Yuk kita simak, seru dan seram pastinya.
***
Di satu malam pada hari kerja.
"Iya, iya, masih belum beres nih," Jawab Valdi, dengan mata tetap melihat monitor.
Sudah jam delapan lewat, lantai lima sudah nyaris kosong, hanya tinggal aku, Valdi, dan Pak Hendro sekuriti.
Di dalam lift, aku juga sendirian, benar-benar sudah sepi.
Sesampainya di bawah, aku langsung menuju mushala, berwudhu lalu sholat isya. Sama juga, mushala juga sudah sepi, sama sekali gak ada orang.
Sama situasinya seperti turun tadi, ketika naik pun suasananya sangat sepi, tambah semakin sepi malah.
Keluar dari lift, aku berpapasan dengan Pak Hendro,
"Iya Pak, silakan." Jawabku.
Kemudian aku masuk ruangan.
Ketika aku sudah di dalam, sebagian lampu sudah mati, hanya dua atau tiga lampu yang masih menyala, ruangan menjadi redup.
Kami berdua duduk di paling pojok ruangan, mejaku berjarak dua meja di belakang Valdi.
Walaupun sudah gelap, tapi aku masih bisa melihat ke dalam ruang meeting dengan bantuan sedikit cahaya dari luar, dan juga pintunya terbuka pula.
Valdi gak menjawab, "Ah sepertinya dia lagi istirahat sebentar," Begitu pikirku dalam hati.
Setelah itu aku benar-benar larut, konsentrasi dan fokus menyelesaikan laporan yang harus diserahkan besok pagi.
"Ting"
Gak lama, muncul Pak Hendro di pintu ujung ruangan.
"Aman Mas Seno?"
"Ah Pak Hendro, kirain siapa Pak. Aman Pak, aman." Jawabku.
"Ok Pak, kami sebentar lagi pulang kok." Jawabku lagi.
Percakapan selesai, lalu Pak Hendro masuk lift dan turun menuju basement.
Ya sudah, aku lanjut kerja.
***
Sementara itu Valdi masih saja tidur di mejanya.
Tapi Valdi tetap bergeming, gak bergerak, sepertinya nyenyak sekali tidurnya. Ya sudah, aku lanjut beberes, berniat akan membangunkannya nanti setelahnya.
Tentu saja aku lebih memilih untuk membuka ponselku dulu sebelum pergi meninggalkan meja.
Kemudian aku terdiam..
Termenung sebentar, coba mencerna pesan whatsapp yang baru saja selesai aku baca.
"Bro, lo masih di kantor kan? komputer gw udah mati belom sih? tadi gw buru-buru banget pulangnya, sampe lupa udah matiin komputer apa belum, Hehe. Kalo masih hidup tolong matiin ya bro, hehe."
Begitu isinya.
"Komputer lo monitornya udah mati sih Val. Emang lo cabut kapan si? Kok gw gak tahu?" Tanyaku.
Ternyata Valdi sudah pulang, meninggalkan kantor sejak jam delapan. Lantas siapa yang sedang duduk menunduk di mejanya dari tadi?
Aku menatap pintu ruangan di kejauhan, siapa yang datang? Pak Hendrokah? semoga benar dia.
Langkah mereka perlahan, masuk ke ruangan tempatku berada.
Aku yang berada di paling sudut belakang ruangan hanya bisa diam sambil terus memperhatikan, siapakah mereka yang sedang melangkah masuk ruangan?
Semuanya berpakaian layaknya pekerja kantoran, yang laki-laki mengenakan kemeja putih dan berdasi, yang perempuan mengenakan jas wanita berwarna gelap.
Langkah mereka sangat pelan, berjalan terus mendekat.
Laki-laki yang berjalan paling depan terlihat berumur sekitar 50 tahun, berkumis, dengan rambut nyaris tertutup uban seluruhnya.
Namun, aku melihat ada kesamaan di antara mereka bertiga, mereka tersenyum di atas wajah pucatnya, wajah-wajah yang sama sekali aku gak mengenalinya.
Sangat mengerikan.
Akhirnya mereka berempat sangat dekat dengan mejaku, sangat dekat.
Senyum masih terus mengembang di wajah, langkah pelan juga masih mereka lakukan.
Aku terus memperhatikan, sampai akhirnya mereka masuk ruang meeting yang sudah dalam keadaan gelap.
