My Authors
Read all threads
Gani, datang dari ibukota provinsi untuk menjadi seorang guru di pelosok Kalimantan. Namun sebuah peristiwa membuat ia mendapat teror Guna-guna.

Dari sebuah pengalaman nyata di tahun 1980an.

📃KIRIMAN UNTUK PAK GURU📃

A Thread
@bacahorror
#bacahorror
#threadhorror
Thread ini akan ditulis pelan-pelan. Jadi yang ingin baca panjang sekalian, bisa kasih love atau retweet dulu. Bacanya entaran.
Bulan Mei, sekitaran Tahun 1986-1987.
Dari Pontianak Gani menumpang kapal motor. Kapal Bandong, begitu disebutnya. Dari Pontianak ke kampung yang dituju setidaknya memakan waktu 10 hari. 7 hari dari Pontianak ke ibukota kecamatan, lalu 3 hari naik perahu kecil sampai kampung.
Gani adalah lulusan SPG, Sekolah Pendidikan Guru. Begitu lulus SPG, ia langsung menerima surat tugas untuk berangkat ke lokasi mengajar. Ke sebuah kampung yang bahkan tak ada di dalam peta.
Menjadi guru adalah permintaan Ayahnya. Ayah Gani telah tiada. Terlanjur nyebur, yaudah niatin aja yang ikhlas. Walau jauh, dijabanin juga.
Usia Gani baru 20 tahun. Wajahnya cukup tampan dengan kulit sawo matang. Badannya tegap karena Gani rajin berolahraga.
Setelah sampai di kota kecamatan maka Gani melanjutkan perjalanan ke kampung dengan naik perahu motor atau lebih dikenal dengan "tempel". Betapa kagum Gani melihat pepohonan lebat di sisi kanan sungai. Tak jarang ia melihat orang utan berayun dari dahan ke dahan.
Gani disambut Pak Burhan, kepala dusun di kampung yang dituju.
"Nak Gani malam ini menginap di rumah saya saja. Besok Nak Gani bisa melihat Rumah Guru di ujung kampung sana" kata Pak Burhan. Hari memang sudah beranjak petang kala Gani datang. Badannya juga sangat lelah.
Maka malam itu Gani menginap di rumah Pak Burhan. Belum ada penerangan di kampung itu. Masyarakat masih menggunakan lampu minyak. Tapi di rumah Pak Burhan, sudah menggunakan mesin diesel. Jadi lampu menyala kala malam.
Pak Burhan juga punya televisi hitam putih dengan parabola. Satu-satunya televisi di kampung itu. Maka malam itu pun sama seperti malam-malam lainnya. Orang-orang kampung berkumpul untuk menonton televisi.
"Namanya juga kampung. Tidak ada hiburan. Ini satu-satunya hiburan di sini" kata Pak Burhan. Gani malah sibuk mengamati warga yang datang. Banyak anak-anak, calon muridnya, begitu pikirnya.
Di antara para penonton malam itu Gani melihat seorang gadis yang menarik perhatiannya. Rambutnya panjang dan legam. Kulitnya bersih, matanya tajam. Dan yang Gani suka, senyumnya manis bukan kepalang. Beberapa saat Gani terpana.
"Rara kami memanggilnya. Gadis paling cantik di sini" kata Pak Burhan. Gani terkaget hingga terbatuk-batuk.
"Tak apa pak guru, semua orang yang baru datang ke sini mengagumi cantiknya Rara. Normal itu " kata Pak Burhan.
Dan di antara penonton malam itu juga ada dua gadis yang melihat Gani dari kejauhan. Tak seperti yang lain yang sibuk menonton TV, mereka berdia sibuk menggosipkan Gani. Siapa gerangan pemuda itu? Itukah guru yang digosipkan akan datang itu?. Begitu kira-kira percakapan mereka.
Intermezzo dulu biar kayak anak twitter kebanyakan. Hahahahahahahahahaha
Nama kedua gadis itu adalah Ida dan Bunga. Ida berbadan gemuk sedangkan Bunga berbadan tinggi semampai. Keduanya adalah penyebar berita paling top di kampung itu. Tukang gossip profesional.
Malam itu Gani tertidur lelap. Badannya terlalu lelah. Malam dibungkus gelap yang pekat. Gani pikir itu adalah awal untuk hari-harinya yang baru. Namun malam seperti menyimpan misteri tentang esok, lusa, dan seterusnya.
Esok harinya adalah hari Minggu. Tandanya hari itu Gani belum harus ke sekolah. Rencananya hari itu ia mau ke rumah guru. Hendak melihat dan membersihkannya. Dari pak Burhan Gani mendengar kalau rumah dinas itu baru saja ditinggalkan guru sebelumnya 5 bulan yang lalu.
Ditemani Pak Burhan, Gani berjalan ke ujung kampung. Ia melalui rumah-rumah penduduk yang rata2 berbentuk rumah panggung. Beberapa anak bermain gasing.
Langkah kaki Gani begitu ringan. Kampung itu terasa menyenangkan baginya.
Rumah dinas guru itu masih baru dibangun pemerintah 2 tahun lalu. Bisa dikatakan rumah paling baru di kampung itu. Saat Gani masuk, rumah itu penuh debu. Sarang laba-laba menghiasi dinding-dinding. Untung Gani sudah menyiapkan alat bersih-bersih. Didapatnya dari Pak Burhan.
"Bapk tak bisa menemani Nak Gani sepanjang hari. Bapak ada urusan. Kalau sudah selesai terserah Nak Gani mau langsung pindah kemari atau masih mah di rumah bapak dulu" kata Pak Burhan.
"Iya pak. Terimakasih bantuannya. Sepertinya saya akan tinggal di sini saja" kata Gani.
