My Authors
Read all threads
"Apakah aku harus MENERIMA DAN MENERUSKAN DENDAM ORANG TUA?"
.
SUDAH SEHARUSNYA.. DAN INI SEMUA HARUS DI AKHIRI.

"Akhir Dari Garis Keturunan Terakhir"
_Palasik Kuduang_ PART III

@bacahorror #bacahorror
Sebelum itu..
Ada baiknya singga disini dulu.

Pulang jualan nanti saya mulai.
Tulisannya juga ketinggal. 😁
..
Di sebuah kamar yang ukurannya tidak cukup besar terlihat seorang laki-laki tengah di pasung.
Matanya menatap kosong dengan kondisi rambut gondrong acak-acakan.
Di depan pintu, terlihat seorang remaja tengah memperhatikan orang yang di pasung itu.
Tatapan matanya sangat iba.
"sampai kapan abi seperti ini" batinnya.
"panji.."

Suara itu membuat panji tersadar dari lamunan yang memikirkan ayahnya yang masih terpasung itu.
Panji hanya tau jika ayahnya menjadi gila ketika ibunya meninggal.
Namun di balik itu semua panji masih belum tau apa-apa.
Suara itu berasal dari ruang tamu.
Yang ternyata itu adalah kakeknya.

"ada apa eyang?" ucap panji ketika menghampiri mbah tejo.

"kemarilah.. Duduk disini. Di sebelah eyang." ucap mbah tejo sambil menepuk kursi di sebelahnya agar panji duduk disitu.
Panji pun duduk tepat di sebelah mbah tejo.
Kini mereka bersebelahan.
Cukup lama mbah tejo memandang panji, lama kelamaan panji menjadi sedikit canggung.
Karna sejak dari kecil mbah tejo adalah orang yang paling dia segani.
"sekarang kamu sudah besar.
Eyang rasa sudah saatnya kamu belajar dan menjadi penerus apa yang eyang lakukan sekarang." ucap mbah tejo sambil mengelus rambut panji.

Mendengar itu panji terdiam.
Hatinya begitu bingung.
"hmm gimana ini.. Jika aku menolak nanti eyang tersinggung.
Jika aku terima. Aku tidak mau harus meminum-minum darah ayam dan sebagainya seperti yang eyang lakukan."batin panji.
"apa lagi yang kau ragukan cucuku..
Percayalah. Kau akan lebih mudah menguasai itu semua." ucap mbah tejo meyakinkan panji.

"emm.. Panji perlu waktu eyang." ucap panji yang singkat. Matanya menatap mbah tejo dengan senyuman.
"cepat atau lambat persiapkan dirimu nak. Eyang harap kamu mengerti."

Meski mbah tejo berniat memaksa panji, namun tidak bisa di pungkiri jika mbah tejo terlalu sayang dengan cucunya itu. Hingga dia mengatakan itu dengan cara halus.
Panji pun beranjak dari tempat duduknya.
Kemudian dia pergi keluar rumah Mencari ketenangan.
Tak lupa dia pamit kepada mbah tejo.
Kata-kata mbah tejo tadi terngiang di pikirannya.
Panji terus memikirkan apa yang di maksud oleh mbah tejo tadi.

"jika memang eyang menyuruhku untuk mempelajari ilmu gila lantas mengapa harus mendesak seperti itu." batin panji ketika sedang berjalan pelan dengan
Pandangan kebawah melihat jalan.

Panji mengatakan jika ilmu yang sering di lakukan mbah tejo itu adalah ilmu gila.
Karna dia sering melihat mbah tejo meneguk beberapa cangkir darah ayam dimana ayam tadi di sembelih lalu darahnya di bairkan mengalir ke dalam gelas
Awalnya panji tidak begitu heran. Namun lama kelamaan dia mulai merasa jika hal itu jauh dari kata normal.
Berbekal sering pergi pengajian kampung ketika magrib.
Itulah sebabnya mengapa panji sedikit mengetahuinya.
"Apa karna ada alasan lain?"

Hatinya terus bertanya-tanya namun untuk sekedar penasaran saja tidak akan ada hasilnya.

"aku harus mencari tau ada apa di balik semua ini"
Ketika sedang asyik berbaring di bawah pohon rindang tepian sawah.
Seseorang datang mengejutkan panji.
"woii ngapain melamun."

"ahh kamu dan.. Aku sedang menikmati angin sejuk gini malah kamu ganggu." ucap panji dengan wajah kesal.
"wahaha menikmati apanya.. Jelas-jelas aku lihat kamu tadi ngelamun. Hayoo jujur aja sama aku ji." jawab danu sambil menunjuk curiga dengan senyumnya.

Panji hanya diam kemudian melanjutkan rebahannya.
Kini danu duduk di sebelah panji.
Danu tahu jika panji orang yang tidak akan mau melakukan sesuatu apa lagi jika di paksa Termasuk untuk bercerita masalah.
Namun biasanya panji akan bercerita dengan sendirinya.
Pada intinya panji tipe orang yang akan mengerjakan sesuatu ketika hatinya mau.
Benar saja perkiraan danu. Baru beberapa menit danu duduk diam di sebelah panji tiba-tiba panji membuka topik pemasalahan yang dia pikirkan.

"gimana ya dan?"
"gimana apanya ji"

"kata eyang aku harus mulai belajar ilmu yang sering eyang lakukan. Tapi aku tidak mau dan"
"hahh..? Goblok.. Kenapa kamu gak mau.. Orang-orang malah pengen punya begituan kamu malah nolak.. Aneh kamu ya.." ucap danu.

"yah bukan gitu.. Jika aku jelaskan pun kau tidak akan percaya". Jawab singkat dari panji.

Danu pun terdiam..
Danu tau betul siapa eyangnya panji.
Ayahnya pernah mengatakan jika eyang panji kebal terhadap senjata tajam. ayahnya danu melihat ketika eyangnya panji kepalanya ingin di tebas oleh orang itu karena berselisih patokan tanah.
Tanpa melawan sedikit pun mbah tejo pergi meninggalkan orang itu.
Kerah
Baju mbah tejo waktu itu pun sobek akibat sabetan orang itu.
Lalu setelah besok, orang yang tadi berselisih paham dengan mbah tejo pun mati dengan cara tidak wajar.
Tidak banyak warga yang melihat perselisihan antara mbah tejo dengan orang itu dan yang jelas ayahnya danu
Melihat dengan mata kepala sendiri.

"apa salahnya kamu coba dulu ji.
Kamu kan keturunanya mbah tejo. Sudah sepatutnya kamu meneruskannya."

"ini bukan perkara main-main yang bisa di coba-coba dan.
Jika aku tidak berhasil kemungkin aku bisa gila.
Jika aku berhasil
Mayatku tidak akan pernah di terima bumi lalu mati sebagai batara karang/jenglot.
Aku tidak mau. Aku mau mati dan di kubur layaknya manusia."
Ucap panji menjelaskan.
"bagaimana kau tahu jika tidak berhasil akan menjadi gila?"

"ayahku contohnya" jawab panji dengan singkat.

Ternyata Mbah tejo merahasiakan latar belakang anaknya joko dan menantunya kepada panji. Dia menceritakan jika ayahnya gila sejak ibunya panji mengandung dirinya ketika
Ayahnya memaksa untuk menjadi penerus ilmu mbah tejo. Sementara sang ibu dikatakan meninggal ketika melahirkan panji.
Meski begitu panji percaya-percaya saja meski mbah tejo menghapus ingatan panji sewaktu kecil melihat kejadian demi kejadian di desa ibunya. Namun
Sewaktu-waktu ingatan itu bisa saja kembali.

Kini danu mengerti alasan kenapa panji tidak ingin meneruskan ilmu dari mbah tejo.
Alasan utamanya adalah terlalu beresiko.
"mungkin eyangmu punya alasan lain ji."
"itulah yang kupikirkan sedari tadi.
Alasan semacam apa itu.
Jika pun aku sudah tau akan aku pikirkan lagi menyelesaikannya tanpa harus mengikuti hitamnya jejak eyang." ucap panji sambil menatap langit.
Lama mereka bercerita hari pun sudah mulai petang.
Panji dan danu memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah panji pun melangkah ke kamarnya untuk mengambil handuk dan segera mandi.
Ketika melewati kamar joko yang di pasung pintu pun tertutup. Namun suara dari terikan joko bisa terdengar dari luar.
"abi pasti kumat lagi."batin panji.

Kemudian panji pun mendekatkan kupingnya ke dinding kamar tersebut.
Terdengar samar di telinganya joko berteriak.
"istriku.. Istriku belum mati..
Jika perempuan biadab itu kubunuh sejak awal."

"haa perempuan biadab. Siapa dia" batin panji yang mendengar hal itu.
Kemudian teriakan pun semakin kuat lalu tiba-tiba hening.
Panji pun dengan cepat meninggalkan tempat itu dan langsung
Menuju kamar mandi.
Perlahan teka-teki itu mulai terkumpul dan lagi-lagi panji memikirkan hal itu.
Dia yakin pasti akan menemukan jawabannya.
...
"buk.. Mana nih makan malam nya lama banget."
Ucap wanita remaja yang duduk di meja makan sambil mengetuk-ngetuk meja.
Tak lama keluar seorang wanita membawakan lauk dari dapur.

"ini nak." ucap nya pelan sambil memberikan lauk tersebut.
Kemudian dhatu pun
Mencicipi masakan nirmala.

"ahh masakan apa ini.. Gak enak.."
Ucapnya sambil melemparkan sendok bekas dia mencicipi masakan tadi.

"coba saja simbok asih masih ada. Masakannya pasti enak."
Nirmala hanya terdiam melihat putrinya itu marah.
Lalu dhatu berdiri dari
Meja makannya dan kekamar mengambil tas kecil yang biasa dia bawa ketika bepergian.
"kamu mau kemana nak?"
Ucap nirmala yang melihat dhatu ingin pergi.
"aku mau pergi cari makanan diluar." ucapnya tanpa menoleh kepada nirmala.
Nirmala hanya diam melihat itu.
Hampir setiap malam jumat dhatu keluar mencari makanan di luar.
Yang membuat nirmala khawatir dia selalu pulangnya besok entah dimana dia tidur. Setiap nirmala melarangnya dia selalu marah bahkan suaminya saja tidak berani melarangnya.
*seerrr*
Bunyi pagar rumah terbuka.
Mobil pun di nyalankan.
Lalu dhatu pergi meninggalkan rumah.
Mobil yang di kendarai dhatu pun melaju. Semakin lama jalan yang di tujunya semakin sepi seperti menuju ke jalan perkampungan
Hari pun semakin larut.
Tak lama dia berhenti.
Lalu mematikan mobilnya di tempat yang cukup gelap. Dengan warna mobil hitam, sehingga tidak kelihatan jika di situ ada mobil.
Dia melihat di depan ada sebuah rumah dan di depan rumah ada sebuah ember menutup tanah yang di beri lampu.
"akhirnya ketemu." ucapnya.
Kemudian dia beralih duduk ke kursi belakang.
Kaca mobil di bukanya selebar mungkin.
Lalu...
...
"tolong.. Tolong.."
Suara itu begitu jelas terdengar di telinga panji.
Panji pun berlari mencari sumber suara.
Namun yang di lihatnya sekeliling sangatlah gelap.
Kemudian dia melihat sebuah altar dimana ada banyak orang disana.
Panji pun mendekat.
Orang orang tadi duduk dengan kaki tangan ke depan dengan tatapan kosong.
Di tengah ramainya orang tadi dia melihat joko juga ada disitu.
Panji pun semakin penasaran.
Dia pun semakin mendekat lalu bersembunyi di balik pohon yang jaraknya tak jauh dari
Altar tersebut.
Terlihat disana seorang wanita tengah duduk di kursi seperti singgahsana sambil memakan janin. Mulutnya dan wajahnya penuh darah dari janin itu.
Di samping wanita itu,
Seorang laki-laki tua tengah di cambuk oleh dua mahkluk hitam besar.
Sambil merintih minta tolong.
Panji tidak bisa mengenali siapa laki-laki tua itu karna posisinya membelakangi penglihatan panji.

Tak kehadiran panji pun di sadari oleh wanita yang tengah memakan janin tadi. Lalu dia menunjuk kearah pohon tempat panji bersembunyi.
Seketika salah satu mahkluk tadi melihat ke arah pohon itu. Dengan cepat langsung menghampiri panji.
Panji bisa melihat wajah mahkluk itu yang begitu menyeramkan dengan taring panjang dan mata merah menyala..

"aaaaaaaaa"
Teriaknya tadi yang ternyata menyadarkannya dari tidurnya.
"hhufftt.. Hanya mimpi." ucap panji sambil menghela napas.
di lihatnya sudah jam 6 pagi.

"sialan.. Karna mimpi buruk itu aku jadi kesiangan dan ketinggalan sholat subuh" ucapnya yang kesal.
Panji pun beranjak dari tempat tidurnya dan langsung menuju kamar mandi.
Lalu setelah itu panji selalu melihat eyang ratih memberi makan ayahnya yang tengah terpasung itu.
Menjadi rutinitas saat panji melihat eyang ratih dengan sabarnya memberikan makan terhadap ayahnya itu.
Tak lama terdengar dari luar seseorang mengetuk pintu rumah.

*tok tok tok*
"assalamualaikum"

"coba kamu lihat nak siapa di luar" ucao eyang ratih menyuruh panji.

Panji pun melangkah keluar lalu membuka pintunya sambil menjawab salam.
"wallaikumsallam"
Dilihatnya seorang kakek tua mengenakan pakain serba putih meski terlihat tua namun fisiknya masih terlihat sehat karna tidak mengenakan tongkat ketika berjalan.
"kakek cari siapa ya?" ucap panji
"wahh wah.. Cucu tejo. Sekarang sudah besar.
Mana kakekmu tejo. Katakan padanya jika kakek ratnomo mencarinya?" ucap kakek tua tadi.

"ada kek.. Eyang lagi di kamarnya
Silahkan masuk kek"
Ucap panji sambik membukakan pintu untuk kakek tua itu.
Setelah kakek tua itu duduk di ruang tamu panji pun masuk menuju kamar mbah tejo yang biasa di gunakannya untuk ritual.
Terlihat pintu kamar terkunci.
Panji paham. Jika pintunya terkunci mbah tejo tidak boleh di ganggu.
Kemudian panji hanya mendekat pintu kamar lalu
Mengetuknya pelan.
"eyang.. Diluar ada kakek ratnomo mencari eyang" ucap panji sambil mengetuk pelan pintu.
Kemudian tidak ada jawaban dari mbah tejo.
Panji pun pergi lalu menuju tempat kakek tua tadi duduk.
"eyang lagi ada urusan sebentar kek. Tunggu sebentar lagi mungkin selesai" ucap panji kepada kakek tua tadi.
Kakek tua itu hanya mengangguk sambil memperhatikan panji.
Panji pun duduk di hadapan kakek itu untuk menemaninya.
Cukup lama panji duduk menemani kakek itu hingga tejo pun datang.

