My Authors
Read all threads
Sbg suatu tulisan yg berlatar sejarah, meski utk penyajian populer, lebih lagi berpenulis mahasiswa S2 Sejarah & Peradaban, berkisah tentang Ken Angrok dng masih mengisahkannya sbg pebinor bandit, jg disertai soal kutukan keris Mpu Gandring, sungguh banal.
cc @doneh @vonninar
Kisah Ken Angrok dng plot masih bertumpu soal jadi bandit, pebinor, jg pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring, adalah sesuatu yg boleh dibilang kadaluwarsa atau setidaknya tidak bisa lagi ditempatkan sbg narasi utama tentangnya, setidaknya sejak akhir 1970-an.
Terbilang kedaluwarsanya kisah Ken Angrok sbg bandit, pebinor, jg pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring, terjadi sejak ditemukannya Prasasti Mula Malurung berangka tahun 1255, prasasti terpenting peninggalan Kemaharajaan Tumapel-Singhasari.
Prasasti Mula Malurung 1255 M sdh dibaca & dianalisis oleh epigraf Boechari serta sejarawan Slamet Muljana.
Hasil kerja mereka masing-masing bs dibaca dlm buku 'Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti' & 'Tafsir Sejarah Nagarakretagama'.
Hasil pembacaan Boechari & Slamet Muljana itu menciptakan koreksi besar thdp narasi sejarah Tumapel-Singhasari yg sblmnya beredar sejak 1890-an, sejak penerjemahan naskah 'Pararaton' oleh JLA Brandes, dan sejak itu sangat populer bagi publik Indonesia.
Hasil kerja Boechari & lalu Slamet Muljana pd medio & akhir 1970-an sekaligus memberi kemantapan status bagi Ken Angrok alias Sri Rajasa sbg tokoh historis riil. Ini artinya membantah teori sejarawan Belanda CC Berg yg pd 1950-an berpendapat bahwa Angrok tokoh fiktif.
Sejak terkuaknya isi Prasasti Mula Malurung pd 1970-an, kisah Ken Angrok yg didasarkan kpd isi 'Pararaton'—sbg bandit, pebinor, pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring—harus diletakkan dalam lapis ke-3 dalam rekonstruksi sejarah tokoh pendiri Wangsa Rajasa tsb.
2 lapis di depannya yang tentunya mesti didahulukan untuk dirujuk masing-masing adalah:
1. Prasasti Mula Malurung 1255—didukung sedikit bagian dari Prasasti Maribong 1264

2. Kitab 'Desawarnana' alias 'Nagarakretagama' karya Mpu Prapanca dr 1365 yg sdh di era Majapahit
Manakala merujuk kpd Mula Malurung, Maribong, & Desawarnana, kita akan dapat meraba tentang sangat dihormatinya Angrok/Sri Rajasa sbg tokoh pendiri wangsa pd sepanjang masa kekuasaan para maharaja Tumapel-Singhasari hingga Majapahit.
Mpu Prapanca dlm 'Desawarnana' menyebut Angrok/Rajasa didarmakan di sebuah kompleks candi megah, indah, dan asri, yang selalu ramai dikunjungi peziarah untuk menghormati sang mendiang pendiri wangsa.
Saking dihormatinya candi pendarmaan Angrok di Kagenengan itu, Prabhu Rajasanagara/Hayam Wuruk, penguasa Majapahit di masa kejayaannya, menempatkan candi itu pd urutan terdepan dari semua candi yang diziarahinya ketika melawat ke wilayah Tumapel.
Merujuk Prasasti Mula Malurung, Angrok memang dpt ditafsirkan mati karena tindakan pembunuhan. Namun, prasati tsb dpt pula memunculkan tafsir bahwa ayah Maharaja Seminingrat/Wisnuwarddhana, yakni Anusapati dlm versi 'Pararaton', wafat scr wajar, tidak dibunuh.
Merujuk Mula Malurung, Seminingrat/Wisnuwarddhana menyebut dirinya sbg cucu Angrok/Rajasa/Batara Siwa, bukan sbg cucu Ametung—yg tidak disebutkan keberadaannya dlm sumber lain dinluar 'Pararaton'.
Merujuk Mula Malurung, kemaharajaan warisan Angrok dpt ditafsirkan mengalami pembelahan dua—akan tetapi agaknya secara damau—menjadi Daha di barat dan Tumapel di timur, bukan tetap satu sebagaimana dikisahkan oleh 'Pararaton'. Anusapati agaknya sekadar jadi penguasa sisi timur.
Merujuk Mula Malurung, bunuh-bunuh penguasa pasca matinya Angrok sampai akhirnya Wisnuwarddhana menjadi maharaja tidaklah terjadi di Tumapel, tapi di Daha. Mereka yg agaknya terjerat intrik kraton Daha itu adalah Parameswara/Wongateleng, Gungingbhaya/Agnibhaya, & Tohjaya.
*untuk twit yg ini typo ya, 'damau' seharusnya 'damai', maaf.
Merujuk 'Desawarnana'/'Nagarakretagama', Anusanatha/Anusapati tercatat sbg putra Angrok/Rajasa, bukan putra dari Ametung.
Ini memang bisa jadi perkara legal formal saja demi tetap terjaminnya hak takhta
Namun, tetap saja klaim penulis 'Pararaton' bahwa Anusapati anak Ametung ...
... jadi mesti diperlakukan hati-hati, tidak sepenuhnya bisa dipercaya.

