Malam ini, beberapa teman pekerja rumah sakit akan menceritakan pengalaman seramnya, hanya di sini, di Briistory.
***
Sejak kecil memang sudah bercita-cita ingin menjadi perawat, menurutku perawat adalah salah satu profesi mulia, banyak membantu orang.
Tentu saja, sebelum benar-benar diperbolehkan untuk terjun langsung menangani pasien, aku sudah melewati tahap pelatihan dan pengenalan, padahal sebelumnya sudah mengecap pendidikan kesehatan dan keperawatan selama beberapa tahun.
Banyak kejadian yang sangat gak masuk logika, kejadian yang sering kali membuat kami sejenak menahan napas kemudian menarik napas panjang setelahnya.
Salah satu kejadiannya akan aku ceritakan berikut ini, peristiwa yang terjadi ketika aku baru beberapa minggu diterjunkan untuk membantu dokter UGD menangani pasien. Awal tahun 2010.
“Vira, kamu bantu doter Doni di UGD ya, ada pasien korban kecelakaan,” Begitu kata Bu Rani.
Aku langsung bergegas ke UGD.
Ah sudahlah, aku terus mengerjakan tugasku saja.
“Perempuan mana sih? Tadi kan cuma ada kita bertiga, gak ada siapa-siapa lagi. Gimana sih kamu Vir.” Begitu jawab Ira yakin.
Menurut mereka, di dalam ruangan hanya ada kami bertiga dan pasien yang pada akhirnya meninggal dunia, gak ada siapa-siapa lagi.
Begitulah..
***
Selama nyaris 10 tahun bekerja, beberapa kali aku mengalami hal janggal, hingga menyeramkan, beberapa diantaranya sangat mengerikan.
Kejadian seram sering kali kami alami ketika jaga malam, tapi ada juga peristiwa janggal dan aneh yang terjadi pada siang hari.
Matahari semakin menanjak ke titik paling atas, sinarnya menyengat, sangat terasa panasnya olehku karena meja tempatku stand by berada di luar, tepat di samping pintu masuk unit gawat darurat.
Lalu dengan cekatan aku mengambil tempat tidur dorong lalu mendekat ke kendaraan.
Sementara aku kembali menjalankan tugas, menunggu kedatangan pasien berikutnya.
Sontak aku langsung melihat ke pintu, mencari tahu siapakah yang akan keluar.
Aku masih sangat hapal dengan bapak ini, dengan kumis tebal menghiasi wajah. Pakaiannya pun masih sama, kaus putih dan mengenakan sarung.
“Sudah mas, terima kasih ya.”
Begitu jawab bapak itu. Wajahnya pucatnya datar tanpa ekspresi, aku berpikir mungkin beliau masih lemas belum pulih benar.
Tapi bapak itu hanya tersenyum kecil, lalu berjalan menjauh menuju pintu keluar rumah sakit.
“Mau ke mana Bapak itu? Pulangkah? Ke mana anak-anaknya tadi?” Banyak pertanyaan di dalam hati.
“Kenapa mereka menangis mas?” Tanyaku.
Aneh..
***
Iyalah, aku harus berani, apa pun yang terjadi aku harus hadapi.
Sekitar jam satu tengah malam, aku kebetulan sedang sendirian berjaga di pos sekuriti dalam gedung rumah sakit, sedangkan rekan yang lain ada yang berpatroli, ada pula yang berjaga di pos lain.
Sampai akhirnya, tiba-tiba suara dering telpon memecah keheningan. Telpon yang berada di atas meja tempatku duduk.
“Halo, pos sekuriti di sini.” Begitu ucapku.
Tapi, setelah beberapa detik berselang, gak ada jawaban.
Tetap gak ada jawaban.
Yang kedengaran hanya suara seperti angin bertiup, gak ada suara lain. Cukup seram..
Agak-agak merinding, lalu aku menutup telpon.
Beberapa menit kemudian telpon berdering lagi, sekali lagi aku tersentak kaget.
“Halo, pos sekuriti..”
Gak ada jawaban, masih kedengaran suara seperti angin bertiup.