Pak Burhan pamit. Gani mulai membersihkan rumah itu. Rumah itu kecil, hanya ada kamar tamu, satu kamar lalu dapur. Beberapa peralatan dapur ada di sana, berdebu. Gani memeriksa semua sisi rumah. Di kamar juga masih ada ranjang kayu. Namun Gani kaget saat membuka pintu belakang.
Tepat di belakang rumah itu, 10 meter jauhnya, berbaris nisan-nisan dari kayu yang mulai melapuk. Gundukan-gundukan tanah itu jelas adalah pertanda itu adalah pekuburan. Gani bergidik.
Gani menutup pintu belakang rumah. Ia masih sedikit shock. Ingin ia kembali ke rumah Pak Burhan saja, tapi ia tidak enak. Terlanjur bilang akan tinggal di situ. Ia ingat lagi tujuannya ke kampung itu untuk mengabdi. "Ah kuburan hanya berisi orang mati" pikirnya.
Siang itu Gani terlalu lelah. Ia terlentang di atas tikar pandan yang dibawakan Pak Burhan tadi pagi. Tikar itu sudah diletakkannya di atas ranjang kayu. Angin berhembus memasuki sela-sela dinding. Udara hutan yang sejuk mengantarkan Gani ke dalam tidur yang lelap.
Gani terbangun saat hari sudah gelap. Gani panik, yang ia lihat hanya kegelapan. Ah iya, ia lupa meminjam lampu minyak. Ia meraba-raba tasnya untuk mencari senter yang ia bawa. Ia keluar, menutup pintu. Ia hendak ke Rumah Pak Burhan.
Tapi betapa kagetnya Gani ketika membuka pintu depan. Di depannya berdiri nisa berbaris-baris. Bulu kuduknya bergidik ngeri. Bukankah tadi kuburan2 itu hanya ada di belakang?.
Atau ia masih mengigau hingga salah membuka pintu. Ia berlari ke pintu yang lain dan membukanya. Sama saja, kuburan-kuburan itu berbaris di depannya. Gani menutup pintu kencang. Ia merafal doa yang ia bisa.
Gani kembali membuka pintu depan dengan pelan. Gani terkaget-kaget hampir melempar senternya.!Pak Burhan berdiri di sana. "Eh nak Gani, barusaja bapak mau mengucapkan salam. Nak Gani sudah makan?" Tanya Pak Burhan. Gani menyeka keringatnya.
"Belum pak" katanya lirih.
Sesuai janji kalau thread ini akan ditulis perlahan, thread ini saya lanjutkan nanti ya. Gokil kalian semua yang sudah like dan retweet. Semangat bener!
Malam itu Gani makan malam di rumah Pak Burhan.
"Kalau mau belanja buat keperluan, ada warung di ujung kampung sana. Tapi maklum kalau agak mahal, maklum di kampung" kata Pak Burhan.
Terbayang oleh Gani bagaimana barang dagangan didistribusikan dari kota ke kampung itu. Berhari-hari diangkut dengan kapal bandung dan perahu. Tentu biaya distribusinya akan sangat mahal.
"Oh ya pak, saya mau tanya lagi" Gani tampak malu.
"Tanya apa?"
"Itu Rumah guru-nya tidak ada kamar mandi ya?"
"Bwahahaha, di sini tidak ada namanya kamar mandi. Kalau mandi, semua orang ke sungai. Di lanting".
Gani ingat saat ia datang. Lanting memang ramai dengan warga yang mandi. Anak-anak berlompatan riang ke air yang begitu sejuk.
"Wah, saya harus mandi pak. Tadi kotor karena beberes"
"Ya sudah, biar anak saya yang temani". Pak Burhan pun memanggil Jafar, anaknya.
Ditemani Jafar yang berusia 11 tahun, malam itu Gani pergi ke sungai untuk mandi. Waktu menunjukan pukul setengah 8.
"Abang dari Pontianak kah?" Tanya Jafar.
"Iya, kenapa?"
"Nanak kalau Jafar udah bosar, Jafar Mauk sekulah di Pontianak"
Begitulah Gani berusaha ngobrol dengan Jafar. Agar tidak terlalu sepi. Walau banyak kosakata Jafat yang tak Gani mengerti. Bermodal senter mereka memecah malam. Langit tampak cerah dengan hamparan bintang.
Walau malam terasa begitu dingin, tapi air sungai terasa begitu hangat. Segar sekali rasanya ketika Gani berendam di sana. Setengah Jam Gani berendam di air sambil berbicara dengan Jafar. Dan saat itulah Gani melihat pemandangan yang tak biasa.
Di seberang sungai, di antara rerimbunan pohon Gani melihat sebuah bola api terbang melesat cepat.
"Apa itu? Meteor kah?" Tanya Gani
Jafar mematung tak menjawab.
"Boh kita pulang copat" kata Jafar beberapa saat kemudian. Melihat Jafar panik, Gani segera menyelesaikan mandinya.
Gani dan Jafar pulang dengan langkah kaki yang lebih cepat.
Sesampai di rumah pak Burhan, Gani menceritakan apa yang ia lihat.
"Itu namanya Pulong, santet, atau guna-guna. Di sini orang-orang masih sangat percaya mistis.Tapi jangan khawatir, kalau tidak bikin salah. Semua aman"
Baru dua hari di kampung itu, Gani sudah mengalami dua peristiwa mistis. Ingin ia malam itu menginap di rumah Pak Burhan saja. Tapi ia tak ingin merepotkan. Ketika waktu beranjak larut, Gani pamit pulang.
"Bawalah ini untuk di rumah" kata Pak Burhan menyerahlan lentera.
Di samping pak Burhan berdiri Jafar dengan dengan sarung di pundaknya.
