My Authors
Read all threads
Rumah sakit, salah satu tempat “suci” yang di dalamnya banyak mengalir untaian doa tulus, entah itu dari orang sedang sakit atau sehat.

Di rumah sakit juga, banyak cerita yang sepertinya terjadi di antara dua sisi alam, hidup dan mati. Hmmmm, hidup atau mati?

***
Banyak dari para insan tulus yang membaktikan hidupnya sebagai pekerja di rumah sakit, memiliki beberapa pengalaman janggal, aneh, sampai menyeramkan, yang mereka alami selama bekerja.
Tentu saja, kejadian-kejadian seram itu sama sekali gak menyurutkan niat mulia mereka sebagai petugas kesehatan.

Malam ini, beberapa teman pekerja rumah sakit akan menceritakan pengalaman seramnya, hanya di sini, di Briistory.

***
Aku Vira, sampai sekarang masih bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit besar di Jakarta Pusat.

Sejak kecil memang sudah bercita-cita ingin menjadi perawat, menurutku perawat adalah salah satu profesi mulia, banyak membantu orang.
Singkatnya, pada tahun 2010 aku diterima sebagai perawat, di rumah sakit besar yang sudah tergolong tua, letaknya di Jakarta Pusat. Iya, rumah sakit ini sangat besar, memiliki beberapa gedung luas dan tinggi.
Awal-awal bekerja, kehidupan berjalan normal.

Tentu saja, sebelum benar-benar diperbolehkan untuk terjun langsung menangani pasien, aku sudah melewati tahap pelatihan dan pengenalan, padahal sebelumnya sudah mengecap pendidikan kesehatan dan keperawatan selama beberapa tahun.
Semua prosesnya aku lalui dengan gembira, semua tahapannya aku lewati dengan penilaian cukup bagus. Sampai akhirnya aku benar-benar dapat diperbolehkan untuk terjun langsung menangani pasien.
Awal-awal bekerja juga, aku lebih banyak kebagian shift sore dan malam, jarang sekali dapat shift pagi. Tapi gak apa, tetap saja semuanya aku jalani dengan gembira.
Aku gak bisa memungkiri, sebagai pekerja rumah sakit, aku dan teman-teman sering mengalami hal aneh dan menyeramkan.

Banyak kejadian yang sangat gak masuk logika, kejadian yang sering kali membuat kami sejenak menahan napas kemudian menarik napas panjang setelahnya.
Takut? Iya, tentu saja aku takut dengan kejadian-kejadian itu, sampai detik ini.

Salah satu kejadiannya akan aku ceritakan berikut ini, peristiwa yang terjadi ketika aku baru beberapa minggu diterjunkan untuk membantu dokter UGD menangani pasien. Awal tahun 2010.
Malam itu, sekitar jam satu lewat tengah malam, Bu Rani, kepala perawat, menyuruhku untuk segera ke ruang gawat darurat.

“Vira, kamu bantu doter Doni di UGD ya, ada pasien korban kecelakaan,” Begitu kata Bu Rani.

Aku langsung bergegas ke UGD.
Benar saja, di dalam ruangan, di salah satu tempat tidur terbaring seorang pasien dalam kondisi gak sadarkan diri. Dokter Doni sudah berdiri disamping pasien, sibuk melakukan tindakan.
Sasampainya di samping tempat tidur, aku langsung menyapa Dokter Doni dan menanyakan apa saja yang harus aku lakukan.
Kodisi pasien kritis, berjenis kelamin perempuan usia sekitar 30 tahun. Organ-organ vital penunjang hidup nyaris rusak seluruhnya, tapi walaupun begitu aku dan Dokter Doni berusaha terus melakukan tindakan medis yang dibutuhkan.
Dokter Doni dibantu oleh aku dan Ira, rekan perawat sejawat.
Di dalam ruangan yang sekelilingnya ditutup tirai putih, kami terus bekerja.
Tapi, setelah beberapa menit bekerja, aku baru sadar kalau ada satu orang lagi di dalam ruangan, dia berdiri di samping tempat tidur bagian bawah, dekat kaki pasien.
Seorang perempuan, berkaos hitam dan bercelana panjang biru muda, berdiri diam seperti terus memperhatikan pasien yang masih terbaring dengan kondisi semakin kritis.
Sambil membersihkan luka dan darah di tubuh pasien, sesekali aku melirik ke arah perempuan itu, yang terus saja berdiri diam memperhatikan, wajahnya pucat tanpa ekspresi, seperti orang sangat kelelahan.
Anehnya, Dokter Doni dan Ira seperti gak menyadari akan kehadiran perempuan itu. “Ah mungkin bereka terlalu serius bekerja sampai gak memperhatikan ada orang lain.” Begitu pikirku dalam hati.
Aku juga berpikir kalau perempuan itu mungkin adalah keluarga dari pasien, tapi kenapa ada di ruangan ini? Seharusnya gak boleh ada orang selain dokter dan perawat.