"Anusapati anak Ametung" dapat saja memang benar. Dapat saja ternyata isu yg disebar lawan politik Anusapati & Wisnuwarddhana. Dapat pula suatu isu yg sengaja disebar wangsa penguasa Tumapel-Singhasari ...
... demi melindungi ibunda Anusapati, sang permaisuri dari pendiri wangsa—yang melahirkan putra sulungnya masih begitu dekat jaraknya dengan pernikahannya dengan suami keduanya sekaligus masih terlalu dekat dng hari kematian suami pertamanya.
Untuk ini silakan cermati narasi 'Pararaton' yg dalam hal kisah pembunuhan Ametung & jatuhnya jabatan penguasa Tumapel kpd Angrok condong menempatkan sang permaisuri pasif tak berperanan & malah korban.
Terkesan menghindarkannya dr pengaitan sbg pihak yg berkomplot dng Angrok.
Jika memadukan narasi tentang Ken Dedes dlm Pararaton dng isi Prasasti Mula Malurung & kitab 'Desawarnana', perempuan yg 2X bersuami tsb agaknya tak benar-benar bs dibilang susah atau hidup tertekan kala menjalani pernikahan dng Angrok. 3 dr 5 anaknya berkesempatan jd ...
... pemegang jabatan penguasa tertinggi di 2 kraton yg ada setelah matinya Angrok:
-Anusapati jd penguasa di Tumapel
-Parameswara/Wongateleng & Gungingbhaya/Agnibhaya berturut-turut jd penguasa di Daha.
Ketimbang sosok wanita lemah lembut, Dedes sangat mungkin lebih merupakan sosok pemain politik aktif, bahkan sejak menjadi istri Ametung, selama menjadi permaisuri Angrok, juga setelahnya.

Ia adalah Nyonya Besar dan Dowager.
Via saling silang perujukan thdp Mula Malurung, 'Desawarnana', & 'Pararaton', maka dpt diraba bahwa kisah rudapaksa Batara Brahma kdp Ken Endok lebih merupakan penyamaran bahwa Angrok sbnrnya berayahkan penguasa, tapi beribukan perempuan kebanyakan.
Pun seorang mahasiswa S2 Sejarah sampai masih menulis "... kerajaan Majapahit mampu menaklukkan seluruh dataran nusantara ..." adalah sesuatu yg sangat disayangkan. Ini tanda kurang telitinya atau malah belum komprehensif membaca 'Desawarnana', prasasti-prasasti Majapahit, jg ...
...analisis Hasan Djafar dlm buku 'Masa Akhir Majapahit, yang mana lebih menunjukkan bahwa Majapahit sebatas berwilayah teritorial atas Jawa Timur, Madura, dan Jawa Tengah.

Di luar Jawa, yg benar terbukti dikontrolnya hanyalah Bali, Lombok, Sumbawa, dan Palembang.
Menulis " ... kerajaan Majapahit mampu menaklukkan seluruh dataran nusantara ..." adalah pula indikasi masih terpakunya penulis kpd isi 'Pararaton'. Sama halnya dng masih fokus mengisahkan tokoh Angrok sbg pebinor, bandit, & pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with yosef kelik

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!