My Authors
Read all threads
Untuk kamu yang belum “move on” dari hasil SNMPTN.

Saya ada sedikit cerita …. Pada “zaman” saya dulu, belum ada SNMPTN. Kami mengenal apa yang disebut PMDK (jalur undangan).
Pada waktu itu, tiap universitas mengeluarkan jalur PMDK-nya masing-masing. Jadi, katakanlah, ITB punya PMDK sendiri, Unpad punya PMDK sendiri, IPB punya PMDK sendiri, begitu juga dengan UI.
Jadi, sering kali, 1 – 2 bulan sebelum UN, teman-teman saya sudah mendapatkan kursi di PTN. Bukan cuma satu, mungkin dua atau tiga. Ya, satu orang bisa daftar lebih dari satu PMDK.
Jadi, kalau nilainya memungkinkan, dia bisa jadi diterima IPB, Undip, dan UNS, misalnya. Banyak kasus semacam itu.
Yang lebih “gila”, mereka kadang masih ikut jalur tulis (namanya SNMPTN), membuang kursi PMDK-nya, dan diterima di UI, misalnya. Kasus semacam ini banyak. Saya, bukan salah satunya.
Saya sejak awal cuma mau masuk UI. Titik. Masalahnya, saya bukan yang paling pintar seangkatan, serius. Ini saya sadar diri.
Waktu itu, UI hanya memberikan sepuluh formulir PMDK untuk sekolah saya. Lima untuk IPA, lima untuk IPS. Artinya, yang mendapatkan formulir PMDK hanya lima orang terbaik seangkatan jurusan IPA dan lima orang terbaik seangkatan jurusan IPS.
Ketika pengumuman untuk peringkat jurusan, TERNYATA nama saya masuk dalam lima besar tertinggi di jurusan IPS.

Kaget? Jelas. Enggak percaya? Jangan ditanya. Masalahnya, saya mengalahkan “master-master” di kelas, dan saya antara … percaya-enggak percaya.
Saya bukan minder, tetapi … rasanya ini luar biasa ajaib.
Hari itu, seangkatan heboh. Teman-teman memberi selamat, sementara mereka yang telanjur berharap bercucuran air mata.

Masalahnya, menurut “sebagian orang” ada beberapa siswa yang “secara mengejutkan” masuk di dalam daftar tersebut. Saya pribadi sejujurnya pun terkejut.
Karena suasana makin “panas”, beberapa teman minta saya untuk bicara kepada BK. Kenapa saya? Well, kebetulan saya ketua kelas salah satu dari tiga kelas IPS saat itu. Yang saya bingung, kenapa semua kelas minta saya yang maju …. 😬
Sore itu, setelah semua pulang, saya menghampiri Kesiswaan, bukan BK. Saya bilang, mungkin ini ada kesalahan.

Sejujurnya, memang ada. Itu terlihat dari beberapa nilai remedial yang ternyata belum masuk, sehingga memengaruhi nilai akhir.
Saya coba jelaskan semua masalahnya, termasuk “masukan” teman-teman seangkatan IPS.
Saya ingat betul, salah satu guru bilang, “Fauzan, tapi ini udah masuk sistem, mungkin ini emang jalan kamu. Kamu anak baik, jadi kamu dapet kesempatan ini. Kalau (nilai) ini direvisi, kemungkinan kamu akan terlempar (dari daftar, sehingga enggak dapat formulir PMDK UI).”
Entah kenapa, saya bilang, “Bu, saya mohon dicek lagi ya, kasihan teman-teman yang lain, kalau toh misalnya (nilai) saya layak, saya pasti tetap masuk daftar. Kalau enggak, berarti saya harus berjuang di jalur tulis. Saya enggak mau ‘membenarkan’ apa yang saya tahu itu salah.”
Mereka setuju dan akhirnya merevisi nilai. Setidaknya, itu perlu waktu seminggu. Mereka pun berterima kasih karena sudah memberi tahu soal kesalahan ini (yang sebetulnya itu kesalahan sistem yang digunakan sekolah pada masa itu).
Saya keluar ruangan Kesiswaan pukul 16.30. Sekolah sudah sepi. Semua teman sudah pulang. Saya jalan keluar gerbang, dan sejujurnya saat itu ... saya menangis.
Mohon maaf, pada masa itu belum ada LINE atau WhatsApp. Tarif telepon masih mahal, kantong siswa pas-pasan. Siapa pula yang mau ditelepon?
Saya berjalan kaki menuju tempat bimbel yang tidak jauh dari sekolah. Di tiap langkah itu pula, sejujurnya, saya “mengutuk” diri saya. Ya, saya menangis.
Saya menangis karena … saya tahu telah “membuang” kesempatan berharga — formulir PMDK UI. Namun, di luar itu, ada rasa puas. Puas karena saya melakukan yang benar.
Wali kelas saya saat kelas X pernah bilang, “Jadilah orang yang membela kebenaran, bukan membela diri,” kata beliau, “itu makanya di dunia ini adanya ‘ilmu bela diri’, bukan ‘bela kebenaran’.”
Keesokan harinya, saya masuk ke semua kelas IPS dan bilang bahwa saya sudah bicara kepada Kesiswaan dan mereka setuju untuk meninjau kembali daftar nilai yang “kontroversial” itu. Semuanya pun senang, khususnya mereka yang kemarin bersedih.
Sekitar seminggu kemudian, daftar yang baru muncul, dan … ya … nama saya tidak masuk dalam daftar itu. Saya masuk pada urutan 20 (dari sekitar 130-an orang seangkatan jurusan IPS, enggak terlalu buruk sebetulnya).
Lima urutan teratas, diisi oleh para “master”, teman-teman baik saya, yang saya sendiri pun tak menyangkal bahwa mereka layak mendapatkan peluang tersebut. Mereka giat, tekun, dan pintar.
Saat itu, saya justru merasa puas alih-alih bersedih. Saya puas karena saya telah melakukan hal yang benar.
Sebulan kemudian, pengumuman PMDK UI keluar. Delapan dari sepuluh orang yang mengirimkan formulir PMDK UI dari sekolah saya diterima. Sejujurnya, kebahagiaan teman-teman saya saat itu, adalah kebahagiaan saya juga.
Nasib saya belum jelas, tetapi saya ikut senang karena mereka memang layak mendapatkan itu. Biar bagaimanapun, perjuangan belum selesai. Saya harus MENYUSUL mereka, dan akan saya pastikan itu.
Dari situ, saya mulai membangun mindset. Saya percaya bahwa segala hal yang sudah ditakdirkan untuk kita, tidak akan meleset. Serius.
Jadi, kalau kamu masih bersedih karena hasil SNMPTN, saya (pada masanya) justru membuang kesempatan itu atas nama “kejujuran”.
Pada saat teman-teman saya sudah mendapatkan satu hingga tiga kursi di PTN lain, saya bersikeras mau masuk UI, dan hanya UI.

