Semasa berjuang, Sin Nio mulanya hanya bermodalkan senjata sederhana berupa golok, bambu runcing & tombak.
Dari bagian tempur, Sin Nio dipindahkan kebagian perawat atau palang merah, krn ada kekosongan juru rawat, padahal banyak sekali pejuang yg terluka & butuh perawatan medis.
Setelah kemerdekaan dan kondisi negara mulai aman, srikandi ini memutuskan menikah dan akhirnya memiiliki 6 anak dari 2 orang suami, yang keduanya berakhir dengan perceraian.
1973, pejuang ini sampai di Jakarta & menumpang tinggal selama 9 bulan di Markas Besar Legiun Veteran RI di Jalan Gajah Mada.
Uang pensiun sebesar Rp 28.000,- per bulan akhirnya dpt diperoleh beberapa tahun kemudian
Sin Nio bersikeras tak mau pulang lagi ke Wonosobo, bahkan tak pernah lupa utk tetap mengirimkan uang kpd anak cucunya di kampung halaman.
Pernah ada janji dari Menteri Perumahan, Cosmas Batubara, bahwa Sin Nio akan diberikan rumah di Perumnas. Tapi janji tinggallah janji.
Tak diketahui, bagaimana kisah akhir kehidupan pejuang bangsa ini...
"Saya tak mau merepotkan bangsa saya, biarlah saya hidup dan mati dalam kesendirian, karena hanya Tuhan yg mampu memeluk dan menghargai gelandangan seperti saya!" (Ir. Azmi)
Kita Sebangsa Setanah Air dan Setara
Merdeka!!
#azmiabubakar
#museumpustakaperanakantionghoa
Sumber:
Majalah Sarinah, 6 Agustus 1984
Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa