Misteri dari hilangnya anak-anak yang katanya di culik untuk di jadikan tumbal.
-Based On True story-
@bacahorror #bacahorror
@ceritaht #ceritahorror

Besok aja ya.. Udah malem.. Ngantuk..
Jangan lupa RT dan komennya ya 😊
Entah utas ini pendek atau panjang namun saya hanya menceritakan kejadian yang telah di ceritakan narasumber bisa di bilang ini hanyalah sosial experiencenya beliau.
Jadi waktu itu pulang dari kerja sekitar jam 11 malam ya.
Saya mendapat musibah yang mana ban motor yang saya kendarai tiba-tiba bocor.
Panik.?
Ya panik lah.. Bayangin jam 11 malam tentu jarang ada bengkel motor yang buka.
Malaju dong ke bengkelnya tanpa basa-basi.
"bang masih buka?"
Jadi abang ini gelagatnya itu bahasa seperti orang Medan gitu. Tapi gak tau lah ya asli orang medan atau bukan.
"iya nih bang. Tolong tampalin bang. Kalo gak bisa di tampal ganti ban dalem aja."
Tanpa basa-basi abang tadi langsung aja tuh nampalin ban motor saya. Yah seperti abang-abang bengkel pada umumnya lah.
Ya begitulah saya yang sibuk dengan gadget abangnya tadi sibuk nampalin motor saya.
Singkat cerita dia udah slesai tuh nampalin motor saya. Dia pun duduk di sebelah saya dengan kursi panjang yang ada disitu.
"berapa bang?" ucapku sambil mengeluarkan dompet.
Bukannya mengatakan berapa ongkosnya dia malah nyuruh saya untuk duduk dulu.
Emm. Bisa kau main catur?" tanya abang itu.
Ya kebetulan aku itu memang suka main catur. Semakin lawan hebat aku semakin tertantang. Karna penasaran dengan abang itu aku pun mengiyakannya.
What.. Lelucon apa ini hahaha saya tertawa ketika abang itu menanyakannya.
"ya bisalah bang. Lucu bang kalo anak muda sekarang dak bisa minum kopi" umpatku.
"hahaha kalo la kan kau dak bisa ngopi. Soalnya dari pakaian kau
Ya begitulah memang di daerahku semua ternilai dari cara orang berpakaian.
Kebetulan saya itu memang suka memakai kemeja yah pokoknya terkesan rapi gitu lah jadi abang itu berpikir
Nyatanya enggak malah saya lebih doyan kopi low class dari pada kopi high class.
Singkat cerita tak lama abang tadi keluar membawa papan catur dan dua cangkir kopi.
"na lup.. Untuk kau sikok untuk abang sikok" ucapnya
Kami pun dudu berseberangan di kursi panjang itu dengan papan catur di tengah-tengah.
"ohh iya lup. Kita kalo mau main catur ni tak nyaman rasanya kalo belum kenalan. Siapa namo kau?" ucap abang itu sambil mengulurkan tangannya.
"asli orang sini?" tambahnya.
"iya bang. Kalo abang siapa namanya?"
"panggil be abang acok. (nama samaran) Abang ni asli orang T merantau kesini. Payah lup ayy kalo abang disana kerjo gilo terus." ucapnya sambil membuka papan catur dan mulai menyusun
"Kerjo gilo apa maksud abang ini" gumamku di dalam hati.
Penasaran itulah yang pertama ada di benakku.
Namun aku urungkan niat untuk bertanya kepadanya ya takut abangnya tersinggung aja. Bisa habis aku
Namun anehnya abang acok setiap kali memakan bidak caturku dia selalu mengatakan.
"hemm kau putos palak kau..
Haa mampos buntong palak kau."
Ya maksudnya dari ucapannya itu semacam memutuskan kepala bidak bidak caturku. Yah seperti itulah.
"ayy gilo padek jugo kau main ruponyo lup(gila ternyata kamu hebat juga mainnya nak)." pujinya kepadaku.
