Waktu itu kami masih kuliah tingkat akhir.
“Gak kegedean emang nang?” Tanya Hani.
“Iya Nang, kita cuma berlima loh, masa kamarnya ada empat.” Aku menambahkan.
Setelah melihat poto-poto itu, aku setuju dengan Danang, Villa-nya memang bagus, besar dan bertingkat, lingkungan sekitarnya juga asri, tempat yang tepat untuk menyepi.
***
Bertepatan dengan musim liburan sekolah, ditambah pula dengan long weekend, aku yakin kalau Bandung akan padat dan ramai wisatawan.
***
“Pak Epi, saya sampe villa sekitar jam tiga-an ya, mau cari makan dulu Pak.” Begitu kata Danang berbicara melalui ponselnya dengan Pak Epi, si penjaga Villa.
***
Dari Cihampelas kami lewat Cipaganti lalu menyusuri jalan Setiabudi, menuju lembang.
“Kenapa gak lurus aja Mas?” Tanyaku penasaran.
“Enakan lewat sini, gak macet, pemandangannya lebih asik.” Begitu kata Dimas.
Di ujung jalan, di atas nanti, jalan yang kami lalui ini akhirnya akan bertemu juga dengan jalan raya Lembang.
***
“Yakin ya?”
“Yakin,” Jawab Danang.
Ah akhirnya sebentar lagi sampai, aku sudah gak tahan pingin rebahan, capek juga duduk dari tadi.
Jendela kami buka lebar-lebar, membiarkan angina sejuk masuk dan terhirup.
“Asik banget ya suasananya,” Putri yang dari awal lebih banyak diam, akhirnya bersuara.
Kira-kira 20 menit dari belokan tadi, akhirnya kami sampai.
***
Sepertinya baru saja turun hujan, jalanan basah dan beberapa bagiannya ada genangan air.
Satu atau dua menit kemudian, barulah terlihat ada bangunan, harusnya sih itu villa-nya, karena gak ada bangunan lagi selain itu.
“Yakin lo ini villa nya Nang?” Tanya Hani.
“Ntar, gw telpon Pak Epi dulu.” Jawab Danang.
Sementara Danang coba menghubungi Pak Epi, kami berjalan melihat-lihat keadaan sekitar villa.
Sementara teman-teman melihat bagian sisi lain, aku malah tertarik dengan bangunan kecil di sebelah kanan.
Dinding tembok hanya jadi pondasi setinggi satu atau dua meter, selebihnya kayu yang jadi penunjang atap.
“Krieeeeet, krieeeeeeet, krieeeet,” Kira-kira seperti itu bunyinya.
“Suara apa itu?” Gumamku sendirian.
Krieeeeet, krieeeeeeet, krieeeet..
Kedengaran lagi,
Penasaran, akhirnya aku nekat meraih gagang pintu dan perlahan membukanya.
Setelah pintu sudah sebagian terbuka, aku masih belum bisa melihat ke dalam dengan jelas karena sangat gelap, sama sekali gak ada cahaya.
Semakin penasaran, karena ketika pintu sudah dibuka, suara itu masih saja kedengaran.
Teriakan Dimas dari depan villa mengagetkanku. Ya sudah, aku tutup lagi pintu bangunan kecil itu sebelum sempat melihat apa-apa di dalamnya.
***
Masih penasaran, aku akhirnya bertanya kepada Pak Epi yang ternyata sudah datang sejak tadi, dia sedang berbincang dengan Danang.
Tapi aku masih saja penasaran dengan bunyi misterius yang terdengar dari dalamnya tadi, suara apakah itu?
***
Bangunan yang sangat bersih, lantai terbuat dari keramik berwarna gelap khas bangunan jaman dulu, dinding tebal didominasi cat putih bersih.
Ruang tengahnya sangat besar, ada dua kamar di lantai dasar. Di bagian belakang tempatnya dapur dan dua kamar mandi bersebelahan.
Teras cukup besar jadi tempat bersantai di lantai atas bagian depan.
“Iya, barusan gw telpon Pak Epi, dia bilang kamar yang itu kuncinya rusak, jadi gak bisa dibuka. Katanya gudang juga dalemnya.” Jawab Danang sambil tangannya menunjuk ke kamar depan yang letaknya di sebelah kiri tv.
