematikan rokok dan mulai membuka mata dan seluruh inderanya. Ia terkejut setengah mati, yg ia lihat bukan lagi keluarga yg tidak bermuka. Bukan, jauh lebih buruk daripada itu.

Keluarga Janse dengan kondisi ketika meregang nyawa
KONTEN EKSPLISIT
Pria itu menatap marah kepada Ge. Matanya tercungkil satu. Dikeningnya ada luka tembak yang terus mengeluarkan darah, hidungnya patah, dan gigi yg rontok. Mulutnya bergetar menahan amarah dan terus mengeluarkan darah.

Ge masih berusaha tenang meski rasa takut mulai kembali.
Namun nyalinya terus menciut manakala melihat sisa anggota keluarga Jansen.

Ingrid dengan tatapan kosong dan darah mengalir dari sisi kiri bibirnya. Beberapa organnya keluar dari luka sayat sedangkan darah bercampur kotoran menggenang dikakinya.
Sementara kondisi tiga anak Jansen tidak lebih baik. Robin kepalanya menghadap kebelakang, Willi dengan posisi dagu dan dahi tertukar, dan kepala hancur dan nyaris terputus dari leher.

Bau amis darah bercampur bau kotoran yang amat busuk membuat Ge hampir kehilangan kesadaran..
Sisa tenaganya ia gunakan untuk berteriak "CUKUP JAHANAM!!"

"Bila kalian ingin menakuti seperti ini, lakukan kepada mereka yg membantai kalian!" tegas Ge.

Rasa takutnya sudah menjadi banal berubah jadi murka.

"Silahkan diteruskan, kalian akan tahu akibatnya"
"Demi Hyang Maha Luhur, Gusti Allah Pangeran nu Agung, Sok dia sakaba-kaba ka ngaing, bawa supata ancur diri najan geus euweuh jaman!" (Demi Tuhan yang maha tinggi, Allah yang Agung, Silahkan macam2, bawa kutukanku untuk kehancuran kalian meski dunia tidak lagi berwaktu).
Entah darimana Ge bisa mengucapkan hal demikian. Namun bentuk keluarga Jansen kembali menjadi normal dan bahkan memiliki wajah.

"Vergeef ons" Inggrid memohon maaf.

"Kami tidak bermaksud seperti itu" lanjutnya.
Ia mulai melanjutkan bahwa jasad mereka buang ke sumur. Mbah Kung mengetahui itu dan mengurung mereka di tempat itu dan hanya diperbolehkan untuk pergi ke kamar utama, tempat pembantaian itu terjadi. Sumur tersebut dipagari secara gaib dan ditunggui oleh para lelembut lainnya.
Keluarga Jansen marah dan mencoba lari namun tidak pernah berhasil. Pagar gaib dan penunggunya terlalu kuat. Inggrid mengerti bahwa Mbah Kung sebenarnya hanya ingin melindungi keluarganya dari mereka.

Amuk mereka membuat mereka ingin menghancurkan para pribumi sebagai balasan.
Serangan tersebut membuat Mbah Kung mengurung mereka kecuali Robin yg dapat bermain lebih bebas. Namun pagar gaib tsb runtuh seketika saat Mbah Kung meninggal.

"Lantas mengapa harus aku dan apa sebenarnya yg kalian inginkan?" Tanya Ge
"karena hanya kamu yang merasakan kami sedangkan yg lain menganggap semuanya karena ingon Mbah Kung" tegas Jansen, ia telah kembali tenang.

"Kami hanya ingin keadilan dan ketena ngan" lanjut Jansen.

Lelah raga dan jiwa, Ge menjawab "iya, aku mengerti"
"Kamu belum mengerti sepenuhnya" sanggah Robin.

Kesal dan letih, Ge keras menjawab "aku tahu anak kecil! diamlah sejenak untuk malam ini"

Sebuah jawaban yg disesalinya kemudian.

Jansen tersenyum misterius dan perlahan muka mereka menghilang kembali.
Ge terkejut, namun kemudian bernafas lega ketika perlahan mereka menghilang. Masih ada asa untuk esok.

Ia melangkah masuk dan terperanjat ketika melihat jam menunjukkan pukul 2.30 dini hari. Empat jam berlalu seperti 30 menit.

"*njing, isuk kudu isuk2 deui, bangs*t2"
Ge masuk kamar dan memaksakan diri untuk tidur setelah berdoa sebelumnya.