Tejo melangkah menuju ruang tamu.
"wahh wahh.. Ratnomo sang pelebur. Sudah lama kita tidak berjumpa." ucap tejo yang langsung menghampiri kakek tadi. Mereka pun langsung berpelukan serta saling berjabat tangan.
Panji pun hanya bisa melihat mereka berdua yang seperti sudah saling akrab.
Lalu tejo pun duduk di sebelah panji.
"ratih.. Tolong buatkan kopi ini ada teman lama ku datang." teriak tejo dari ruang tamu.

"panji. Ini eyang ratnomo. Teman eyang sewaktu menimba ilmu di pondok pesantren T sekaligus patner eyang waktu bertapa mengasah ilmu batin." ucap tejo kepada panji.
Panji pun langsung menyalami tangan ratnomo dan di balas dengan senyum sambil mengelus kepala panji.
Panji pun kembali duduk tepat di sebelah tejo.

Tak lama ratih pun datang membawakan kopi.
Ratnomo dan tejo pun saling mengenang masalalu mereka ketika sedang
Giat-giatnya menuntut ilmu.
Meski ratnomo dan tejo berbeda jalan yang mereka pilih tetapi mereka sudah menganggap seperti saudara hingga mengesampingkan perbedaan.
Ratnomo lebih memilih jalan yang lebih terang. Mempelajari serta mengamalkan ilmu ilmu putih.
Sementara tejo lebih memilih jalan yang gelap berbagai ilmu hitam dan ajian di tanah jawa serta di luar jawa pun hampir di kuasai oleh tejo.
"gimana kondisi joko apa sudah kembali.?" tanya ratnomo mengenai kejadian 10 tahun yang lalu.

Lama tejo terdiam kemudian dia menghela napas.
"tidak ada yang berubah mo." ucap tejo dengan lesu.

Ratnomo pun berdiri dari tempat duduknya.
"kamarnya dimana?"
Tejo pun menunjukan kamar dimana joko terpasung.
Lalu mereka berdua pun masuk kamar dan panji tidak di bolehkan masuk oleh tejo.
Namun dia bisa mendengar suara dari dua kakek itu ketika berbicara.
Ratnomo memandang joko dengan iba. Lama dia menatap.
"hitam melawan hitam tidak akan ada habisnya jo." ucap ratnomo sambil menggelengkan kepala.

"maksudnya apa mo?"

"memang benar katamu satu-satunya cara untuk menyembuhkan joko adalah membunuh garis keturunannya namun harus
Satu derajat dengan keturunannya sekarang" ucap ratnomo.

"hmm kalo itu aku tau mo. Yang jadi masalah. Panji belum siap untuk mempelajari apa yang ingin aku ajarkan"

Ratnomo pun tersenyum.
"dia bukan belum siap. Tapi dia berbeda denganmu. Dia tidak punya sisi gelap sepertimu karna anak itu tidak mengkedepankan dendamnya"

Tejo pun terdiam mendengar ucapan ratnomo tadi.
Sekarang baru tejo mengerti kenapa panji selalu saja mengatakan belum siap.
Apalagi ingatan panji tentang di desa yola dulu sudah di hapus oleh tejo.

Dari luar panji terus saja menguping pembicaraan dua kakek tadi.
"satu drajat keturunannya sekarang. Siapa yang di maksud eyang" batin panji ketika mendengar itu.
"meskipun dia berhasil. Tidak bisa di pastikan juga panji akan menang. Sudah ku katakan tadi jo.
Hitam melawan hitam tidak akan ada habisnya"
Tambah ratnomo yang masih menatap joko yang tengah terpasung.
"lalu harus bagaimana mo?"

Ratnomo hanya tersenyum lalu mengatakan.
"biar aku yang melatihnya" ucap ratnomo sambil menunjuk pintu tempat panji berdiri.

Tejo dan ratnomo pun melangkah keluar.
Ketika mendengar suara langkah kaki.
Dengan cepat panji berlaku seperti biasa-biasa saja. Lalu merekapun kembali menuju ke ruang tamu.
Mereka kembali duduk posisi yang tadi.
Lantas ratnomo menyeruput kopinya
"nak panji cucunya tejo..
Kamu tau kenapa ayah kamu seperti itu"" ucap ratnomo menatap panji.
Panji hanya diam.
"kamu tau kenapa ibumu meninggal?"
Panji menatap kakek itu namun dia masih diam.
Panji hanya mengetahui beberapa dari teka teki ini dan membuatnya semakin penasaran.
"bukankah kamu mau menemukan jawaban dari semua ini" tambah ratnomo yang masih menatap panji.
Kali ini panji menganggukan kepalanya namun tetap tidak menjawab sepatah kata pun.

"mau kah kau ikut bersama eyang.?
Akan eyang ajarkan semua yang eyang tau"

Panji tau jika eyang ratnomo berbeda dengan eyang tejo.
Dengan mantap Panji mengatakan.
"iya aku siap eyang."

Ratnomo pun tersenyum dan menatap tejo.
Tejo hanya bisa yakin terhadap sahabat karibnya itu. Biar bagaimana pun seseorang tidak bisa di paksa untuk meneruskan ilmunya.
Tejo hanya yakin. Ini pilihan terbaik cucunya.
Hari itu ratnomo bermalam satu hari di rumah tejo.
Hingga keesokan harinya
Ratnomo pun pergi membawa panji untuk mengajarkannya.
Sebelum pergi, panji sempatkan untuk kekamar ayahnya.
"ayah.. Panji mau pergi dulu. Pergi mengembara menuntut ilmu. Sekarang panji mulai sedikit tau meski tidak sepenuhnya tau.
Doakan panji ya yah." ucap panji yang menatap ayahny tersebut.
Namun tatapan itu tidak di balas ayahnya.
"panji.." teriak suara dari luar.

"panji pergi dulu ya yah." ucapnya sambil tersenyum. Ketika panji sudah keluar kamar,
terlihat air mata mengalir membasahi pipi joko.
Dengan tas karung goni yang di sandang panji yang hanya berisi sarung peci dan baju seadanya panji pun pergi.
Ketika panji sedang bersiap untuk berangkat tejo pun menghampiri panji di tangannya ada sebuah benda yang sengaja ia tutup dengan kain hitam.
"ini pusaka kesayangan eyang.. Simpanlah. Dia bisa menjagamu selama mengembara." ucap tejo.

Panji terlihat ragu ingin mengambilnya.
Ratnomo yang melihat itu lantas langsung menghampiri mereka.
"tejo.. Percaya sama aku.. Aku akan menjaga cucumu melebihi nyawaku." ucap ratnomo mengeserkan benda itu di hadapan panji.
Tejo pun diam dan langsung memasukan benda tadi kedalam sakunya.

"terimakasih mo..
Aku percayakan panji sama kamu" ucap tejo yang langsung memeluk ratnomo.
Setelah selesai mengemasi perlengkapannya mereka pun pergi.
Tak lupa panji berpamitan dengan eyangnya, tejo dan ratih.
Dari tempat tinggal tejo menuju tempat ratnomo yang berada di kota D lumayan jauh.
Sebelum itu
Mereka harus berjalan kaki menuju kota untuk naik angkot. Lalu setelah itu baru menuju kota yang di tuju.

Setelah sampai di kota yang di tuju, mereka kembali berjalan kaki sekitar 2km untuk menuju ke desa K tempat ratnomo tinggal.
Ternyata tempat ratnomo tinggal adalah sebuah padepokan silat yang tidak cukup besar.
Terlihat ramai remaja-remaja yang berlatih di lapangan padepokan tersebut.
Ketika ratnomo datang, Mereka langsung menyalami ratnomo dan memanggilnya dengan sebutan guru.
"Tolong antarkan cucu saya ini ke kamar yang kosong." ucap ratnomo kepada salah satu muridnya.

"ohh iya panji. Hari ini kamu istirahat dulu. Besok pagi-pagi baru kita mulai" tambah ratnomo mengatkan kepada panji.
Panji pun pergi di temanin salah satu murid ratnomo mereka menuju tempat kamar panji untuk beristirahat.

"ini kamarnya mas"
"iya.. Terima kasih."

Panji pun meletakan barang-barangnya dan kemudian berbaring di ranjang bambu beralaskan tikar tersebut.
Tanpa di sadarinya dia pun tertidur hingga malam hari.

...
"bau darah" ucap panji sambil mengendus hidungnya.
Panji pun berjalan menyusuri hutan yang begitu gelap.
Matanya mengawasi sekitar.
Ketika sedang berjalan tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu.
"aduuhh" ucapnya seketika panji pun terjatuh.
Dia pun meraba apa yang baru saja yang membuatnya terjatuh tadi.
Yang ternyata itu adalah tubuh seseorang dimana yang menyandungnya tadi adalah bagian kakinya.
Panji pun teperanjat mengetahui jika itu adalah mayat dari seseorang.
Lalu cahaya rembulan pun memancarkan sinarnya yang membuat pandangan panji sedikit luas.
Ketika dia melihat mayat tadi. Yang ternyata mayat tanpa kepala yang tergeletak di tanah. Panji pun menelan ludah
Melihatnya. Baru saja panji ingin berlari meninggalkan mayat itu,
Terlihat sebuah kepala terbang dengan bagian organ dalam yang masih bergelantungan menghampiri tubuh tadi.
Tiba-tiba mayat tadi berdiri dengan sedirinya dan kepala yang terbang tadi langsung menyambung
Dengan tubuh tersebut.
Panji tidak bisa mengenali wajahnya karna berlumuran darah.
Namun yang sangat mengerikan wajah itu menyeringai melihat panji.

"aaaaaa"
...
"hhufftt mimpi buruk lagi."
Panji pun terbangun.
Dia baru sadar jika dia ketiduran dari siang tadi sewaktu
Habis menempuh perjalanan menuju tempat eyang ratnomo.
Dilihatnya jam masih pukul 2 dini hari.
Dia pun berniat untuk sholat tahajud dan keluar kamarnya.
Ketika itu dia melihat beberapa murid eyang ratnomo sedang berlatih.
Terlihat eyang ratnomo berdiri di sekitar mereka yang berlatih itu.
"jam segini eyang itu belum tidur..
Hmm bukanya besok pagi-pagi dia mau melatihku" ucap panji yang melihatnya.
Panji pun berniat ingin menghampiri.
Namun dia urungkan karna tidak ingin mengganggu latihan tersebut.
Setelah mengambil air wudhu, panji pun kembali kekamarnya dan sholat. Selepas sholat dia pun mengingat kembali. Tentang orang yang berada di dalam mimpinya itu.
"apakah dia termasuk bagian dari kepingan teka-teki semua ini"batin panji menyimpulkan.
Dia terus saja memikirkan itu semua hingga azan subuh pun berkumandang.
Selepas sholat subuh,
Terdengar suara ketokan dari luar pintunya.

*tokk tokk tokk..*
"iyaa sebentar." ucap panji yang bangkit dari sajadahnya dan langsung membukakan pintu yang ternyata itu adalah eyang ratnomo.
"kamu sudah siap.?" ucap eyang ratnomo kepada panji.

Panji pun menanggalkan sarung bekas dia sholat tadi.
"siaap eyang"

Ketika sedang berjalan beiringan,
Panji menanyakan perihal eyang ratnomo yang malam tadi masih melatih muridnya.
"emang eyang gak ngantuk malam tadi gak tidur dan pagi begini mau ngajarin panji lagi" ucap panji.

Eyang ratnomo hanya tersenyum mendengar perkataan panji.
"jadi kamu sudah melihatnya ya" ucap eyang ratnomo yang masih tersenyum.
"maksud eyang?"

"dia salah satu khodam penjaga padepokan. Haha berani-beraninya dia menyamar jadi eyang ya." ucap ratnomo tertawa.
Panji hanya menggelengkan kepalanya.
Dia masih tidak mengerti dan bingung.
"sesampainya di lapangan tempat biasa murid berlatih.
Eyang ratnomo pun menjelaskan apa yang ingin di ajarkannya.

"pertama.. Eyang akan memperkuat fisikmu untuk dasarnya eyang akan mengajarkan ilmu bela diri. Paling tidak butuh satu tahun untuk orang biasa
Agar fisiknya kuat memperlajari ilmu kanuraga lebih mudah."

Kemudian eyang ratnomo pun mengajarkan panji beberapa gerakan silat dan berlatih untuk mengatur pernapasan dengan baik.
Terlihat panji sangat giat
Mengulang-ulang apa yang di ajarkan eyang ratnomo tadi.

"aku rasa ini akan berjalan dengan cepat" batin ratnomo yang kemudian bibirnya tersenyum melihat panji.
Hari semakin hari, perkembangan panji dalam bela diri semakin matang.
Ratnomo pun terus mengajarkan ilmu-ilmu yang dia tahu.
Ratnomo senang mengajarkan panji karena panji memiliki sifat ingin tahu.
Dan tidak pantang menyerah jika belum bisa.
Hingga sampai pada tahap dimana panji harus membuka kepekaannya terhadap dunia ghaib maupun nyata.
Ratnomo menyarankan untuk malam nanti panji harus bertapa cukup satu malam. Mendengarkan alam bersuara agar rasa kepekaannya terbuka.
Sore minggu tepat malam senin eyang ratnomo mengajak panji untuk bertapa di dalam hutan.
Cukup lumayan jauh memasuki dalam hutan tersebut.
Hingga terlihat susunan batu yang berbentuk persegi empat.

Hari pun mulai gelap.
Sesempat mungkin mereka
Melaksanakan sholat di tempat itu.