"Kalau Boleh, Jafar malam ini akaj tidur bersama Bapak. Supaya bapak tidak sendirian. Sekalian adaptasi dengan rumah baru" kata Pak Burhan. Gani menatap Jafar.
"Boleh pak, dengan senang hati kalau Jafar mau"
Malam itu Jafar menginap di rumah guru bersama Gani. Jafar cepat terlelap. Namun bayangan kejadian hari itu membuat Gani sulit tidur. Tempat baru, masih asing baginya. Ia hanya berharap semua akan baik-baik saja.
Boleh ya difollow dulu. Nanti malam lanjut.

Jadi saya tidak ingin menulis cepat seperti kmrin2. Lelah banget. Jadi mencoba selow aja.
Besok harinya. Pertama kalinya Gani ke sekolah.
Sekolah itu terbuat dari kayu. Dindingnya sudah menua. Ada 3 kelas dengan masing-masing sekat di tengahnya. Anak-anak sudah berbaris di depan sekolah pagi itu.
Gani sempat bingung. Seharusnya ia disambut pak kepala sekolah. Anak-anak menatap Gani dengan penasaran. Saat Gani sedang bengong, tiba-tiba suara lonceng mengagetkannya. Seorang pria berusia 50an barusaja membunyikannya.
"Woh ini Toh saudara Abdul Gani, guru dari Pontianak. Akhirnya datang juga" kata Pak Ridwan. Kepala Sekolah di sekolah itu. Dari logatnya, Gani tahu Pak Ridwan juga pendatang.
"Bapak Pak Ridwan?"
"Benar"
"Syukurlah, saya pikir saya harus menghadapi anak2 ini sendirian"
"Lah saya juga tiap hari mengajar mereka sendiri"
"Loh guru lain?"
"Tidak ada. Hanya saya sendiri. Sekarang ditambah kamu. Hahaha". Gani cukup kaget. Dipikirnya setidaknya ada 6 guru untuk 6 kelas.
"Sudahlah, tak kenalkan dulu dengan murid-murid di sini"
Pagi itu Gani diperkenalkan sebagai Guru baru. Anak-anak tampak senang. Kini mereka punya guru selain pak Ridwan.

Pak Ridwan sebanrnya guru Agama. Tapi karena tak ada guru, ia kini mengajar semua kelas, semua mata pelajaran.
"Kamu mengajar kelas 4 sampai 6. Saya kelas 1 sampai kelas 3" kata Pak Ridwan
"Tapi bukannya bapak lebih berpengalaman?" Tanya Gani.
"Kamu jelas lebih pintar dari saya. Ajarkan anak itu dengan baik". Pak Ridwan begitu rendah hati. Gani dibuat kagum olehnya.
"Bapak tinggal dimana?" Tanya Gani siang itu di bawah pohon akasia di depan kelas. Itu waktu istirahat. Tak ada ruang guru, disitulah biasa pak ridwan menunggu waktu.
"Saya dan keluarga di kampung sebelah. 10 km dari sini" kata Pak Ridwan.
Kampung sebelah sejauh itu? Gani kaget.
"Di sini kampung2 memang berjauhan" kata Pak Ridwan.
"Lalu bapak ke sini pakai apa?" Tanya Gani.
"Naik sepeda" katanya sambil menunjuk Sepeda ontel yang tersandar di sisi sekolah. "Atau numpang perahu warga sesekali" katanya
"Kenapa bapak tidak tinggal di rumah guru saja? Bukankah sudah lama kosong?" Tanya Gani. Pak Ridwan terdiam.
"Kalau untuk sementara sih tidak apa-apa. Tapi kalau untuk waktu lama, sebaiknya dipikir-pikir" kata Pak Ridwan. Ia menghisap rokoknya dalam.
Waktu masuk tiba, mereka mengakhiri percakapan siang itu.
Setelah hari itu semua berjalan normal. gani sudah mulai kenal dengan warga sekitar. Ia juga mulai terbiasa dengan rumah yang ditinggalinya. Walau satu yang masih mengganjalnya, tak ada toilet. Ia harus jauh-jauh ke sungai hanya untuk buang air.
Urusan buang air ini lebih rumit daripada urusan gangguan setan beberapa waktu lalu. Gangguan itu sudah Gani anggap sebagai cara alam menyambutnya.
Suatu malam perut Gani teramat sangat sakit. Ia tak tahan lagi. Waktu sudah menunjukkan pukul 9. Diambilnya senter dan ia segera pergi ke sungai. Segera ia masuk ke dalam bilik jamban dan mengunci pintu dari dalam. Malam hening.
Lalu dari luar terdengar suara tangis dan kecipak air. Siapa itu?. Sontak saja bulu kuduk Gani merinding. Ia segera menyelesaikan "pertapaan"nya. Saat Gani sedang cebok, suara tangis itu perlahan menghilang.
Gani keluar dari Jamban perlahan. Dilihatnya seorang gadis duduk di ujung lanting. Di sampingnya diletakkan sebuah lentera. Wanita itu menoleh sambil menggosok matanya. Pantukan cahaya lentera itu membuat Gani mengenal wanita itu. Wajah terindah yang pernah Gani lihat.
"Kamu Rara bukan? Kenapa kamu ada di sini malam-malam?" Tanya Gani.
Rara tak menyahut. Diambilnya lentera sambil berdiri.
"Maaf kalau saya mengganggu bapak" katanya sambil berjalan meniti kayu untuk meninggalkan Gani.
Gani ingin mengejar Rara, tapi perutnya kembali terasa sakit. Buru-buru ia masuk ke bilik jamban. Lalu beberapa saat kemudian....
