-A HORROR THREAD-
saya @ayuningtyaspr mempersembahkan #mboktua
@bacahorror
@bagihorror
@horrornesia
@ceritaht
#bacahorror
#bacahoror
#threadhoror
#threadhorror
“Mbak Yanti(nama Ibuku), niki wau simbah ngeken kula sms njenengan. Ature mbah wedok gerah ken ten Garongan(nama Dhusun simbahku) mbenjing.”(Mbak Yanti, ini tadi simbah menyuruhku
Pikiran Ibu mungkin masuk angin atau terlalu lelah disawah jadi sakit. Besok sorenya aku, Ibu dan Bapak kerumah simbah dan sedikit menanyakan keadaan Mboktua kepada Paktua.
“kekeselen ning sawah paling, dikandani sawahe kon nggarapke uwong kok ngeyel Bapak ro Simbok
Aku dan Ibu ke ruang tengah yang sekaligus jadi tempat tidur Mboktua sedangkan Bapak dan Paktua ngobrol di teras rumah. Mboktua yang sedang tertidur kupanggil lirih agar tidak membuat ia terkejut……
“Mboktuaaaaaa, Fitri teka”(Mboktuaaaaaaa, Fitri teka) sekali lagi aku memanggilnya dan ku goyang-goyangkan badannya
Taklama kemudian Mboktua bangun dan menyuruhku untuk membuat minum sendiri karena
“wis ketmau ndhuk?”(udah daritadi ndhuk?) tanya Mboktua padaku
“lagi wae Mbok,iki karo Ibu ro Bapak”(baru saja mbok, ini sama Ibu sama Bapak) jawabku
Mboktua menceritakan kronologinya yang membuatku sedikit ada keganjilan disini dan disinilah
Aku kembali berkunjung kerumah simbah untuk mengantarkan stok makanan bersama Ibu. Ketika kita sampai dirumah simbah Mboktua akan mandi dikamar mandi bawah. Dengan membawa ceret yang berisi air panas aku menuntun Mboktua supaya kejadian kemarin tidak
“Fit nengndi? Mbak arep moro ngomah ngeteri panganan”(Fit dimana? Mbak mau datang nganter makanan) kata Mbak Lisa
“ning omahe Paktua? Yowis aku tak otw saiki nek wis arep mantuk. Tak critani mengko”(dirumahnya Paktua? Yasudah aku otw sekarang kalau udah mau pulang. Tak certain nanti) balas
Paling mau curhat tentang pacarnya hehehe, aku dan Ibu pamit pulang karena memang sudah sore juga. Melihat kondisi Mboktua yang sudah sehat membuat kami sedikit lega. Sampai dirumah Mbak Lisa ternyata sudah datang lalu aku ditarik dan dia mulai bercerita.
“njaluk restu po Mbak? Hahaha”(minta restu Mbak? Hahaha) ledekku karena mereka mau lamaran
“oraaaaaa-_-
“hanek Mas Putra yo ngelak po raoleh no nusul ki”(kalau mas putra juga haus emang gaboleh nyusul tu) jawabku
“Mbak ra lucu yakin ehmmm”(Mbak ga lucu yakin ehmmm) jantungku berdetak sangat cepat
“dan jare Mas Putra ning kamar mandi ki ana bocah sing nunggu ning kono,
Selang satu hari Ibu dikabari lagi sama Paklik Tarjo katanya Mboktua jatuh lagi, jatuh ketika pulang dari sawah. Dan Ibu mengajak Bapak kali ini untuk
“Mboktua ki le tiba saiki mengkurep genti Fit, jare sikile ana sing narik seka mburi pas arep ndelehke suket ning cerak kandhang
“terus piye? Ana sing lara Mboktua Buk?”(terus gimana? Ada yang sakit Mboktua buk?) tanyaku khawatir
Pakdhe Jono berada di Kalimantan Bersama istri barunya, sedangkan Pakdhe Parmin yang rumahnya
Setiap sore Mboktua pasti mandi dan masih mandi dikamar mandi bawah. Lagi-lagi mbok tua terjatuh dari anak tangga yang paling atas hingga anak tangga paling bawah, kali ini Mboktua mengeluarkan darah lumayan banyak dan harus