"ini tempat untuk murid-murid eyang melatih dan membuka kepekaannya terhadap dunia. bahkan eyang pun dulu di ajarkan disini semendiang guru eyang dulu.
Semua bisa kau dengar di tengah hutan yang sunyi ini."
Malam ini kau akan bertapa disini. Dan eyang akan kembali besok atau lusa. Dan ingat jangan pernah berdiri apa lagi bangkit dari tempat ini. Eyang akan menepuk pundakmu yang menandakan jika eyang benar kembali" tambah ratnomo.
Panji pun menarik napas dalam-dalam Dan mengatakan
"baik eyang.. Aku siap"

Ratnomo pun pergi membawa obor yang terletak di tepi tempat itu.
Panji pun mulai mengambil posisinya dan mulai memejamkan mata sambil membaca ajian yang di ajarkan ratnomo.
Kini pandangan panji benar-benar gelap bahkan cahaya rembulan pun tidak menembus pepohonan hutan yang menjulang tinggi.
Semakin malam angin mulai terasa dingin.
Suara bermacam-macam bersahutan entah dari mana asalnya.
Panji terus saja memejamkan matanya. ketika seseorang memejamkan mata akan terlihat kilas balik hal yang pernah terjadi di diri orang tersebut.
Waktu panji memejamkan mata, terlihat secara samar seorang lelaki menagis sejadi-jadinya dimana orang berkumpul di tepian sungai
Melihat ada mayat di dalam wc umum yang tertutup kain jarik.
Dia melihat orang tu menagis seolah sangat menyakitkan.
Namun dia tidak bisa mengenali siapa mayat itu dan siapa yang yang menangis itu karna masih terlihat samar.
Entah itu halusinasi atau pun ingatannya.
Lalu secara samar dia melihat dua orang pemuda yang berlari menghampiri kakek separuh baya entah apa yang dikatakanya terlihat kakek itu berlari ke dalam rumah dan mengambil kendi entah apa isinya dan pergi bersama pemuda tadi sangat tergesa.
Perlahan panji mulai mengingat tentang kejadian-kejadian masa lampau.
Tanpa disadarinya kini panji terlihat seperti berada di kursi dorong anak-anak dimana dia sedang menaikinya.
Ada seorang wanita yang sedang memasak sementara seorang laki-laki yang tengah duduk di
Lantai beralaskan tikar seperti sedang menunggu masakan wanita itu.

"apa itu ibuku?" batinnya melihat wanita itu.
"Dan.. Apa itu ayah?"
Menunjuk ke laki-laki yang duduk tadi.
Ketika dia sedang terlarut dalam ingatannya, terdengar suara memanggil namanya.
"panji.. Panji.."

Suara itu membuyarkan pikirannya dan ingatanya tadi hilang.
Perlahan panji membuka matanya.
Lalu di hadapannya terlihat seorang wanita yang tengah mengandung dengan paras cantik memanggilnya.

"Ibu.?" Batinnya.
Wanita tadi tersenyum. Baru saja panji ingin bangkit dan menghampiri sosok tadi.
Tiba-tiba dia teringat pesan eyang ratnomo. Lalu mengurungkan niatnya untuk menghampiri wanita yang mirip ibunya tersebut.
Kemudian dia kembali memejamkan matanya.
Lalu tak lama dia mendengar suara
Yang sangat ia kenali.

"bertapanya sudah cukup nak. Ayo kita pulang"

"hah.."
Panji membuka mata dan kini eyang ratnomo berada di hadapanya.

"eyang rat.."
Belum sempat panji menuntaskan ucapnya.
Dia terpikir sesuatu yang di katakan eyang ratnomo tadi.
"jika itu benar eyang. Kenapa dia tidak menepuk pundakku". Batin panji.

Lagi dan lagi panji tidak menghiraukannya dan melanjutkan pertapaannya itu.

"ternyata begini ya" tambahnya.

Panji pun mulai acuh dengan suara-suara yang dengar.
Meskipun suara napas tepat di telingannya dia acuhkan.

Hingga sampai ke pagi ratnomo datang menjemputnya.
Dilihatnya panji masih berada di posisi tempat dia memulai pertapaannya tadi.
Ratnomo menganggukan kepalanya merasa puas panji telah berhasil.
*pukk*
Pukulan pelan di pundak panji membuatnya membuka mata.
Dilihatnya eyang ratnomo telah ada di hadapannya.

"ayo kita pulang" ucap eyang ratnomo.
Panji pun bangkit dari tempat duduknya tadi.
Lalu mereka berjalan menyusuri hutan untuk kembali ke padepokan.
Di perjalanan panji sempat menanyakan perihal orang tuanya dulu.

"eyang."
"ada apa nak panji?"
"apakah eyang mengenal ibuku?"

Ratnomo terdiam sebentar.
"nama ibumu yola asli orang sumbar"
"apakah eyang tau kenapa ibu meninggal?" tambah panji.
"emm.. Ibumu meninggal karena sakit keras nak"

Panji terdiam kemudian menghentikan langkahnya.
Ratnomo yang menyadari panji menghentikan langkah lantas langsung memandang kebelakang.

"katakan yang sejujurnya eyang. Jika seperti itu eyang sama saja dengan eyang tejo."
Ratnomo mendekat kepada panji.
Lalu dia tersenyum.

"seseorang akan lebih kuat jika perbuatan lahir dan batinnya bisa di kendalikan. Mungkin dengan iklas, sabar dan menerima sesuatu yang telah terjadi bisa membuatmu mengendalikan hati dan ragamu agar lebih kuat."
"ibumu mati di bunuh palasik sewaktu pergi ke Wc di pinggir sungai." tambah ratnomo

Panji terdiam cukup lama mendengar itu.

"jadi yang kulihat malam tadi itu adalah ibuku"

Ratnomo merasa heran. Bagaimana bisa dia mengingat kembali masa lalunya sementara waktu itu
Tejo mengapus semua ingatannya ketika berada di kampung yola.

"seperti ku katakan tadi. Cobalah untuk belajar iklas nak." ucap ratnomo menepuk-nepuk pundak panji.

Terlihat panji sedikit mengusap matanya.
"ayo kita lanjutkan perjalanan eyang."
Ketika sampai di padepokan,
Panji di suruh istirahat lalu akan di lanjutkan malam nanti.
Kini fisik serta raganya telah kuat. Dalam arti langkah pertama panji telah berhasil dia lewati.

Malam harinya tepat setelah sholat isya.
Para murid ratnomo berkumpul di lapangan.
Termasuk panji.
Seperti biasa, mereka melakukan duel antar teman untuk saling mencoba kemampuan.

Panji pun ikut serta dalam pelatihan itu.
KKetika memasuki arena bertarung. Tidak ada yang bisa menumbangkan panji.
Murid-murid yang lain terkagum dengan panji.
Karna sangat cepat rasanya untuk anak baru yang bertahan agar tidak tumbang di arena itu.
Ratnomo terus memperhatikan perkembangan panji. Lagi-lagi dia merasa bangga dengan anak itu.

"mungkin.. Ini sudah saatnya" batin ratnomo.
Selepas latihan. Semua anak murid pun kembali kekamarnya masing-masing. Meski masih ada sebagian yang masih berlatih di lapangan.
Panji yang sudah merasa lelah memutuskan untuk kembali kekamarnya dan beristirahat.

Sesampainya di kamar dan baru saja dia merebahkan tubuhnya,
Terdengar suara ketukan di luar pintu.
*tokk tokk tokk.*
"siapa itu.? ada perlu apa malam-malam begini." batinnya.

"iya sebentar." ucap panji sambil melangkah menuju pintu.

Di bukanya pintu dan ternyata itu adalah eyang ratnomo.
"boleh eyang masuk?"
"iya silahkan eyang."
Ucap panji yang mempersilahkan eyang ratnomo masuk.

Eyang ratnomo pun duduk di kursi kayu reot yang ada di kamar itu.
Lalu panji duduk simpuh di hadapan eyang ratnomo.
"eyang lihat perkembangan kamu sekarang sudah sangat baik. Bahkan jauh dari perkiraan eyang. Mungkin sudah saatnya sekarang."

"hah.. Sudah saatnya untuk apa eyang."
"untukmu mempelajari ajian INTI LEBUR SAKEHTI, WARINGIN SUNGSANG DAN MAHESA KRODHA. "

Panji menelan ludah mendengar itu.
"apaa.. Apa mungkin aku bisa.?"

"kamu harus yakin dengan diri sendiri. Mungkin besok latihan kamu akan lebih berat. Dan yang terpenting kamu harus
Menjalani tirakat puasa mutih dulu."

Panji hanya diam. Dia masih termenung memikirkannya.
Karna dia tau. Tanggung jawab untuk mengamalkan ajian tersebut sungguh sangat berat. Dia bukan takut akan ujiannya. Namun dia hanya takut bisakah dia untuk tidak takabur dan sombong
Ketika ilmu itu telah dia kuasai.

"mulai malam jumat nanti kamu akan mulai menjalaninya.
Persiapkan dirimu dari sekarang"
Ucap eyang ratnomo.
Eyang ratnomo pun berdiri dari kursi itu dan melangkah keluar kamar panji.
...

"buk.. Dhatu mau pergi dulu ya.?" ucap seorang wanita sambil merapi-rapikan rambutnya.

"mau pergi kemana nak.. Cantik-cantik begini." ucap nirmala sambil tersenyum.

"mau pergi kedesa liat-liat sawah kalo ada yang dhatu suka mau dhatu beli."
"ibu ikut ya nak." ucap nirmala yang mencoba akrab dengan dhatu. Karna tidak biasanya dhatu bertutur kata baik dengannya.

"halahh.. Ibuk di rumah aja Temenin bapak.. Kalo ibu ikut nanti bapak sendirian dirumah. Lagian ibu ikut cuman nyusahin aja nanti." bentak dhatu.
Nirmala terdiam mendengar itu. Matanya berkaca-kaca mendengar perkataan putrinya itu.
Rahman pun datang lalu menenangkan nirmala.

"udah buk.. Putri kita udah besar. Dia tau kok yang mana yang baik dan yang buruk". Ucap rahman sambil mengusap-ngusap pundak nirmala.
Semenjak mbok asih pergi tanpa sebab membuat nirmala dan rahman begitu takut kehilangan dhatu. Hingga dari itu sampai sekarang permintaan dhatu selalu di turuti mereka berdua.
Entah apa sebabnya mereka menurut-menurut saja meski dhatu sering bentak mereka.
Dhatu pun pergi membawa mobil yang biasa dia gunakan.
"apa yang menjadi hak ku harus ku ambil di desa itu" ucap dhatu sambil senyum menyeringai.

Mobil pun berhenti tepat di gerbang selamat datang di desa B**** ****.
Dhatu pun memarkirkan mobilnya.

Lalu dia keluar dari mobil
Sambil membuka kacamata hitam yang dia kenakan. Dia pun menelpon seseorang.
"kalian dimana.? Sekarang aku sudah di depan gerbang desa."

"sedang dalam perjalanan..
oke siap bos."
Telpon pun di tutup.
Dhatu pun berdiri sambil bersender di mobilnya.
Lalu ada dua orang pemuda yang yang sepertinya ingin masuk kedesa itu juga.

"shutt.. Shutt... Jon ada cewe tuh. Masih muda pula." ucap salah satu pemuda itu.
Lalu pemuda yang satunya memandang dengan mata liar.
"mana mana.."
Ketika melihat wanita itu dua pemuda tadi pun langsung terbelalak melihatnya. Karna memang paras dhatu yang cantik.

"yang muda-muda begini bagianku yan.. Udah muda, kaya lagi."

"halahh.. Ngimpi kamu.. Emang dia mau sama kamu." ucap iyan sambil mengusap wajahnya.
"hmm hmm.. Jangan remehkan joni ya." ucap joni yang maju dengan dada yang di busungkan mendahului iyan berjalan.

"hmm nungguin siapa dek.?"
Ucap joni dengan percaya dirinya menyapa dhatu.

" ohh ini mas nungguin temen. Mau kekampung ini." ucap dhatu dengan tersenyum.
"ohh gitu ya dek." ucap joni sambil mengangguk-ngangguk.

"saya joni. Nama adek siapa?" tambah joni sambil mengulurkan tangannya.

"nama saya dhatu mas"

"elehh elehhh.. Senyumnya" puji joni.
Sementara joni sedang asyik berkenalan, iyan di belakang malah memperhatikan
Wajah dhatu. Rasa-rasanya dia sedikit familiar dengan wajah itu. Dia mencoba mengingatnya namun tetap saja dia lupa.

"memang adek ada urusan apa kau kampung ini?" tanya joni lagi.

"emm ini mas. Mau ngurus surat-surat tanah dan sawah peninggalan nenek saya dulu." ucap dhatu.
"ohh.. Nama neneknya siapa siapa tau kami kenal"

"Asih"..

"hmm.. Yan.. Kamu tau ngak sama bu asih?"

Iyan hanya menggelengkan kepalanya seolah cuek terhadap joni yang ingin mendekati dhatu.

"hehe ndak tau kami dek. Mungkin neneknya adek sesepuh kampung ini. Sedangkan kami
Orang kampung sebelah yang bekerja dikampung ini dek"
Ucap joni tersipu malu.

Tak lama datang dua lelaki memakai jaket hitam menggunakan sepeda motor dengan suara kenalpot yang nyaring.
Prawakannya sangat sangar seperti tukang pukul.
"Nah.. Itu teman saya sudah datang.". Ucap dhatu.

"waduh.. Gawat ni.. Bisa di hajar" batin iyan.
Iyan pun memandang joni menganggukan kepala kode agar segera pergi.
Joni pun mengerti.
"emm yaudah kalo gitu dek. Saya duluan ya." ucao joni dan tangannya pun langsung
Di tarik iyan. Lalu mereka mendahului dhatu masuk.

Bu asih.. Iyan dan joni sama sekali tidak mengetahui siapa itu bu asih. Meski dulu mereka berperan penting dalam penangkapan bu asih yang mereka temui di kolong sekolah dulu.
Namun mereka hanya tau itu palasik dan tidak mengetahui jika namanya adalah asih.

"ini desanya ya bos" ucap salah satu tukang pukul tadi.
"iya.. Ayo cepetan. Nunggu kalian lama banget. Aku sempet di goda pemuda kampung tadi." gerutu dhatu kepada dua lelaki tadi
Yang ternyata adalah preman bayaran yang di sewa untuk jaga-jaga jika ada orang yang tidak mempan dengan tatapannya.
Apa yang ingin di lakukan dhatu terhadap desa itu.
Tentunya dendam masih tertanam meski bukan dengan mata kepalanya sendiri yang melihat namun dia sangat merasakan betapa pedihnya keluarganya di perlakukan didesa itu.
*tap.. Tap.. Tap..*

Langkah pelan dhatu yang melihat sekeliling desa.
Hamparan sawah yang sangat luas membuat mata kemana pun memandang terlihat hijau.
Dua tukang pukulnya tadi mengikuti dari belakang kemana dhatu melangkah.
Para laki-laki yang sedang menanam padi di sawah berhenti seketika melihat dhatu yang lewat. Namun hanya sesaat karna di belakangnya dua tukang pukul dengan wajah sangar tadi membuat sesiapa pun menjadi takut.
Tanpa sengaja dhatu bertemu seorang laki-laki yang umurnya lebih tua darinya. Dengan mengenakan peci serta baju kemeja yang cukup rapi.

"emm Permisi mas. Numpang tanya, rumah pak RT Dimana ya?" tanya dhatu kepada laki-laki itu.
"ohh iya mbak.. Itu saya sendiri. Ada perlu apa ya?" jawab laki-laki tadi.

"begini mas saya mau bertanya tentang tanah serta sawah atas kepemilikan bu asih dimana ya?"