Ah sudahlah, aku terus mengerjakan tugasku saja.
Sampai akhirnya, setelah sudah banyak tindakan medis yang telah dilakukan, sekitar jam setengah dua pasien gak tertolong lagi, kemudian dinyatakan meninggal.
Walaupun begitu, aku dan Ira masih terus membersihkan tubuhnya dari darah yang menempel, termasuk bagian wajah.
Nah, ketika aku membersihkan wajah jenazah ini, ada hal aneh yang terjadi. Ketika perlahan mulai bersih dari noda darah, wajah pasien perlahan semakin jelas terlihat.
Aku kaget, sedikit terhenyak, ketika sadar kalau ternyata wajah pasien sangat mirip dengan perempuan yang berdiri sejak tadi di samping tempat tidur. Reflek aku menoleh ke arah perempuan itu, dia masih ada di tempatnya, di dekat kaki pasien.
Benar, wajahnya sangat mirip. Namun kali ini wajah perempuan itu agak berbeda, dia tersenyum kecil melihatku, gak lagi tanpa ekspresi. Lalu aku membalas senyumnya.
Beberapa detik kemudian, dia melangkah mundur lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan.
Belakangan, setelah aku cermati lebih teliti lagi, ternyata pakaian yang dikenakan oleh pasien yang baru meninggal ini sama dengan pakaian perempuan yang sudah melangkah pergi tadi, kaos hitam dan celana panjang biru muda, sama persis.
“Ra, perempuan yang tadi berdiri di samping tempat tidur siapa ya? Keluarga pasienkah?” Tanyaku kepada Ira ketika kami selesai bertugas.

“Perempuan mana sih? Tadi kan cuma ada kita bertiga, gak ada siapa-siapa lagi. Gimana sih kamu Vir.” Begitu jawab Ira yakin.
Dokter Doni juga memberikan jawaban yang sama ketika aku penasaran bertanya siapakah perempuan yang berdiri itu.

Menurut mereka, di dalam ruangan hanya ada kami bertiga dan pasien yang pada akhirnya meninggal dunia, gak ada siapa-siapa lagi.

Begitulah..

***
Aku Ali, pernah bekerja sebagai sekuriti di salah satu rumah sakit besar di Jakarta.

Selama nyaris 10 tahun bekerja, beberapa kali aku mengalami hal janggal, hingga menyeramkan, beberapa diantaranya sangat mengerikan.
Seperti di tempat lain, pekerja bagian keamanan seperti aku ini harus bekerja dengan sistem shift, pagi, sore, dan malam.

Kejadian seram sering kali kami alami ketika jaga malam, tapi ada juga peristiwa janggal dan aneh yang terjadi pada siang hari.
Berikut ini adalah satu peristiwa aneh yang aku alami pada siang hari,
Waktu itu jam sebelas siang, nyaris tengah hari.

Matahari semakin menanjak ke titik paling atas, sinarnya menyengat, sangat terasa panasnya olehku karena meja tempatku stand by berada di luar, tepat di samping pintu masuk unit gawat darurat.
Jadi, aku akan menjadi orang pertama yang menyambut kedatangan pasien, entah itu datangnya menggunakan mobil pribadi, ambulan, atau kendaraan lainnya.
Seperti hari-hari biasanya, pasien keluar masuk dengan bermacam keluhan dan penyakit yang diderita. Aku berusaha sepenuhnya memberi pelayanan awal, entah itu menyiapkan kursi roda atau tempat tidur dorong untuk mengangkut pasien, atau memberikan bantuan lainnya.
Hingga akhirnya ada kendaraan yang berhenti tepat di depan pintu UGD, lalu aku bergegas mendekat.
Ketika pintu mobil terbuka, aku melihat di dalamnya ada tiga orang yang duduk di kursi tengah, dua orang perempuan duduk mengapit satu orang laki-laki yang gak sadarkan diri.
Laki-laki yang gak sadarkan diri ini berumur sekitar 50 tahun, perawakan agak gemuk dengan kumis tebal menghiasi wajahnya, mengenakan kaos putih dan memakai sarung sebagai bawahannya.
“Tolong gendong ya pak, sepertinya ayah saya mengalami serangan jantung.” Ujar salah satu perempuan, yang sepertinya anak dari bapak yang gak sadarkan diri itu.