Terdengar lagi suara tangis. Lebih sedih, lebih menyayat.
Kenapa Rara kembali?. Kali ini Gani tak buru-buru menyelesaikan prosesi buang hajatnya. Suara tangis itu kian lirih.
Setelah selesai, Gani kembali keluar. Tapi tepat sebelum pintu dibuka terdengar suara orang menyeburkan diri ke sungai.
"Rara!" Seru Gani. Tapi tak ada siapa-siapa. Tak ada lentera. Yang tersisa hanya hening.
Gani menyenter ke sungai, ke sisi-sisi lanting. Tak ada tanda seorangpun di sana. Apakah tadi hanya halusinasinya saja?. Gani berusaha menenangkan diri.
Gani pulang dengan dada yang cemas. Bagaimana bila tadi benar Rara yang menyeburkan diri. Hatinya begitu was-was.
Yang naksir Pak Gani mana suaranyaaa? Haha
Pagi itu Gani mengajar dengan perasaan tak tenang. Bagaimana kabar Rara? Di Jam istirahat ia duduk di depan sekolah. Lalu lewatlh Bunga dan Ida yang membawa cucian dari sungai.
"Bunga! Ida!" Seru Gani berlari mendekat.
"Ada apa pak guru?" Tanya Bunga sambil senyum-senyum. Di sampingnya Ida memilin2 rambut.
"Kalian lihat Rara pagi ini?"
"Ah saya pikir Pak Guru mau bertanya soal kami, Rara rupanya" kata Bunga
"Bukan begitu. Soalnya tadi malam..."
"Kenapa tadi malam? Pak Guru dan Rara?"
"Sudahlah. Ketemu Rara tidak pagi ini?" Gani tak melanjutkan ceritanya.
"Ada pak Guru. Tadi ketemu di Sungai. Tapi sudah buru-buru pulang"
"Sukurlah"
"Senang nian sepertinya pak guru ini Ida" kata Bunga.
"Apa pak guru mau titip salam ke Rara?" Tanya Ida menggoda.
"Tidak! Terimakasih" kata Gani. Hatinya lega, Rara baik-baik saja. Tapi kini ia bertanya, suara apa gerangan malam tadi. Suara tangis itu jelas didengarnya.
Ah berurusan dengan Bunga dan Ida itu rumit. Karena tak butuh waktu lama, menyebarlah gosip di penjuru kampung kalau Gani menyukai Rara. Walaupun pada kenyataannya rasa itu memang ada, tapi Gani tidak pernah mengatakan itu.
Maka suatu hari ketika Gani berbelanja bahan makanan di warung, terdengarlah sebuah kalimat dari Uju Idoy yang sedang nongkrong minum kopi di depan warung.
"Oh inilah rupanya Pak Guru Gani yang mengincar dara kampung kita. Sudahlah pak, di kota banyak. Jangan ambil jatah kami"
Gani berusaha bertingkah normal.
"Maaf bang, itu hanya gosip saja" kata Gani. Ia lalu beranjak pergi. Di saat yang sama, Rara datang hendak berbelanja. Mereka berselintasan. Rara dan Gani sama-sama menunduk tak saling melirik. Tapi Gani sungguh ingin menatap matanya.
"Bapak suka kah dengan Kak Rara?" Tanya Jafar suatu sore saat Ia dan Gani mandi di sungai.
"Siapa yang bilang begitu?"
"Urang dituk udah tau semua" orang di sini sudah tau semua, itu maksudnya.
"Haha, kamu masih kecil. Tidak perlu bahas soal perasaan" kata Gani.
"Kalau bisa nosah mih bapak suka dengan kak Rara. Nanak bapak pulang macam guru sebelumnya" sebaiknya bapak tidak menyukai kak Rara. Nanti bapak pulang seperti guru sebelum ini.
Ucapan Jafar itu mengagetkan Gani.
Dari Jafar Gani tau kalau guru sebelumnya juga menyukai Rara. Namun setelah setahun bertugas, ia minta dipindahkan dengan alasan kesehatan. Bahkan saat petugas Dinas datang, ia tampak seperti orang gila. Orang kampung percaya itu hanya ekting, karena tak betah.
Di suatu hari minggu, Gani sedang membersihkan area depan rumah dinasnya. Rumput-rumput sudah tinggi, jadi dihabiskan hari itu dengan menebasnya. Ia juga membersihkan bagian samping dan belakang. Soal kuburan itu, ia tak lagi khawatir. Sudah 3 bulan tak ada kejadian apa-apa.
Saat sedang membersihkan rumput atau disana disebut "mabau", Gani menemukan sebuah botol kecil berisi minyak. Botol yang ditutup potongan kayu itu ditemukannya di sela rumput. Karena rasa penasaran, botol itu disimpannya di saku celana.
Dan malam itu menjadi malam yang mengerikan.
Pukul 12 malam. Dinding rumah tiba-tiba diketuk keras. Gani terjaga dari tidurnya. "Ada apa?" Pikirnya. Buru-buru ia keluar dan membuka pintu depan. Betapa kaget Gani melihat pekuburan itu kini ada di depannya.
Lalu ia berlari ke pintu belakang. Pekuburan itu juga ada di sana.
Kejadian itu disusul aroma busuk yang menyengat. Gani kembali ke pintu depan, lalu kuburan itu juga di sana.
Ia melompat keluar dan di sekitarnya hanya ada kuburan. Ia dapat merasakan kakinya semakin dingin.
Lalu Gani panik dan kehilangan kesadarannya.
Pagi itu, Gani terbangun oleh hujan yang turun rintik. Ia terbaring di depan teras. Tubuhnya terasa begitu lelah. Apakah kejadian malam itu hanya mimpi?. Entahlah tapi kalau mimpi, kenapa tidurnya berpindah?. Gani tak habis pikir.