Seketika ia terlelap, mengalah pada lelah dan kantuk. Namun tidak untuk angkuhnya bahwa semua telah selesai.

Namun Samsara terus berulang, dan Ge harus paham itu.

Malam jahanampun berlanjut

Bersambung
Malam itu hujan turun rintik2. Ge menyetir seorang diri entah kemana. Jalan yg ia lalui adalah jalan yg telah ia lalui sejak kecil. Namun saat ini terasa berbeda. Lebih sepi dan lebih gelap.
Semakin lama jalanan terasa semakin sepi dan gelap. Suasana mulai mencekam. Ge mulai merasa aneh, bukan pada jalan, namun stir yg ia pegang. "Naha beurat kieunya?” (kenapa berat gini ya?).
Stir tersebut sulit untuk Ge kendalikan. Ketika diputar ke kiri, ada hentakan kekanan dan sebaliknya. Sebelum tiba2 bergerak sendiri dengan liar. Mobil itu pun bergerak liar sebelum terperosok ke sebuah parit.
Ge merasa sakit dikepalanya setelah membetur kaca jendela. Kepayahan, ia berusaha keluar dari mobil. Yg ditemuinya bukan air comberan, namun genangan darah. Di parit itu berserakan jasad-jasad laki2 yg hanya mengenakan celana pendek atau cawat.
Tubuh mereka tampak sangat kurus dengan mata dan mulut terbuka. "Allahuakbar, apaan nh?" pekik Ge. Ia berusaha naik ke atas parit setinggi dada orang dewasa tsb. Belum sempat ia naik keatas, ia terperanjat dan melompat kebelakang.
Dihadapan Ge, tergelatak kepala manusia yg menatap kepadanya dengan tatapan kosong. "Laapaar.." kata kepala tersebut lirih. Kaget dan panik, Ge mencoba lari. Namun kakinya dicengkram kuat jasad2 yg hanya tulang berlapis kulit.
Ge beristigfar berulang kali dan hanya bisa diam terpaku manakala jasad2 tersebut mulai mendekatinya. Mereka terus mengatakan "laapaar".
Ge menutup mata berharap mimpi buruk ini cepat berakhir. Semua hal yg ia tahu bisa menghentikan ini sudah dicoba, namun kali ini tidak berhasil, mereka kini sudah menutupi tubuhnya. Pasrah, Ge mulai merasakan mereka menggigit tangan dan kakinya digigiti mereka.
Ge terbangun dari mimpi buruk itu, ya itu hanya mimpi buruk. Ia duduk bermandikan keringat. Setengah sadar ia mengingat kembali apa yg baru saja terjadi. Perlahan ia mulai ingat, mereka adalah tumbal. Jalan itu meminta 12 nyawa untuk setiap kilometer.
Allahuakbar, aneh2 wae mimpi teh" gerutu Ge, meskipun ia sebenarnya lega, semua hanya mimpi. Rasa haus dikerongkongan membawa Ge keluar kamar untuk mengambil minum. Namun, dihadapannya bukan ruang tengah yg ia ketahui.
Ge terperanjat, ia berada disebuah rumah bergaya Belanda dengan furnitur lengkap. Ia tertegun sejenak, tidak mampu bergerak dan berkata2. Lamunannya buyar seketika ketika terdengar suara ribut dari luar rumah.
Samar Ge mendengar orang2 berteriak. Tidak jelas apa yang mereka sebutkan. "Si menir anj*ng kudu dipaehan" (si menir anj*ng harus di bunuh), kalimat itu mulai terdengar lebih nyaring.
Tidak lama terdengar Kemudian mereka meneriakan "Hayu urang cincang anj*ng NICA" (mari kita cincang anj*ng NICA). Serempak dibalas "SIAAPP" oleh yg lainnya. Mereka semakin mendekat, cahaya obor mulai terlihat.
BRAAAK

Pintu rumab itu di dobrak mereka. Segerombonlan orang berbaju hitam masuk. Ge yg tidak sempat sembunyi hanya bisa ketakutan dan pasrah. Namun, mereka melewatkan Ge dan langsung menuju sebuah kamar. Ge terperanjat ketika melihat Jansen berdiri hanya mengenakan piyama.
"Apa2an ini?!!" Jansen mencoba melawan sebelum disambut pukulan dari salah satu laki2 berbaju hitam. "Klootzak inlander!!!" teriak Jansen murka. Ucapan itu membuat murka laki2 didepannya dan mulai mengeluarkan golok.