Laki-laki tadi sedikit bingung. Dia mencoba mengingatnya. Namun tetap saja dia tidak tau.
Meski dia asli orang kampung itu. Namun sewaktu kuliah dia pergi merantau ke kota. Sehingga melewatkan beberapa kejadian yang pernah terjadi di kampung ini.
Berbekal lulusan sarjana tingkat 1 kini laki-laki itu meneruskan jabatan ayahnya sebagai kepala desa di kampung itu.
"emm begini saja mbak. Mbak ikut saya kerumah nanti saya tanyakan kepada ayah saya. Mungkin dia lebih tau mbak" ucap laki-laki itu.

Dhatu pun tersenyum dan menganggukan kepalanya lalu mengikuti kemana laki-laki itu melangkah.
"ini rumah saya mbak. Silahkan masuk" ucap laki laki tadi.
Kemudian dhatu pun masuk

"kalian berdua diam disini" ucap dhatu menunjuk dua tukang pukulnya.

Laki-laki tadi pun berjalan menuju ke sebuah ruangan.
"pak.. Pak.. Ini ada orang mau bertanya sama bapak?" ucapnya.
Siapa Yud..?" ucap laki-laki yang di panggil yuda bapak tersebut.

Laki-laki tadi pun terbagun dari ranjangnya. Lalu di samping ranjang ada sebuah kursi roda.
Dhatu pun masuk keruangan itu yang ternyata adalah kamar ayahnya yuda mantan kepala desa dulu.
"emm ini pak. Saya mau bertanya tentang tanah dan kepemilikan sawah milik bu asih yang mana ya"

Mendengar hal itu laki-laki tadi melihat dhatu dengan mata menyelidik.
"kamu siapanya asih?" ucapnya.

Dhatu hanya tersenyum lalu berkata.
"saya hanyalah anak dari teman bu asih
Sewaktu bu asih pernah tinggal di kota"

"Benar begitu?"

Dhatu hanya menjawab dengan anggukan. Tak lupa senyum yang manis selalu ia keluarkan.
"sebelum bu asih pergi dia sempat menitipkan sebuah surat yang ternyata itu adalah surat penyerahan atas semua kepemilikan tanah dan sawahnya di desa ini." tambah dhatu.

Laki-laki terdiam cukup lama.
Memang sulit rasanya untuk percaya.
Namun tetap saja mereka percaya dengan apa yang di katakan dhatu.

Laki-laki yang duduk di atas ranjang tadi lantas menghela napasnya.
"syukurlah jika kau bukan keturunannya"
"Baiklah kalo begitu saya akan menunjukannya.
Tanahnya itu dulu di bangun sekolahan yang katanya di sedekahkan lalu sawahnya berada di berdekatan sawah milik almarhum faisal yang sekarang saya yang ngurus." Ucap laki laki tua yang duduk diranjang itu.
"kalo kamu mau melihatnya minta tolong sama yuda saja. Yuda tau kok. Saya sudah tidak bisa berjalan tak lama setelah kejadian itu" tambahnya.

"Waktu itu..."
Baru saja laki-laki tua itu ingin bercerita tiba-tiba langsung di potong dhatu.
"ohh yasudah kalo begitu pak. Terimakasih informasinya.
Ayo mas yuda temenin saya." ucap dhatu.
Dhatu sudah tau apa yang ingin di ceritakan oleh pak tua itu.
Dia tidak ingin mendengarnya.
Sebagai keturunannya asih dhatu merasakan hal itu tanpa harus dia melihat dengan
Mata kepalanya sendiri.
"yaa.. Ayo mari mbak."
Ucap yuda meninggalkan kamar itu mengikuti dhatu keluar.

Yuda pun mengajak dhatu berkeliling desa dan menunjukan tanah serta sawahnya bu asih.
Para warga pun terkesima ketika melihat dhatu.
Setelah semua sudah di perlihatkan yuda, dhatu pun pamit pulang.

"haha lihat saja nanti. Aku akan mengurus surat-suratnya dan membinaskan kalian semua" gumamnya di dalam hati.
Sesampainya di pintu kluar desa ketika yuda telah jauh, dhatu pun berbincang sedikit dengan tukang pukulnya tadi.
"besok kamu urus semua berkas dan suratnya. Bagaimana pun caranya harus bisa ya."

"wahaha oke siap bos.. Soal gampang.. Tapi ininya harus di tambah" ucap salah
Satu tukang pukul itu sambil mengesek jarinya.
"tenang.. Berapa pun nanti saya bayar." tambah dhatu.

Mereka pun pergi meninggalkan desa itu.
...

"gimana kamu sudah siap nak.?"

Sudah lebih tiga hari panji mengurung dirinya di kamar membaca dan menghapalkan ajian yang nantinya akan dia baca selama tirakat.
Panji pun menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

"sudah eyang"
Panji pun memberikan kitab usang
Itu kepada eyang ratnomo.
Dan tiba saatnya panji di bawa eyang ratnomo ketempat khusus untuknya melakukan tirakat.
Ruang itu memiliki dua warna yang terbelah.
Hitam dan putih. Sebuah ruangan kosong yang mana warna dari hitam dan putih itu berasal dari kain yang di pasang
Di setiap dinding atap dan lantai.

"duduklah di tengahnya nak." ucap eyang ratnomo menuntun panji.
Panji pun menurut apa yang di katakan eyang ratnomo.
"kini sekarang kau berada di antara dunia mereka dan dunia kita.
Kau harus bisa menfokuskan diri. Dan cobalah untuk bersabar jika mereka mengganggu. Tetap fokus dengan tujuanmu." ucap eyang ratnomo.
Panji hanya mengangguk.
Eyang ratnomo pun keluar dari ruangan itu dan mengunci pintunya.
Terlihat sangat gelap di ruangan itu namun tidak yang terlihat dimata panji. Panji pun mulai membaca ajian ajian itu.
"Aku yakin kau pasti bisa dan bahkan mungkin melebihi diriku" Batin ratnomo yang kemudian meninggalkan ruangan tempat panji tadi.
...

"Gimana.? Surat-suratnya sudah kamu urus.?" ucap dhatu yang berbicara dengan seseorang di telpon.

"Aman bos.. Semua sudah selesai."
"hmm.. Bagus."
"jadi kapan kita akan kesana lagi?"
"sekarang juga.. Saya tunggu kamu di tempat biasa"

Telpon pun ditutup.
Ketika dhatu ingin melangkah keluar kamar, ia mendengar seperti suara seseorang yang muntah.

"huuwekk.. Hoowekkk.."

Dhatu pun mencari sumber suara.
Suara itu berasal dari kamar mandi yang ternyata itu adalah nirmala.
"ibuk kenapa.?"
Ucap dhatu menghampiri nirmala.
"gak tau nak. Perut ibu rasanya mual dan kepala ibu pusing"
Jawab nirmala sambil memegang perutnya.

"wahh.. Wahh... Ibu pasti hamil. Hehe bentar lagi aku punya adik nih." ucap dhatu kegirangan.
"ahh mana mungkin nak. Ibu udah tua gini kok."

Dhatu pun menarik tangan nirmala sambil memanggil rahman.
"pa.. Papa.. Ibuk hamil pa"

"wah.. Apakah benar buk?" jawab rahman dengan raut wajah bahagia.

"iya pa.. Tadi dhatu liat ibu mual-mual sama kepalanya pusing kata ibu"
Jawab dhatu.

"ehh enggak ko pa. Mungkin cuman masuk angin" ucap nirmala dengan wajah malu-malu

"yaudah buk. Kita ke dokter aja. Periksa kandungan ibuk" ucap rahman dengan semangat.
"dhatu mau ikut sekalian?" tambah rahman.
"ehh gak usah pa. Dhatu ada janji sama temen" jawabnya dengan senyum.

Rahman pun pergi bersama nirmala untuk memeriksa kandungan nirmala yang katanya hamil itu.
Ketika rahman dan nirmala pergi,
Dhatu tersenyum menyeringai.
"hahaha.. Jaga makananku itu baik-baik ya buk" ucapnya

Kemudian tak lama, dhatu pun jugq pergi sesuai janjinya dengan untuk pergi kedesa itu lagi bersama tukang pukulnya waktu itu.
Mobilnya pun melaju cepat menuju desa tempat pertemuan mereka kemarin.
Terlihat disana tukang pukul itu menunggu dhatu.
Dhatu pun turun dari mobilnya lalu tukang pukul itu menghampirinya.

"ini surat-suratnya bos"

Dhatu pun mendelik dan membaca satu persatu isi surat itu.

"hm.. Bagus bagus.. Ayo kita masuk" ucap dhatu.
Mereka pun memasuki desa itu. Kemudian berjalan menuju rumah yuda si kepala desa.

Belum sempat dia sampai kerumahnya dia bertemu yuda di jalan.
Seperti biasa terlihat yuda sedang memantau warga yang tengah bekerja di sawah.

"halo mas yuda." sapa dhatu.
"ehh ada mbak lagi. Ada perlu apa lagi ya mbak.?"

"saya mau mengambil sawah serta tanah yang mengatas nama kan bu asih mas" ucap dhatu dengan lembut. Bibirnya tersenyum namun bukan senyum seorang wanita yang baik.

"mana bisa begitu mbak. Kan tanahnya itu sudah di
Sumbangkan juga sawahnya..."

"saya punya ini" ucap dhatu sambil memberikan surat-surat itu.

"pokoknya tetap tidak bisa mbak" ucap yuda dengan tegas.
Ucapan kuat dari yuda membuat para warga melihat mereka.
Tukang pukul di belakang dhatu pun sudah geram.
Tangannya sangat gatal ingin menghantam yuda.
Ketika tukang pukul itu ingin maju, dhatu menahan mereka berdua dengan tangannya.
Kemudian dhatu kembali berbicara dengan yuda.

Sambil meraih surat yang ada di tangan yuda.
Dhatu pun mengesek tangannya menngenai tangan yuda
*degg..*
Hawa dingin terasa di tubuh yuda.
Dengan tatapan manja sambil menggigit bibirnya dhatu kembali berkata.
"apa bisa saya ambil"

"tentu saja boleh mbak" ucap yuda dengan suara lembut sambil menatap dhatu.
"kalo begitu kumpulkan warga kita menuju kantor kepala desa"
Yuda pun mengikuti ucapan dhatu.
Setelah para warga semua telah berkumpul yuda pun mengumumkan sesuatu.
"Mulai sekarang. Secara resmi tanah serta sawah milik bu asih menjadi kepemilikan mbak dhatu dan dia akan mengambil haknya kembali. Untuk itu anak-anaknya yang bersekolah
Di sekolahan yang di bangun di tanah bu asih harus segera di pindahkan ke kota karna dalam waktu dekat sekolahan itu akan di hancurkan"
Ucap yuda dengan tegas..
Para warga pun riuh semua bertanya-tanya suara saling bersahutan sehingga tidak ada yang bisa mendengar aoa yang di
Katakan para warga.
"tolong pak.. Bagaimana nasib anak kami." teriak salah seorang warga yang paling kuat.
Di tengah riuhnya orang-orang dhatu pun berbisik kepada yuda.
Yuda pun mengangguk menurut perkataan dhatu.

"TOLONG DIAM.." teriak yuda.
Dan seketika para warga diam.
"mbak dhatu akan membiarkan sekolah itu tetap berdiri namun dengan satu syarat."

Para warga pun masih terdiam. Seolah ingin tahu jawaban dari yuda.

"Setiap bulan harus menyediakan satu bayi yang berumur kurang lebih satu bulan"
Sontak.. Pernyataan yuda membuat para warga kembali riuh. Namun kini dengan caci maki.
Lalu terdengar salah seorang warga berteriak.
"peminta tumbal bayi.. DIA PALASIK" lantas sorot mata semua warga menatap orang yang berbicara tadi termasuk dhatu dan dua tukang pukulnya.
Seketika dua tukang pukul yola pun maju menghampiri seorang lelaki yang mengatakan tadi.
Dengan bringas. Dua tukang pukul yola tadi menghajar orang itu hingga berdarah-darah, Wajahnya babak belur.

"JAGA UCAPAN KALIAN.." Teriak dhatu sambil menunjuk para warga.
"Saya punya hak atas tanah-tanah bu asih. Jika kalian tidak mau mengikuti peraturan angkat kaki dari desa ini.
Satu hal lagi. Jangan sesekali mengatakan saya adalah palasik. Sekali saja saya mendengarnya. Nasib kalian akan sama seperti orang itu" tambah dhatu dengan wajah marah.
Sontak para warga pun kin hanya bisa diam. Tidak bisa melawan tidak bisa brontak. Jika brontak mereka akan berakhir seperti orang tadi.
Iyan dan joni pun turut hadir dalam kerumunan orang itu lalu ketika semua telah pergi mereka pun kembali ke desa mereka.
Dengan cepat iyan dan joni berlari menuju luar desa.
"sudah kuduga jon.. Hostt.. Hostt.. Gila tu cewek.. Untung saja kamu gak terpikat sama dia" ucap iyan dengan napas ngos-ngosan.

"parasnya yang cantik tanpa di pelet saja aku sudah terpikat yan.. Tapi kalo tau dia sejahat itu
Aku juga gak mau yan."
Ucap joni.
"jangan-jangan benar jon. Kata orang tadi. Dia itu palasik" tambah iyan.
"jika benar pun memangnya kita bisa apa yan. Kamu liat sendirikan tukang pukulnya tadi.. Bbbbrrrr... Bisa patah leherku" ucap joni yang menggeliatkan lehernya.
Sambil berjalan, iyan pun terdiam cukup lama.
" aku tau siapa yang bisa mengakhiri ini semua jon."

Siapa?" ucap joni.

"MBAH TEJO.. Kita harus mencarinya."
Ini typo ya. Maaf.. Bukan yola tapi dhatu..

Jadi keinget istrinya joko. Heran...
Hari demi hari bulan demi bulan.
Kelakuan dhatu makin menjadi-jadi.
Setiap malam jumat selalu saja ada terjadi pembunuhan di desa itu.
Meski warga tau jika itu ulah palasik karna korbannya selalu ibu hamil atau pun bayi yang hilang di culik malam-malam.
Namun para seakan bungkam tentang hal itu. Bahkan ucapan "palasik" menjadi tabu di kampung itu. Seperti yang di katakan dhatu setiap bulannya harus menyediakan satu bayi. Katanya mau di bawa ke kota biar di rawat di panti asuhan yang sudah dia bangun.
Lalu sisi baik dari itu semua para warga menjadi makmur semua pangan serta uang tidak pernah kekurangan. Namun kegembiraan anak-anak tidak lagi terlihat di kampung itu.
Bahkan anak yang berumur 7 tahun sudah mulai berkerja semua harus tampak dewasa.
Para warga yang biasa berjaga pos ronda di malam hari kini di tiadakan. Dengan alasan apapun meski mendengar teriakan di malam hari wajib di acuhkan jika tidak akan menanggu akibatnya.