Lalu dengan cekatan aku mengambil tempat tidur dorong lalu mendekat ke kendaraan.
Setelah itu aku menggendong si bapak untuk direbahkan di atas tempat tidur. Di saat inilah aku dapat melihat dengan jelas wajah bapak itu, sudah pucat dengan mata setengah terpejam.
Setelah sudah di atas tempat tidur, lalu aku mendorongnya masuk ruang UGD. Gak jauh dari pintu setelah masuk, beberapa perawat menyambut kami, lalu mendorong tempat tidur ke ruang perawatan.
Sampai di titik ini tugas sudah selesai, lalu aku kembali ke pos awal, meja sekuriti di dekat pintu UGD.
Setelah itu aku gak tau apa yang terjadi di dalam, yang pasti para dokter dan perawat pasti sedang menangani pasien itu dengan seksama.

Sementara aku kembali menjalankan tugas, menunggu kedatangan pasien berikutnya.
Hari semakin siang, sudah nyaris jam 12 tengah hari. Panas terik sinar matahari semakin membuat udara di luar menjadi gerah. Lalu lintas orang yang berlalu lalang semakin berkurang karena panasnya hari.
Keadaan cukup sepi untuk ukuran siang hari, ketika tiba-tiba pintu UGD yang berada di sebelah kananku terbuka, ada yang membukanya dari dalam.

Sontak aku langsung melihat ke pintu, mencari tahu siapakah yang akan keluar.
Oh, ternyata bapak yang tadi, bapak yang tadi datang bersama anak perempuannya satu jam lalu.

Aku masih sangat hapal dengan bapak ini, dengan kumis tebal menghiasi wajah. Pakaiannya pun masih sama, kaus putih dan mengenakan sarung.
“Sudah enakan Pak?” Tanyaku sambil melempar senyum, ketika dia sudah tepat berada di depan meja.

“Sudah mas, terima kasih ya.”

Begitu jawab bapak itu. Wajahnya pucatnya datar tanpa ekspresi, aku berpikir mungkin beliau masih lemas belum pulih benar.
“Bapak mau ke mana? Biar saya antar.” Tanyaku lagi.

Tapi bapak itu hanya tersenyum kecil, lalu berjalan menjauh menuju pintu keluar rumah sakit.

“Mau ke mana Bapak itu? Pulangkah? Ke mana anak-anaknya tadi?” Banyak pertanyaan di dalam hati.
Tapi ya sudah, keberadaan pasien yang datang berikutnya dapat mengalihkan pikiranku.
Beberapa saat kemudian, aku melihat dua anak perempuan bapak yang tadi itu di dalam ruang UGD, aku melihatnya melalui pintu kaca. Mereka menangis sedih berpelukan, duduk di kursi ruang tunggu UGD, aku terus memperhatikan.
Sampai akhirnya salah seorang perawat keluar dari UGD.

“Kenapa mereka menangis mas?” Tanyaku.
“Bapaknya gak tertolong pak, meninggal setengah jam yang lalu, yang datang kena serangan jantung tadi.” Jawab si perawat.
Aku diam, berpikir keras, bingung, karena beberapa menit sebelumnya aku berpapasan dan bertegur sapa dengan bapak itu, bapak yang ternyata sudah meninggal setengah jam yang lalu.

Aneh..

***
Cerita berikutnya, terjadi ketika aku baru saja diterima bekerja di rumah sakit ini, mungkin kira-kira baru satu minggu bekerja.
Waktu itu, beberapa rekan senior sekuriti banyak yang wanti-wanti, jangan kaget kalau sampai melihat atau mengalami kejadian seram di rumah sakit ini, karena mereka sudah beberapa kali merasakan hal seram ketika bertugas.
Jadi, aku harus bersiap menghadapinya, gak boleh takut, itu kata mereka.

