My Authors
Read all threads
SALING MENGHORMATI JIKA TIDAK INGIN ADA YANG MATI
-A HORROR THREAD-
saya @ayuningtyaspr mempersembahkan #mboktua

@bacahorror
@bagihorror
@horrornesia
@ceritaht

#bacahorror
#bacahoror
#threadhoror
#threadhorror
Cerita ini pertengahan tahun 2011, aku akan menceritakan dari sudut pandang orang pertama. Perkenalkan namaku Fitri, aku anak tunggal yang tinggal disebuah desa terpencil. Aku mempunyai Pakdhe yang rumahnya sekitar 10 menit dari rumahku dan rumah simbah dari Ibu yang
perjalanannya sekitar 15 menit dari rumahku. Aku menyebut simbahku dengan sebutan Paktua (simbah laki-laki) dan Mboktua (simbah perempuan) dan kala itu aku masih mahasiswa baru. Paktua dan Mboktua tidak mau tinggal bersamaku begitupun dengan Pakdheku, karena katanya mereka
masih sanggup untuk tinggal berdua. Diumur 62 tahun Mboktua masih sangat cepat jika berjalan menuju sawah, mungkin beliau punya ilmu saipi angin (seperti angin) hehehe. Pekerjaan Paktua dan Mboktua adalah seorang petani, kalau pagi Mboktua menjual sayuran di pasar dan jika
sudah pulang dari sawah mereka berdua ngarit(mencari rumput) untuk sapi yang dipeliharanya. Seminggu sekali aku pasti kerumah Paktua dan Mboktua untuk sekedar mengunjungi dan melepas rindu bersama mereka.
Setiap kali kesana aku selalu dimasakan ayam semur dan itu makanan terenak yang pernah aku makan, seriusan rasanya tu enak banget. Rumah Paktua dan Mboktua itu berada dipinggir hutan, yaaaa bisa kubilang itu hutan karena banyak pohon bambu, pohon besar dan matahari sulit
menyentuh tanah depan rumah. Suasana seperti itu membuat rumah mereka sangat singup, jauh dari keramaian dan terkesan angker (memang angker). Kamar mandi berada di luar rumah yang jaraknya sekitar 300 m, untuk sampai di kamar mandi harus menuruni anak tangga. Bisa
membayangkan rumah Paktua dan Mboktua? Kanan kiri, depan belakang banyak pohon besar, rumah yang sangat tua, dan hanya suara hewan yang menemani ketika malam hari. Oh iya, lampu yang digunakan adalah lampu plenthong (lampu bohlam) yang berwarna kuning itu, suraaam sekali
memang. Didalam silsilah keluarga Ibu,sebenarnya Ibuku mempunyai adik tetapi meninggal waktu berumur 10 th karena panas. Kata Ibu dulu adiknya sakit panas dan panasnya sangat tinggi, lalu mungkin tubuhnya tidak kuat dan akhirnya meninggal. Nah urutannya Pakdhe Jono,Pakdhe Parmin
Ibu, adek Ibu yang meninggal (Widarti) dan ada 1 lagi adek Ibu yang meninggal dalam kandungan/miskram/keguguran (Sarinah). Jadi jumlah anak Mboktua itu ada 5 dan yang masih ada tinggal Pakdhe Jono, Pakdhe Parmin dan Ibu. Cerita dimulai ketika aku akan semester dua. Jika ada
sesuatu mengenai Paktua dan Mboktua, Paktua akan kerumah tetangganya yang mempunyai HP lalu memintanya untuk menghubungi Ibuku. Sekitar pukul 7 malam aku baru pulang dari kampus Ibu bilang kalau Mboktua sakit dan besok sore mau ke rumah mereka, okay aku ikut. Dan ini isi
smsnya…..

“Mbak Yanti(nama Ibuku), niki wau simbah ngeken kula sms njenengan. Ature mbah wedok gerah ken ten Garongan(nama Dhusun simbahku) mbenjing.”(Mbak Yanti, ini tadi simbah menyuruhku
untuk sms anda. Katanya simbah putri sakit, anda disuruh untuk ke Garongan besok.) sms dari Paklik Tarjo

Pikiran Ibu mungkin masuk angin atau terlalu lelah disawah jadi sakit. Besok sorenya aku, Ibu dan Bapak kerumah simbah dan sedikit menanyakan keadaan Mboktua kepada Paktua.
“Pak, Simbok lara apa?(Pak, Simbok sakit apa?) tanya Ibu kepada Paktua. Bagi yang belum tau Simbok itu adalah sebutan Ibu untuk orang jaman dulu, oke? Jadi Ibuku menyebut Mboktua dengan sebutan Simbok
“arep ning kamar mandi wingi ki Yan terus tibo pas arep mudhun, sikile lara galo saiki”(mau kekamar mandi kemarin Yan terus jatuh pas mau turun,kakinya sakit itu sekarang) jawab Paktua

