, 107 tweets, 13 min read
My Authors
Read all threads
Tempat kost harusnya jadi tempat melepas lelah setelah aktifitas seharian. Seharusnya..

Tapi ada kost yang untuk sekadar memejamkan mata saja gak bisa, ngeri.
Seperti tempat kost milik temannya Dita, di Jogja.

Dita sendiri yang akan cerita di sini, di Briistory.
Aku Dita, mahasiswi angkatan 2017 Universitas Indonesia. Walaupun lahir dan besar di Jakarta, tapi kedua orang tuaku asli dari Jogja, mereka merantau ke ibu kota sebelum aku lahir.
Karena itulah masih banyak saudara dan kerabat yang tinggal menetap di Jogja, jadi Jogjakarta mungkin bisa dianggap kota asalku juga. Minimal saat lebaran aku pasti datang mengunjungi kota gudeg ini, selebihnya akan datang dalam rangka liburan ke rumah mbah dan saudara lainnya.
Aku sangat menyukai suasana Jogja, orang-orangnya, lingkungannya, budayanya, aku suka semua. Apa lagi, rumah mbah-ku letaknya terbilang masih di pedesaan, jauh dari hiruk pikuk ramainya kota.
Yang paling asik di rumah mbah, ketika bangun pagi dan membuka jendela kamar pemandangannya adalah hamparan sawah pedesaan, itu salah satu yang bikin aku kangen Jogja. Pemandangan luar jendela seperti itu gak akan pernah ditemui di Jakarta.
Tapi bukan itu, cerita aku tentang Jogja malam ini bukan tentang rumah Mbah, tapi ada cerita lain, pengalaman lain.
Semasa SMU aku memiliki beberapa sahabat, salah satunya adalah Kiara. Orang tua Kiara tinggal di bilangan Jakarta Selatan.

Nah, ketika lulus SMU, aku dan Kiara terpaksa berpisah, karena kami diterima di dua universitas yang berbeda, aku di UI sementara Kiara di UGM.
Iya, akhirnya Kiara kuliah dan tinggal di Jogja. Waktu itu perasaan kami senang bercampur sedih, senang karena akhirnya diterima di kampus negeri, sedih karena harus berpisah jauh.
“Ya kan kamu banyak keluarga di Jogja Ta, kan kamu sering ke Jogja, bisa main ke kost-an aku kan nanti, hehe.” Begitu kata Kiara waktu itu.

Benar juga, kami masih akan sering bertemu kok walau pasti gak akan se-intens masa SMU.
Ya sudah, akhirnya kami benar berpisah untuk berkuliah di kampus masing-masing.

Seiring berjalannya waktu, benar adanya, beberapa kali aku datang mengunjungi Kiara di Jogja kalau ada libur beberapa hari, sekalian datang ke rumah Mbah juga.
Sering kali juga kami bertemu dan kumpul di Jakarta dengan sahabat lainnya, ketika sedang libur kuliah. Alhamdulillah, persahabatan kami masih berjalan baik sampai saat ini.
Banyak kisah pengalaman seru dan menyenangkan yang kami alami sepanjang masa perkuliahan sampai sekarang, semuanya membahagiakan, memberi arti jejak indah dalam hidup.
Tapi, ternyata ada juga pengalaman aneh dan menyeramkan, kebetulan aku sendiri yang mengalaminya. Rentetan peristiwa yang terjadi ketika aku datang berkunjung ke tempat kost Kiara.

Kejadian yang masih sangat aku ingat detailnya sampai sekarang.

Begini ceritanya..

***
Tahun lalu, tepatnya bulan Maret 2019, aku berkunjung ke Jogja.

Memang berniat untuk liburan ke Jogja, alasan pertama karena memang ada libur kuliah agak lama, satu minggu lamanya. Alasan kedua, pada tanggal 15 Maret Kiara berulang tahun, sekalianlah pikirku.
Kebetulan juga saat itu Kiara gak libur kuliah, dia tetap di Jogja.

Jadilah aku berlibur di Jogja.

