Kemerdekaan negeri ini tentu saja diraih setelah proses yang sangat panjang. Proklamasi kemerdekaan negeri ini pun tidak terjadi secara spontan dan tanpa persiapan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, para pejuang sudah menyiapkan segala hal yang diperlukan bangsa ini nantinya.
Termasuk juga mengenai dasar negara. Sejak 1 Maret 1945, sudah diadakan persiapan serius mengenai ideologi bangsa oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI yang diketuai oleh dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat.
Semakin mengerucut pada sidang BPUPKI pada tiga hari (28, 29 Mei, 1 Juni 1945). Di sinilah dr. Radjiman bertanya sesuatu yang krusial, "Apa dasar negara Indonesia yang akan kita bentuk?"
Mulai deh peserta sidang menyampaikan gagasan secara bergantian. Yang paling menonjol diantaranya adalah rumusan lima dasar oleh Muhammad Yamin pada hari kedua (29 Mei), kemudian Soekarno pada hari terakhir (1 Juni).
Soekarno menyampaikan gagasannya dengan berpidato tanpa teks dan bersifat spontan. Pidatonya kemudian diterima oleh peserta sidang secara aklamasi. Nah, peristiwa inilah yang disebut dengan kelahiran Pancasila.
Dalam pidato itu Soekarno menyampaikan dasar negara: kebangsaan Indonesia; internasionalisme atau peri-kemanusiaan; mufakat atau demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; kesejahteraan sosial; dan ketuhanan.
Kok beda ama lima butir yang kita kenal? Tentu saja sebab ini masih gagasan, belum final. Yang perlu diperhatikan adalah tentang nama yang dipakai: "saya tidak menggunakan nama Panca Dharma, melainkan Pancasila.." ucap Soekarno. Panca = lima, sila = asas atau dasar (sansekerta).
Lima butir yang kita kenal dan digunakan hingga saat ini dirumuskan oleh panitia yang lebih kecil yang disebut dengan Panitia Sembilan: Soekarno, Hatta, Andries Maramis, Abikoesno, Kahar Moezakir, Agus Salim, A. Soebardjo, Wahid Hasyim dan Muhammad Yamin.
Dari Panitia Sembilan inilah kemudian ditetapkan dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juni 1945 yang berisi dasar negara kita, sekaligus berisi lima butir Pancasila yang kita kenal sekarang.
Ada satu hal yang perlu diperhatikan buat siapapun: bagi korban selamat dari bencana, insiden atau segala hal yang "buruk" apalagi sampai memakan korban jiwa, orang yang selamat ini selain mengalami syok, sedih, (dll), juga ia berhadapan dengan satu musuh terbesar:
Rasa bersalah
Barusan saya nonton salah satu dokumenter tentang peristiwa tsunami di Jepang, ada satu kisah yang menarik, yaitu arwah seorang anak yang merasuki tubuh seseorang dan ia menceritakan kisahnya ketika tsunami terjadi..
"aku lari sambil memegang tangan adikku. Kami dikejar air di belakang. Adikku berkata jika ia sangat lelah, tapi aku tak menghiraukannya sebab air benar-benar telah dekat. Hingga tiba-tiba tangan adikku terlepas, lalu ia hanyut..."
Jika kamu tipe orang yang kuat menahan kantuk, ambillah waktu habis shubuh atau dinihari. Dua waktu itu otak dalam kondisi yang siap diajak konsentrasi penuh. Apalagi waktu shubuh (bangun tidur), efektif buat dipake hafalin sesuatu.
Jika gampang KO ama kantuk, ambillah waktu antara jam 2 siang sampe menjelang matahari terbenam. Siang hari cenderung panas, tapi jam 2 sudah adem. Jika kamu makan jam 12, jam 2 udah enteng. Bisa juga tidur dulu sebentar. Jam ini kondisi udara sangat pas, apalagi dibawah pohon.
Masih banyak orang yang memandang sebelah mata perasaan seperti kesepian, perasaan cemas dan seterusnya. Kesehatan mental masih dianggap sesuatu yang "tidak terlalu serius" sehingga depresi pun dianggap "alah gitu doang"
Beberapa waktu lalu aku bertemu teman lama. Dia beberapa bulan lalu video call saya tiba-tiba, minta saran sebab lagi pusing oleh banyak tekanan. Setelah ngga ada kabar, kita ketemu kemaren dan dia berkata jika dia baru saja sembuh dari depresi.
Bukan self diagnosis, melainkan benar-benar habis dari psikiater dan positif. Dia terbuka dan terang-terangan minta saran kami (kami ngumpul 8 orang di dekat pantai, yah sekadar ngopi nostalgia). Akhirnya pembicaraan kami diantaranya juga seputar kesehatan mental.
Semua perang didasarkan pada tipu daya. Jika mampu, berpura-puralah tidak mampu; jika aktif, berpura-puralah tidak aktif; jika dekat, buatlah seolah-olah anda berada di tempat jauh; jika jauh, buatlah seolah-olah anda dekat.
Jika prajurit anda 5x lebih kuat, seranglah dia; jika 2x lebih kuat, pecah-belahlah dia; jika sebanding, bertempurlah (kemenangan ditentukan oleh Jendral); jika kalah jumlah, mundurlah.
Mengapa orang pintar seringkali gagal menyampaikan materi atau menjelaskan sesuatu secara sederhana? Ini adalah sesuatu yang disebut dengan Curse of Knowledge.
Biasanya sering tuh kalo kita dengerin profesor ngomong, pake istilah aneh-aneh yang susah dipahami oleh telinga awam. Contoh deh, sebagai anak ekonomi atau perbankan, pasti kamu sering ngomong pake kata-kata misal surplus, defisit, dll. Kamu paham, tapi yang lain?
Semakin kita ahli dalam bidang yang kita dalami, maka pemahaman kita terhadap hal yang rumit akan menjadi mudah. Ini dalam konteks pribadi. Tapi di sisi lain, kita juga melupakan fakta kalo orang lain itu ngga sedalam kita memahami sesuatu itu.
Klasifikasi Negara, supaya kamu bisa paham kenapa ada yang disebut negara miskin, berkembang dan maju?
-A Thread-
Jadi ada dua klasifikasi umum yang harus diketahui dulu. Ini penting supaya ngga salah paham.
- klasifikasi outdated, yang sederhananya adalah klasifikasi negara miskin hingga maju. Ini sebenarnya subjektif, sebab tidak pernah ada kesepakatan atau definisi baku tentang ini. Praktisi dan ekonom bebas membuat klasifikasi terhadap suatu negara. Inget kan berita Indonesia