“kekeselen ning sawah paling, dikandani sawahe kon nggarapke uwong kok ngeyel Bapak ro Simbok
ki. Wis ning omah wae rasah ning sawah”(kecapekan disawah mungkin, dibilangin sawahnya biar dikerjain orang kok ngeyel Bapak sama Simbok tu. Udah dirumah aja gausah ke sawah) kata Ibuku sedikit kesal
“wong isih rosa kok Yan,ben tak garape timbang ning omah ya ora ngopo ngopo. Wis kono gek dilitiki Simbok, ketmau isuk wis nakoke wae kok Yanti ora teka-teka”(masih kuat kok Yan,biar buat kegiatan daripada dirumah enggak ngapa-ngapain. Dah sana jenguk Simbok, daritadi pagi tanya
terus kok Yanti enggak dateng-dateng) Paktua berusaha mengalihkan pembicaraan

Aku dan Ibu ke ruang tengah yang sekaligus jadi tempat tidur Mboktua sedangkan Bapak dan Paktua ngobrol di teras rumah. Mboktua yang sedang tertidur kupanggil lirih agar tidak membuat ia terkejut……
“Mboktuaaa, Fitri teka”(Mboktua, Fitri datang”) kataku, tapi belum juga bangun

“Mboktuaaaaaa, Fitri teka”(Mboktuaaaaaaa, Fitri teka) sekali lagi aku memanggilnya dan ku goyang-goyangkan badannya

Taklama kemudian Mboktua bangun dan menyuruhku untuk membuat minum sendiri karena
kakinya sakit. Aku melihat Ibuku terlihat sangat sedih ketika menatap Mboktua, orang yang melahirkannya kini tergeletak lemas.

“wis ketmau ndhuk?”(udah daritadi ndhuk?) tanya Mboktua padaku

“lagi wae Mbok,iki karo Ibu ro Bapak”(baru saja mbok, ini sama Ibu sama Bapak) jawabku
“kono gek nggawe wedang dhewe, Mboktua raiso mlaku je ndhuk sikile lara”(sana buat minum sendiri, Mboktua gabisa jalan ndhuk kakinya sakit) kata Mboktua yang membuatku merasa sedih

Mboktua menceritakan kronologinya yang membuatku sedikit ada keganjilan disini dan disinilah
dimulai, terror demi terror yang dirasakan Mboktua hingga meninggal. Ketika ingin buang air kecil Mboktua berjalan kearah kamar mandi, ia berjalan sewajarnya tetapi ketika ingin menuruni anak tangga kaki Mboktua seperti ada yang memegangi dan membuat Mboktua jatuh dari atas
kebawah. Ah pikirku mungkin itu akar pohon, ya kalian tau sendiri rumah simbahku seperti ditengah hutan. Mboktua teriak-teriak minta tolong tapi tidak ada yang mendengar. Selang satu jam Paktua baru pulang dari sawah dan langsung menolong Mboktua yang sudah tergeletak ditanah.
Dari cerita Mboktua itu aku berinisiatif untuk mencoba ke kamar mandi, berjalan dari atas ke bawah. Ketika aku lihat medannya tidak ada akar pohon yang melintang di anak tangga dan aku punya pikiran bahwa Mboktua tersandung kakinya sendiri. Pernah kan kalian tersandung kaki
kalian sendiri seakan-akan ada yang menjegal kalian? Yaaaaaap seperti itu pemikiranku. Namanya juga sudah tua, jalannya saja sudah tidak sesehat dulu. Kami di rumah simbah cukup lama, sehabis maghrib kami pulang karena takut kemaleman. Budaya di rumah simbah adalah habis maghrib
harus sudah masuk rumah karena memang sekitaran sangat sepi. Singkat cerita setelah semingguan Mboktua sudah sembuh, akan tetapi kekuatan berjalan cepatnya tiba-tiba hilang. Diandaikan kalau motor biasanya 50 km/jam nah sekarang Cuma bisa 20 km/jam.
-satu minggu kemudian-

Aku kembali berkunjung kerumah simbah untuk mengantarkan stok makanan bersama Ibu. Ketika kita sampai dirumah simbah Mboktua akan mandi dikamar mandi bawah. Dengan membawa ceret yang berisi air panas aku menuntun Mboktua supaya kejadian kemarin tidak
terulang lagi. Lalu tiba-tiba Mbak Lisa (anak dari Pakdhe Jono) sms aku…..