Kami sangat senang dengan keadaan dan suasananya, pada awalnya.
***
Sekitar jam setengah lima Dimas bilang begitu, mereka bertiga mau ke pasar Lembang.
“Gak ah, gw mau di sini aja.” Jawabku.
Sendirian? masa sih..
***
Harusnya sih Hani gak lama, karena kalau gak salah toko yang dia tuju gak terlalu jauh jaraknya.
Ya sudah, aku lalu berjalan menuju kamar mandi yang letaknya di belakang.
Kamar mandi berpintu tebal, di dalamnya masih menggunakan bak air besar, walau sudah ada air mancur air panas.
Aku masuk ke kamar mandi sebelah kanan, lalu melaksanakan niatku.
Sepertinya itu Hani, aku yakin itu, karena memang harusnya dia sudah kembali ke villa lagi.
“Iyaa.” Hani menjawab dari sebelah, dengan logat sunda.
Logat sunda? Hani kan orang jawa, sama sekali gak bisa berlogat sunda.
“Iyaa, hihihihi.” Hani menjawab begitu, pelan, sambil cekikikan.
Dasar Hani, begitu gumamku dalam hati.
Tapi, ketika sedang di depan kamar mandi, aku melihat kalau pintu kamar mandi sebelah dalam keadaan terbuka dan dalamnya kosong.
Aku pikir juga, mungkin Hani sudah masuk ke kamarnya di atas.
Gak pikir macam-macam, aku lalu menuju ruang tengah, kembali bersantai depan tv.
Begitu kalimat pertama yang muncul dari mulutnya, lalu dia merebahkan tubuhnya di sofa.
“Lah iya, emang kenapa? Kok kaget? Ngeliat gw kaya ngeliat setan aja lo ah.” Jawab Hani.
“Nggak Nisaaa, ini keringet gw masih bercucuran kayak habis hiking. Ada apa sih emangnya?”
“Gak, gak ada apa-apa.” Jawabku pendek.
Kalau Hani baru aja datang, lalu siapa yang tadi ada di kamar mandi sebelah?
***
Sekitar jam tujuh, Dimas Danang dan Putri akhirnya kembali ke rumah dengan semua keperluan kami.
Aku yang sore tadi baru saja mengalami kejadian janggal, sudah bisa sedikit tenang dan agak melupakan ketika semua akhirnya berkumpul.
Oh iya, dari teras atas ini kami bisa menikmati juga city light yang menjadi pemandangan indah.
Sungguh saat-saat yang menyenangkan.
“Ah beser lo Nis kalo di bandung. Perlu ditemenin gak?” Kata Dimas.
“Gak perlu, sebentar kok.” Jawabku.
Lalu aku bergegas ke bawah, sementara empat temanku tetap di teras atas.
Aku coba berjalan dengan santai tanpa beban karena tiba-tiba teringat dengan peristiwa sore tadi.
Sesampainya di dalam aku langsung pipis.
Penasaran..
“Put..? Hani..? lo ya? Jangan becanda deh kalian.” Begitu ucapku.
Gak ada jawaban..
Tapi, beberapa detik kemudian baru terdengar suara..
Begitu suaranya, ada yang memanggil namaku dari dalam kamar mandi sebelah!
Suaranya jelas terdengar, diakhiri dengan suara tawa tertahan.
Sontak aku langsung keluar kamar mandi, lalu lari menuju lantai atas, tanpa sedikit pun melihat ke belakang.
***
“Hmmm, ada yang aneh di villa ini.” Jawabku pelan.
“Aneh gimana?” Tanya Danang yang ikut penasaran.
Lalu aku ceritakan kepada mereka semua tentang kejadian yang baru saja aku alami dan sore tadi.
“Gak Han, gw yakin, gw denger suara itu jelas banget.” Aku bersikukuh.
Mereka setuju, supaya aku merasa tenang.
Akhirnya, sekitar jam 11 acara berbincang selesai, lalu kami masuk ke dalam, karena udara juga sudah semakin dingin menusuk tulang.
***
Tetapi ketika pertama kali masuk kamar, hanya aku, Putri, dan Hani, sementara Dimas dan Danang masih ingin menonton tv di bawah.
Tapi hanya sebentar, sekitar jam satu dini hari aku terbangun karena tiba-tiba pingin pipis.