Joni dan iyan sebagai lelaki yang bekerja di kampung itu merasa iba melihat anak-anak disana.
Meskipun apa yang di alami anak itu pernah mereka alami tapi itu atas dasar keingin mereka sendiri.
Setelah sekian lama melihat dhatu yang telah merajalela.
Membuat mereka tidak tahan hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk mencari mbah tejo.
"Udah hampir setahun begini jon. Aku gak tahan sama iblis itu. Kasian orang kampung jon"
Ucap iyan mengeluarkan keluh kesahnya ketika sudah keluar desa.

"iya yan. Aku kira itu cewe baik-baik ternyata dalamnya busuk lebih dari bangkai.
Luarnya saja yang cantik" tambah joni.
"besok aku mau merantau ke jawa cari mbah tejo jon."

"kamu yakin yan?" ucap joni dengan tatapan sinis.

"emangnya kapan sih aku bohong."

"hm buktinya dulu kau bilang mau mencarinya tapi gak jadi pergi" tambah joni menaik alisnya.
"sekarang sudah beda jon. Wanita itu udah kelewatan." ucap iyan dengan tegas.

"gimana..? Kau mau ikut? "
Tambah iyan.
Joni terdiam cukup lama.

"ya sudah kalo kau gak mau ikut aku pergi sendiri saja" ucap iyan dan langsung berjalan mendahului joni.
Joni masih terdiam dan tidak menjawab pertanyaan iyan waktu itu.
Hingga keesokan paginya iyan tengah bersiap ingin menuju kekota untuk pergi ke pelabuhan.
Iyan berharap jika joni akan menunggu didepan rumah.
Ketika dia lewat depan rumah joni.
Dia tidak melihat siapapun.
Ingin mengetuk pintu dan bertanya namun egonya tinggi tidak masalah jika joni tidak bersamanya.

Iyan pun mulai berjalan ke pinggiran jalan besar berharap ada mobil pick up yang menuju ke pelabuhan untuk menghemat uangnya.
Hingga sampai dipelabuhan iyan pun duduk di kursi atrian.
Terlihat orang sangat ramai di pelabuhan.
Iyan cukup merasa sedih karna kali ini dia tidak berdua joni.
Namun tiba-tiba ada seseorang yang memegang pundaknya.
Ketika dia menoleh ternyata itu joni dengan tersenyum dan memegang dua tiket penyebrangan kapal menuju pulau jawa.
"pant*k ya kau jon. Aku kira beneran gak ikut." ucap iyan sambil memukul joni.
Joni hanya tertawa.
"mana mungkin petualangan seseru itu aku tinggal yan. Udah pastk aku ikut lah" ucap joni yang masih tertawa..

Kini mereka ke pulau jawa dengan tujuan mencari mbah tejo entah berapa lama mereka bertemu stau bahkan tidak bertemu sama sekali.
Hampir dua tahun berlalu,
Kini desa itu benar benar tidak di huni oleh anak-anak.
Padang rumput yang biasa di gunakan anak anak bermain kini tidak ada lagi terlihat.
Para ibu hamil semakin banyak dengan tetap mentaati peraturan jika malam tidak ada yang boleh keluar rumah
Setiap ada ibu yang melahirkan kemungkinan bayinya hanya dua.
Lenyap secara tiba-tiba ketika malam sewaktu tidur dan di beri ke dhatu setiap bulannya.
Meskipun begitu, tidak ada yang berani menentang dhatu. Para warga seaakan bungkam dan mencari aman.
Selagi sandang pangan tercukupi mereka tetap diam dan tidak mau keluar dari desa.
Meski begitu pernah ada kejadian salah seorang warga yang ingin meninggalkan desa karna sudah muak dengan perlakuan dhatu.
Namun selang beberapa hari mayatnya di temukan tewas
Dengan sangat mengenaskan.

Entah sampai kapan itu semua berakhir yang pasti harus ada seseorang yang akan mengakhiri.

....
*tokk.. Tok.. Tok..*

"iya silahkan masuk" ucap ratnomo yang duduk di kursi goyangnya sambil memetik tasbih yang ada di tangannya.

Panji pun masuk lalu duduk bersimpuh di belakang ratnomo yang duduk menghadap jendela kamar yang terbuka.
"ada apa eyang memanggilku" ucap panji pelan.

Ratnomo bangkit dari kursi goyangnya.
" ajian serta ilmu kanuragan semuanya hampir kau kuasai. Mungkin.. Sudah saatnya kau pulang dan keluar dari padepokan ini panji"

"hah.." panji terkejut namun tidak berani menatap ratnomo.
Pandangnnya terus saja kebawah menghargai sosok guru yang selama ini mengajarnya.
"kenapa begitu eyang. Aku masih tahap belajar eyang."

Ratnomo tersenyum mendengar itu.
"tidak panji. Sekarang sudah saatnya." ucap ratnomo berbisik pelan kepada panji.
Panji memgerti maksud ratnomo.
Tiga tahun belajar membuatnya mengenal siapa dirinya.
Bagaimana masalalunya dan dia mencoba memaafkan itu semua dan berhasil hingga ke tahap sekarang.
Kini panji menjawabnya dengan sedikit tegas.
"jika eyang menyuruhku untuk membalaskan dendam atas kematian ibu dan semua yang telah terjadi. Aku tidak akan mau eyang. Nyawa tidak harus di bayar dengan nyawa. Membalaskan dendam hanya akan menambah dendam lebih besar"
"khukhukhu.. Nak panji.. Tak salah jika waringin sungsang bisa kau tuntaskan.
Namun percayalah. Ini bukan lagi soal balas dendam nak..
Pulang lah.. Ada yang sedang membutuhkanmu." ucap ratnomo menatap panji.

Panji pun menatap balik ratnomo lalu memeluknya sambil menangis.
Dia begitu menyayangi eyang ratnomo mungkin bahkan melebihi eyang tejo.
....

"apa benar ini rumahnya yan.?"
Ucap joni sambil mengikuti iyan dari belakang.

" mudahan aja jon. Soalnya bapak alamatnya persis yang di tulis sama bapak tadi jon." ucap iyan sambil melihat secarik kertas di tangannya.
"iya.. yang namanya tejo itu kan banyak yan." ucap joni ragu.

Iyan hanya diam dan dia terus saja melangkah melewati jalan sambil terus memandang kertas yang ada di tangannya.
Hampir dua tahun mereka pergi ke tanah jawa.
Makan tidur dimana saja bekerja pindah sana sini
Telah mereka rasakan.

Iyan pun melangkah melewati pagar bambu yang tersekat mengeliling rumah yang lumayan besar itu.

"ini rumahnya jon" ucap iyan sambil menunjukan nomor yang tertulis di kertas pas dengan nomor rumah itu
Tertulis papan nama di bawah no rumah itu.
"TEJO SUDARTO"

"Permisi.. Assalamualaikum."
Ucap iyan..

Tak lama keluar laki-laki tua yang mengenakan blangkon.
"walaikumsallam.."

Iyan dan joni pun langsung naik ke teras dan memyalami tangannya mbah tejo.
"Janc*k.. Kalian ini siapa tiba-tiba nyalamin tangan saya"
Ucap tejo yang kaget.

"sudah dua tahun kami mencari mbah. Akhirnya ketemu juga mbah.." ucap iyan.

"bentar-bentar.. Mari duduk dulu" ucap tejo mempersilahkan mereka berdua duduk di kursi yang ada di teras rumah.
Mereka pun duduk lalu mbah tejo masuk dan tak lama dia keluar lagi.

"kalian ini siapa.? Dari mana.? Dan ada apa mencari saya.?"
Ucap tejo sambil menghidupkan rokok lintingnya itu.

"saya iyan mbah dan ini joni.
Mbah masih ingat kan dengan kami yang waktu itu melaporkan kepada
Mbah ada palasik di bawah sekolahan yang di bangun di desa itu." ucap iyan mencoba mingingatkan mbah tejo.

Tejo pun mengingat-ngingat. Karna kejadian itu sudah sangat lama dan bahkan iyan sama joni saja masih anak-anak.
"oalahh.. Kalian berdua ternyata.. Sudah besar ya " ucap tejo sambil tertawa..
"lantas ada apa mencari saya nak iyan dan nak joni."

Iyan terdiam cukup lama ketika tejo menanyakan hal itu.

"PALASIK itu kembali lagi ke desa mbah"
Tejo hanya diam mengusap janggutnya yang sudah berwarna keputihan.
"jadi begitu.. SANG RATU datang kembali kedesa itu"

"Sang ratu.?"
Ucap iyan dan joni serentak.
Tejo hanya menganggukan kepalanya.
"Dia keturunan terakhir dari nenek tua itu. Kekuatannya bahkan lebih besar dari nenek tua yang pernah meneror desa itu. Para iblis jin serta makhluk lainnya bisa saja tunduk kepadanya." jelas mbah tejo.

"Hmm pantas saja pak yuda begitu nurut dengan wanita itu. Aku rasa dia
Terkena pengaruh pelet wanita itu" ucap iyan.

"siapa yuda?"
Tanya mbah tejo.

"dia kepala desa yang menggantikan bapaknya yang sakit karna lumpuh mbah" jawab iyan.

Mbah tejo tak menyangka akan berakibat seperti ini.
Semua yang terlibat dalam pembunuhan asih waktu itu terkena
Imbasnya. Namun mbah tejo cukup heran kenapa iyan dan joni ini tidak terkena.

"lantas sekarang harus bagaimana mbah?" tanya iyan sekali lagi.

Mbah tejo terdiam.
Dia tidak yakin bisa membantu. Apa lagi kini desa itu telah di kuasai dhatu.
Kemungkinannya pun kecil bisa saja malah dia yang akan tewas.

"Kita harus mencari.."
Belum sempat tejo menyelesaikan ucapanya terdengar seorang pemuda mengucapkan salam.

"assalamuallaikum."

Serentak mereka menjawab.
"walaikumsallam"
Iyan dan joni pun menoleh
Ke arah pemuda itu. Dengan pakaian putih layaknya seorang kyai muda yang mengenakan sorban di kepala. Tas karung yang di sandang menandakan jika orang itu datang dari jauh.

Ketika mbah tejo menoleh dan melihat pemuda itu.
Tanpa sengaja, air mata tejo mengalir
Dan tejo langsung beranjak daeri tempat duduk langsung menghampiri pemuda itu.

"cucuku.. Eyang sungguh sangat merindukanmu panji."
Ucap tejo yang masih memeluk panji.
Panji hanya tersenyum.
"panji juga begitu eyang. Panji merindukan keluarga di rumah"
Joni dan iyan terdiam melihat itu.
Dia tidak ingat siapa pemuda itu.
Untuk menatapnya lama saja joni dan iyan tidak kuat.
Di telinga, suara pemuda itu begitu berwibawa bagi mereka membuatnya menjadi segan sehingga ketika panji menghampiri joni dan iyan mereka langsung berdiri
Namun dengan pandangan kebawah.

"salam kenal mas mari masuk saja mas" ucap panji dengan lembut.

"ehee.. Iya ustad terimakasih."

"hehe gak usah panggil ustad. Panggil saja panji"
Ucapnya sambil tersenyum.
Kemudian panji pun masuk ke dalam rumah.
Ketika panji masuk, joni dan iyan pun mendekat kepada mbah tejo.

"itu tadi siapa mbah"? Ucap iyan.

"Dia cucuku. Baru pulang setelah lamanya menuntut ilmu." ucap mbah tejo yang masih memperhatikan langkah panji masuk kedalam rumah.
"pantesan terlihat sangat berwibawa. Ternyata cucu mbah toh. Bahkan untuk menatap wajahnya saja saya segan mbah" ucap iyan.

Mbah tejo hanya tersenyum sambil tertawa kecil.
"itu ajian mahesa khodra. Salah satu ajian ilmu putih yang mampu menggetarkan lawan hanya lewat ucapan
Tak ku sangka cucuku berhasil mempelajari ilmu itu" ucap tejo dengan bangga.

Kemudian tejo pun masuk di ikuti joni dan iyan.
Joni dan iyan pun kali ini duduk di ruang tamu. Sementara ratih istrinya tejo membuatkan minuman.
Tejo pun melangkah kekamar joko di terpasung.
Dilihatnya disana panji duduk bersimpuh di samping joko
Tejo hanya melihat dari pintu.

Kemudian dilihatnya panji tengah mengusap ngusap wajah joko dengan selembar sapu tangan.
Bau yang yang begitu wangi sehingga menusuk hidung tejo.
"Kasturi" batin tejo yang mencium bau wangi itu.

Lalu terdengar pelan suara joko.
"panji..
Apakah itu kamu nak"

Tejo tercengang melihat itu baru kali ini ia melihat joko dengan sadar memanggil nama orang.

Panji yang menyadari kehadiran tejo di pintu lantas langsung mengatakan
"eyang.. Boleh aku minta kunci pasung abi?" ucap panji yang masih sibuk mengelapkan sapu tangan itu keseluruh tubuh joko.

"tapi.. Bapakmu masih sakit nak" ucap tejo.

Kini panji menoleh menatap tejo.
"tolong percayalah sama aku eyang" ucap panji memelas.
Tejo pun mengalah dan langsung pergi menuju kamarnya dan kembali membawa kunci.
Pasung pun di buka. Kini joko sudah tidak lagi di pasung namun dia masih saja menatap dengan tatapan kosong.

"ibumu nak.. Maafkan abi."
Kini joko menangis pelan.
Panji pun langsung memeluk joko
"sudah lah abi.. Panji sudah mengiklaskan semuanya. Maafkan panji yang terlambat menyelamatkan abi" ucap panji yang masih memeluk joko.
Panji tau jika selama ini jiwa ayahnya terkurung ketika dia bermimpi waktu itu yang tergabung di keramaian sewaktu seorang gadis duduk di tahta
Singgahsana.
Dan sekarang joko mulai tersadar meski belum sepenuhnya pulih.

Ratih yang sebelumnya membuatkan minuman dan selesai mengantarkan minum ia pun masuk ketika melihat joko pasungnya telah di lepas. ratih pun menangis dan langsung memeluk anaknya itu.
"joko.. "
Ucap ratih sambil menangis.

"ibuk.. Maafin joko ya buk"
Jawab joko dengan lirih
Ratih masih saja memeluk joko lantas ratih lalu bangkit dan berniat memandi kan joko.
Di bantu dengan panji dan juga tejo kini joko sudah terlihat lebih bersih.
Rambutnya yang gondrong
Karena lama tidak di potong di kuncir dan membuatnya sudah seperti normal meski masih sering melamun.