Pagi itu dengan tubuh yang terasa mulai demam, Gani tetap pergi ke sekolah. Namun semua panik kala mengajar, Gani kembali pingsan.
Gani terbangun di rumah Pak Burhan. Di luar Pak Burhan sedang mengobrol dengan Pak Ridwan. Ia keluar dengan badan lemah.
"Wah Pak gani sudah bangun?" Kata Pak Ridwan.
"Kalau masih sakit istirahat saja dulu. Kami sedang menunggu bidan desa dari kampung sebelah" kata Pak Burhan.
"Pak, Rumah itu aneh." kata Gani. Gani lalu menceritakan semua kejadian aneh yang dialaminya.
"Apakah ada hal aneh yang nak Gani melihat sesuatu yang aneh di rumah itu?"
"Kemarin saya menemukan ini" kata Gani mengeluarkan botol yang ditemukan.
"Dari kondisi botolnya, sepertinya ini sudah lama di sana. Jadi jelas Pak Gani bukan targetnya" kata Pak Burhan.
"Memangnya ini apa?"
"Pulongan, ini santet, guna-guna" kata Pak Burhan.
"Kalau barang ini dimusnahkan, berarti rumah itu aman?" Tangan Gani.
"Tidak semudah itu memusnahkan" kata Pak Burhan.
"Kalau begitu biar saya yang bawa, saya amankan" kata Pak Ridwan. Pak Ridwan memasukkan botol itu ke sakunya.
Kalau guna-guna itu tak ditujukan padanya, lalu kenapa ada di situ?. Gani teringat cerita Jafat, soal guru sebelumnya yang dikira pura-pura Gila. Bagaimana kalau ia benar-benar gila?.
Maaf ya teman-teman kalau lambat. Nanti malam kita gas!
Datang untuk mengajar, Gani malah mendapat teror, Apa yang terjadi di rumah dinas guru di masa lalu?. Bagaimana dengan perasaan Gani ke Rara sang dara desa?

Oke kita lanjutkan KIRIMAN UNTUK PAK GURU Bagian kedua.

@bacahorror
#bacahorror
#threadhorror
Setelah botol itu diamankan Pak Ridwan semua berjalan baik. Tak ada lagi kejadian aneh. Kegiatan di sekolah juga berjalan normal. Tapi hubungan Gani dan Rara, tak ada perkembangan. Masih sebatas gosip yang beredar saja.
Tak terasa sudah 5 bulan Gani mengajar. Anak-anak sangat girang diajar oleh Gani. Ia guru yang tekun, rajin, dan sabar. Berbeda dengan guru sebelumnya, tempramental dan suka menghukum dengan kekerasan.
Gani sudah mengenal orang seluruh kampung. Orang-orang juga sangat suka dengan Pak Guru Gani karena Gani ramah ke semua orang. Tak jarang Gani ikut ke ladang membantu salah satu warga. Untuk mendapat pengalaman yang tak ia dapat di kota.
Suatu malam saat orang-orang kampung berkumpul untuk menonton televisi, Jafar mendekati Gani. Ia mencolek lengan Gani yang sedang fokus menonton.
"Ada apa?" Tanya Gani setengah berbisik.
"Ini" kata Jafar menyelipkan surat ke tangan Gani.
"Apa ini?" Tanga Gani heran.
Jafar memberi kode dengan bibirnya yang menunjuk pada gadis yang duduk di Pojokan. Rara.
Jantung Gani berdegub kencang. Disisipkannya surat itu ke saku celana. Ia tak dapat fokus menonton lagi.
Tak sabar. Gani memutuskan pulang. Dibukanya surat itu di dalam kamar. Dibacanya dibawah cahaya lentera yang remang.
Kepada Bang Gani

Mohon maaf apabila Rara lancang mengirim surat kepada Bang Gani. Tetapi, kabar yang beredar di kampung ini sudah berlarut-larut. Ada baiknya kita membicarakannya. Bila abang berkenan, temui aku di lanting besok siang pukul dua.

Salam,

Rara
Mau pecah rasanya jantung Gani. Ah itu akan menjadi pertemuan resmi pertama mereka. Berbulan-bulan menyapa saja malu rasanya. Ini Rara malah minta berjumpa. Mimpi apa Gani semalam? Ia sampai tertawa sendiri.
Paginya Gani tak dapat fokus mengajar. Pikirannya hanya ke Rara. Apa yang akan dibicarakan Rara?. Gani penasaran sekaligus degdegan.
Siang pukul 1 seusai mengajar, Gani sudah bersama Jafar di tepi sungai. Tak sabar ia menanti Rara. Oh ya, Gani mengajak Jafar agar ia tak hanya berdua dengan Rara. Khwatir menjadi fitnah atau gosip baru.
Rencananya saat Rata datang, Jafar akan melompat ke sungai seolah-olah sedang asik berenang. Gani ada di sana untuk menemani Jafar. Itu agar perjumpaan dengan Rara seperti tak direncanakan.
Tepat pukul 2. Ternyata Rara juga datang dengan strateginya. Ia datang membawa banyak pakaian kotor seolah-olah hendak mencuci. Maka Jafar taat dengan tugasnya. Dibukanya pakaian dan melompat ia ke sungai. Gani duduk di ujung lanting seolah menyemangatinya.
"Apa yang hendak Rara bicarakan?" tanya Gani kaku.
"Soal gosip itu. Apakah itu benar?" Rara balik bertanya.
Gani terdiam. Rara terlalu to the point. Ia tak menyangka kalimat seperti itu keluar dari mulut Rara, seorang gadis kampung.
"Kalau tidak kenapa? Kalau iya kenapa?" Tanya Gani.