Iyalah, aku harus berani, apa pun yang terjadi aku harus hadapi.
Hingga akhirnya aku mengalami sendiri kejadian yang seram itu, begini ceritanya..
Pada suatu hari, aku kebagian jaga malam, ada beberapa personel yang bertugas.
Sekitar jam satu tengah malam, aku kebetulan sedang sendirian berjaga di pos sekuriti dalam gedung rumah sakit, sedangkan rekan yang lain ada yang berpatroli, ada pula yang berjaga di pos lain.
Aku yang waktu itu belum terbiasa jaga malam, beberapa kali menguap menahan kantuk, terus berjuang untuk tetap terjaga.
“Kriiiiing, kriiiiiiiing”

Sampai akhirnya, tiba-tiba suara dering telpon memecah keheningan. Telpon yang berada di atas meja tempatku duduk.
Aku mengangkat lalu menjawab panggilan itu.

“Halo, pos sekuriti di sini.” Begitu ucapku.

Tapi, setelah beberapa detik berselang, gak ada jawaban.
“Halo..” Ucapku lagi.

Tetap gak ada jawaban.

Yang kedengaran hanya suara seperti angin bertiup, gak ada suara lain. Cukup seram..

Agak-agak merinding, lalu aku menutup telpon.
Suasana kembali hening.
“Kriiiiing, kriiiiiiiing”

Beberapa menit kemudian telpon berdering lagi, sekali lagi aku tersentak kaget.
Kembali telpon aku angkat.

“Halo, pos sekuriti..”

Gak ada jawaban, masih kedengaran suara seperti angin bertiup.

Mencoba untuk sabar, aku gak langsung menutup telpon.

“Halo..” sekali lagi aku memanggil.
“Saya ada di mana? Ini di mana?” Tiba-tiba ada jawaban di ujung sana.

Suaranya pelan dan gemetar, terdengar seperti suara perempuan tua, nenek-nenek.

“Ibu di mana? Ibu nyasar? Gak bisa kembali ke ruang inap?” tanyaku lagi.
Aku yakin kalau itu sambungan internal, karena muncul nomor extension pada layar pesawat telpon, bukan nomor luar. Nomornya 213, tapi aku belum tahu nomor ekstension itu nomor ruangan mana, karena belum hapal.
Aku gak mendapat jawaban dari pertanyaanku di telpon tadi, yang ada malah suara angin kembali mendominasi.

Tiba-tiba sambungan terputus lagi, seperti ditutup oleh si penelpon.

Semakin bingung, itu telpon dari siapa?
Aku harus mencari tahu, karena beberapa kali ada pasien rawat inap yang kesasar di dalam rumah sakit, gak tahu jalan kembali ke ruang rawat inapnya.
Beberapa saat lamanya suasana kembali hening dan sepi, ketika aku coba mencari tahu nomor ekstension dari ruangan mana tadi yang menelpon.
“Kriiiiing, kriiiiiiiing”

Tiba-tiba telpon kembali bordering, aku melihat layarnya, ternyata masih dari nomor yang sama, 213.

Aku yang masih memegang daftar nomor ekstension langsung mengangkat telpon.
“Halo, pos sekuriti..” Ucapku lagi.

Beberapa detik lamanya gak ada jawaban.

Sampai akhirnya ada suara di ujung telpon.
“Tolong saya, di sini gelap, dingin. Saya di mana ini?”

Kembali suara dari orang yang sama, perempuan tua dengan suara gemetar dan pelan.

“Ibu jangan ke mana-mana, biar saya yang datang menjemput ya.” Begitu jawabku sambil terus memperhatikan daftar nomor ekstension.
Sampai akhirnya, jari telunjukku berhenti pada satu nomor, 213.

Aku sedikit terhenyak, kaget, karena 213 adalah nomor ekstension kamar jenazah..
“Saya di mana ini?, di sini gelap.” Perempuan tua di ujung telpon itu kembali mengulangi kalimat yang sama.

“Ibu tunggu situ ya, jangan ke mana-mana, saya akan datang menjemput.” Begitu jawabku dengan nada agak ragu.
Kemudian sambungan telpon kembali terputus.

Kamar jenazah? Ngapain ibu itu tengah malam sampai ke kamar jenazah?

Mau gak mau, suka gak suka, aku harus mendatangi kamar jenazah. Aku harus menganggap kalau memang benar ibu itu kesasar sampai ke sana.
Lampu senter di tangan, gak lupa membawa kunci kamar jenazah, lalu aku berjalan menuju kamar yang letaknya paling ujung dan paling sudut wilayah rumah sakit.
Karena memang sudah tengah malam, suasana di rumah sakit sangat sepi dan hening. Hanya satu dua perawat yang hilir mudik ke luar masuk ruangan. Semakin ke ujung, suasana semakin sepi.
Beberapa lorong panjang aku lalui, beberapa kali juga harus berbelok ke kanan dan ke kiri.