Berangkat dari Jakarta hari kamis tanggal 14 Maret, menggunakan kereta pagi. Rencananya aku akan memberikan surprise ultah kepada Kiara pada tengah malamnya.
Singkatnya, tanpa kendala berarti aku akhirnya sampai juga di Jogja tercinta.

Sore itu cuaca hari sangat cerah, di stasiun Tugu aku turun dari kereta. Suasana Jogja yang sangat aku rindukan, senyumku selalu sumringah setiap kali menginjakkan kaki di kota ini.
Aku memutuskan untuk ke tempat kost Kiara terlebih dahulu, baru esok hari akan ke rumah Mbah.
Tempat kost Kiara terletak di daerah Pogung Dalangan, dekat dengan fakultas Tekhnik UGM, ya karena dia berkuliah di fakultas itu.

Daerah yang gak terlalu jauh dari stasuin Tugu, hanya sekitar 20 menit menggunakan transportasi online.
“Aku udah di stasiun ya Ra. Bentar lagi sampe di kost-mu, kamu mau nitip sekalian?” Tanyaku ke Kiara lewat whatsapp.

“Alhamdulillah. Gak usah beli apa-apa Ta, kamu ke sini aja langsung.” Jawab Kiara.

Ya sudah, aku langsung meluncur ke tempat kost-nya.

***
Kami langsung berpelukan ketika aku sampai di kost Kiara, lalu melepas rindu dengan saling bercerita

Senang rasanya bisa bertemu lagi dengan sahabat yang selalu ceria ini. Setelah sudah nyaris satu tahun lamanya sejak pertemuan terakhir.
“Kamu gak ada kuliah hari ini emang?” Tanyaku, ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore.

“Ini aku baru aja pulang, seharian ini jadwal lumayan padat sih.” Jawab Kiara.
Kost-an Kiara ini berbentuk rumah besar bertingkat, di dalamnya ada sembilan kamar, empat di lantai dasar, lima di lantai atas, setiap lantai memiliki dua kamar mandi yang dapat digunakan oleh seluruh penghuni.
Ada dapur juga, letaknya di lantai satu bagian belakang, samping tangga menuju lantai dua, dekat kamar mandi. Di tengah lantai dasar ada ruang tengah yang berisi sofa, meja, tv, dan beberapa kursi, di ruang tengah inilah biasanya penghuni kost bercengkrama atau makan.
Kamar Kiara berada di lantai dasar, dekat dapur dan kamar mandi.

Sebelah kamar Kiara ada satu kamar, sementara dua kamar lain berada di depannya, terpisahkan oleh ruang tengah.

Di ruang tengah inilah kami berbincang seru pada sore itu.
Besar, tempat kost yang cukup besar. Tempat kost luas dan nyaman.

Kiara bilang, waktu itu rumah kost sedang gak seluruhnya terisi, hanya lima kamar yang berpenghuni, sedangkan empat sisanya kosong, karena baru saja ditinggal penghuninya.

***
Perbincangan seru akhirnya harus terhenti karena waktu maghrib tiba.

Seluruh penghuni masuk ke kamar masing-masing untuk sholat, begitu juga dengan kami.

Selesai maghrib, Kiara pamit untuk ke luar sebentar, mau beli makan katanya.
“Aku keluar sebentar ya,kamu di sini aja, istirahat. Kalo mau, duduk nonton tv aja di ruang tengah. Ada Dewi tuh, kamu sudah kenal kan.” Begitu Kiara bilang.

“Siap bos, santaaaaayy. Kamu jangan lama-lama tapi ya hehe.” Jawabku.

Setelah itu Kiara berangkat pergi.
Beberapa menit kemudian, aku memutuskan ke luar kamar, menuju ruang tengah untuk menonton TV. Dan benar kata Kiara tadi, ternyata ada Dewi.

“Sini Ta, nonton tv di sini, ngapain di kamar sendirian.” Ucap Dewi ramah ketika melihatku muncul dari dalam kamar.
Ya sudah, akhirnya aku berbincang dengan Dewi di ruang tengah.