Sontak aku meraih tas lalu langsung bergegas melangkahkan kaki, meninggalkan meja menuju pintu keluar.
Semakin cepat aku melangkah keluar ruangan, menuju lift, turun ke lantai dasar.
Di basement, aku bertemu dengan Pak Hendro.
“Iya Mas, Valdi kan sudah pulang pas tadi Mas Seno turun sholat. Makanya saya bingung, kok tumben-tumbenan Mas Seno mau kerja sendirian sampe malam, hehe.”
Begitu kata Pak Hendro ketika aku menanyakan tentang Valdi.
***
Aku bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi ini sejak tahun 2013.
Ada dua bangunan utama sebagai kantor, dua-duanya berukuran besar, dua-duanya terdiri dari dua lantai, tapi hanya bangunan pertama yang memiliki basement.
Bangunan kedua ini agak menyeramkan.
Cukup jauh jalan yang harus ditempuh, dan juga cukup seram.
Yang pertama, ruang accounting berada di gedung kedua, dan paling ujung pula.
Begitulah..
Bermacam cerita, ada yang menurutku biasa aja, ada yang sangat menyeramkan juga.
Waktu itu, setelah hampir satu tahun bekerja, sama sekali aku belum pernah merasakan hal-hal seram seperti yang dialami oleh beberapa teman, apalagi melihat sosok hantu perawat perempuan, belum pernah.
***
Maka dari itulah, jam enam pagi itu aku benar-benar sendirian di dalam gedung satu.
***
"Pagi Mba Restu. waaahhh pagi amat nih tumben." Begitu kata Pak Oji.
Setelah melewati pos sekuriti, lalu aku melangkahkan kaki menuju pintu utama.
Tapi nanti aku juga harus kembali turun ke lantai satu, ada yang harus aku lakukan di gudang utama.
Sama, lantai dua juga masih sangat sepi, hanya beberapa lampu saja yang dibiarkan menyala, aku gak ada waktu untuk menyalakan semua lampu, lantas membiarkan saja semua seperti itu.
Lagi-lagi hanya suara langkah kakiku saja yang kedengaran, gak ada suara lain.
Tapi, sebentar, sepertinya aku mendengar sesuatu.
Tak, tak, tak, tak..
Begitu suaranya.
“Mba Juni?” Aku memanggil nama salah satu office girl, aku pikir bisa saja itu suara sepatu Mba Juni.
Lalu aku melangkah menuruni tangga, sementara suara langkah kaki di depan masih saja kedengaran.
Persis di depan tangga ada lorong panjang, ke kanan menuju gudang dan toilet, ke kiri menuju lobby dan pintu utama.
Ya sudah, aku lalu melangkah menuju gudangdi belakang.
Sesampainya di ujung, aku berbelok ke kiri, letak di mana gudang berada.
Pintu gudang masih tertutup dan terkunci, lalu aku membukanya.
Di belakang meja komputer ada banyak rak yang berjejer, sebagai tempat penyimpanan barang-barang penjualan.
Nah, di saat inilah perasaanku mulai gak enak, karena kembali teringat dengan suara langkah kaki yang terdengar di tangga tadi, itu langkah kaki siapa sebenarnya?
Sendirian? Benarkah?
Tapi walaupun begitu, aku masih coba untuk gak menghiraukan, aku lanjut menyelesaikan pekerjaan.
Sampai akhirnya, aku gak bisa menyangkal perasaanku lagi, ketika aku melihat sesuatu..
Dari lemari kaca ini aku dapat melihat barisan rak besar yang ada di persis di belakang aku duduk,
kenapa bisa begitu? Karena kaca yang ada di lemari dapat memantulkan pemandangan di belakang.
Melihat itu semua, aku langsung bangun dari duduk dan bergegas melangkahkan kaki menuju pintu keluar gudang, sama sekali gak berani menoleh ke belakang.
Ketika di lorong panjang inilah, entah apa yang ada dipikiran, aku akhirnya menoleh ke belakang.
Semakin cepat saja aku melangkah, sampai nyaris berlari, ketakutan.
Yang paling menakutkan adalah kejadian-kejadian seram yang terjadi di gedung dua.
Aku akan lanjutkan ceritanya minggu depan ya.
***
Udahan dulu untuk malam ini, sepertinya Restu akan lanjut ceritanya minggu depan, tunggu ya.
Tetap jaga kesehatan dan perasaan.
Met bobok, semoga mimpi indah.
Salam,
~Brii~