“Fit nengndi? Mbak arep moro ngomah ngeteri panganan”(Fit dimana? Mbak mau datang nganter makanan) kata Mbak Lisa
“ning omahe Paktua Mbak, dilit mengkas mantuk”(dirumahnya Paktua Mbak, bentar lagi pulang) jawabku

“ning omahe Paktua? Yowis aku tak otw saiki nek wis arep mantuk. Tak critani mengko”(dirumahnya Paktua? Yasudah aku otw sekarang kalau udah mau pulang. Tak certain nanti) balas
Mbak Lisa

Paling mau curhat tentang pacarnya hehehe, aku dan Ibu pamit pulang karena memang sudah sore juga. Melihat kondisi Mboktua yang sudah sehat membuat kami sedikit lega. Sampai dirumah Mbak Lisa ternyata sudah datang lalu aku ditarik dan dia mulai bercerita.
“Fit, aku wingi ya seka omahe Paktua yoan karo mas Putra(pacarnya Mbak Lisa)”(Fit, aku kemarin juga dari rumahnya Paktua sama mas Putra) Mbak lisa memulai pembicaraan

“njaluk restu po Mbak? Hahaha”(minta restu Mbak? Hahaha) ledekku karena mereka mau lamaran
“oraaaaaa-_-
kan mas Putra ki isa ndelok demit to Fit,nah aku wingi lungguh kursi dawa sing samping omah kae. Mas Putra tak tinggal njupuk wedang ning njero, lakok ora let suwe nututi aku”(enggaaaak -_- mas Putra itukan bisa lihat hantu kan Fit, nah kemarin aku duduk di kursi
Panjang samping rumah itu. Mas putra kutinggal ambil minum didalam, ga lama kemudian nyusul aku) terang Mbak Lisa

“hanek Mas Putra yo ngelak po raoleh no nusul ki”(kalau mas putra juga haus emang gaboleh nyusul tu) jawabku
“bocah gemblung, sek ta ceritane rung rampung. Mas Putra nusul aku ngejak bali Fit, bar tekan omahku dee lagi omong nek pas tak tinggal njipuk wedang ki ning ngarepe ana tuyul mlayu-mlayu”(anak gemblung, sebentar ceritanya belum selesai. Mas putra nyusul aku itu ngajak pulang,
sampai rumah dia baru ngomong kalau pas aku tinggal ambil minum didepannya ada tuyul lari-lari) terang Mbak Lisa

“Mbak ra lucu yakin ehmmm”(Mbak ga lucu yakin ehmmm) jantungku berdetak sangat cepat

“dan jare Mas Putra ning kamar mandi ki ana bocah sing nunggu ning kono,
ndeloke terus. Makane Mas Putra ngejak bali, soale bocah e kuwi ngakon bali awakdhewe jare”(dan kata mas putra di kamar mandi ada anak yang nunggu disana, ngeliatin terus. Makanya mas putra ngajak balik, soalnya
anak itu nyuruh kita pulang) sontak pernyataan Mbak Lisa yang ini mengingatkanku pada kejadian Mboktua yang jatuh. Apakah????

Selang satu hari Ibu dikabari lagi sama Paklik Tarjo katanya Mboktua jatuh lagi, jatuh ketika pulang dari sawah. Dan Ibu mengajak Bapak kali ini untuk
menjenguk Mboktua karena malam hari kesananya. Ya semoga tidak apa-apa doaku dalam hati. Aku hanya menerima cerita dari Ibu kronologi kejadiannya.

“Mboktua ki le tiba saiki mengkurep genti Fit, jare sikile ana sing narik seka mburi pas arep ndelehke suket ning cerak kandhang
sapi”(Mboktua jatuhnya gentian tengkurap Fit, katanya kakinya ada yang narik dari belakang ketika mau naruh rumput didekat kendang sapi) cerita Ibu yang didapatkan dari Paktua

“terus piye? Ana sing lara Mboktua Buk?”(terus gimana? Ada yang sakit Mboktua buk?) tanyaku khawatir
“gur biru erem sikile karo bathuke, sesuk arep dipijeti Bapakmu”(Cuma lebam di kaki dan jidat, besok mau dipijat Bapakmu) kata Ibu menenangkan

Pakdhe Jono berada di Kalimantan Bersama istri barunya, sedangkan Pakdhe Parmin yang rumahnya
dekat dengan rumah simbah tidak pernah sekalipun menjenguk simbah. Apa yang terjadi sebenarnya aku juga tidak tau. Apa salahnya melungkang sedikit waktu untuk melihat orangtua yang membesarkannya? Atau mungkin yang melakukan semua ini adalah?ah tidak mau berburuk sangka,
mungkin baru sibuk dan belum sempat menjenguk saja. Karena Mboktua sakit, Paktua lah yang mengerjakan pekerjaan rumah dan masak untuk makan mereka berdua. Mboktua kini hanya diatas Kasur setiap harinya, tetapi masih bisa jalan walaupun pelan-pelan. Paktua dengan sabar merawat
Mboktua, mungkin ini definisi dari cinta mati.