Dewi bilang, kamar dia di lantai atas, bersama dengan dua penghuni lainnya. Lantai dasar hanya ada Kiara dan satu penghuni lagi yang belum aku kenal, Selvi namanya.
Dewi juga bilang, katanya nanti malam jam 12 tepat dia dan teman kost lain akan bikin kejutan buat Kiara, kejutan ulang tahun.
“Menjelang jam 12 nanti, kamu kebagian tugas jagain Kiara ya, jangan sampe dia keluar kamar. Aku bareng Selvi nyiapin kue ultah dan lilinnya, hihihi.” Begitu Dewi bilang.

Kejutan ultah? Waaahh ini pasti seru, begitu pikirku dalam hati.
Tapi hanya sebentar kami berbincang, karena Dewi mendadak masuk ke kamarnya untuk menerima telpon.

Setelah Dewi pergi, tinggal aku sendirian di ruang tengah.
Masih jam tujuh lewat sedikit, di dalam rumah kost ini sudah sangat sepi, hanya suara tv yang kedengaran dengan volume sedang. Walau sesekali terdengar suara kendaraan melintas di jalan depan rumah, tapi tetap saja isi rumah cenderung sepi.
Udara dalam rumah yang gak terlalu panas, membuatku sangat nyaman berlama-lama di ruang tengah, duduk di sofa empuk, semakin lama duduk makin bersandar, selanjutnya posisiku nyaris rebahan.
“Ah Kiara lama juga ya beli makan.” Begitu ucapku dalam hati ketika nyaris sudah satu jam Kiara belum pulang juga.

Dalam kesendirian, jari tanganku sesekali menekan tombol remot tv, mencari saluran yang nyaman di hati.
Kenyamanan ini membuatku mengantuk, ditambah dengan kondisi tubuh yang lelah karena perjalanan dari Jakarta siang tadi. Kreyep-kreyep mataku, layar tv jadi agak kelihatan nge-blur karenanya.
Aku benar-benar mengantuk, nyaris tertidur.

Iya, nyaris, karena akhirnya rasa kantuk mendadak hilang karena aku dikagetkan oleh suara pintu terbuka.

Pintu kamar sebelah kamar Kiara, yang letaknya persis berada di depanku, tiba-tiba terbuka.
Kamar yang sejak sore tadi aku pikir dalam keadaan kosong, ternyata ada penghuninya.
"Mba.." Aku menegur perempuan yang muncul dari dalam kamar itu, berbasa basi sambil membenarkan posisi menjadi duduk tegak kembali.

Masih muda dan cantik, sepertinya mahasiswi yang masih satu angkatan denganku.
Dia membalas sapaanku dengan senyuman, hanya senyuman. Berhenti sebentar di depan pintu kamarnya, kami bertatapan beberapa detik lamanya sebelum dia melanjutkan langkah ke belakang rumah,
sepertinya menuju kamar mandi, atau dapur, aku gak tau pasti karena setelah itu Kiara datang dan langsung mengalihkan perhatianku.

"Maaf lama ya Ta, tadi aku ketemu temen kampus, jadinya ngobrol deh hehehe" Begitu kata Kiara sambil cengengesan.
Setelah itu kami tetap di ruang tengah, makan, dan lanjut berbincang. Perbincangan jadi lebih seru dan rame, karena belakangan Dewi datang lagi untuk bergabung, ditambah Selvi juga yang baru pulang sekitar jam sepuluh.

Berempat kami berbincang senda gurau di rumah besar ini.
Sampai akhirnya jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas, Dewi dan Selvi memberiku kode supaya mengajak Kiara masuk ke dalam kamarnya, memberi kesempatan bagi mereka untuk menyiapkan kue kejutan ultah Kiara.
Oh iya, sebelumnya Dewi juga bilang, kalau nanti jam 12 tepat akan ada beberapa teman dari kost-kostan sebelah yang juga akan bergabung memberikan kejutan ultah. Jadi gak akan hanya kami bertiga.
"Ra, ke kamar yuk, aku ada titipan dari papa kamu di tas tuh." Aku bilang begitu, sedikit berbohong.

Kiara nurut, dia ikut ajakanku masuk kamar.