"TAHAN!" seru laki2 paling belakang
"Tong waka dipodaran si menirna, kudu ngaraskeun budak dibales budak, pamajikan dibales pamajikan. Pati mah nu pamungkas" (jangan dulu dibunuh menirnya, ia harus merasakan anak dibalas anak, istri dibalas istri. Kematian terakhir) lanjut laki2 itu
Samar Jansen paham apa yg akan terjadi, dan itu yg paling ia takutkan. Takutnya menjadi nyata manakala ketiga anaknya menangis digiring gerombolan itu. Sementara laki2 lainnya menarik Inggrid dari ranjang.
Ge berharap ia segera bangun dari mimpi yg teramat buruk itu. Namun tidak bisa, ia terpaku melihat kejadian malam jahanam itu detik demi detik, hilangnya nyawa demi nyawa.

Bagaimana keluarga Jansen meregang nyawa satu persatu.
Ge hanya bisa diam dan kaku ketika melihat Inggrid (maaf) diperkosa didepan suami dan anak2nya untuk kemudian disiksa hingga meregang nyawa. Ia melihat bagaimana Inggrid meninggal tragis, mata terbuka lebar dengan air mata sementara darah terus mengkr dari mulutnya..
Maaf typo, "mngkr" itu mengalir
Ketiga anak Jansen selanjutnya, mereka kehilangan nyawa dengan leher berputar. Mereka tidak mau menukar nyawa mereka dengan nyawa ayahnya. Tersisa Jansen seorang. "Menir, kau sudah tau rasanya kehilangan anak dan istri bukan?"
Laki2 yg sepertinya pemimpin gerombolan itu mendekati Jansen yg hanya bisa diam dengan mulut menganga, ia tidak lagi berusaha melepaskan diri. "Ini hadiah untukmu"

DAAR
Ge belum bisa bergerak, ia sangat syok melihat itu. Sementara itu, jasad keluarga Jansen dibawa gerombolan tersebut ke sebuah tempat di dekat rumah. Gerombolan itu masih dirumah itu, entah apa yg mereka lakukan. Tidak lama terdengar suara sesuatu yg berat jatuh ke dalam sumur.
Gerombolan itu bergerak meninggalkan rumah Jansen. Kini hanya Ge seorang diri ditemani kesunyian dan bau amis darah. Ia benar2 takut dan bingung. Ia terjebak dalam kegilaan malam jahanam.

PRAANG

sebuah benda terlempar memecahkan kaca dan menggelinding ke arah Ge.
Kepala Jansen!!

Kepala itu menghadap Ge dengan ekspresi menakutkan. Matanya melotot keluar, kosong namun seperti menatap Ge lekat. Mereka seperti saling bertatapan, entah berapa lama. Kemudian, kepala itu mulai berucap perlahan

"Sekarang kamu mengertikan?"
Ge mencoba menggerakan bibirnya, perlahan ia berucap "maaf". Perlahan tempat tersebut mulai berputar. Ge pasrah akan dibawa astralnya kemudian. Dimanapun itu. "Berputar", kata itu tiba2 terngiang dalam benak Ge.

Samsara
Ge terbangun dikamarnya. Tubuhnya letih luar biasa. Perlahan ia berjalan ke arah jendela, memastikan bahwa ia benar berada di dunianya. "Alhamdulillah" ucap Ge ketika melihat pemandangan diluar, itu benar2 kamar nya.

Jam menunjukkan pukul 3.15 pagi. Sayup terdengar adzan pertama
Namun Ge tidak terbangun di hari yg sama. Ia terbangun dihari senin dini hari, 2 hari telah dilewatinya di dimensi itu.

Ada ratusan pesan dan puluhan miss call di HPnya. Kepada semuanya termasuk Rika ia hanya menjawab ia tidak enak badan di hari sabtu dan minggu.
Senin itu Ge memaksakan diri bekerja. Semua orang menanyakan mengapa wajahnya tampak pucat dan kelelahan. Jawabannya selalu sama, belum fit benar. Semua memintanya untuk beristirahat.