“Pipis Put.” Jawabku pendek sambil melirik ke arah Putri yang masih saja menghadap ke dinding.
Lalu aku melihat Putri hanya mengeleng, tanpa bersuara. Sementara hani masih saja terlelap.
Di bawah, aku melihat Danang, Dimas, dan Putri, mereka bertiga masih asik ngobrol depan TV.
Iya, ada Putri juga ternyata. Aku berhenti melangkah di ujung tangga ketika sadar akan hal itu.
“Pipis lagi lo?” Tanya Danang.
Aku lalu ke kamar mandi, karena memang sudah sangat kebelet pipis.
Benar saja, di dalam kamar hanya ada Hani sendirian yang masih saja terlelap, gak ada siapa-siapa lagi.
***
Jam sepuluh, kami baru berkumpul semua di ruang tengah.
Nasi goreng buatan Hani menjadi santapan pagi itu.
Semakin dekat jarak langkah, semakin jelas suara kriet-kriet itu terdengar.
Belum sempat pintu terbuka penuh, tiba-tiba ada suara memanggil dari arah villa.
Gagal lagi aku untuk tahu suara apa gerangan dari dalam gudang.
Setelah itu, kami langsung keluar villa untuk berjalan-jalan keliling lembang.
***
Beda dengan malam kemarin yang cuacanya cerah, kali ini langit Lembang tertutup awan, gerimis kecil turun dari langit.
Semuanya berjalan normal, gak lama setalah masuk kamar kami semua langsung terlelap dalam mimpi masing-masing.
Tapi hanya beberapa jam saja, karena sekitar jam dua ada kehebohan di dalam kamar, aku jadi kaget terbangun.
“Ada apa Mas? Yang lain pada ke mana?” Tanyaku yang jadi ikutan panik.
Ya sudah, aku nurut, lalu membereskan semua barang-barangku. Setelahnya kami langsung ke bawah.
Wajah Hani pucat, dengan mimik sangat ketakutan, begitu juga dengan Putri.
“Ada apa sih ini?” Tanyaku semakin panik.
“Nanti aja Nis di jalan ceritanya. Ayok berangkat” Jawab Danang.
“Ada apa siiiiiih?, kalian cerita doooong.” Di dalam mobil dalam perjalanan, sekali lagi aku bertanya.
Sambil terbata-bata dan menahan tangis, keduanya akhirnya bisa mulai cerita.
***
Dia terbangun karena mendengar suara yang samar namun masih jelas.
Suara yang persis sama dengan yang aku dengar bebrapa kali sebelumnya.
Benar, dia yakin kalau mendengar suara itu, dan yakin juga kalau suaranya berasal dari gudang di sebelah villa.
“Iya Put, gw denger. Itu suara apa ya?” Jawab Hani.
“Udahlah tidur aja, abaikan.”
“Gak bisa Put, suaranya ganggu banget, penasaran juga gw.”
“Iya Put, anterin yuk. Penasaran gw.”
“Aaaah gw takut ah”
“Ayolaaah Put, takut ada apa-apa.”
Krieeeeet, krieeeeeeet, krieeeet..
Sementara suara itu semakin jelas terdengar, seiring dengan semakin dekatnya jarak gudang.
Terus terdengar..
Gudang dalam keadaan gelap total, gak ada cahaya sama sekali, lagi-lagi hanya cahaya senter ponsel yang membantu penglihatan.
Krieeeeet, krieeeeeeet, krieeeet..
Perlahan tapi pasti, pintu gudang akhirnya terbuka lebar.
Ada perempuan berposisi gantung diri..
Dimas yang pemberani, kemudian melangkah menuju gudang tanpa ragu, untuk memeriksanya, apakah benar ada orang gantung diri di gudang? Dimas ingin memastikan itu.
Makanya, setelah itu mereka langsung membangunkanku yang masih tertidur di kamar atas.
Itulah alasannya kenapa kami memaksa diri untuk meninggalkan villa saat itu juga.
***
Serem ya ceritanya, gila emang. Makanya kita harus lebih hati-hati lagi dalam memilih villa, supaya gak merasakan apa yang Nisa dkk rasakan.
Sekian cerita malam ini, sampai jumpa minggu depan.
Met bobok, semoga mimpi indah.
Salam,
~Brii~