Memang cukup jauh perjalanan yang harus ditempuh untuk ke kamar mayat, karena ya itu tadi, letaknya memang di paling ujung.
Akhirnya aku sampai di lorong panjang terakhir, lorong selasar panjang yang di ujungnya terletak kamar jenazah. Lorong terbuka yang atapnya disangga oleh tiang-tiang kayu.

Sangat hening, hanya suara langkah kakiku saja yang terdengar.
Pintu kamar jenazah sudah semakin dekat, pintu yang kelihatan temaram karena hanya diterangi oleh satu bola lampu yang gak terlalu terang sinarnya.

Tapi kira-kira beberapa belas meter dari pintu, aku memperlambat langkah.
Aku melihat kalau ternyata pintu kamar jenazah setengah terbuka.
Jadi kamar jenazah ini memiliki dua pintu menjadi satu, kanan dan kiri. Nah, pintu yang sebelah kiri ini terbuka, sedangkan pintu kanan tertutup.
Pintu kamar ini biasanya selalu dalam keadaan tertutup dan terkunci.

Tapi walaupun begitu, aku harus tetap berjalan mendekat, harus terus melangkah meskipun sudah berkecamuk pikiran dan perasaan.
Aku terus berjalan..

Sampai akhirnya, beberapa meter sebelum benar-benar sampai pintu, aku berhenti.
Aku melihat sesuatu..
Dalam remangnya cahaya, karena salah satu pintu dalam keadaan terbuka, aku melihat ada sosok yang sedang berdiri di dalam kamar jenazah.

Sepertinya sosok perempuan dengan rambut panjang, mengenakan baju terusan panjang berwarna gelap.
“Bu..?” Aku coba memanggil.

Tapi gak ada jawaban.

Malah kemudian sosok itu bergerak ke kiri, lalu menghilang dari pandangan.
Aku kembali melangkahkan kaki, kemudian menyalakan lampu senter untuk membantu penerangan.

Sesampainya di pintu yang dalam keadaan setengah terbuka,aku kembali coba memanggil.

“Bu, Ibu ada di dalam?”

Hening gak ada jawaban.
Agak sedikit mendorong pintu, lalu aku melangkah masuk.

Bau khas kamar mayat menjadi aroma yang tercium pertama kali.

Dalam gelap, aku masih dapat melihat satu tempat tidur besi yang di atasnya terbaring satu jenazah tertutup kain putih.
Cahaya lampu senter ku arahkan ke setiap sudut ruangan, kosong, gak ada orang sama sekali, kecuali jenazah yang sedang terbaring di hadapan.

Sepertinya hanya kami berdua yang ada di ruangan gelap itu, di dalam kamar jenazah itu.
Sampai akhirnya, ada sesuatu yang membuatku nyaris pingsan, membuat jantungku seakan berhenti berdetak, aku amat sangat ketakutan.

Ketika tiba-tiba jenazah yang ada di hadapan perlahan mulai bergerak-gerak..
Perlahan jenazah itu seperti hendak mengubah posisi dari terbaring menjadi duduk.

Jenazah itu bangkit dari baringan, dengan masih berbalut kain putih menutup seluruh tubuhnya.
Aku hanya diam gak bisa menggerakkan kaki, seperti terhipnotis hanya bisa memandang pergerakan jenazah hingga akhirnya benar-benar berposisi duduk.

Duduk, jenazah itu duduk, dengan masih berbalut kain putih.
“Saya di mana.”

Tiba-tiba, suara itu kembali terdengar, pelan..

Entah ada tenaga dari mana, akhirnya aku bisa melangkahkan kaki, lalu berlari keluar meninggalkan kamar jenazah.

Pengalaman yang amat sangat menyeramkan.

***
Hai,

Balik ke gw ya, Brii.🙂

Dalam kesempatan kali ini, gw mengucapkan banyak terima kasih untuk teman-teman yang bertugas di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, dalam rangka berjuang memerangi Covid-19, banyak terima kasih, salut, you are the real heroes.
Cukup sekian cerita malam ini, sampai jumpa dengan cerita gw berikutnya.

Stay safe, jaga kesehatan, supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobo, semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Brii

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!