Kecuali satu orang yg sudah Ge anggap kakak.
"Geus ulin timana Ge?" (Udah main kemana ge?) tanyanya. Terkejut namun maklum pertanyaan dengan kakak angkatannya itu. Ge menjawab "jalan2 kang". "Nya sukur atuh balik deui mah" lanjutnya.
Ge paham, kakak angkatannya itu memiliki pengalaman yg lebih gila dari yg ia alami kemarin. Sebelum berpisah ia berpesan "engke deui mun aya nanaon jiga kitu, bere beja, ulah henteu" (lain kali kalau ada apa2, beritahu, jangan sampai tidak). Ge hanya membalas "siaap!"
Hari itu pula ia memberitahukan semuanya kepada Rika termasuk tentang kutukan Samsara kebencian yg harus diputus. Tidak semua pati harus dibayar pati atau semua akan selalu saling membenci pada akhirnya.
Tidak lama dari itu, rumah tersebut dibersihkan atas saran dari Rika. Sebuah ritual pembersihan dilakukan di sumur itu termasuk mengambil satu barang pusaka milik Mbah Kung yg membuat keluarga tersebut tetap berada di rumah itu.
Barang pusaka tersebut diberikan kepada Om Dewa yg kemudian entah disimpan atau dibuang. Entah berhubungan atau tidak, beberapa minggu kemudian Mbah yg selama ini sehat, jatuh sakit dan harus dirawat di ICU.
Ge dan Rika ketika menjenguk Mbah tahu, waktunya Mbah sebentar lagi. Ge menguatkan Rika untuk bersiap menerima kehendakNya. Hal tersebut mereka simpan berdua. Takdir tidak untuk didahului.
Malam itu, Sirit Uncuing berkicau nyaring di dekat rumah Rika. Burung yang sama berkicau satu hari satu malam ketika almarhumah neneknya Rika meninggal dulu. Rika sadar, waktunya terus mendekat.
Keesokan harinya, burung tersebut masih tetap berkicau. Benar saja, menjelang malam, Mbah menghembuskan nafas terakhir. Wajah Mbah terlihat tenang ketika disemayamkan, seolah telah selesai menyelesaikan sebuah tugas yg berat.
Saat itulah Ge kembali melihat keluarga Jansen. Mereka samar berbisik bahwa Mbah sebenarnya mengetahui mereka dan itulah alasan mengapa banyak sekali barang2 koleksi dari Eropa di rumah Mbah dulu. Untuk menghormati pemilik rumah yg terjebak didalamnya.
Belum Selesai
Sebelum perlahan menghilang, keluarga Jansen berkata bahwa mereka bukan satu2nya. Sebuah kata yg akan Ge ingat selalu. Karena sejak itulah setiap berjalan di kotanya, Ge selalu mendengar suara-suara dari mereka yg terjebak didalamnya...
Epilogue

Masa Bersiap yg terjadi dari 1945 sampai dengan 1947 adalah salah satu periode penuh kekacauan di Indonesia. Entah berapa banyak orang2 Belanda dan mereka yg dianggap pro Belanda yg bantai sebagai pembalasan dosa masa lalu leluhur mereka.
Rasa dendam yg mengakar erat ditambah ketidakstabilan politik masa itu membuat aksi penculikan, pembunuhan, bahkan pemerkosaan lazim terjadi di Bumi Pertiwi. Laskar2 atau kelompok radikal diluar Badan Keamanan Rakyat mengekspresikan perjuangan mereka lewat hal demikian.
Darah dibalas darah seperti roda yg terus berputar. Batalyon Andjing NICA dibantu KNIL dan Sekutu kemudian meminta darah lebih banyak lagi dari negeri ini. Seperti halnya roda Samsara yg berputar, kebencian melahirkan kebencian lainnya.
Keluarga Jansen hanyalah satu dari sekian banyan korban warisan kelam yg seolah menjadi kutukan. Diluar sana, masih yg terperangkap dalam rumah, jembatan, gedung2 pemerintah maupun bangunan2 lainnya. Tidak mengenal dari mana mereka berasal.
Terima kasih banyak kepada semua yg telah mengikuti utas ini dark awal. Gw meminta maaf atas segala kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam utas ini.

Untuk penjelasan lanjutan ttg utas ini akan ada dalam bagian CATATAN AKHIR.