Setiap sore Mboktua pasti mandi dan masih mandi dikamar mandi bawah. Lagi-lagi mbok tua terjatuh dari anak tangga yang paling atas hingga anak tangga paling bawah, kali ini Mboktua mengeluarkan darah lumayan banyak dan harus
dibawa ke rumah sakit. Waktu dari Mboktua ditemukan Paktua itu sekitar 15 menit dan langsung dibawa ke rumah sakit. Ya 15 menit, darah mbok tua dilantai kamar mandi hampir membeku. Setelah selesai berobat aku sekeluarga ke rumah simbah
“yaAllah Simbok, nek ora isa mlaku ki mbok kon nuntuk Bapak po rasah adus ndhisik”(yaallah Simbok, kalau tidak bisa jalan mbok minta bantuan Bapak atau gausah mandi dulu) Ibuku mengeluarkan airmata

“la wis nyepake banyu anget, gari adus ning arep mlaku seka ngomah tekan kamar
mandi boyoke Simbok abot tenan kaya ana sing numpaki terus malah kejegang ora reti apa mau”(la sudah nyiapin air anget, tinggal mandi tapi jalan dari rumah mau ke kamar mandi punggung Simbok berat banget seperti ada yang menaiki terus tadi malah kesandung apa gatau) jelas Simbok
yang menahan sakit kakinya karena dijahit 10.

Kejadian ini dialami Simbok selama hampir 3 tahun, jatuh karena tersandung, punggungnya berat, tiba-tiba jatuh padahal jalannya datar, terguling tanpa sebab dan yang paling parahnya kepala Simbok sempat bocor. Kita tidak pernah
menanyakan ini kepada orang yang “pintar” tetapi secara medis katanya cuma factor usia aja. Masa iya factor usia bisa menyebabkan orang jatuh berkali kali? Hmmmm jawabannya kita temukan setelah Mboktua dipijat oleh kenalan Bapak.

“kok cahyane simbah peteng yo Mas”(kok auranya
simbah gelap ya mas) tanya Pak Feri (teman Bapak) pada Bapak

“peteng piye Mas?”(gelap gimana mas?) tanya Bapak heran

“ana sing nutupi cahyane simbah, tak pijete sek”(ada yang menutupi auranya simbah, tak pijitnya dulu) kata Pak Feri
Sekitaran 2 jam simbah di pijat kata Pak Feri aura Mboktua sudah cerah kembali. Pesannya supaya membuatkan kamar mandi didalam rumah saja agar tidak terlalu jauh. Ada hal yang disampaikan Pak Feri kepada Bapak yang amat sangat penting. Ternyata selama ini Mboktua sakit itu
tidak wajar, ada gangguan dari makhluk halus.

“mas jane simbah ki le gerah ora merga tuwa, ning anak bocah cilik 2 sing ngetutke ket ndhisik. Aku rareti ngopo bocah kuwi ngetutke lan ngopo nganggu simbah nganti gerah kaya ngene”(mas sebenarnya sakitnya simbah itu bukan karena
sudah tua, tetapi ada 2 anak kecil yang mengikutinya dari dulu. Aku tidak tau kenapa anak itu mengikuti dan kenapa ganggu simbah sampai sakit seperti ini) penjelasan Pak Feri membuat aku sekeluarga kaget

“bocah? adhiku”(anak anak? adeku) tiba-tiba Ibu mengeluarkan kata itu
“adhine njenengan?”(adiknya anda) tanya Pak Feri pada Ibu

“yaaaa,,, adhiku. Adhiku raono umur 10 tahun, sing sijine miskram Mas. Apa kuwi sing nganggu Simbok 3 tahun iki?”(yaaaaa, adeku. Adekku meninggal umur 10 thaun, yang satunya miskram mas. Apa itu yang mengganggu Simbok
selama 3 tahun) tanya Ibuku penasaran

“iya bener Mbak, sing siji wis rada gede sing siji isih cilik. Sing senengane nggereti sikil kuwi sing gedhe terus sing cilik senengane njaluk gendhong”(iya benar Mbak, yang satu sudah agak besar dan satunya masih kecil. Yang Sukanya narik
kaki itu yang besar terus yang kecil Sukanya minta gendong) menurut penerawangan Pak Feri.