“la wis nyepake banyu anget, gari adus ning arep mlaku seka ngomah tekan kamar
Kejadian ini dialami Simbok selama hampir 3 tahun, jatuh karena tersandung, punggungnya berat, tiba-tiba jatuh padahal jalannya datar, terguling tanpa sebab dan yang paling parahnya kepala Simbok sempat bocor. Kita tidak pernah
“kok cahyane simbah peteng yo Mas”(kok auranya
“peteng piye Mas?”(gelap gimana mas?) tanya Bapak heran
“ana sing nutupi cahyane simbah, tak pijete sek”(ada yang menutupi auranya simbah, tak pijitnya dulu) kata Pak Feri
“mas jane simbah ki le gerah ora merga tuwa, ning anak bocah cilik 2 sing ngetutke ket ndhisik. Aku rareti ngopo bocah kuwi ngetutke lan ngopo nganggu simbah nganti gerah kaya ngene”(mas sebenarnya sakitnya simbah itu bukan karena
“bocah? adhiku”(anak anak? adeku) tiba-tiba Ibu mengeluarkan kata itu
“yaaaa,,, adhiku. Adhiku raono umur 10 tahun, sing sijine miskram Mas. Apa kuwi sing nganggu Simbok 3 tahun iki?”(yaaaaa, adeku. Adekku meninggal umur 10 thaun, yang satunya miskram mas. Apa itu yang mengganggu Simbok
“iya bener Mbak, sing siji wis rada gede sing siji isih cilik. Sing senengane nggereti sikil kuwi sing gedhe terus sing cilik senengane njaluk gendhong”(iya benar Mbak, yang satu sudah agak besar dan satunya masih kecil. Yang Sukanya narik
Mendengar perkataan itu lantas Ibu menemui Paktua, mungkin Paktua menyembunyikan sesuatu selama ini dan membuat Mboktua sakit hingga separah ini. Makhluk halus itu memang ada, mereka
“Pak, Yanti arep omong”(Pak, yanti mau bicara) kata Ibu kepada Paktua
“ning teras wae, Simbok ben turu”(di teras saja, biarkan Simbok tidur) saut Paktua
“Widarti?” kata Paktua
“WIDARTI KARO SARINAH”bisik Ibu kepada Paktua.
“kok isa nganggu Simbok mergane ngopo?(kok bisa ganggu Simbok
“Yanti ora ngerti Pak, mending saiki tuku kembang terus ning makame Widarti karo Sarinah. Ayo Pak mumpung Simbok turu”(yanti gatau Pak, mending sekarang beli bunga dan kemakamnya Widarti dan Sarinah. Ayok Pak mumpung Simbok masih tidur)
Tak lama kemudian Mboktua memanggil Paktua, mungkin untuk mengantarnya kekamar mandi karena harus dengan bantuan orang kalau ke kamar mandi, tidak bisa berdiri sendiri. Tapi kali ini berbeda.
“Paaaaaaaaaaaaak” panggil Simbok, terdengar suara benturan dan seperti
*DAAAK, JDARRRRRRR*
Sontak Ibu dan Paktua lari dan mendapati dikasur sudah tidak ada Mboktua. Paktua mencari di dapur tidak ada dan Ibu menemukan Mboktua sudah terjatuh ditanah dengan jidat yang bocor. Darahnya banyak dan menggumpal. Ternyata Mboktua terpeleset
Akhirnya Ibu dan Pakdhe Parmin sepakat untuk gantian menjaga Mboktua karena Paktua yang sudah
“nuwun yo ndhuk wis gelem ngewangi Mboktua”(terimakasih ya ndhuk sudah mau membantu Mboktua)tiba-tiba Mboktua berkata seperti itu
“nek isih dikeki Panjang umur Mboktua pengen menangi lehmu dadi pegawai yo ndhuk”(kalau diberi Panjang umur Mboktua ingin melihat kamu menjadi pegawai ya ndhuk) kata Mboktua
Siapa yang tidak trenyuh mendengar kata-kata seperti itu? Ditengah
“Bapak lali nok makame bocah loro kuwi, wis meh
“berarti kijinge wis ora ana Pak?”(kalau begitu batu nisannya sudah tidak ada Pak?) sahut Ibu