Setelah semuanya selesai kini mereka semua duduk diruang tamu melanjutkan pembicaraan joni dan iyan tadi.
Mereka semua pun duduk di ruang tamu tanpa terkecuali joko yang kini berada di kamar dan di temani ratih.

Panji pun duduk di sebelah tejo dan tepat di hadapan joni dan iyan.

Joni dan iyan terlihat sangat gugup matanya hanya tertuju pada minuman yang ada di meja.
"ayo mas di minum airnya. Nanti dingin loh" ucap panji

"iya.. Terimakasih"
Ucap iyan sambil mengangkat gelas kopi itu.

"gimana latihanmu nak. Semua berjalan lancar?" ucap tejo menanyakannya kepada panji.
Panji tersenyum.
"alhamdulillah kok eyang semuanya lancar. Ohh iya eyang. Sebelum pulang tadi eyang ratnomo titip salam sama eyang"

Tejo hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

"lantas ajian apa saja yang di ajarkan ratnomo kepadamu nak?"
Tanya tejo.
Panji cukup lama terdiam ketika tejo menanyakan hal itu.

"hehe tidak ada ajian apapun yang aku pelajari eyang. Aku hanya belajar tentang bagaimana kebesaran tuhan yang mana atas kuasanya dan kehendaknya semua itu bisa terjadi."
Jawab panji dengan tersenyum.
Kini tejo terdiam.
Dia mengerti maksud panji. Apa gunanya punya banyak ilmu namun sifat masih setinggi langit sampai harus melupakan jika itu semua kehendak tuhan.
Panji sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya, keangkuhannya.
Semakin seseorang berisi maka dia akan semakin merendah itu la yang telah panji tekuni.

"khukhukhu.. Cucuku.. Eyang sangat bangga padamu" ucap tejo sambil mengusap pundaknya.

" ohh iya.. Sudah kenal belum dengan dua orang ini nak.
Dia joni dan itu iyan" ucap tejo menunjuk
Mereka satu satu.
Joni dan iyan pun menatap panji dan menganggukan kepala sambil tersenyum.

"mereka dari desa ib.."
Tejo berhenti berbicara lalu menatap panji.

"desanya umi?"
Ucap panji melanjutkan
Kini tejo tidak berbicara dia hanya mengangguk.
"hehe eyang tidak perlu lagi merahasiakan nya denganku. Aku melihatnya kok.
Wah cukup datang dari jauh juga ya mas-masnya ini eyang" tambah panji.
" iya nak.. Mereka juga telah membantu eyang sewaktu kejadian itu." ucap tejo.
Joni dan iyan hanya diam. Dia tidak berani berbicara sedikit pun. Bahkan untuk menyampaikan maksudnya saja mereka tidak berani memulai percakapan lebih dulu.

"lantas mas ini datang jauh-jauh kesini ada perlu apa ya." ucap panji menatap dua lelaki itu.
"hehe anu ustad kami kesini.."

"panji saja mas" ralat panji sambil tersenyum.

Joni menyenggol iyan melihat iyan yang begitu gugup membuatnya malu di hadapan panji dan juga mbah tejo.
" emm kami mau menjenguk pak joko. Dan ada hal penting yang mau di sampaikan kepada mbah tejo mas panji" tambah joni yang meluruskan ucapan iyan.

Iyan pun hanya senyum untuk menutupi rasa gugupnya itu.

"hal penting?.. Apa itu eyang.?
Tanya panji kepada tejo.
Tejo pun terdiam.
Lalu menyesap kopi yang telah tersedia di meja.
" keturunan terakhir yang membunuh ibumu kembali kedesa itu" ucap tejo dengan mata melirik ke arah panji.

"kali ini hanya kau yang mampu mengalah sang ratu itu nak"
Tambah tejo
Raut wajah panji berubah.
Dia yang tadi tersenyum kini ekpresi wajahnya terlihat datar menatap ke bawah.

"jika eyang menyuruhku membalaskan dendam ibu. Aku tidak akan pernah mau pergi ke desa itu eyang" jawab panji dengan dingin.
"wanita itu lebih keterlaluan dari si nenek tua dulu.
Nenek tua dulu itu hanya meneror para warga secara sembunyi. Berbeda dengan wanita itu mbah. Dia meminta bayi secara terang-terang setiap bulan. Dan yuda pun kini telah tunduk padanya"
Ucap iyan menjelaskan kondisi desa.
"keterlaluan wanita BIADAB.. Keturunannya makin menjadi-jadi" teriak tejo sambil mengepalkan tangannya.

"ini tidak bisa di biarkan.. Besok aku akan ikut kesana" tambah tejo.

Lantas kini panji pun berdiri.
"eyang.."
Ucapan panji pun membuat ruang tamu itu menjadi sunyi.
Seaakan
Semuanya terdiam ketika mendengar suara panji.
"Ingat kata eyang ratnomo. Jika hitam melawan hitam tidak akan ada habisnya eyang.
Lebih baik. Eyang di rumah saja. Jagain eyang ratih sama abi" ucap panji dengan lembut.
"sebelum aku pulang dari padepokan eyang ratnomo, beliau mengatakan jika akan ada orang membutuhkan pertolongan.
Jika tidak begitu aku tidak akan ingin pulang. Karna sejujurnya aku merasa risih dengan kamar itu" ucap panji menunjuk kamar rahasia tejo.
"namun aku menghargai eyang seolah tidak terjadi apa-apa.
Urusan kampung umi.. Biar aku saja eyang. Aku akan tinggal disana dan Aku juga akan ngebangun tempat belajar mengaji untuk anak-anak disana eyang." tegas panji.

Tejo hanya terdiam. Matanya berkaca mendengar ucapan cucunya
Ketika panji menatap tejo.panji pun langsung memeluknya.

"aku harap eyang mengerti"
Bisik panji yang masih memeluk tejo.

"kau benar nak.. Eyang sama sekali tidak marah padamu. Justru eyang lah yang bersalah.. Pilih lah jalan yang terang."

Tejo pun tidak kuat
Menahan air matanya. Tanpa sadar air mata pun mengalir di pipinya.

Setelah lama berpelukan panji pun memutuskan untuk pergi ke desa itu besok.
Akan banyak hal yang mwnunggunya disana dan dia benar-benar harus sudah siap.
Pagi harinya,
Joni dan iyan sudah bersiap.
Mereka menunggu di teras rumah.
Sementara panji masih berpamitan dengan tejo ratih serta joko. Di peluknya satu persatu. Karna mungkin panji akan sangat lama pulang kerumah ini lagi.
Disana dia ingin meneruskan sepeninggalan ibunya dulu.
Terlihat semua masih begitu berat melepas panji.
Ketika telah selesai berpamitan tejo pun merogoh sakunya dan dia mengeluarkan sebuah tasbih yang terbuat dari kayu kaukah tasbih itu sangat cantik di setiap butir kayu itu yang berjumlah 99 tertulis asmahul husna di setiap butirnya
"panji.. Ini bukan lah jimat atau apapun. Ini hanya sebuah tasbih yang di berikan guru eyang sewaktu mondok bersama ratnomo dulu.
Eyang rasa kamu lebih pantas memilikinya. Ambil lah" ucap tejo memberikan benda itu kepada panji.
Panji pun menerima tasbih itu. Ketika dia melihat itu, dia jadi teringat dengan ratnomo.
"tasbih ini sama seperti yang di bawa eyang ratnomo kemana-mana" batinnya.

"ini.."

"iya.. Simpan itu baik-baik ya nak"
Tambah tejo.
Setelah semua telah siap, mereka pun pergi ke desa itu
Pertama mereka harus pergi ke dermaga menaiki kapal penyebrangan. Baru setelah itu menuju ke desa yang jarak tempuhnya cukup jauh.
Setelah cukup lama di perjalanan mereka pun sampai di desa itu,
Joni dan iyan menyarankan untuk panji tinggal di kampung mereka dulu yang bersebelahan dengan desa itu. Keesokan paginya baru mereka akan pergi desa itu karna hari juga hampir gelap. Dan tentunya para warga
Tidak akan ada lagi yang mau membukakan pintu meski orang berteriak sekencang apapun di luar rumah.
Panji pun hanya menurut dan kebetulan dia juga butuh istirahat.
"ayo mas panji kita berangkat"

"ayo..mari.." ucap panji yang sudah berisiap-siap.

Mereka pun pergi ke desa itu
Seperti biasa joni dan iyan membawa cangkulnya seperti orang pergi ke sawah pada umumnya.

Dilihatnya tidak ada mobil di depan gerbang desa itu
Menandakan jika dhatu belum pergi kedesa.
Mereka langsung menuju rumah yuda si kepala desa.

"assalamualikum"

Tak lama yuda pun keluar dan menjawab salam mereka.
"siapa dia pendatang baru ya?" ucap yuda menunjuk panji.
Panji hanya tersenyum melihat itu.
"emm tidak pak.. Dia cucu nya almarhum bapak faisal. Yang pernah tinggal di desa ini. Kedatangannya ingin mengambil surat-surat atas kepemilikan faisal kembali pak" ucap iyan menerangkan kepada yuda.

"hmm saya tidak mengenal siapa itu bapak faisal.. Silahkan pergi" ucap yuda.
Ucapan dari iyan tidak mampu menggoyahkan yuda yang sudah terpengaruh dhatu.
Hingga akhirnya.
"jika mas tidak tau barang kali ayahnya mas tau karna mungkin semua itu di titipkan ke ayahnya mas." ucap panji

"ayah saya sedang sakit dia sudah tidak bisa berbicara." ucap yuda yang
Masih menolak.

"Izinkan saya melihatnya"

Ucapan panji yang dingin dan langsung melangkah masuk membuat yuda tidak brani menahannya.
Panji pun masuk ke dalam rumah.
" di mana kamarnya mas?"

Yuda hanya menunjuk
Sebuah ruangan namun terlihat seperti gudang.
Panji pun masuk ke dalamnya.
Di lihatnya seorang kakek tua yang kini tengah terbaring di lantai yang hanya beralaskan tikar.

"astagfirullah" batin panji yang melihat itu

Panji merasa jika yuda tengah terpengaruh sesuatu sampai -sampai dia menelantarkan ayahnya begitu.
"assalamualaikum kek"
Ucap panji.
"walaikumsallam.. Siapa kamu nak" ucap kakek tua itu.

"ternyata laki-laki itu berbohong" batin panji ketika dia mendengar ayah dari yuda masih bisa berbicara.
Lantas panji pun menutup pintu ruangan itu dan menghampiri kakek yang terbaring itu.
"saya panji kek. Cucunya almarhum eyang faisal. Apa kakek masih mengingatnya.?"
Ucap panji pelan.

Kakek itu terdiam cukup lama. Dia berusaha mengingatnya.

"ohh iya.. Anaknya nak yola ya" ucap kakek itu dengan suara yang parau.
"Iya kek benar."

"ternyata kamu sudah besar ya nak. Mana mbah tejo apakah kau bersamanya? Aku sangat membutuhkan pertolongannya" ucap kakek itu.

"eyang tejo tidak ikut. Hanya aku sendiri kek. Aku mau kembali tinggal di rumah peninggalan eyang faisal. Apa kah kakek menyimpan
Surat-surat serta kunci rumahnya kek?" tanya panji.

"emm. Saya tidak memegang apapun dari sepeninggalan faisal nak.
Seingat saya dulu sewaktu sanak saudara dari mendiang faisal meninggalkan rumah itu dia meninggalkan kunci itu di bawah tangga yang terletak di dalam sebuah
Kotak kayu kecil.
Dan soal surat-suratnya saya tidak tau nak" ucap kakek itu.
Panji hanya diam sambil menganggukan kepalanya.
Kemudian tak lama panji mengeluarkan sapu tangan dan sebuah botol kecil minyak wangi.
Minyak wangi tadi dia oleskan di sapu tangan.
Di usapkannya sapu tangan tadi ke kaki kakek itu dengan mata berkaca-kaca.

Batinnya begitu terpukul karna panji tau setelah ia menemui kakek ini yuda akan membunuh ayahnya sendiri.
Panji tidak bisa melakukan hal banyak dia hanya bisa menyembuhkan kakek itu dari lumpuhnya
Meskipun umurnya tidak lagi panjang.
Sebelum pamit panji sempat mengatakan.

"tetap lah berbaring seperti itu kek. Jika ada hal yang terjadi. Bangkit lalu berlarilah secepat mungkin"

"haa maksudnya apa nak. Kakek sudah lumpuh dan tidak bisa lagi berjalan"
Panji hanya tersenyum.
"Atas kuasa-nya tidak ada yang tidak mungkin kek"
Panji pun keluar dari ruangan di lihatnya yuda masih menunggunya dan berdiri tak jauh dari ruangan itu.

Panji pun berjalan mendekat yuda.
"terimakasih mas saya pamit dulu" ucap panji dengan lembut.
Yuda hanya menatapnya dengan sinis.
Kemudian panji pun berhenti berjalan dan kini berhadapan dengan yuda.

"dia itu ayahmu.. Ayahmu lebih berharga di banding wanita itu" ucap panji dengan dingin sembari menepuk pundak yuda pelan.

Terasa getaran yang begitu hebat ketika
Panji menepuk pundaknya.
Kini yuda terdiam.
Panji pun melangkah keluar menemui joni dan iyan lagi.
Ketika mereka ingin pergi dari rumah kepala desa panji seperti tengah mencari sesuatu dan hidungnya beberapa kali mengendus.
Iyan yang melihat itu lantas langsung menegurnya.
"ada apa mas panji"
"mas iyan menciumnya gak?"
"bau apa ya mas?"
"darah"
Iyan hanya menggelangkan kepala.
Terlihat dari kejauhan tiga orang tengah berjalan menghampiri rumah yuda.
Satu di tengah terlihat seperti wanita dan dua kiri kanannya laki-laki bertubuh tinggi besar.

"SANG RATU TELAH DATANG"
Semakin dekat dhatu menghampiri mereka
Terdengar di telinga panji seperti suara orang yang tengah menggorok atau menyembelih sesuatu.

Kini dhatu benar benar berada di hadapan mereka.
Bersama dua tukang pukulnya yang wajahnya teramat sangar.
"mas yudanya ada?"
Ucap dhatu yang melihat mereka habis dari rumah kepala desa.

"iiyyaa.. Ada di rumah.."
Ucap iyan dengan sedikit gemetar.
Joni hanya bisa diam sambil merunduk. Dia takut dhatu berkata macam-macam kepada tukang pukulnya karna dia pernah menggoda dhatu.
Sementara panji hanya diam memperhatikan dhatu.
Sedari tadi sewaktu dhatu ingin mendekat dia mendengar suara gorokan. Dan kini suara itu semakin jelas.
"jadi dia." ucap panji yang masih memperhatikan dhatu.