Setelah di dalam kamar, pintu sengaja aku tutup supaya pergerakan Dewi dan Selvi gak terlihat.
Beberapa menit kemudian, aku lihat dari jendela kamar, lampu ruang tengah mati, mungkin sengaja dimatikan oleh Dewi, jadinya gelap gulita.

Entah Kiara sadar atau nggak dengan adanya pergerakan Dewi dkk di luar kamar.
Tapi tapi ternyata kejutannya berhasil, jam dua belas lebih sedikit Dewi dkk mengetuk pintu kamar, lalu Kiara membuka pintu. Surprise!! Dewi, Selvi, dan beberapa teman lainnuya sudah berkumpul di ruang tengah dengan kue ultah di tangan.
Ruang tengah jadi heboh dan ramai, tapi masih tetap dalam keadaan gelap karena lampu belum dinyalakan.

Saat heboh dan ramai di dalam gelap itulah aku melihat ada hal yang aneh..
Aku baru ingat dengan perempuan yang tinggal di kamar sebelah, perempuan yang aku sapa ketika sedang sendirian di ruang tengah jam delapan tadi.

Baru teringat lagi dengannya, karena aku melihat dia tengah berdiri di depan pintu kamarnya. Dia hanya berdiri diam..
Ruang tengah masih gelap gulita, penerangan hanya dibantu oleh sedikit cahaya dari luar rumah yang masuk dari sela-sela jendela. Sebelumnya agak terang karena ada cahaya dari lilin kue ultah, tapi hanya sebentar karena Kiara meniup lilin itu hingga padam.
Nah aku melihat perempuan kamar sebelah itu hanya berdiri diam di depan pintu kamarnya, ketika kami tengah heboh dan ramai.

Baru saja aku berniat hendak mengajaknya bergabung, tiba-tiba ruang tengah kembali terang benderang, Dewi atau Selvi yang menyalakan lampunya.
Teriakan heboh ramai kembali meriuhkan suasana, menghalangi pandanganku ke perempuan kamar sebelah itu. Beberapa detik setelah lampu menyala, perempun itu menghilang, gak ada di tempatnya lagi. "Mungkin sudah masuk ke kamarnya." Begitu pikirku.
Setelah itu kami melanjutkan acara, memotong kue dan memakannya bersama-sama. Kembali perhatianku teralihkan, padahal sangat penasaran dengan perempuan itu, ingin bertanya tentang dia kepada Kiara atau Dewi.
Singkatnya, acara selesai. Jam satu lewat aku dan Kiara sudah berada di dalam kamar.

“Terima kasih lho Ta kejutannya, jauh-jauh kamu dari Jakarta untuk ini.” Ucap Kiara.

“Sekalian aku liburan kan Ra, kamu jangan geer deh, haha.” Jawabku.
“Oh iya, nanti aku ada kuliah pagi, jadi sekitar jam tujuh sudah berangkat ke kampus. Kamu kalau di sini sendiri gak apa kan ya? Nanti kalau mau pergi, kunci kostan kamu titipin ke Ibu warung depan aja ya.”
“Gak apa Ra, aku juga harus ke rumah mbah-ku dulu kan, paling nanti jam sembilan aku jalan dari sini. Besok atau lusa aku main ke sini lagi.” Jawabku menjelaskan.
Jadi begitu, Kiara bilang dia ada kuliah pagi, jadi akan meninggalkanku di tempat kost-nya. Ya sudah gak apa, lagi pula aku harus ke rumah mbah, kangen juga dengan beliau.

Rencananya, jam sebilan pagi aku akan berangkat ke rumah Mbah.
Setelah selesai berbincang, sekitar jam dua kami terlelap.

***
Paginya, aku sempat terbangun sebentar jam setengah tujuh tadi ketika Kiara pamit berangkat ke kampusnya, tapi setelah itu terlelap lagi kira-kira satu jam.