Aku hanya tersenyum.
Namun di dalam hati aku menyombong. "haduhh bang juara kampung ini. Mau dilawan."
Tambahnya yang kembali menyusun bidak catur.
"korban?. Apa maksudnya ini" batinku.
"kalo boleh tau korban dari kerja gila yang abang maksud itu apa ya bang."
"ayy macam dak tau pulak kau ni lup.. Kerjo yang culik budak untuk di jadikan tumbal jembatan besak tu na."
*degg*
Seketika batinku berdetak..
Hening sejenak..
Dia fokus memandang papan catur yang ada di depan.
"bang.. Bang acok."
Ucapku yang membuyarkan lamunannya.
"tutup be la lup papan catur tu. Abang ado sedikit kisah ni." ucapnya sambil mengangkat gelas kopi.
Kemudian dia menawarkan rokok kepadaku.
"na lup.. Biso dak kau ngisap rokok jambu."
Rokok jambu yang di maksud di sini adalah sejenis rokok kretek gitu yang tanpa filter.
Ya bukan brarti aku benar benar tidak bisa merokok. Tapi aku malas aja ngisap rokok jambu abang itu. Rokoknya itu ada bekas bekas noda hitam gitu. Ya maklum juga sih namanya pekerja bengkel.
Dia pun membakar rokoknya mengisapnya dalam-dalam dengan mata yang menuju langit-langit.
Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa.
"Abang ni kemaren tejebak di ajak orang kerjo. Yaa namonyo jugo butuh duet dak. Pasti mau la abg."
"ha terus bang pekerjaan apa yang di tawarkannya kepada abang?" tanyaku.
Bang acok pun mengehela napas panjang.
"mutuskan kepalak budak untuk di jadikan tumbal."
Namun semakin besar aku semakin tidak percaya akan hal itu. Meski waktu kecil sering bersembunyi ketika mobil jeep lewat.
Namun malam itu semua terjawab.
Terdengar suara percikan dari api rokok tersebut.
"sejarah kenapa jika orang dulu jika ingin kuat ataupun kokoh dalam membangun jembatan harus menggunakan kepala itu berasal sejak jaman penjajahan dulu."
" mister.. Bagaimana caranya membangun jembatan yang kuat dan kokoh" tanpa mengatakan apapun kompeni itu hanya menunjuk kepala orang pribumi tu." tambah bang acok.
"terus awal mula abang bisa terlibat sewaktu kapan bang.?"
"jadi waktu tu. Kota ***** nak bangun jembatan besak yang menghubungkan ke kota **** dari situ la ado kawan abang
....
Story bang acok.
Terlihat seorang pemuda berbaring di pos ronda desa.
Pemuda yang memiliki postur tubuh kecil namun tegap dan berisi.
Tiba-tiba ada seseorang menghampirinya.
"ayy pant*k kau ni bar.. Aku ni bukannya tidok. Tak payah la kau mekik cak itu bikin orang tekejot be." ucap pemuda yang tengah berbaring di pos ronda itu.
"aku ni lagi pening bar..
Dak tek kerjo.. Awak ni bisonyo bongkar pasang motor. Nak bukak bengkel di kampung ni dak pacak. Modal jugo dak ado." keluh acok sambil menghela nafas
"emang masih nerimo.? Kemaren kato kau lah dak biso."
"ado.. Tapi bukan di bagian lapangan cok.. Tapi kau sanggop dak?" ucap akbar dengan nada yang sedikit meragukan.
Akbar dan acok pun setuju dan akbar menyuruh acok untuk datang ke lokasi yang besok di tentukan.
Keesokan harinya acok pun kerumah akbar. Dia datang lebih pagi.
Di sebuah rumah gubuk atau biasa di sebut rumah para kuli bangunan di tepian sungai yang terlihat pasak tiang jembatan yang belum di pasang dengan sempurna karena arus sungai yang deras.