" kamu pendatang baru.?" ucap dhatu menyapa panji lebih dulu.
Panji hanya mengangguk sambil memegang dagunya.
Matanya masih terus memperhatikan dhatu.

"aku dhatu.. Kalo kamu?"
Tambah dhatu sambil mengulurkan tangannya.

"panji"
Ucap panji sambil meraih tangan dhatu. Dan kemudian di lepas cepat cepat oleh dhatu.

"Panas" ucap dhatu
Yang mengipas-ngipas tangannya.
Serentak tukang pukul di belakang dhatu tadi langsung bergerak maju ingin menangkap panji.

"Salah aku apa"

Seketika tukang pukul tadi terhenti ketika mendengar suara panji.
Suaranya yang begitu dingin membuat sesiapapun mendengarnya merasa gugup
Dhatu pun menghentikan dua tukang pukulnya tadi.

"sudah lah.. Jangan di lanjutkan"
Kini dhatu menatap panji dengan sengit namun hanya di balas tatapan dingin oleh panji.

"kita akan bertemu lagi..
Siapa namamu tadi.?
Emm panji.. Akan aku ingat itu" ucap dhatu kemudian langsung
Melewati iyan joni dan panji menuju rumah yuda.
Iyan dan joni terlihat ketakutan. Gemetar di kakinya tak henti-henti.
Mereka pun berjalan menuju rumah bekas orang tua panji dulu.
"apakah mas panji tau siapa wanita tadi. Dia lah palasik yang di katakan mbah tejo itu.
Keturunan terakhir dari Palasik yang dulu pernah meneror kampung ini"
Ucap iyan menjelaskan.

"iya.. Aku tau itu mas.
Sebelum wanita itu mendekat aku sudah mencium bau darah yang begitu amis
Aku pikir ada bangkai ayam atau binatang di sekitaran rumah kepala desa tadi.
Makanya waktu itu aku sibuk mencium dimana sumber bau itu.
Lalu ketika dia mendekat terdengar jelas suara gorokan. Itu lah tanda tanda kemunculan mahkluk itu."
Ucap panji menjelaskan sedikit tentang
Palasik.
"namun itu semua belum cukup untuk mengantakan jika wanita itu benar palasik. Kemudian dia mengajakku bersalaman.
Yang waktu itu aji inti lebur sakheti telah aku rapal. Lalu dia merasa kepanasan. Dan itu membuatku jadi yakin jika dia benar-benar palasik itu" tambah panji
Joni dan iyan hanya mengangguk mengerti.
Meski sudah mengetahui namun mereka belum bisa berbuat apa-apa.
Jika melakukan tindakan gegabah. Itu akan membunuh mereka di sebuah desa yang sudah hampir semua terpengaruh dengan dhatu.
Untuk itu lah panji ingin mendirikan sebuah tempat mengaji bagi anak-anak atau bahkan bisa terbuka untuk umum mendengarkan tausiyah.

Lama mereka berjalan, akhrinya sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Dan benar benar sudah tidak terawat.
Debu yang menembal di sisi lantai
Dan pagar serta tanaman merambat yang mulai menguasai sebagian tiang-tiang serta dinding rumah.
"sudah hampir 15 tahun rumah ini di tinggalkan" ucap panji menatap rumah itu.
Kemudian dia berjalan ke arah bawah tangga rumah itu.
Dia mencari sebuah kotak kayu kecil yang
Terselip di bawah tangga dan menemukannya lalu mengambil kunci di dalamnya seperti yang di katakan ayah yuda.
Panji pun naik lalu membuka pintu pagar rumah itu.

"mas joni sama mas iyan tunggu disini dulu sebentar"

Joni dan iyan tidak menjawab apapun namun langkahnya berhenti.
Panji pun memasukan kunci dan membuka pintu rumah itu.
Gelap.. Tidak ada cahaya yang masuk. Meski keadaan di luar rumah terang karna hari belum gelap.

"wahh wahh.. Rame ya" ucap panji.
Ketika tau rumah itu telah banyak fi huni makhluk karna lama tidak di tempati.
"Pemilik rumah telah kembali. Cepat kalian tinggalkan tempat ini" ucap panji yang masih bertutur kata dengan lembut.
Laku terdengar suara kursi bergeser dan meja. Barang barang yang ada di rumah itu tiba tiba terlempar hingga menimbulkan suara bising.
"hehe kalian tidak suka cara halus.?
Baiklah kalo begitu"
Kemudian panji pun duduk bersila sambil memegang tasbih yang di berikan tejo padanya.
Lalu membaca ayat kursi.
Seketika suara yang bising tadi menjadi sunyi jendala-jendela rumah terbuka.

"sudah pergi.? "
Panji pun melangkah dan memeriksa kamar demi kamar di rumah itu.
Kemudian dia terhenti di kamar bekas faisal dulu.

Dia terdiam sejenak.
"jadi kau yang mengundang mahkluk-mahkluk itu kesini. Pergilah.. Ini bukan lagi rumahmu"
Panji memejamkan matanya ekpresinya seperti sedang mendengarkan orang berbicara namun tidak tahu dia berbicara dengan siapa.

Dia hanya mendengar suara yang begitu berat dan samar-samar.

"TUANKU TELAH MENGHADIAHKAN RUMAH INI KARENA TELAH MEMBUNUH PEMILIKNYA"
"ohh jadi begitu.. Aku keturunan dari pemilik rumah ini dan aku ingin mengambilnya kembali lebih baik kau pergi saja."

Tak lama, panji pun seperti sedang menahan sesuatu.
Makhluk itu tidak terima lalu menyerang panji.
Panji pun hanya menahan serangannya lalu
Setelah di rasa mahkluk itu sudah terlewat batas bahkan ingin membunuh panji.
Dia pun merapal ajian lalu menghantamkan tangannnya ke hadapan.

"Alhamdulillah"
Ucap panji sambil mengusap wajahnya.
Setelah semua selesai, panji pun kembali keluar rumah menemui joni dan iyan.
Lalu membersihkan sekitaran rumah hingga ke petang rumah itu sudah terlihat cukup layak untuk di tinggali lagi.
"Terima kasih mas iyan dan mas joni telah banyak membantu saya."

"Ehehe. Bukan apa-apa kok mas panji."

Mereka pun ingin pamit pulang ke rumah mereka yang berada di kampung sebelah. Dan panji sempat menahan mereka.
"Hari sudah hampir gelas. Apa sebaiknya mas joni dan iyan tinggal di rumah saya dulu" ucap panji

Joni dan iyan terdiam cukup lama. Dengan rumah sebesar itu dan belum ada listrik dan hanya menggunakan obor membuat nyali iyan dan joni ciut.
"ehehe Gak usah mas.. Lebih baik kmi pulang saja. Kasian ibu saya nanti nyariin" ucap joni beralasan.
Sehingga iyan pun ikut-ikutan.

Panji tidak bisa memaksa dua orang itu hingga panji pun membiarkan iyan dan joni pergi.dari kejauhan Panji memandang mereka dengan cemas.
"semoga tidak terjadi apa-apa sama mereka."

Batin panji yang masih memperhatikan langkah dua orang itu.
Benar saja, ketika hampir sampai di gerbang desa langit pun menjadi gelap karena sejak dari rumah panji tadi telah masuk waktu magrib.
Tanpa ada penerangan sedikit pun mereka pun berjalan dengan bermodalkan memandang rumput hijau yang warnanya terang. Untuk melangkah agar tidak masuk lubang.
Tanpa mereka sadar sesuatu dari balik sawah telah mengintai mereka.
Pagi harinya.
Orang-orang sibuk berlarian ke arah sawah di bagian pangkal desa yang berdekatan di gerbang masuk desa.
Ketika panji keluar rumah, panji merasa heran dia pun ikut keluar dari rumah lalu bertemu dengan orang yang kebetulan ingin menuju ke lokasi itu.
"ada apa mas?"
Ucap panji menyapa orang itu.

"ada orang terkapar di sawah mas" ucap orang itu dan mempercepat langkahnya.
Hingga tiba di tempat yang di maksud.
Orang-orang telah ramai berkerumun di tempat itu.

Panji tidak bisa melihat jelas namun panji berusaha melihat kedepan
Sontak membuat panji terkejut atas apa yang dia lihat.
Orang itu adalah joni dan iyan dengan kondisi terkapar dan penuh luka.
Perut joni terlihat robek akibat cakaran entah itu binatang atau apa.
Lalu iyan terlihat penuh luka di tubuhnya keduanya terlihat sudah tak berdaya.
Panji pun berlari mendekat kepada iyan.
Dilihatnya di tubuh iyan tidak ada luka teramat serius namun bekas bekas cakaran ada di mana-mana.
Dia memeriksa degup jantungnya dan masih berdetak.

"ORANG INI MASIH HIDUP.!!" teriak panji
"ayo bantu selamatkan" tambah panji
Di bantu para warga iyan pun di angkat lalu panji menyarankan di bawa kerumahnya saja.
Sementara ketika melihat joni air mata panji menetes melihat ususnya yang hampir keluar karna perutnya yang robek.
Darah pun bercucuran hingga membuat
Sebagian sawah airnya menjadi merah.
Sebelum itu.
Panji pun membuka baju yang dia kenakan lalu menutupi luka joni agar tidak terlihat orang-orang lebih jelas.
"dan tolong mayat ini juga di bawa kerumah saya juga" ucap panji mengatakan kepada para warga.
Warga pun hanya menurut. Tidak ada yang membantah tentang siapa panji atau apapun.
Sesampainya di rumah,
Orang baru tau jika panji adalah cucu dari almarhum faisal yang merupakan orang terpandang di desa itu karna cerita dari orang orang tua dulu mengenai rumah yang di tinggali
Panji.
Beberapa warga pun membantu membersihkan tubuh iyan yang masih tidak sadarkan diri.
Begitu pula mayat joni lalu mulai di kafani.

Iyan di bawah ke kamar untuk membiarkannya siuman dulu.

Kini para warga ramai datang kerumah panji tentang rasa penasaran yang telah terjadi.
Tangis pun menjadi pecah ketika seorang ibu-ibu tua yang jalannya di tutun oleh seseorang yang tak lain adalah ibu joni.
Semua terlihat prihatin akan kejadian itu.
"joni.. Apa yang terjadi sama kamu nak.. Kenapa jadi begini."
Ucap ibu tua itu sambil berlinangan air mata.
Para warga yang mengenal joni pun ikut merasakan sedih.
Meski dia dari kampung sebelah namun orang desa banyak yang mengenalnya karna sering bekerja di desa itu.

Setelah panji selesai membersihkan diri.
Dia pun ke kamar untuk menggantikan pakaian untuk mensholatkan mayatnya joni
Ketika panji keluar kamar harum kasturi pun menyengat memenuhi ruangan semua mata tertuju pada panji yang melangkah ke ruang tamu dengan menggunakan jubah putih serta sorban yang terlilit di kepala.
"ternyata seorang ustad"
Ucap bisik-bisik warga yang terdengar.
"ayo kita bawa ke mesjid terdekat mas-mas semua."
Ucap panji berseru kepada para warga.

Para warga hanya terdiam.
Lalu salah seorang warga menjawab.
"mesjid di desa ini sudah hampir 3 tahun tidak di gunakan ustad"

Terucap istigfar di mulut panji mendengar itu.
"ayo kita bawa saja dulu mas semua. Tolong yang lain ambil keranda dulu" ucap panji.
Para warga pun menurut apa yang di ucapkan panji.

Ketika sampai di mesjid yang terbuat dari kayu itu.
Terlihat mesjid itu masih saja bersih seperti dan terawat seperti biasa.
"tidak akan ada yang bisa menyentuh bahkan merusak rumahmu ini YA ALLAH." batin panji yang melihat mesjid itu.

Setelah pamakaman joni selesai si lakukan.
Panji pun kembali kerumahnya.
Para warga pun kini banyak mengenal panji.
Mereka yang mulai bosan dengan aturan
Yuda atas permintaan dhatu mulai sering datang kerumah panji.

Mereka pun bercerita semuanya kepada panji.
Panji menanggapi semuanya dengan begitu iba. Namun emosinya masih bisa ia kontrol.

Lalu tiba-tiba terdengar suara terikan dari kamar tempat iyan beristirahat.
Dengan cepat panji berlari langsung menuju kamar iyan.
"mas.. Mas iyan" ucap panji.

Iyan masih saja berterikan tak karuan karena masih syok tentang apa yang telah terjadi malam tadi.
Panji pun menekan kedua ujung jempol kaki iyan sambil membaca ayat-ayat suci.
Iyan pun tak lagi berteriak dan mulai sadarkan diri.

"apa aku masih hidup"
Ucap iyan ketika dia membuka matanya.
Tubuhnya penuh perban yang terlilit untuk menutupi lukannya.
"Mas iyan masih hidup. Dan sekarang berada di rumah saya." ucap panji.

"joni.. Gimana kondisi joni?"
Ucap iyan dengan cepat.

Panji terdiam.
"mas joni sudah pergi mas." jawab panji dengan pelan.

Joni pun gemetar. Terlihat air matanya perlahan keluar.
"Aku melihat makhluk itu mencabik-cabik joni. Mata merah menyala hitam besar dan memiliki tanduk" jawab iyan yang masih gemetar mengingat kejadian malam itu.
Panji pun mencoba menenangkan iyan mengatakan jika harus selalu mengingat tuhan.
Lalu panji pun keluar kamar membiarkan joni untuk pulih dari rasa ketakutannya.

Panji menyarankan kepada para warga untuk mesjid yang ada di desa itu harus segera di operasikan kembali.
Para warga pun banyak yang setuju meski ada sebagian kecil warga juga hanya diam
Mengingat tentang larangan jika malam hari tidak akan keluar rumah.

Tiba-tiba dari luar rumah seorang warga gelagapan berlari ke dalam.

"Dhatu... Dia datang kesini bersama yuda." ucap warga tadi.
Para warga tadi terlihat mulai ketakutan.
Dengan memandang panji cemas.

"tenang-tenang.. Biar saya yang berbicara padanya" ucap panji yang berdiri dari tempat duduknya.
Panji pun melangkah keluar kini di bawah halaman rumahnya telah berdiri dhatu bersama yuda dan juga dua tukang pukulnya itu.

"mas yuda dan mbak dhatu..
Ayo mari silahkan naik dulu."
Ucap panji dengan ramah.

Yuda dan dhatu hanya diam.
Memandang panji dengan sinis.
"siapa yang menyuruhmu untuk mengoperasikan kembali mesjid di desa itu. Apakah kau mau menanggung jika terjadi apa-apa sama warga ketika malam hari sepulang dari mesjid." ucap yuda dengan tegas.
"itu rumah Allah. Sudah sepatutnya harus di sholatkan kembali.
Jika tidak satu kampung kita akan berdosa."