Mendengar perkataan itu lantas Ibu menemui Paktua, mungkin Paktua menyembunyikan sesuatu selama ini dan membuat Mboktua sakit hingga separah ini. Makhluk halus itu memang ada, mereka
tidak akan mengganggu kita selagi kita tidak mengusiknya. Tapi Mboktua? Hmmmm sesampainya dirumah Paktua…

“Pak, Yanti arep omong”(Pak, yanti mau bicara) kata Ibu kepada Paktua

“ning teras wae, Simbok ben turu”(di teras saja, biarkan Simbok tidur) saut Paktua
“Mboktua le lara ora merga lara tuwa, ning diganggu adhiku Pak”(Mboktua sakitnya bukan sakit karena sudah tua, tetapi diganggu adeku Pak)

“Widarti?” kata Paktua

“WIDARTI KARO SARINAH”bisik Ibu kepada Paktua.

“kok isa nganggu Simbok mergane ngopo?(kok bisa ganggu Simbok
sebabnya apa? Paktua penasaran dan syok

“Yanti ora ngerti Pak, mending saiki tuku kembang terus ning makame Widarti karo Sarinah. Ayo Pak mumpung Simbok turu”(yanti gatau Pak, mending sekarang beli bunga dan kemakamnya Widarti dan Sarinah. Ayok Pak mumpung Simbok masih tidur)
kata Ibu

Tak lama kemudian Mboktua memanggil Paktua, mungkin untuk mengantarnya kekamar mandi karena harus dengan bantuan orang kalau ke kamar mandi, tidak bisa berdiri sendiri. Tapi kali ini berbeda.

“Paaaaaaaaaaaaak” panggil Simbok, terdengar suara benturan dan seperti
benda jatuh

*DAAAK, JDARRRRRRR*

Sontak Ibu dan Paktua lari dan mendapati dikasur sudah tidak ada Mboktua. Paktua mencari di dapur tidak ada dan Ibu menemukan Mboktua sudah terjatuh ditanah dengan jidat yang bocor. Darahnya banyak dan menggumpal. Ternyata Mboktua terpeleset
dan jidatnya terkena pojokan tembok sehingga mengakibatkan darah yang keluar banyak sekali. Saat dibawa ke rumah sakit Mboktua masih sadar dan masih bisa diajak komunikasi. Selesai diobati dengan 15 jahitan dijidat Mboktua langsung pingsan mungkin terlalu banyak mengeluarkan
banyak darah. Lagi-lagi terpeleset, alur yang sama ketika “mereka” menganggu Mboktua. Sebenarnya apa yang mereka inginkan? Nyawa dibalas nyawa? Kenapa Mboktua?

Akhirnya Ibu dan Pakdhe Parmin sepakat untuk gantian menjaga Mboktua karena Paktua yang sudah
capek mengerjakan pekerjaan rumah masih harus mengurus Mboktua. Anehnya keluarga Pakdhe Parmin seperti menghindar setiap kali diajak gantian menjaga Simbok, ya mau tidak mau akhirnya aku dan Ibu yang gantian menjaga Mboktua. Ketika aku menjaga Mboktua sering sekali Mboktua
melempar senyum padaku dan itu membuat aku menangis didalam hati. Senang rasanya melihat Mboktua senyum, tuhan tolong angkat penyakit Mboktua :(

“nuwun yo ndhuk wis gelem ngewangi Mboktua”(terimakasih ya ndhuk sudah mau membantu Mboktua)tiba-tiba Mboktua berkata seperti itu
“iya mbok”(iya mbok) jawabku

“nek isih dikeki Panjang umur Mboktua pengen menangi lehmu dadi pegawai yo ndhuk”(kalau diberi Panjang umur Mboktua ingin melihat kamu menjadi pegawai ya ndhuk) kata Mboktua

Siapa yang tidak trenyuh mendengar kata-kata seperti itu? Ditengah
terror anak-anaknya Mboktua masih memikirkan aku. Dari sini aku mencari tau tentang dhemit itu. Ketika Ibu menjaga Mboktua, kembali Ibu menyambung pembicaraan dengan Paktua yang sempat terputus kemarin.
“Pak, yanti wis tuku kembang. Mengko nek Simbok wis turu nyekar ning makame Widarti karo Sarinah ya Pak”(Pak, yanti sudah beli bunga. Nanti kalau Simbok sudah tidur kita nyekar ke makamnya Widarti dan Sarinah ya Pak) ajak Ibu