Ucap acok yang sedari tadi tidak melihat siapapun.
"yang laen lagi di liburkan cok. Menjelang dapat tumbal." ucap akbar yang berjalan kearah rumah tempat ketua proyek tersebut.
"tumbal" batin acok. Namun dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut.
Di dalam terlihat sudah ada dua orang dengan badan yang besar serta tegap. Sebut saja nama orang tersebut codet dan gondrong. Menurut bang acok waktu itu prawakan dua orang tersebut
Ketika melihat mereka datang dua orang tadi terus memandangi mereka. terlebih acok.
Ketua dari proyek jembatan itu pun keluar dari kamarnya dan menuju ke tempat mereka berkumpul.
Diam.
Tidak ada yang memulai percakapan semua hanya saling tatap satu sama lain.
Hingga bang codet pun membuka pembicaraan.
*degg*
"Apa-apaan ini." batin acok bertanya-tanya namun dia berusaha tenang. Acok tau jika dua orang di hadapan ini bukanlah sembarang orang.
Ketua proyek itu seperti memikir-mikirkan sesuatu.
Semua seolah mengerti kemana arah pembicaraan ini kecuali acok. Dia sedari tadi masih bingung.
Lalu tiba-tiba ketua memanggil akbar yang berada di belakang dua orang tadi.
"akbar Apakah teman yang kamu bicarakan itu sudah siap"
"cepat cok maju kau nak kerjo dak."
Acok maju perlahan sambil menyenggol-nyenggol akbar yang sedari tadi mendorongnya.
"kamu bisa bawa mobil?"
"bisolah pak." ucap acok
"jadi benar kamu mau kerja ini.?"
"emang kerjonyo kek mano pak.?"
"yang jelas gajihnya jika berasil akan di berikan 100jt lebih. Jika masih bingung dengan pekerjaannya tanyakan saja kepada mereka berdua." ucap ketua sambil menunjuk codet dan gondrong.
"kapan kami mulai bergerak?" ucap codet yang menanyakan kepada ketua.
"kumungkinan besok karena mobil yang sudah saya pesan untuk kalian belum datang" ucap ketua.
"jembatan ini proyek besar. Warga akan curiga jika nanti mendapat kabar ada anak warga yang hilang.. Lagian juga keuntungan pembangunan ini dananya cukup banyak menguntungkan
Acok hanya mengikuti kemana arah pembicaraan mereka. Sejujurnya acok masih bingung dengan semua ini.
Acok sudah di tunggu gondrong dan codet di tempat biasa di janjikan.
Terlihat mobil jeep berwarna hitam sesuai yang di janjikan ketua proyek pada hari itu.
"nahh tu budak sialnyo baru datang kimak nian lah. Awak tepelongok nungguin diok."
"woyy cepat dikit jalan tu. Macam penganten pulak." (jalan itu cepat sedikit. Jangan seperti pengantin.)
Tambah gondrong.
Acok yang melihat mereka
Hingga sudah didekat mereka berdua acok menundukan kepala.
"maaf bang. Kesiangan aku.. Dak tebiaso bangun pagi."
"ayy banyaklah ngota kau. Cepat bawak mobel tu. Kito ke kota ******* disitu banyak budak
Mobil pun melaju dengan sangat kencang acok yang sebagai sopirnya serta codet dan gondrong ada di belakang. Kursi depan sengaja di biarkan kosong untuk korban yang naik lalu di bagian belakang lagi. Terdapat sajam yang paling berkesan adalah sebuah gunting dengan
....
"ooekkk"
"nahh ngapo kau lup temuntah. Pepelan minum kopi tu." ucap bang acok yang
Dan juga aku merasa prihatin dengan anak-anak yang kecil udah main di jalanan.
"lanjut apo idak ceritonyo ni lup?"
"lanjut aja bang. Aku tidak apa-apa kok."
Sesampainya di kota yang hendak di tuju. Terlihat sangat ramai.