Mencoba untuk sabar, aku gak langsung menutup telpon.
“Halo..” sekali lagi aku memanggil.
Suaranya pelan dan gemetar, terdengar seperti suara perempuan tua, nenek-nenek.
“Ibu di mana? Ibu nyasar? Gak bisa kembali ke ruang inap?” tanyaku lagi.
Tiba-tiba sambungan terputus lagi, seperti ditutup oleh si penelpon.
Semakin bingung, itu telpon dari siapa?
Tiba-tiba telpon kembali bordering, aku melihat layarnya, ternyata masih dari nomor yang sama, 213.
Aku yang masih memegang daftar nomor ekstension langsung mengangkat telpon.
Beberapa detik lamanya gak ada jawaban.
Sampai akhirnya ada suara di ujung telpon.
Kembali suara dari orang yang sama, perempuan tua dengan suara gemetar dan pelan.
“Ibu jangan ke mana-mana, biar saya yang datang menjemput ya.” Begitu jawabku sambil terus memperhatikan daftar nomor ekstension.
Aku sedikit terhenyak, kaget, karena 213 adalah nomor ekstension kamar jenazah..
“Ibu tunggu situ ya, jangan ke mana-mana, saya akan datang menjemput.” Begitu jawabku dengan nada agak ragu.
Kamar jenazah? Ngapain ibu itu tengah malam sampai ke kamar jenazah?
Mau gak mau, suka gak suka, aku harus mendatangi kamar jenazah. Aku harus menganggap kalau memang benar ibu itu kesasar sampai ke sana.
Memang cukup jauh perjalanan yang harus ditempuh untuk ke kamar mayat, karena ya itu tadi, letaknya memang di paling ujung.
Sangat hening, hanya suara langkah kakiku saja yang terdengar.
Tapi kira-kira beberapa belas meter dari pintu, aku memperlambat langkah.
Jadi kamar jenazah ini memiliki dua pintu menjadi satu, kanan dan kiri. Nah, pintu yang sebelah kiri ini terbuka, sedangkan pintu kanan tertutup.
Tapi walaupun begitu, aku harus tetap berjalan mendekat, harus terus melangkah meskipun sudah berkecamuk pikiran dan perasaan.
Sampai akhirnya, beberapa meter sebelum benar-benar sampai pintu, aku berhenti.
Sepertinya sosok perempuan dengan rambut panjang, mengenakan baju terusan panjang berwarna gelap.
Tapi gak ada jawaban.
Malah kemudian sosok itu bergerak ke kiri, lalu menghilang dari pandangan.
Sesampainya di pintu yang dalam keadaan setengah terbuka,aku kembali coba memanggil.
“Bu, Ibu ada di dalam?”
Hening gak ada jawaban.
Bau khas kamar mayat menjadi aroma yang tercium pertama kali.
Dalam gelap, aku masih dapat melihat satu tempat tidur besi yang di atasnya terbaring satu jenazah tertutup kain putih.
Sepertinya hanya kami berdua yang ada di ruangan gelap itu, di dalam kamar jenazah itu.
Ketika tiba-tiba jenazah yang ada di hadapan perlahan mulai bergerak-gerak..
Jenazah itu bangkit dari baringan, dengan masih berbalut kain putih menutup seluruh tubuhnya.
Duduk, jenazah itu duduk, dengan masih berbalut kain putih.
Tiba-tiba, suara itu kembali terdengar, pelan..
Entah ada tenaga dari mana, akhirnya aku bisa melangkahkan kaki, lalu berlari keluar meninggalkan kamar jenazah.
Pengalaman yang amat sangat menyeramkan.
***
Balik ke gw ya, Brii.🙂
Dalam kesempatan kali ini, gw mengucapkan banyak terima kasih untuk teman-teman yang bertugas di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, dalam rangka berjuang memerangi Covid-19, banyak terima kasih, salut, you are the real heroes.
Stay safe, jaga kesehatan, supaya bisa terus merinding bareng.
Met bobo, semoga mimpi indah.
Salam,
~Brii~