Yang khawatir siapa? Orang tua saya. Orang tua saya khawatir dengan satu pilihan saya itu. Sejujurnya, saya pun khawatir. Takut enggak masuk kuliah.
Bohong kalau enggak ada kekhawatiran. Namun, keyakinan saya lebih dominan. Saya bangun mindset. Saya bangun mental. Saya yakinkan diri saya bahwa saya pun akan menyusul teman-teman saya di UI.
Kabar baiknya, saya enggak sendirian. Saya enggak pernah sendirian. Ada ratusan ribu orang seperti saya, yang belum mendapatkan satu kursi pun di PTN dan harus berjuang. Saya enggak pernah berjuang sendiri, dan begitu pun kamu. Kamu ENGGAK sendiri.
Tidak lulus SNMPTN bukan akhir segalanya. Bayangkan, kamu hendak ke Bandung, misalnya. Kamu bisa lewat jalan biasa, bisa lewat tol, bisa naik kereta, mungkin ada juga yang naik pesawat — itu semua cuma “cara”.
Ya, beberapa cara lebih enak, lebih nyaman, lebih cepat daripada cara yang lain. Kalau enggak lewat jalan tol, mungkin waktu sampai lebih lama. Namun, enggak masalah … selama kamu pada akhirnya tetap sampai di Bandung, itu semua enggak jadi soal.
Kalau sampai detik ini kamu masih bersedih karena hasil SNMPTN, kamu yang rugi.

Orang lain, mungkin sudah berlari.

Sama, mereka pun sama “terlukanya”, tapi mereka tahan luka itu, dan langsung lari karena tahu perjuangan masih panjang.
Guys, kecewa itu manusiawi. Sedih itu manusiawi.

Namun, kalau kamu betul-betul mau mendapatkan jaket almamater yang kamu impikan itu, ini bukan saatnya kamu sedih dan tidak termotivasi.
Cari segala cara untuk memotivasi diri. Jangan salahkan situasi.

Diri ini yang harus tangguh. Diri ini yang harus bisa tahan terhadap segala tantangan dan cobaan.
Sekali lagi, saya mau bilang. Yang masuk PTN itu bukan yang bisa, tetapi yang yakin. Banyak yang bisa, tetapi kalau enggak yakin, pasti kalah.
Artinya apa? Kamu perlu punya mindset. Kamu perlu punya mental juara. Enggak peduli berapa kali kamu gagal, kamu langsung bangkit lagi karena kamu tahu perjuanganmu belum selesai.
Kedua, yang berhasil itu bukan yang enggak pernah jatuh. Yang berhasil itu adalah mereka jatuh, bangkit lagi, jatuh lagi, bangkit lagi ... terus sampai mendapatkan tujuannya. Sakit? Iya. Semua orang tahu. Namun, apalah hidup kalau tidak berjuang?
Untuk kamu yang akan berjuang melalui SBMPTN, tetap semangat. Ingat, enggak ada yang mustahil. Sesungguhnya cuma kita yang membangun “tembok mustahil” dalam pikiran kita.
Jadi, bangun kepercayaan diri, kamu masih punya banyak waktu, manfaatkan sebaik mungkin. Kamu pasti bisa. Semangat! 💪🏼
Untuk kalian yang berencana masuk UI, khususnya Program Vokasi, semoga nanti kita bertemu di sana, dan silakan bertegur sapa kalau ada kesempatan. 😊
Seluruh doa terbaik untuk kalian semua yang akan berjuang dalam SBMPTN kali ini. 🙏🏼
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Fauzan Al-Rasyid

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!