"wahaha seorang ustad.. Memangnya kamu bisa apa"
Ucap yuda merendahkan.

Panji pun turun dari rumahnya lalu menghampiri mereka.
"saya memang tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi Allah. Bisa melakukan segalanya" ucap panji membalas ucapan yuda yang angkuh itu membuatnya terdiam.

"huhu mas panji. Atau aku harus memanggil ustad panji. Ternyata kamu lumayan ganteng juga" ucap dhatu melirik panji
Namun tidak di gubris panji.
"jika terjadi apa-apa sama para warga apakah kamu sanggup menanganinya sendirian?"
Tambah dhatu.

Panji menghela napas panjang ketika mendengar pernyataan itu.
"Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula manikmal nasir.
Cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.
Tidak ada yang mampu menandinginya meskipun seorang RATU sepertimu."
Ucap panji menunjuk dhatu dengan tatapan tajam.
Kini tukang pukul dhatu terlihat sangat emosi lalu maju dan ingin menghajar panji.
Tidak satu pun serangan dari dua orang itu mengenai panji dan ketika panji hanya menghindar tidak semerta-merta ikut menghajar. Para warga yang melihat ilmu bela diri panji yang begitu matang
Menjadi tercengang. Dua lawan satu, itu bukan perkara mudah.
Lalu panji benar benar merasa terancam dia hanya mendaratkan satu pukulan dan membuat tukang pukul itu terpental.
Para warga semakin ramai menyaksikan di atas rumah panji.
"Jangan pernah lagi kau meminta tumbal apapun pada desa ini. Bertobatlah..
Atau aku harus memusnahkanmu atas Izin Allah."
Ucap panji menunjuk dhatu.

Dhatu mendengkus kesal mendengar itu.
Dia menatap panji dengan penuh amarah.
Yuda hanya terdiam.
Mendengar suara panji
Membuatnya gemetar.
Lalu dhatu pun pergi meninggalkan tempat itu. Diikuti tukang pukulnya.
Semetara yuda masih terdiam tubuhnya masih gemetar menatap kedepan dengan sangat ketakutan.

Panji pun menghampirinya.
Mulutnya seperti merapal sesuatu lalu mengusapkan tangannya
Ke arah mata yuda.
Kemudian dia membacakan ayat suci lalu meniupkan tepat di telingannya.
Seketika yuda pun terjatuh tk sadarkan diri.

"Tolong bantu angkat kepala desa" ucap panji mengatakan kepada para warga yang melihat.
Para warga pun turun dari rumah panji dan mengangkat yuda membawanya masuk ke dalam.

"dia terpengaruh pelet wanita itu."
Ucap panji mengatakan pelan kepada warga yang membantu mengangkatnya.
Panji pun mengucap syukur diikuti para warga yang menganggap ini semua telah berakhir.
Namun selagi dhatu masih hidup ini semua tidak benar-benar berakhir dan ancaman besar telah menunggu panji.
...

Dengan tergesa, dhatu melajukan mobilnya menuju kerumah.
Wajahnya tampak kesal ketika sudah sampai rumah dia mengetuk pintu rumah.

"paa.. Bukain pintu pa.."
Lama dhatu menunggu pintu belum juga terbuka sehingga membuatnya berteriak kencang.

"papaaa.."
Tak lama terdengar suara langkah kaki menuju ke pintu dan pintu pun di buka.
"lama bener.."
Bentak dhatu kepada rahman.
Rahman hanya diam.
Dhatu pun masuk, di lihatnya nirmala tengah duduk di kursi sambil mengendong boneka.
"haduhh pa.. Ini orang gila kenapa di lepas sih"
Teriak dhatu ngebentak rahman.
Rahman pun menghampiri nirmala lalu membawanya masuk ke kamar.

"dasarr.. Gak waras.."
Ucap dhatu sambil memandang nirmala yang di tuntun rahman masuk ke kamar.

Dhatu menjadi gila ketika mengalami keguguran saat mengandung bayinya.
Namun anehnya,
Tidak di temukan apapun ketika dia mengalami pendarahan. Seakan bayi yang di perutnya lenyap begitu saja.
Kejadian itu sudah lama dan hingga kini nirmala masih sering menangis bayinya itu dan menyebabkannya menjadi gila karna terlalu memikirkannya.

Malam harinya dhatu
Pergi kebelakang rumah di tempat sewaktu dia di mandikan dengan asih saat dia mewarisi darah keturunan palasik.
Di sana ternyata ada sebuah gubuk kecil yang tidak terawat.
Lampu terongkeng pun dia gantung di sisi gubuk. Lalu dia duduk bersila di kursi bambu panjang
Yang ada di dalam gubuk itu.
"satu minggu.. Aku butuh waktu satu minggu. Setelah itu akan aku serang batinnya secara besar-besaran. Hahaha kita lihat.. Apa yang bisa kau lakukan setelah itu." ucap dhatu.
Dan kini dia mulai memejamkan matanya.

....
Hari ke hari. Desa pun mulai terasa aman. Para warga pada malam harinya mengikuti pengajian yang di adakan panji di rumahnya setelah sholat magrib.
Tua muda semua hadir
Namun tidak terlihat anak-anak.
Iyan pun semakin hari semakin pulih atas luka yang di deritanya waktu
Kejadian hari itu.
Hingga suatu hari, panji merasa badannya panas sekali.
Ketika para warga berdatangan selepas sholat magrib panji tidak menyambutnya.
Warga yang sudah dekat dengan panji lantas mencarinya masuk ke dalam rumah.
Terlihat panji tengah terbaring di kamarnya.
"ustad.. Ustad kenapa,? Apakah ustad sakit?" ucap salah seorang warga itu.

"saya cuman tidak enak badan. Katakan kepada yang lain. Pengajian hari ini saya tidak bisa hadir. Silahkan kalian belajar sendiri ya" ucap panji yang masih terbaring di ranjangnya.
Para warga tadi pun
Mengiyakan. Lalu keluar kamar panji.
Panji merasa benar benar tidak berdaya. Tubuhnya sangat panas.
Tak lama dia pun memejamkan matanya lalu tertidur.

...
"suara siapa itu?" ucap panji yang mendengar suara seperti anak-anak yang tengah bermain.
Dia pun bangkit dari tempat
Tidurnya.
Ketika dia keluar rumah. Banyak anak-anak bermain tepat di halaman rumahnya.
"baru kali ini aku melihat banyak anak-anak" batin panji yang melihat itu.
Kemudian dia pun menuruni tangga. Dan ingin menghampiri anak-anak itu.
Semakin dia menghampiri anak-anak itu semakin
Berlari menjauh.
Yang ternyata anak-anak itu berlari menuju ke sebuah altar.

dia melihat sebuah tubuh tanpa kepala tengah duduk di sebuah kursi singgahsana. Di mana di hadapan singgahsana itu telah ramai mahkluk bermacam-macam
"Dhatu..
Apa benar ini pengaruh darinya" batin panji
Yang melihat itu semua.
Kini hidungnya mencium bau darah dan mendengar suara gorokan.
Darah hitam pun menetes dari atas tepat mengenai tangannya.

Tiba-tiba sebuah kepala melayang dengan rambut berantakan serta organ tubuh yang masih bergelantungan ada di atasnya kepala panji.
Hingga membuatnya sedikit terkejut.
"Astagfirullah.."
Seketika semua mahkluk tadi langsung memandang ke arah panji.
Dengan cepat beberap mahkluk bergerak dan menghasil menangkap panji.
Kapala yang melayang tadi kini terbang menuju tubuh yang ada di singgahsana dan terpasang kembali.

"hahaha sekarang tidak ada yang bisa membantumu."

Kaki tangannya terikat oleh lidah panjang dari mahkluk yang ada di tempat itu.
Panji berusaha tidak panik dia terus saja membaca
Istigfar tanpa henti.
Kini panji benar benar tidak berdaya.
Mahkluk itu menyiksanya mencambuknya sekuat mungkin.
Dhatu yang melihat itu tertawa tanpa hentinya darah pun mulai keluar dari mulut panji namun tetap tidak,menghentikannya untuk beristigfar.
Tiba-tiba dua bola asap menghampiri kerumunan mahkluk tadi.
Satu berwarna putih terang dan satu berwarna merah kehitaman.

"MUNDUR.. MUNDUR KALIAN SEMUA MAHKLUK HINA"

panji yang awalnya memejamkan mata lantas langsung membuka matanya mendengar suara itu.
Dia mengenalinya.
"Eyang tejo."

"Ayo nak bangkit.."

"Eyang ratnomo."

Ratnomo pun membantu panji untuk berdiri karnanya tubuhnya yang lemah akibat di siksa tadi.

"Terima kasih eyang" panji yang melihat ratnomo dan tejo datang membantunya.

"Tidak ku sangka jiwa mu bisa terbawa sejauh ini
Oleh wanita itu" Ucap ratnomo yang melihat panji dengan mulut yang telah berlumuran darah.

"Wanita BIADAB... Beraninya kau melukai cucuku" teriak tejo menunjuk dhatu yang masih duduk di singgahsananya.
"Tejo.. Tidak ada gunanya melawan mereka disini.. Ini dunia mereka" ucap ratnomo mengingatkan tejo.

"Bawa panji keluar dari sini..
Ini berikan padanya dan cepat temukan tubuh aslinya."
Ucap tejo sambil melemparkan sebilah bambu kuning dengan panjang seperti keris
Ujungnya yang tajam serta di tengah bambu itu terbentuk dua ruas cabang yang berlawanan.
Ratnomo pun meraih bambu itu lantas langsung memberikannya kepada panji.

"ini akan terasa sakit." ucap ratnomo lalu tiba-tiba dia memukul sekuat tenaga punggung panji tepat di jantungnya.
*degg*
Panji membuka matanya.

"hah.. Dimana ini.. Kenapa aku ada disini"
ucap panji yang tiba-tiba sadar telah berada di tengah hutan.
Gelap yang terlihat hanyalah sinar rembulan.
Lalu dia melihat tangannya
"bambu kuning" batin panji.

Dengan cepat panji pun bangkit lalu
Berlari dia harus segera menemukan tubuh dhatu san menusuknya dengan bambu itu.
Namun dia tidak tau harus melangkah kemana dia hanya berlari.
Lagi-lagi panji mendengar suara anak kecil yang tengah tertawa.
Dia melihat seorang anak seperti memanggilnya.
Dengan tangan melambai.
Panji pun berlari mengikuti anak itu.
Lama dia mengikuti tiba-tiba anak itu tadi hilang..
"bau darah lagi." batinnya ketika bau amis tercium.
Lalu matanya melihat sebuah gubuk tua yang tak terawat.
Hatinya pun tergerak ingin menuju gubuk itu.
Bentar bentar.. Keluar rumah dulu mau cari kedai kopi.. Kopi di rumah gak enak ada ampasnya.
Kini panji benar-benar telah berada di depan gubuk itu.
Lembab.
Pintu yang terbuat dari anyaman rotan itu tertutup.
Bau amis pun semakin menyengat.
Ketika panji membuka pintu sangat gelap tidak ada penerangan sedikit pun.

"duaarrr"
Suara petir menggelegar..
Sehingga kilatan cahaya petir itu membuat sedikit penerangan untuk panji melihat seisi gubuk.
Tubuhnya gemetar melihag itu semua.
Begitu banyak tengkorak-tengkorak kecil berserakan di lantai gubuk yang berupa tanah lembab itu.
Dia melihat dhatu sedang duduk bersila di kursi
Bambu itu.
Panji mencoba mengendalikan emosinya tangannya begitu gemetar ingin langsung menusuk.
Dia coba menahannya.
Namun tiba-tiba tubuhnya bergerak sendiri sehingga bambu kuning yang di pegangnya itu langsung menusuk dhatu.
Mata dhatu terbuka dengan darah hitam keluar dari
Mulutnya.
"ahkk.. Sialan.." dhatu pun terbatuk-batuk.
Lalu tiba-tiba dia tertawa.
"wahaha uhukk uhukk.. setidaknya kakek tua mu itu tidak akan pernah lagi kembali." ucap dhatu yang terbatuk-batuk dan mulutnya masih mengeluarkan darah.
panji seperti mendengar suara sayup-sayup
"maafkan eyang. Eyang terpaksa mensukma ragamu untuk menuntaskan ini semua.
Karna sudah sudah menjadi takdir dari garis keturunan"

"eyang ratnomo" batin panji yang mendengar suara itu.

Dengan tangis yang berlinang di pipinya
Panji pun pergi keluar gubuk itu meninggalkan mayat dhatu.
Dia berjalan menyusuri hutan dengan langkah tertatih.

"hamba telah melakukan dosa ya Rob." sesal panji atas semua yang terjadi.
Dia berfikir dengan cara dia tidak mewarisi ilmu kakeknya akan merubah takdir
Namun tetap saja. Dia tidak bisa lari dari semua itu.
Dia masih saja berjalan hingga tiba-tiba panji jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Panji membuka matanya.
Dengan tatapan berkunang-kunang. Dia melihat sekeliling yang ternyata telah ramai orang ada di sampingnya.

"ustad panji telah sadar." ucap salah satu warga. Yang berada di kamar itu.
Seketika semua orang langsung mendekat termasuk eyang ratnomo
Yang datang menemuinya.
Panji pun ingin bangun dari tempat tidurnya.
"berbaringlah nak. Tubuhmu belum sepenuhnya pulih" ucap ratnomo yang menahan panji.

Ratih pun langsung memeluk panji dilihatnya ayahnya joko pun ada di dalam kamarnya.
Mata panji masih melirik kesana sini seperti mencari sesuatu.

"eyang tejo mana" ucap panji.

Semua terdengar menjadi hening ketika panji menanyakan itu.

"tejo sudah tidak ada nak" ucap ratnomo menjawab dengan pelan.
"jiwanya tidak kembali. Dan kini dia tidak benar benar mati arti sesungguhnya hanya saja jiwanya tidak bisa kembali ke raganya" ucap ratnomo menjelaskan.

Raga tejo pun hanya di simpan di sebuah ruangan khusus di rumahnya sampai menunggu waktu bagi raganya mengecil.
Panji pun terdiam mendengar itu. Dia mengingat kembali ucapan dhatu saat dia terakhir melihatnya.

"sudah.. Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri."

"mas menghilang selama satu minggu di temukan para warga di hutan saat mencari kayu bakar.
Lalu hampir 5 hari mas baru sadar"
Ucap iyan.

Kini semua kutukan itu telah hilang. Tidak ada lagi teror yang akan menghantui desa ini.

Meskipun suatu saat akan ada penganut ilmu palasik lagi.
Dan nyatanya legenda itu benar-benar ada.
Selesai~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Kang_Cerita(H)

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!