Hampir jam delapan aku baru benar-benar bangun dari tidur, lalu berniat untuk ke kamar mandi.
Rumah kost ini sangat sepi, gak terdengar suara penghuninya, menurutku mungkin mereka semua sudah beraktifitas di kampus. Gak terdengar suara tv juga dari ruang tengah, benar-benar sepi. Hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang melintas di jalan depan, selebihnya hening.
Dari sela jendela kamar, aku juga melihat kalau ruang tengah masih gelap, hanya cahaya sinar matahari yang sedikit menembus masuk dari jendela depan.
Ketika nyawa sudah benar-benar terkumpul, barulah aku berdiri untuk beranjak ke luar kamar. Tapi ketika belum sempat membuka pintu, dari jendela lagi-lagi aku melihat perempuan yang tinggal di kamar sebelah, dia melintas depan kamar Kiara. Berjalan ke arah dapur dan kamar mandi.
“Ah dia belum berangkat ngampus,” Begitu pikirku dalam hati.

Agak sedikit lega melihat dia, karena berarti aku gak sedang benar sendirian di rumah besar ini. Setelah bergumam sendiri lalu dengan niat bulat aku keluar menuju kamar mandi.
Sesampainya di depan kamar mandi, yang letaknya di samping tangga ke atas dan di depan dapur, ternyata aku gak melihat perempuan itu, padahal sudah berniat hendak bertegur sapa lagi dengannya.
Dapur kosong gak ada orang, dua pintu kamar mandi semuanya dalam keadaan terbuka menandakan kalau gak ada yang menggunakan.

“Ke mana dia?” Tanyaku dalam hati.
Sedikit bingung, karena tadi jelas-jelas aku melihatnya berjalan lewat depan kamar.

“Ah mungkin dia naik ke lantai atas.” Sekali lagi aku bergumam, mengambil kesimpulan sendiri.
Iya, memang satu-satunya jalan dia ya ke atas, gak ada lagi, karena dapur dan kamar mandi gak ada orang.

Tanpa pikir panjang aku langsung masuk kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Setelah selesai aku langsung kembali ke kamar.
Di dalam kamar, aku membiarkan pintu dalam keadaan terbuka, jadi dari dalam dapat terlihat ruang tengah dengan jelas.

Sibuk aku membereskan tas, karena sebentar lagi harus berangkat ke rumah mbah.
Begitu fokusnya aku membereskan barang-barang, sampai-sampai gak menyadari kalau (mungkin) sejak tadi sudah ada seseorang yang sedang duduk di sofa panjang ruang tengah..

Aku sedikit terkejut ketika akhirnya sadar akan hal itu.

Ternyata perempuan kamar sebelah.
Dia sudah berada di ruang tengah, duduk menghadap tv yang sedang dalam keadaan mati.

Duduk menghadap kamar Kiara yang pintunya dalam keadaan terbuka, ada aku di dalamnya tengah beberes.

Dia duduk diam memandangku,
Setelah kagetku mereda, aku tersenyum kepadanya, dia membalas senyumku.

Tanggung, sedikit lagi selesai, maka aku meneruskan membereskan barang-barangku, setelah beres nanti aku akan datang menghampirinya.
Akhirnya selesai, lalu aku berdiri lalu berniat untuk ke luar kamar.
Alangkah terkejutnya aku, ternyata perempuan itu sudah gak duduk di sofa panjang lagi, tapi tiba-tiba dia sudah berdiri tepat di depan pintu kamar Kiara.

Iyalah, tentu saja aku kaget, gak ada suaranya tapi tiba-tiba dia sudah berdiri di depan pintu.
“Hai mba, kita belum kenalan dari kemarin. Aku Dita, temannya Kiara.” Sapaku tersenyum, sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.

Dia masih diam berdiri tersenyum datar, tapi menyambut uluran tanganku, kami bersalaman.
“Aku Nayra.” Begitu dia bilang, pelan.
“Mba Nayra tinggal di kamar sebelah kan ya?” Tanyaku.

Dia hanya mengangguk pelan, gak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kenapa semalam gak ikut ngobrol di sini mba?” Lagi-lagi aku bertanya.

Dia tetap diam, hanya menggeleng.
Dalam remangnya ruang tengah, aku melihat kalau Nayra ini perempuan cantik. Rambutnya panjang sebahu, tubuhnya langsing berkulit putih, mengenakan celana jeans berkaus putih lengan panjang.