“Bapak lali nok makame bocah loro kuwi, wis meh
10 tahunan ora nyekar”(Bapak lupa ndhuk makamnya anak dua itu, sudah hampir 10 tahun enggak nyekar) kata Paktua kepada Ibu

“berarti kijinge wis ora ana Pak?”(kalau begitu batu nisannya sudah tidak ada Pak?) sahut Ibu

Paktua hanya diam tidak bisa menjawab apa-apa. 10 tahun
Widarti dan Sarinah tidak dijenguk oleh Paktua, dan efeknya adalah Mboktua sakit? Kenapa hanya Mboktua, kenapa bukan Paktua? Kenapa hanya Mboktua yang merasakan sakitttttt? Ah pertanyaan itu berkecamuk dipikiranku. Ibu kembali mendatangkan Pak Feri untuk memijat Mboktua.
Setelah selesai memijat Mboktua Pak Feri menemukan jawaban yang selama ini kita cari.

“tekan sesuk cahyane simbah bakal tetep peteng Mbak merga wis ketutupan anak-anake”(sampai besokpun auranya simbah bakal tetep gelap karena sudah tertutup oleh anak-anaknya) kata Pak Feri
“maksude Mas?”(maksudnya mas) tanya Ibu bingung

“bocah loro kae bakal tetep nganggu simbah nganti simbah seda. Nek dirungoke suarane simbah ki kaya wong sehat ning ragane wis ra kuat”(anak du aitu tetep bakal ganggu simbah sampai meninggal. Kalau didengarkan suaranya simbah
itu seperti orang sehat tetapi raganya sudah tidak kuat) jelas Pak Feri

“mergane ngopo mas? Mangkel karo Simbok?”(karena apa mas? Dendam sama Simbok?) tanya Ibu semakin penasaran

“mergane simbah kakung karo simbah putri ora ngurusi bocah loro kuwi. Dheweke loro ati, nesu,
mangkel oratau ditiliki. Seka kuwi bocah sing maune njaga simbah putri dadi malih nganggu, kepara malah arep mateni”(karena simbah kakung dan simbah putri tidak mengurusi anak dua itu. Mereka sakit hati, marah, dendam tidak pernah ditengok. Dari situ anak-anak yang tadinya
mangkel oratau ditiliki. Seka kuwi bocah sing maune njaga simbah putri dadi malih nganggu, kepara malah arep mateni”(karena simbah kakung dan simbah putri tidak mengurusi anak du aitu. Mereka sakit hati, marah, dendam tidak pernah ditengok. Dari situ anak-anak yang tadinya
menjaga simbah jadi balik menganggu, malah ingin membunuh) keterangan yang sangat detail dari Pak Feri

Setelah kita semua mengetahui alasan kenapa Mboktua sakit, keluarga besar dari Ibu berkumpul dan berembug. Hasil yang didapatkan adalah kita membuat batu nisan 2 dan diberi
nama, setiap hari kelahirannya/neton anak-anak itu kita buatkan sesajen supaya tidak mengganggu. Semoga cara ini berhasil membuat Widarti dan Sarinah berhenti mengganggu Mboktua. Dan kata Pak Feri sebelum
Mboktua meninggal “mereka” tetap akan mengganggu dengan cara menggerogoti tubuh Mboktua. Sebelum sakit Mboktua badannya cukup berisi, setelah hampir 3 tahun sakit kini sangat kurus dan ternyata itu ulah “mereka” juga. Entah siapa yang salah dalam kasus ini.

*1 bulan kemudian*
Alhamdulillah setelah didoakan Mboktua tidak lagi mengalami hal-hal aneh, makannya sekarang sudah banyak dan auranya secerah dulu hanya saja bedanya Cuma berbaring dikasur. Mungkin ini akhir dari cerita Widarti dan Sarinah, mereka bisa menerima semua yang telah kita lakukan.
Merasa masalah sudah selesai aku dan Ibu tidak lagi menjaga Mboktua, sudah cukup Paktua yang menjaganya. Malam hari Ibu bermimpi Mboktua dan paginya langsung ke rumah simbah. Firasat seorang anak kepada ibunya. Saat Ibu datang ternyata Mboktua sedang Muntah.
“Pak, Simbok ngopo?”(Pak, Simbok kenapa?) tanya Ibu