Namun tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi di hadang oleh sejumlah preman.
Kota yang mereka tuju memang pada masa itu sudah terkenal dengan haus darah. Tikam-menikam sudah lumrah terjadi bahkan menurut cerita
Slogan preman yang terkenal dulu ketika ada pendatang masuk ke kota itu adalah
(air sungai sedang pasang atau surut)
Jangan keliru ketika menjawab.
Sebenarnya inilah cara mereka menilai apakah pendatang itu seorang pemberani atau tidak.
Ketika pendatang mengatakan air sedang pasang. Itu berarti seorang pendatang ini
Dan sebaliknya jika menjawab air sedang surut. Maka berarti pendatang itu tidak kuat atau tidak sanggup
Dulu 10rb sudah cukup banyak ya.
Setiba mobil yang di kendarai acok codet dan gondrong si halangi preman. Acok pun berhenti namun kaca mobil
"Cak mano ni bang.?"(bagaimana ini bang) tanya acok memandang kebelakang.
Tanpa mengatakan apa-apa codet dan gondrong pun turun dari mobil.
"kimak kamu ni.. Aku nak lewat di hadang-hadang pulo. Belum kenal siapo aku yo." (kuangajar kalian. Aku mau lewat
Lantas.. Para preman itu tertawa dengan keras sekerasnya.
Lalu salah satu preman tadi yang memegang kayu beroti mengatakan.
"prangai jagok di kampung jangan di bawak kekota.
Lalu tiba-tiba hantaman keras mendarat di wajah salah satu preman tersebut tersungkur hingga mengenai temannya.
Seketika mereka terdiam.
Tiba-tiba seorang dengan prawakan yang hampir sama dengan codet menghampiri mereka.
Tiba-tiba orang itu menghampiri codet lalu bersalaman dan memeluknya.
"ayy codet ruponyo.. Apo kabar. Lamo dak ketemu ni.?"
Ucap orang tadi yang ternyata bos dari para preman tersebut.
"hahaha duet manjanglah kau tu. Samo siapo kau kesini.?"
Codet hanya menunjuk gondrong.
"Lah.. Samo langgak yang lamo la ruponyo. Apo kabar." (lah. Sama sahabat yang lama ternyata. Apa kabar) ucap iwan sambil
"haha hamper be dak baek. Gegaro anak buah kau tu." ucap gondrong sambil tertawa.
Lalu iwan melihat para preman di belakang mereka.
"hmm budak ni memang suko cari koreng. Sudah la maafkanla kacong aku tu yo.( hm mereka itu memang suka cari
Ucap iwan.
"ngomong-ngomong budak mano lagi yang nak kamu tujah mako datang kesini ni.? " (anak mana lagi yang mau kalian tikam sampai harus datang kesini lagi.) ucap iwan menanyakan kepada mereka berdua.
"hahaha dak ado siapo-siapo dak wan. Cuman nak cari kepalak budak- budak be awak kesini."
Iwan hanya tertawa mendengar itu.
Iwan sudah megerti maksud
"jangan lupo det, gon.. kalo udah caer bagii-bagi ke kawan ni."
"wahahaa selow kau wan. Aku butuh paling idak 4 kepalak ni. Mau dak kau bantu nyarikan.?" ucap codet.
Iwan pun setuju.
Codet dan gondong pun kembali masuk ke mobil.
Indonesia = sama
Melayu jambi = samo
Nah.. Mudah di mengerti kan. Yang saya translate itu bahasa yang susah aja.
Mereka berhenti tepat sebelum lampu merah. Terlihat mobil banyak mengantri karena juga macet. Lalu di pinggiran jalan banyak anak-anak mengamen sambil mengetuk pintu mobil.
"sekarang kau turon. Na duet.. Ajak budak tu makan pokoknyo apo yang diok mau la kau belikan. Ajak kiro-kiro duo orang lah. Yang galak di lolo in be biak lebih enak." (sekarang kamu turun. Ini uang.. Ajak anak itu makan dan apa yang dia mau kamu
Dia tidak yakin apakah dia bisa mempengaruhi anak-anak itu.