Tapi ada yang aneh, wajahnya pucat seperti orang yang kelelahan atau kurang tidur.
“Sebentar lagi saya pamit ya Mba, mau berkunjung ke rumah mbah saya, masih di Jogja juga kok.” Kembali aku yang membuka percakapan.

Lagi-lagi dia hanya diam, kemudian mengangguk pelan.

Setelah itu Nayra berjalan meninggalkanku, lalu masuk ke kamarnya.
“Penghuni yang aneh, pendiam sekali.” Begitu pikirku dalam hati.

Gak lama setelahnya, aku berangkat meninggalkan rumah kost Kiara.

***
Hari minggunya, Kiara memintaku untuk ke tempat kostnya lagi, dia mau mengajakku jalan-jalan keliling Jogja, banyak angkringan baru yang menurut dia tempatnya enak untuk makan dan ngobrol. Katanya mumpung hari minggu, dia gak ada kegiatan perkuliahan sama sekali.
Ya sudah, jam delapan pagi aku sudah berangkat dari rumah mbah, menuju Pogung. Gak jauh jaraknya, gak sampai satu jam aku sudah sampai.
“Dita, aku ke Indomaret sebentar ya. Kalo kamu sudah sampai langsung masuk aja, ada Dewi di ruang tengah."

Aku membaca pesan whatsapp dari Kiara, ketika sudah tepat di depan rumah kostnya.

“Ok. Aku sudah di depan kost kamu kok.” Balasku.
Ya sudah, aku langsung membuka pagar dan masuk ke terasnya.

Sepertinya rumah masih sepi, karena ketika mengetuk pintu pertama kali gak ada yang membukanya.

Selang beberapa menit, aku kembali mengetuk pintu.

Ah sukurlah, kali ini ada yang membukanya dari dalam.
“Eh mba Nayra.” Ucapku sambil tersenyum, ketika melihat kalau ternyata Nayra yang membukakan pintu.

“Makasih ya, maaf mengganggu.” Kembali aku berkata sendiri, karena Nayra hanya tersenyum tipis dalam diam.

Kemudian kami masuk dan aku menutup pintu.
Dalam perjalanan dari depan menuju kamar Kiara, aku melangkah di belakang Nayra, dia berjalan sangat pelan.

Ada yang aneh, ternyata dia masih mengenakan pakaian yang sama dengan waktu pertemuan kami yang pertama kali, celana panjang jeans berkaos putih lengan panjang.
Sesampainya di depan kamar Kiara, sekali lagi aku mengucap terim kasih.

“Mba Nayra, terima kasih ya sudah membukakan pintu.”

Nayra gak menjawab, dia diam sambil terus melangkah ke bagian belakang rumah.

Ya sudah, aku langsung masuk ke kamar Kiara.
Di dalam kamar, kembali aku membiarkan pintu terbuka. Aku merebahkan tubuh di atas tempat tidur, sedikit melelahkan perjalanan tadi.
“Eh Ditaaaaaa, gitu dong, main ke sini lagi.” Suara Dewi sungguh membuatku terkejut.

Tiba-tiba dia sudah ada di depan pintu.

“Iya nih, Kiara mau ngajak jalan katanya, hehe” Jawabku.

“Oh gitu. Lah, Kiaranya mana? Kemana dia?” Tanya dewi.
“Ke Indomaret sebentar katanya. Tadi aku datang dia udah gak ada.”

“Trus, siapa yang bukain pintu buat kamu tadi Ta?”
“Nayra, yang tinggal di kamar sebelah. Hari jumat kemarin kami sudah kenalan kok, hehe.”

Mendengar jawabanku, raut wajah Dewi tiba-tiba berubah, dia kelihatan kaget mendengar jawabanku.

“Nayra? Nayra kamar sebelah? Serius kamu? Gak salah dengar? Bukan Selvi?”
Rentetan pertanyaan yang keluar dari mulutnya menggambarkan kalau Dewi sangat kaget mendengar jawabanku.