Selamat Malam
Hatur Nuhun

SELESAI
CATATAN AKHIR

Mungkin ada yg bertanya tentang latar cerita ini. Baik, gw akan berikan sedikit penjelasan. Latar cerita ini diluar timeline Ge di 2015 adalah periode awal 1942 (keluarga Jansen di teras) dan periode Masa Bersiap 1945-1947 (pembantaian).
Berhubung kejadian di tahun 2015an, jadi gw perlu riset kebelakang lewat literatur sama ngobrol dg org yg memang hidup diperiode itu. Kejadian pembantaian org2 Belanda dan mereka yg dianggap simpatisannya benar2 terjadi di periode Masa Bersiap (1945-1947).
Gerombolan radikal pro-republik memang ada, mereka diluar BKR dan menempuh jalan seperti itu karena kekecewaan tidak masuk BKR, dendam, dan penolakan upaya diplomatik. Laskar Hitam yg disebut salah satu contoh, meskipun mereka dikenal karena pembunuhan salah satu menteri kabinet.
Jalan yg meminta 12 nyawa setiap km memang ada
Untuk lebih lanjut bisa dicari kata2 kunci ini:

Masa Bersiap

pembantaian warga Belanda 1945-1947

Andjing NICA
Pamungkas, gw mengucapkan terima kasih atas perhatian dan support semua. Mohon maaf banyak kekurangan dan bila ada yg kurang berkenan.
Semoga ada hikmah yg bisa diambil

Hatur nuhun
Sampai jumpa

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Jf89

Jf89 Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @jakejf89

Dec 14, 2019
SETELAH PESTA II

Pagi itu tidak jauh berbeda dengan pagi lainnya, hanya saja Bu Sabrina harus lebih pagi berangkat ke sekolah tempatnya mengajar, SMP Pucuk. Selepas subuh beliau sudah bergegas, melewati dinginnya udara pagi setelah hujan semalam.
Read 416 tweets
Nov 25, 2019
SETELAH PESTA

Kali ini gw akan bercerita tentang sebuah Pentas Seni (Pensi) yang membawa petaka setelahnya. Cerita ini berangkat dari kejadian nyata lebih dari 10 tahun yang lalu. Nama dan tempat disamarkan.

@bacahorror @ceritaht
#bacahorror #threadhorror Image
Karena kejadiannya sudah lama, jadi gw perlu waktu untuk mengingat kembali kejadian itu, mencari info tambahan ke narasumber lain tentang detail kejadian ini dan juga latar umum tempat dan waktu.
Gw minta maaf kalau utas ini diupdate perlahan, minggu ini kebetulan gw sedang banyak pekerjaan..

Seperti biasa jangan lupa baca doa sebelum membaca. Mereka mungkin ikut hadir juga..
Read 436 tweets
Nov 23, 2019
UTAS PENDEK

CERITA MALAM ITU

Berangkat dari pengalaman pribadi dengan sedikit rempah tanpa MSG

@bacahorror @ceritaht #bacahorror #threadhorror Image
Bismillahirramnirrahim

Nama semua nama tokoh disamarkan

Mungkin, menceritakan sebuah kisah horor merupakan cara terbaik untuk mendapatkan bahan cerita serupa selanjutnya...
@bacahorror @ceritaht Display dulu buat nanti malam
Read 72 tweets
Nov 11, 2019
MOBIL TERKUTUK

@bacahorror @ceritaht @Koranhorror #bacahorror #threadhorror Image
Utas yg satu ini berbeda dengan utas2 sebelumnya. Jadi mungkin membingungkan buat para pembaca. Berdasarkan kisah nyata disajikan dengan improvisasi sedikit liar
Read 268 tweets
Nov 3, 2019
Bismillahirrahmanirrahim

Seluruh tokoh dan tempat disamarkan. Gw mohon banget untuk yg "ngeh" untuk tidak membocorkan demi kebaikan bersama. Hatur Nuhun.

TIDAK ADA KAITAN dg yg akan keluar ya.

Dan jangan lupa berdoa karena mereka hadir dalam cerita.

Kamu jangan nakal ya..
PROLOGUE
Perjumpaan Ge dengan keluarga Jansen saat meninggalnya Mbah telah membuka tabir Setiap melewati jalanan di kotanya. Para penghuni bangunan tua menampakkan diri kepadanya. Entah itu suara, sosok, maulun bau yg muncul tidak seharusnya.
Read 217 tweets
Oct 24, 2019
Mereka yang Hadir dalam Cerita
@bacahorror #bacahorror #threadhorror @ceritaht

Mohon maaf sebelumnya bila berantakan, maklum, ini utas pertama saya. Mohon maaf juga utas ini juga tidak berisi cerita horor seperti kebanyakan. Hanya paparan personal tentang apa yang terjadi saat cerita2 horor dibacakan.
Sepertinya penulis yang perlu minta izin pemilik cerita, baik yang tampak atau tidak sepertinya sudah jadi kewajiban sebelum cerita dimulai.

Saya yakin banyak dari kita sudah paham betul tentang hal itu.
Read 15 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(