Karna paksaan dari codet, mau tidak mau acok turun dari mobil. Sebelum dia turun dia memarkirkan mobilnya di tempat yang strategis.
Pintu mobil pun di tutup. Acok mulai melangkah mendekati anak yang sedang mengamen itu. Acok pun mendekati dua orang anak kecil berumur sekitar 7 tahun dengan mengenakan baju yang terlihat lebih besar.
"adek padek nyanyi. Cubo nyanyi selagu abang mau dengar?"
Awalnya anak itu malu-malu.
Hanya bermodalkan gitar kecil anak itu mulai bernyanyi.
Apakahnya suaranya bagus?
Tentu saja tidak..
Namun acok seolah menikmati
Setelah selesai menyanyi acok pun menepuk tangan mengapresiasi anak tadi..
"hemm. Nampaknyo nyanyi tadi lesu nian. Udah makan apo belum?" (kelihatannya pas bernyanyi tadi terlihat sangat lesu. Apa kalian sudah makan?) ucap acok sambil
Serentak anak itu menjawab.
"belum bang."
"lah dari pagi dak makan bang. Ini mako turun kejalan mau cari makan la bang." tambah salah satu anak itu.
"emm iyolah kalo gitu ikot abang dulu lah. Kito makan di rumah padang." (okelah kalo begitu.
Ucap acok mengajak kedua anak itu.
Bukan main senang anak itu langsung kegirangan mengikuti langkah acok.
Memang dulu itu kalo udah makan di rumah makan padang pasti kesannya mewah. Karna dulu biasa itu rakyat menengah kebawah
Singkat cerita acok pun sudah sampai di rumah makan padang tersebut.
Meskipun acok bukan orang padang namun dia sedikit bisa berbahasa padang.
Terhidanglah beberapa lauk yang kelihatannya nikmat. Rendang daging hingga kepiting saus padang pun terlihat. Sehingga acok merasa lapar dan ikut makan.
Melihat mereka yang begitu lahap makan acok jadi merasa kasian dengan mereka. Namun demi uang acok terpaksa mengorbankan mereka.
Terlihat wajah mereka begitu puas menyantap hidangan itu.
Acok pun menuju meja kasir untuk membayar semuanya.
"iko bara pitinyo da?" (itu berapa semuanya bang) ucap acok.
"aihh indak usah banyak-banyak la da. Enampuluah be da.
Acok pun membayarnya dan kemudian dia pergi lagi bersama dua anak itu.
" mau abang antarin balek dak.? Kesian pulak abang ningok kamu beduo balek kerumah bejalan." (mau abang antarkan pulang tidak? Abang jadi kasian melihat kalian pulang jalan kaki) ucap
"abang be bejalan. Nak pakek apo abang ngantar kami."
"yok lah ikut naik mobil abang."
Acok pun membawa mereka ke tempat dimana dia tadi memarkirkan mobilnya.
Sesampainya disana acok membukakan pintu mobil sebelah depan.
"na. Masuk la dek"
Kemudian acok masuk juga ke pintu mobil sebelahnya.
"ha om beduo tu kawan abang." ucap acok sambil menunjuk codet dan gondrong.
"ayy lamo nian kau ni cok sampe tetidok aku dalam mobel ni ha." (kamu lama sekali cok. Sampai tertidur aku di dalam mobil)
"yo maklum la bang. Namonyo jugo caro halus. Jadi pelan pelan la ngajaknyo bang." (ya maklum bang. Namanya juga secara halus. Jadi perlahan la mengajak mereka bang. ) ucap acok.
Dua anak tadi hanya diam. Mereka tidak mengerti maksud dari percakapan acok dan codet
Hari pun mulai gelap.
"rumah adek dimano?" tanya acok kepada dua anak itu.