"Kalau tidak. Ya abang harus tegas menjelaskan perasaan abang. Kalau iya, abang juga harus tegas melamar Rara bang". Saat itu waktu terasa berhenti. Jantung Gani berhenti berdegub. Ada jutaan kembang api pecah di dadanya.
"Mengapa begitu cepat Ra? Yakinkah kau dengan abang?" Tanya Gani. Maka siang itu Rara menceritakan sebuah rahasia yang besar. Sebuah Rahasia yang kemudian menjadi rahasia mereka berdua. Tapi ya akhirnya bocor ke saya sih. Hahahahaha
Rara dilahirkan dengan sebuah kemampuan aneh. Dia dapat melihat sosok yang tak dapat dilihat orang. Kalau orang sekarang menyebutnya Indigo. Sejak dilahirkan ia punya seorang kembaran Ghaib yang selalu menemaninya.
Kembar ghaibnya ini selalu mencampuri hidup Rara. Sejak kecil ia seperti selalu dilindungi dan dibela. Ini membuat Rara tak punya banyak teman.
Pernah suatu waktu ada anak yang membully Rara. Kembarannya marah, besoknya Temannya itu sakit perut dengan sangat parah. Tak sembuh sampai Rara meminta agar temannya dimaafkan.
Pernah ada guru yang memukul Rara karena terlambat mengumpulkan PR. Tak lama kemudian sang guru mengidap kencing darah. Tak sembuh juga sampai Rara menyuruh kembarannya memaafkan.
Kembaran Rara mencampuri banyak hal di hidup Rara. Termasuk soal jodoh. Karena itulah Rara tak pernah punya kekasih. Karena kembarannya selalu ikut campur dan menunjukkan sisi buruk pria-pria yang mendekati Rara.
Salah satu pria yang pernah menaksir Rara adalah Uju Idoy. Tapi pada Uju Idoy memang Rara tak punya rasa. Tanpa ditunjukkan sisi buruknya, Rara juga sudah tau kalau Idoy berperangai buruk.
Idoy adalah pemabuk, penjudi, dan maling kambuhan. Kalau sudah habis uangnya, maka satu persatu ayam di kampung itu akan hilang. Lalu ia akan menghilang, tinggal di kampung lain berbulan-bulan.
Rara juga bilang, Idoy pernah mencoba memeletnya lewat minuman. Tapi Kembarannya memperingatkannya sehingga Rara tidak meminum minuman dari Idoy.
Kembarannya pernah bilang mau mengusili Idoy. Tapi Rara melarang karena menurutnya Idoy belum berlebihan kepadanya. Rara hanya meminta ia dilindungi saja.
Tapi ternyata kembarannya itu tidak mendengar perkataan Rara. Idoy tetap diusili. Kelaminnya dibuat bengkak. Rara pun marah karena kembarannya tak mendengar perkataannya. Maka dicarilah orang pintar, Rara ingin terlepas dari kembarannya.
Kalian tahu siapa yang membantu Rara? Yaitu Ai Karom yang usianya sudah sangat renta. 80an usianya waktu itu. Ai Karom memisahkan Rara denga kembarannya.
"Kapan kalian berpisah?" Tanya Gani pada Rara.
"Malam itu, malam saat abang berjumpa Rara di sini. Rara sedih melepasnya. Tapi Rara terlanjur emosi saat berniat lepas darinya" kata Rara.
Maka terjawablah sudah siapa gerangan yang menangis malam itu.
Oh ya Ai Karom tinggal di kampung yang lumayan jauh dari kampung itu. Tapi karena kesaktiannya ia memang cukup dikenal.
Kalian yang sudah membaca cerita cerita saya pasti tahu siapa Ai Karom. Jadi saya tak perlu menjelaskan lagi ya.
"Apa hubungan dia dengan saya?" Tanya Gani penasaran. Sungguh ia baru saja mendapat informasi yang aneh. Yang susah dipercaya nalar. Tapi di kampung di ujung kalimantan itu, semua bisa terjadi.
"Waktu abang datang. Dia bilang ke saya kalau Abang laki-laki yang baik. Dia akan sangat setuju kalau Rara berjodoh dengan abang"
"Jadi?"
"Iya. Karena abang tak kunjung mendekati Rara maka Rara memulai duluan. Abang satu-satunya laki-laki yang dia setujui"
Mungin kalian sama seperti saya. Suka dengan semangat Rara ngomong duluan. Daripada disamber orang terus gigit jari?. Hahaha
"Saya suka kamu Ra" kata Gani. Dan di saat itulah Rara merasakan jantungnya juga berdegub kencang. Aliran sungai tiba-tiba seperti bergelombang. Jafar yang sedang berenang panik dan segera naik ke lanting.
"Ada apa ini?" Tanya Gani heran
"Sepertinya dia senang" kata Rara
Tak berapa lama kemudian Bunga dan Ida datang membawa pakaian kotor. Rara buru-buru menyelesaikan cuciannya. Gani melepas bajunya dan melompat ke Sungai. Jafar sudah naik karena jemarinya mulai keriput.
Gani berenang hilir mudik meluapkan bahagianya. Kalau tak ada ada Bunga dan Ida, sudah diteriakkannya nama Rara agar burung-burung di seberang sana tahu kalau Gani mencintai Rara.
Tanpa berteriak sekalipun, Melihat Rara dan Gani berduaan saja sudah membuat Bunga dan Ida punya bahan gosip baru. Berita hangat akan segera beredar seisi kampung.
Dan gosip itu sampai juga ke telinga Uju Idoy. Geram hatinya mendengar pujaan hatinya dekat dengan guru dari kota.