“muntah getih, bar mangan mau”(mutah darah, habis makan tadi) jawab Paktua

“kok isa?”(kok bisa?) sahut Ibu

“ora reti, saiki jeluken Feri kon rene nok”(gatau, sekarang panggil Feri suruh kesini ndhuk) suruh Paktua kepada Ibu
Ibu harus keluar rumah agak jauh untuk mencari signal, setelah mendapatkan signal Ibu menelpon Pak Feri yang saat itu kebetulan sekali sedang memijat di rumah temannya. Ya mau nggak mau harus menunggu Pak Feri selesai dengan pekerjaannya. Situasi saat itu sangat rumit sekali.
Mboktua muntah darah untuk yang kedua kali. Aku dan Bapak dikabari Ibu langsung ke rumah simbah untuk membantu sebisanya. Belum selesai membersihkan darah habis muntahannya itu Mboktua kembali muntah darah untuk yang ketiga kalinya. Aku yang sebenarnya lihat darah sekujur
tubuhku lemas, akhirnya memberanikan diri untuk mengelap bibir Mboktua yang sudah berlumuran darah. Bapak mengambil tanah untuk menutupi darah yang ada dilantai dan Ibu mengelap bagian tubuh Mboktua yang terkena darah. Saat Bapak menaruh tanahnya dilantai beliau melihat sesuatu
dibawah kamar tidur Simbok. Bapak melihat JENGLOT!! Ya JENGLOT!! Entah darimana asalnya Bapak tidak tau. Mboktua dan Paktua dari dulu memang sudah menyiapkan kain kafan didalam lemarinya dan kain kafan itu dipakai untuk menangkap jenglot dan saat itu juga si jenglot sialan ini
langsung dibawa Bapak ke pantai untuk dilabuh. Tinggal aku, Ibu dan Paktua yang ada dirumah. Kepergian jenglot itu juga menghentikan muntahan Simbok. Selang satu jam Pak Feri datang…

“nyuwun pangapunten nembe mriki mbah, dospundi simbah?*(saya minta maaf baru kesini mbah,
gimana simbah?) kata Pak Feri

“wis ora papa le, iki mau muntah-muntah ning sing dimuntahke getih”(udah gapapa le, ini tadi muntah-muntah tapi yang dimuntahkan) jelas Paktua

Aku tidak tau apa yang dilakukan Paktua dan Pak Feri didalam Bersama Mboktua. Aku dan Ibu
mencari makanan untuk makan siang dan cemilan untuk Pak Feri. Setiap kali memijat Pak Feri ini tidak mau dibayar dengan alasan ingin membantu Mboktua. Setelah pulang membeli makanan Paktua berpesan kepada kami bahwa besok sore Mboktua akan diyasinkan. Diyasinkan? Apakah
pertanda Mboktua sudah tidak bisa diselamatkan?

Di hari yasinan aku tidak bisa hadir karena ada rapat dikampus. Setelah diyasinkan kata Ibu Mboktua hanya tidur, makan yang biasanya banyak sekarang cuma sedikit. Malam selanjutnya kita akan menjenguk Mboktua lagi dan Ibu berpesan
padaku.

“mengko nek wis tekan, Fitri njaluk ngapura ya karo Mboktua”(nanti kalau sudah sampai, Fitri minta maaf ya sama Mboktua) ucap Ibu

Aku tidak mempunyai firasat apa-apa pada saat itu, yaaa hanya mengikuti perintah Ibu. Dimulai dengan Ibu meminta maaf kepada Mboktua,
Bapak yang meminta maaf kepada Mboktua dan yang terakhir aku. Aku mendekati Mboktua yang terbaring dengan badan kurus keringnya. Kubisikan kalimat kepada Mboktua tepat disamping telinganya.

“Mboktua, Fitri njaluk ngapura nek Fitri ana salah nggih mbok”(Mboktua, Fitri minta
maaf kalau Fitri ada salah ya mbok) bisiku pada Mboktua

“iii ii yyy” hanya jawaban itu yang kudapat dari beliau. Lalu Mboktua tersenyum dengan meneteskan airmata dan tangannya memegang pipiku.

Sedih! Itu yang kurasakan, karena lupa merawat anaknya yang sudah meninggal Mboktua
harus merasakan hal semacam ini. Mboktua juga sebenarnya tidak pernah lalai dalam menjalankan sholat 5 waktunya, tapi mungkin ini yang sudah digariskan sama Tuhan. Kita pulang. Hari selanjutnya aku mengirim makanan untuk Paktua karena kami melarang Paktua memasak. Bukan apa-apa,
biarkan Paktua istirahat dan makanan sudah Ibu siapkan setiap harinya. Ini jadwalku mengantar makanan kepada Paktua dan sesampainya aku disana hanya ada Mboktua. Mungkin Paktua sedang ngarit(mencari rumput) disawah. Aku menyuapi Mboktua yang kala itu makan lumayan banyak
sudah baikan pasti Mboktua pikirku. Kutunggu lumayan lama tak kunjung juga Paktua pulang,karena aku juga ada rapat dikampus aku berpamitan pulang sama Mboktua.