"kami tinggal di jalan ***** masuk ke lorong.**** itu na bang." ucap anak itu.
"wayy jaoh tu dek. Tidok la dulu kalo udah sampai kagek abang bangunkan." ucap acok yang menipu dua anak itu.
Bukannya membawa ke tempat tujuan acok justru membawa mereka ke tempat yang sangat jauh terpencil seperti pedesaan gitu namun masih banyak hutan belukar di tepian jalan.
Codet pun menepuk pundak acok.
"dahh dah cok. Stop sini."
Sangat gelap. Kiri kanan masih terlihat semak belukar dengan jalan tanah kuning yang tandus.
Codet pun menyuruh gondrong mengambil peralatan.
Karung goni dan gunting besar.
Karna hidung dan mulut mereka tertutup sehingga tidak bisa bernafas perlahan mereka mulai lemas hingga pingsan.
"cepat kau angkut budak tu bawak ke semak." ucap codet memerintahkan acok.
Memasuki semak yang hanya bermodalkan senter yang tidak terlalu terang.
Kemudian dua anak tadi di baringkan berjejer. Dengan kondisi mulut yang masih di lakban.
Acok melihat codet mengunting kepala mereka hingga putus.
Tangan acok terlihat gemetar memegang senter tersebut.
Kemudian kepala mereka tadi di masukan gondrong ke dalam karung goni yang telah di sediakan.
Terlihat darah menetes di karung tersebut.
Tubuhnya dari tadi tidak hentinya bergetar.
"dosa.. Dosa.. Apakah ini dosa.." batin acok yang terus saja meronta.
"woyy.. Jangan bengong be.. Bantu na masukan mayatnyo ke karung sikok lagi." ucap codet yang sedikit berteriak.
Demi apapun acok benar-benar terpaksa melakukan ini semua.
Setelah semua selesai mereka pun kembali mengotong mayat dua anak tadi namun kali ini kepala mereka telah terpisah. Gondrong dan acok menggotong tubuhnya semetara codet
"mau kito kuburkan dimano ni bang?"
"kubur..? Kito lempar be ke sungai.. Masukan batu gek dalam karung tu biak dak nimbol."
*deggg* lagi lagi batin acok tersentak mendengarnya.
Mobil tepat pukul 2 malam mobil berhenti di jembatan ****** yang di bawahnya mengalir sungai ****
Karna kondisi malam itu sangat sepi mereka dengan mudah membuang mayat itu tanpa sepengetahuan orang lain.
*mbyyyarrrr* suara air ketika mayat itu di lemparkan.
"haha ini baru duo yang kito dapat cok. Masih nyari duo lagi.. Masih mendeng ni cuman empat. Abang kemaren waktu jembatan yang sekarang kito
"sepuluh kepala..?" gumam acok di dalam hati. dan lagi-lagi dia meneguk liurnya.
Lama mereka terdiam. Sambil merasakan angin malam. Lalu mereka pergi setelah di rasa angin malam mulai menusuk ke tulang.
Codet dan gondrong tertidur di belakang. Hingga matahari pagi pun mulai datang.
Codet pun terbangun.
"lahh pagi yo.. Kito ke kampung ******* be disano ado sekolahan yang jaraknyo cukup jauh dari pemukiman." ucap
Benar saja..
Ada sebuah perkampungan yang rumahnya tidak begitu banyak. Lalu beberapa kilo meter terlihat ada sebuah sekolahan
Jam masih menunjukan pukul 8 pagi. Biasanya anak sekolah pulang pada
Acok pun melangkah keluar dan menuju bagian belakang mobil. Benar saja. Ada papan catur disana dan di sebelahnya terletak
Ya.. Itu adalah tempat dimana kepala dua anak malam itu disimpan.
Acok pun cepat cepat mengambil papan catur itu lalu dia kembali ke dalam mobil.
Selalu ada gelak tawa di setiap bidak catur di makan.