Maka di sini kalian akan tahu hubungan antara Uju Idoy, Rara, Guru yang lama, dan peristiwa yang akan dihadapi Gani.
Serius capek lo ini nulisnya. Soalnya harus mikir buat nyederhanain cerita dan ambil bagian-bagian penting aja.
*lemesin jari
Kita flashback dulu ke Pak Guru sebelum Ridwan. Namanya Suta. Pria usia 25an. Pindahan dari kabupaten lain. Dipindahkan karena punya kasus di sekolah sebelumnya.
Sama seperti Ridwan, sejak datang ke kampung itu, Suta jatuh hati pada Rara.
Saban hari Suta selalu berusaha mendekati Rara. Rara sungguh risih karena ia tak menyukai Suta. Kabar bahwa Suta adalah guru berperangai buruk juga sudah sampai ke telinga Rara.
Suta jarang sekali ikut mengajar, ia membiarkan pak Ridwan mengajar sendirian. Alasannya bermacam-macam. Sekalinya masuk, ada saja murid yang dipukuli. Tempramental, dan tak sabaran.
Walaupun demikian sebagian anak tetap senang dengan keberadaan Suta. Setidaknya guru di sekolah mereka tak hanya satu. Kasihan juga mereka dengan Pak Ridwan.
Tentu kabar Suta mengejar Rara juga tersebar di penjuru kampung berkat Bunga dan Ida. Orang tua Rara juga setuju, kapan lagi punya menantu pegawai negeri. Tapi ada juga yang tak suka, Uju Idoy yang tak rela buah hatinya dicuri.
Kembaran ghaib Rara juga sudah berang. Dibuatnya perut Suta membengkak hingga 7 hari 7 malam. Kejadian yang cukup menghebohkan itu ditutup dengan Suta yang muntah darah di hari kedelapan.
Itu juga karena Rara yang meminta kembarannya berhenti.
Orang-orang kampung heboh karena Pak Guru Suta mendapat kiriman guna-guna. Padahal guna-guna yang sesungguhny belum dikirim, masih dalam rencana Uju Idoy.
Dan Ketika Idoy mengirim guna-gunanya. Teror tiada henti menyerang Suta. Dan botol yang ditemukan Gani adalah salah satu yang tersisa dari serangan itu.
Suta Gila hingga Dinas memutuskan memindahkan Suta ke kota. Agar mendapat perawatan yang layak.
Duh maaf, maksud di tweet ini dan setelahnya itu GANI ya. Bukan Ridwan. Maaf kalau ada yang bingung
Kita lanjut besok lagi. Maaf, sudah gak fokus. Butuh istirahat.
Rara dan Gani jarang bertemu berdua. Mereka saling berkirim surat lewat Jafar. Nanti saat libur sekolah, Gani berencana melamar Rara. Betapa senang hati Gani, telah ditemukan pujaan hatinya. Rara Nur Salamah.
Hingga Malam Jahannam itu tiba. Malam paling mengerikan dalam hidup Abdul Gani, Pak Guru dari Kota.
Pukul 12 malam, Gani masih terjaga. Hujan turun deras di luar. Petir menyambar, gemuruh bersahut-sahutan. Gani sedang menulis surat untuk Rara.
Tiba-tiba seluruh penjuru rumah seperti digedor puluhan orang. Gani kaget. Dinyalakan senter, dibukanya jendela. Yang ia lihat adalah pemandangan makam yang seharusnya ada di belakang rumahnya.
Ia menyenter ke tanah, penuh genangan darah. Hujan itu berwarna merah. Gani panik dan berusaha merafal doa doa. Tapi ketika ia membuka mata, sesosok pocong menyeringai di depannya.
Gani berusaha melepaskan diri, ia balas mencekik pocong itu hingga mata pocong itu seperti meleleh keluar dari matanya. Bau busuk menyengat tercium dari lendir di tangan Gani.
Gani menutup jendela rapat namun suara itu semakin jelas terdengar. Tak berhenti di situ, perutnya terasa begitu sakit. Gani terduduk menahan rasa sakit di perutnya. Perlahan-lahan perutnya membengkak. Gani mengerang.
Gani masuk ke kamar masuk ke dalam selimut. Tapi selimut itu semakin kencang mencekiknya. Gani mengerang kesakitan. Tubuhnya remuk dan pingsan.
Gani terbangun di bawah guyuran hujan. Badannya kini dibungkus kain kafan. Ia terbaring di dalam lubang kuburan. 10 orang berdiri mengelilingi, menyeringai, dan mulai menimbunkan Tanah kepada Gani.
Gani berusaha bangkit dan merobek kain kafan yang menbungkusnya. Orang-orang itu terus menimbun tak peduli Gani mulai berusaha keluar dengan terengah-engah.
Gani berlari meninggalkan orang-orang itu. Ia terus berlari di tengah makam namun makam itu seperti tak berujung.
Sementara Gani berlari, dari makam-makam itu keluar mayat-mayat. Di sana disebut Hantu Bangket. Mayat-mayat itu menyeringai dan berusaha mengejar Gani.
Gani berusaha menghindar tapi cakaran-cakaran itu melukai badannya. Rasanya begitu perih.
Gani mencabut nisan dan menghantamkan pada mayat-mayat itu. Tapi ia kalah Jumlah, Gani berjalan mundur dan terjatuh ke dalam lubang kubur tadi. Sementara 10 orang itu tetap menimbun perlahan.
Saat itulah Gani melihat wajah orang itu. Wajah orang-orang itu sama semua, wajah Idoy yang menyeringai.
Gani teringat Rara. Kini Rara tidak ada yang menjaga. Idoy bisa melakukan apapun pada Rara.
Rara! Rara! Rara! Pekiknya.