Sesampainya di rumah aku malah ketiduran karena capek. Tiba-tiba Bapak membangunkanku perlahan dan berbisik kepadaku.
“Fit tangi”(Fit bangun) bisik Bapak

“apa Pak? Jawabku

“ning nggone Mboktua saiki, Mboktua raono” (ke rumah Mboktua sekarang, Mboktua meninggal) kata Bapak

“MBOKTUA RAONO? FITRI MAU BAR RONO PAK, TAK DULANG YO GELEM MAEM”(MBOKTUA
MENINGGAL? FITRI TADI HABIS DARI SANA PAK, TAK SUAPIN YA MASIH MAU MAKAN) kataku sambil menangis sejadi jadinya

Ibu yang mengetahui kabar itu sudah kerumah simbah duluan sementara Bapak menungguku untuk bersiap-siap. Bendera putih, tenda dan banyak kursi persis berada didepan
rumah simbahku, hal yang paling tidak ingin aku temui dikehidupanku. YA MBOKTUA MENINGGAL dengan gangguan anaknya sendiri, menganggu jiwanya dan menggerogoti raganya. Kami ikhlas !! Malamnya diadakan tahlilan dan berjalan selama 3 hari dan disitu pengakuan Paktua kepada kami.
“keri dhewe Feri rene, Feri ngakon Bapak kon ngedusi Mboktua nganggo debog gedhang bar didusi terus kon ngeyasinke. Bapak ora omong kowe Yan ndak kepikiran. Feri yo omong nek bar diyasinke kuwi Simbok mari yoben mari nek mati yoben dipadhangke dalane”(terakhir kali Feri kesini,
Feri menyuruh Bapak untuk memandikan Mboktua dengan Pelepah pisang dan setelah dimandikan terus disuruh untuk meyasinkan. Bapak tidak menyampaikan ini denganmu nanti kamu kepikiran. Feri juga berbicara kalau setelah diyasinkan kalau Simbok sembuh ya sembuh kalau meninggal ya
semoga dilancarkan jalannya) jelas Paktua. Kalian taukan kalau orang meninggal itu dimandikan dengan alas pelepah pisang? Dan Paktua memandikan Mboktua (yang masih hidup) dengan alas pelepah pisang. Mboktua DISUCIKAN sebelum meninggal :(
“terus Widarti karo Sarinah saiki?”(terus Widarti dengan Sarinah sekarang?) tanya Ibu

“bocah loro kuwi seneng Simbokmu wis raono, Widarti karo Sarinah tetep bakal ana ning omah iki nganti sesuk mbuh kapan. Sing nggawe Simbok muntah-muntah wingi yo bocah loro kuwi. Jenglot
sing ditemoke bojomu kuwi pancen wis ana suwe ning kono dadi udu jenglot kuwi sing marake Simbok loro nanging bocah-bocah kae mau”(bocah du aitu senang simbkmu sudah meninggal, Widarti dan Sarinah tetep bakal ada dirumah ini sampai kapanpun. Yang membuat Simbok muntah
muntah juga kedua anak itu. Jenglot yang ditemukan suamimu itu memang sudah lama ada disana,jadi bukan jenglot itu yang menyebabkan Simbok sakit tetapi anak-anak itu) jelas Paktua

Yaaaaa jadi jangan setelah sepeninggalan Mboktua,Paktua hidup dirumah seorang diri dan sempat
jatuh seperti Mboktua dulu. Kami sekeluarga khawatir “anak-anak” nakal itu gantian menganggu Paktua, dengan bujukan akhirnya Paktua ikut dengan kami. Setiap sebulan sekali Paktua dirumah membuat momong 3 dan membakar menyan untuk mengirim doa kepada Mboktua, Widarti dan
Sarinah dan jika ada kesempatan Paktua pasti menyempatkan untuk nyekar dimakam ketiganya.

Pesan dari thread ini adalah, kalaupun sanak saudara kita ada yang meninggal bukan berarti kita melupakannya, bantulah mereka dengan doa kalau tidak ingin kejadian ini menimpa kalian.
Dan satu lagi, jangan pernah meremehkan janin yang meninggal dalam kandungan atau sengaja digugurkan itu akan membawa malapetaka untuk kalian. Jangan melakukan hal yang semestinya belum kalian lakukan jika tidak ingin menyesal dikemudian hari dan mati dalam keadaan yang tidak
wajar. Saya undur diri semoga thread ini bisa untuk pembelajaran kita Bersama. Daaaaaaaaaa

-TAMAT-
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with UPILSKY

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!