Setidaknya itu bisa sedikit meregangkan otak acok agar terbiasa dengan pekerjaannya ini.
Tanpa terasa jam sudah
Beberapa anak ada yang berjalan beriringan namun tak jarang ada anak yang berjalan sendirian tertinggal dengan rombongan temannya. Anak-anak yang seperti itulah yang mereka incar.
Codet dan gondrong tidak suka berlama-lama seperti yang di lakukan acok sebelumnya. Mereka berdua pun mengambil sapu tangan lalu di usapkannya obat bius di sapu tangan tersebut.
Apalah daya jika kemampuan seorang anak kecil di banding dari dua laki-laki perkasa itu.
Rokok bang acok pun di matikan. Terlihat beberapa banyak puntung rokok berserakan di lantai.
"cerito selanjutnyo dak perlu abang sampaikan pun kau lah tau kan kek apo nasib budak tu tadi." (cerita selanjutnya tidak perlu abang kasih tau pun kamu sudah taukan seperti apa
Bang acok ada benarnya. Dia tau jika aku tidak kuat mendengarnya apa lagi ketika kepala anak-anak itu di penggal menggunakan gunting besar yang di ceritakan bang acok tadi. Hmm..
Karna tidak mungkin rasanya kejahatan seperti itu tidak di selidiki.
Dengan bijak. Bang acok hanya menjawab.
"haahh"
"karena uang mulut bisa tertutup.
Karena uang telinga bisa tuli.
Karena uang mata bisa buta."
Ucap bang acok yang waktu itu sedikit berteriak.
Yah.. Aku gak terima dong. Kalo semua di kendalikan dengan uang lantas apa gunanya orang
"definisinya gak gitu bang.. Menurut saya semua itu tidak di kendalikan dengan uang. Semua itu di kendalikan dengan otak.. Pintar otak uang bisa datang. Tapi banyak uang otak belum tentu
Lalu bang acok tersenyum dan menepuk tangannya.
*prok.. Prokk.. Prok..*
"hmm kau ado betolnyo jugo lup.. Tapi entah kenapo setiap jembatan yang di kasih tumbal
"abang ada rasa kasian gak saat menculik anak-anak itu bang."
"haa nangis.. Ada apa dengan orang ini" batinku. yang melihat kejadian itu
Lalu seketika air mata dengan mata yang berkaca itu di usapnya dengan cepat menggunakan kain baju lengannya.
Dari cerita bang acok itu aku bisa menyimpulkan kenapa pada masa itu penculikan itu jarang terungkap.
Yang pertama minimnya informasi karna pada masa itu android belum ada
Yang kedua kasus tidak pernah di usut tuntas. Di karenakan pelapor tidak mempunyai banyak uang. Benar seperti kata bang acok tadi. Jika ada uang semua bisa aman.
Itulah alasan. Kenapa kelompok bang acok
Tanpa terasa malam itu menemani bang acok bercerita jam pun sudah pukul 2 dini hari. Itulah alasan aku bisa pulang karna mau sahur.
Langsung aja ya kan aku pamit.
"yaudah kalo gitu bang. Saya mau pamit pulang mau sahur bang. Kasian orang tua nungguin di rumah." ucap ku sambil berdiri dari kursi kayu panjang itu.
"ehh dak usah bang. Nyusahin abang pulak nanti hehe saya bisa sendiri kok bang." ucapku beralasan.
"ohh iya bang. Itu berapa yang biaya motorku tadi."
"dak usah di bayar lup.. Bawak be. "
"lahh.. Gratis.. Makasih ya bang" ucapku yang tersenyum kepada beliau.
Yaudah langsung aja aku gas motor menuju rumah..
Sampai rumah benar saja. Ibuku nungguin depan pintu karna khawatir.
Yah hampir setengah jam juga sih ibu marah-marah karna telat
Itulah seorang ibu. Sedewasa apapun sebesar apapun kamu. Di matanya kau tetap lah anak kecil baginya.
Wasalamualaikum..