Paktua hanya diam tidak bisa menjawab apa-apa. 10 tahun
“tekan sesuk cahyane simbah bakal tetep peteng Mbak merga wis ketutupan anak-anake”(sampai besokpun auranya simbah bakal tetep gelap karena sudah tertutup oleh anak-anaknya) kata Pak Feri
“bocah loro kae bakal tetep nganggu simbah nganti simbah seda. Nek dirungoke suarane simbah ki kaya wong sehat ning ragane wis ra kuat”(anak du aitu tetep bakal ganggu simbah sampai meninggal. Kalau didengarkan suaranya simbah
“mergane ngopo mas? Mangkel karo Simbok?”(karena apa mas? Dendam sama Simbok?) tanya Ibu semakin penasaran
“mergane simbah kakung karo simbah putri ora ngurusi bocah loro kuwi. Dheweke loro ati, nesu,
Setelah kita semua mengetahui alasan kenapa Mboktua sakit, keluarga besar dari Ibu berkumpul dan berembug. Hasil yang didapatkan adalah kita membuat batu nisan 2 dan diberi
*1 bulan kemudian*
“muntah getih, bar mangan mau”(mutah darah, habis makan tadi) jawab Paktua
“kok isa?”(kok bisa?) sahut Ibu
“ora reti, saiki jeluken Feri kon rene nok”(gatau, sekarang panggil Feri suruh kesini ndhuk) suruh Paktua kepada Ibu
“nyuwun pangapunten nembe mriki mbah, dospundi simbah?*(saya minta maaf baru kesini mbah,
“wis ora papa le, iki mau muntah-muntah ning sing dimuntahke getih”(udah gapapa le, ini tadi muntah-muntah tapi yang dimuntahkan) jelas Paktua
Aku tidak tau apa yang dilakukan Paktua dan Pak Feri didalam Bersama Mboktua. Aku dan Ibu
Di hari yasinan aku tidak bisa hadir karena ada rapat dikampus. Setelah diyasinkan kata Ibu Mboktua hanya tidur, makan yang biasanya banyak sekarang cuma sedikit. Malam selanjutnya kita akan menjenguk Mboktua lagi dan Ibu berpesan
“mengko nek wis tekan, Fitri njaluk ngapura ya karo Mboktua”(nanti kalau sudah sampai, Fitri minta maaf ya sama Mboktua) ucap Ibu
Aku tidak mempunyai firasat apa-apa pada saat itu, yaaa hanya mengikuti perintah Ibu. Dimulai dengan Ibu meminta maaf kepada Mboktua,
“Mboktua, Fitri njaluk ngapura nek Fitri ana salah nggih mbok”(Mboktua, Fitri minta
“iii ii yyy” hanya jawaban itu yang kudapat dari beliau. Lalu Mboktua tersenyum dengan meneteskan airmata dan tangannya memegang pipiku.
Sedih! Itu yang kurasakan, karena lupa merawat anaknya yang sudah meninggal Mboktua
Sesampainya di rumah aku malah ketiduran karena capek. Tiba-tiba Bapak membangunkanku perlahan dan berbisik kepadaku.
“apa Pak? Jawabku
“ning nggone Mboktua saiki, Mboktua raono” (ke rumah Mboktua sekarang, Mboktua meninggal) kata Bapak
“MBOKTUA RAONO? FITRI MAU BAR RONO PAK, TAK DULANG YO GELEM MAEM”(MBOKTUA
Ibu yang mengetahui kabar itu sudah kerumah simbah duluan sementara Bapak menungguku untuk bersiap-siap. Bendera putih, tenda dan banyak kursi persis berada didepan
“bocah loro kuwi seneng Simbokmu wis raono, Widarti karo Sarinah tetep bakal ana ning omah iki nganti sesuk mbuh kapan. Sing nggawe Simbok muntah-muntah wingi yo bocah loro kuwi. Jenglot
Yaaaaa jadi jangan setelah sepeninggalan Mboktua,Paktua hidup dirumah seorang diri dan sempat
Pesan dari thread ini adalah, kalaupun sanak saudara kita ada yang meninggal bukan berarti kita melupakannya, bantulah mereka dengan doa kalau tidak ingin kejadian ini menimpa kalian.
-TAMAT-