“Benar Wi, aku yakin, Nayra kamar sebelah. Emang kenapa sih?” Jawabku menegaskan.
“Nggak, gak, gak apa-apa Ta. Eh aku ke kamar dulu ya.” Jawab Dewi terbata-bata.

Lalu dia seperti terburu-buru melangkah menuju kamarnya di atas, meninggalkan ku sendirian di bawah.

“Aneh, kenapa tuh Dewi.” Aku bergumam dalam hati.
Selang lima belas menit kemudian akhirnya Kiara datang juga, paras wajahnya cerah ceria melihatku.

“Hari ini kita jalan-jalan ya, sekalian mampir ke warung kopi punya temanku yang baru buka. Enak tempatnya.” Begitu katanya.

Lalu kami berbincang panjang lebar.
Tapi, perbincangan mendadak berhenti ketika sudah sampai di bahasan tentang Nayra.

“Jadi tadi Dewi kan yang bukain pintu?” Tanya Kiara.

“Bukan Ra, bukan Dewi, tapi Nayra, teman kamu yang di kamar sebelah.” Jawabku.
“Nayra? Serius Ta?” Kembali Kiara bertanya, kali ini dengan wajah serius.

“Kamu persis kayak Dewi tadi, langsung aneh begitu aku menyebut Nayra, emang ada apa sih?”

“Nanti aja ceritanya. Kita jalan sekarang aja yuk.” Tiba-tiba Kiara langsung mengajakku pergi, saat itu juga.
Ada apa sih ini?

***
Singkat cerita, kami akhirnya sampai di tempat warung kopi milik temannya Kiara. Di sinilah Kiara bercerita panjang lebar.
“Kamu yakin yang bukain pintu tadi pagi namanya Nayra?” Kiara bertanya dengan mimik serius.

“Yakin Raaaaaa. Kan waktu hari jumat kemarin kami sudah sempat kenalan, waktu kamu sudah pergi kuliah.” Jawabku tegas.
Kemudian Kiara mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan aku sebuah poto yang ada di dalamnya.

“Ini bukan orangnya? Yang berdiri di tengah, kaus putih.” Tanya Kiara.

Aku memperhatikan poto itu dengan seksama, poto seseorang yang sangat yakin aku kenal.
“Iya betul, itu orangnya, Nayra. Ada apa sih Ra?”

Lalu Kiara menjelaskan..
“Benar, itu Nayra, dia kost di kamar sebelah kamarku. Mahasiswi sini juga, angkatan satu tahun di atas kita.” Kiara mengawali cerita.

“Trus, kenapa dengan dia?” Tanyaku semakin penasaran.
“Nayra sudah meninggal sebulan yang lalu Ra, kecelakaan motor bersama adiknya ketika mau pulang ke rumahnya di Semarang.”

“Adiknya selamat, sementara Nayra meninggal di tempat.”

Aku terdiam mendengar kalimat dari mulut Kiara itu.
“Rumah kost-ku itu ada sembilan kamar. Sebelum Nayra meninggal, semua kamar terisi penuh. Setelah dia meninggal, satu persatu penghuni pergi pindah kost. Alasannya karena masih suka melihat kehadiran Nayra di dalam rumah.”
“Mereka ketakutan, sehingga memutuskan pindah kost. Sekarang di rumah itu tinggal menyisakan aku, Dewi, Selvi, Rena, dan Indri. Rena dan Indri sudah sangat jarang tinggal di rumah itu, lebih sering menginap di kost temannya, sambil mencari kost-an yang baru, mereka ketakutan.”
Aku terhenyak mendengar penjelasan panjang dari Kiara.

Terkejut, karena aku beberapa kali sudah berinteraksi dengan Nayra, yang ternyata sudah meninggal satu bulan sebelumnya.

***
Hai, Balik lagi ke gw ya, Brii..🙂

Seru ya ceritanya. Yah, namanya juga rumah kost, kita gak tahu ada cerita apa sebelum kita datang dan menempatinya sebagai penghuni baru.

Sekian cerita malam ini, sampai jumpa minggu depan.
Tetap sehat supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobok, semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with Brii

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!