Yang sebenarnya terjadi malam itu adalah warga kampung panik karena di tengah hujan deras malam itu terdengar teriakan seseorang berlari. Orang itu adalah Pak Guru Gani.
Di tengah hujan pak Guru Gani berlari dengan baju yang robek karena dirobek oleh dirinya sendiri. Ia berteriak-teriak membuat warga kaget dan keluar rumah.
Pak Burhan yang mengetahui hal itu langsung mengajak warga mengamankan Gani. Pak Burhan pernah melihat kejadian itu, nyaris sama. Itu yang terjadi pada pak Guru Suta.
Pak Burhan dan warga berusaha menangkap Gani. Tapi Gani terus melawan. Ia berusaha lari walau warga menyerangnya sekaligus. Tenaganya begitu kuat.
Gani bahkan mengambil kayu dan memukuli beberapa warga.
"Jangan biarkan dia lepas. Bahaya buat dia" kata Pak Burhan.
Gani berjalan mundur sambil menghalau warga. Namun tanah becek sisa hujan membuat jalan licin. Di sebuah jalan yang menurun, Gani tergelincir dan jatuh terlentang. Orang-orang berusaha menggapainya tapi wajah Gani menyimpan ketakutan.
Rara Rara Rara panggilnya.
Rara yang terbangun dan mendengar kabar itu sedang berlari ke arah Gani. Diraihnya tangan Gani, digenggamnya erat.
"Rara di sini Bang Gani. Rara di sini" katanya.
Gani dapat merasakan tangan lembut menggenggam tangannya. Tapi idoy terus menguburnya dengan tanah. Dada Gani terasa sesak.
Seorang warga gang ditugaskan Pak Burhan ke Rumah Gani saat melihat Gani mengamuk tadi datang membawa botol yang sama dengan yang Gani temukan.
"Pak, saya menemukan ini" kata Warga itu.
Pak Burhan memegang botol itu.
"Ajak dua orang lagi pergi ke Hulu. Panggil Ai Karom"
Pak Burhan mendekati Rara. "Ada kiriman untuk pak Guru, entah siapa yang mengirimnya" kata Pak Burhan menunjukkan botol itu. Rara teringat sesuatu.
"Boleh saya musnahkan pak?" Tanya Rara.
"Tidak boleh sembarangan"
"Saya bisa pak" kata Rara menyambar botol itu.
Rara lalu berlari ke sungai membawa botol itu. Sementara warga mengangkat Gani yang tampak lemas ke rumah Pak Burhan.
Rara melempar botol itu ke sungai. Dari dalam sungai keluar sosok yang Rara kenal. Kembarannya yang sudah menjelma dalam bentuk lain.
"Bantu aku memusnahkannya. Temukan siapa pengirimnya" kata Rara sambil menangis.
"Kubilang juga apa. Kau membutuhkanku Rara" kata sosok itu
Besok paginga barulah Ai Karom datang. Kondisi Gani masih payah. Ia masih seperti orang mengigau.
Gani terjebak dalam halusinasinya. Apa yang ia alami hanya terjadi di kepalanya. Orang-orang jadi melihatnya seperti orang gila.
Pak Ridwan menyerahkan botol yang pernah ditemukan Gani.
"Bahaya memang, kalau tak cepat ditangani dia bisa gila selamanya" kata Ai Karom.
"Kalau boleh tahu, apakah botol ini yang dipakai menyerang Nak Gani?" Tanya Ai Karom.
"Bukan, ternyata serangan juga pernah dikirim ke nak Suta. Guru sebelumnya. Itu botol yang ditemukan Gani setelah Suta pergi" kata Pak Burhan.
"Dulu saya pikir Suta itu pura-pura gila. Tapi ketika Gani menunjukkan botol ini saya menyadari kalau Suta dikirimi sesuatu. Makanya saat nak Gani mengamuk tadi malam, saya suruh warga mencari botol itu di rumahnya" kata pak Burhan.
"Kemana botol satunya?"
"Saya musnahkan ai" kata Rara.
Ai Karom hanya manggut-manggut.
Dengan obat dan mantra dari Ai Karom, seminggu kemudian Gani pulih semula. Ia menceritakan apa yang ia lihat pada Rara, dan Rara menceritakan hal yang terjadi sebenarnya.
Keesokan harinya, Kampung dihebohkan oleh Perahu Uju Idoy yang karam-karam. Teman-temannya selamat, tapi Uju Idoy hilang. Ada yang bilang diterkam buaya.
"Sadis kamu!" Kata Rara pada kembarannya.
"Itu pantas untuknya" kata suadaranya yang kini mengambil bentuk seekor buaya itu.
Dan ketika Libur sekolah tiba, Gani datang ke rumah Rara untuk melamar. Orang tua Rara tentu setuju berat. Pernikahan segera dilangsungkan. Dan Gani resmilah menjadi penduduk kampung itu.
Gani mengajar di sana selama 15 tahun dan memutuskan mengajak Rara pindah ke Pontianak sejak tahun 2000an.
Banyak cerita menarik Pak Guru Gani selama mengajar. Tapi pengalamannya terkait hal mistis ini masih diingatnya hingga sekarang.
Dengan ini, cerita "KIRIMAN UNTUK PAK GURU" dinyatakan selesai.
⛔️⛔️⛔️⛔️⛔️⛔️⛔️⛔️⛔️
Mohon like tweet ini buat yang selesai membaca agar saya tahu berapa banyak orang yang benar2 membaca sampai selesai.
Terimakasih buat yang sudah menyimak. Sampai jumpa di thread lainnya.

Thread sebelumnya bisa dibaca di sini
Duh setelah dibaca lagi Thread saya selalu ada romance-nya ya.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Bujang Bangket

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!