1. "Bapak-bapak Gereja tentang Pluralisme Agama"
Minggu ini kita diskusikan salah satu tema yang paling saya suka: Bagaimana suatu pandangan teologis berkembang. Kita fokus pada pandangan bapak-bapak gereja terkait apakah kalangan non-Kristen bisa selamat.
Minggu ini kita diskusikan salah satu tema yang paling saya suka: Bagaimana suatu pandangan teologis berkembang. Kita fokus pada pandangan bapak-bapak gereja terkait apakah kalangan non-Kristen bisa selamat.
2. Sebagai pengantar diskusi, saya berikan buku Romo Jacques Dupuis, teolog asal Belgia, dngn karya besarnya “Towards a Christian Theology of Religious Pluralism.” Dupuis sempat dipanggil oleh Vatikan karena refleksi teologisnya yg menimbulkan keresahan di kalangan umat Katolik.
3. Dupuis dianggap terlalu jauh dari doktrin gereja, menyangkut hubungan Kristen dan agama-agama lain. Di akhir pengujiannya, dia berhasil mempertahankan pandangan teologisnya dan dianggap tidak bermasalah. Ini karya masterpiece dan perlu dibaca kawan-kawan di Indonesia.
4. Dari buku Dupuis dapat diidentifikasi dua arus pemikiran di kalangan bapak2 gereja awal (tiga abad pertama). Sejumlah bapak gereja mengekspresikan sikap terbuka akan kemungkinan pengikut agama di luar Kristen mendapat keselamatan.
5. Ke dalam kelompok ini kita dapat sebutkan tokoh-tokoh seperti Justin, Irenaeus, dan Clement. Mereka cukup terbuka utk memperluas cakupan keselamatan ke luar komunitas Kristen. Tentu ketiganya punya pandangan yang berbeda, tapi keterbukaan mereka cukup menonjol.
6. Justin, misalnya, berkata siapapun yang mengetahui Kebenaran dan saleh dalam hidupnya bisa dikatakan Kristen. Ini mengingatkan kita pada pandangan teolog modern Karl Rahner dengan konsep “anonymous Christian”-nya. Yg jadi soal, bagaimana mengetahui kebenaran itu.
7. Bagi Justin, Logos (Christ) memang sumber pengetahuan yang khusus. Tapi ada beragam pengetahuan sesuai dengan partisipasinya dalam Logos. Menurutnya, semua orang dapat menerima pengetahuan dari Logos, krn dlm setiap orang terdapat benih Logos (sperma tou logou).
8. Konsep universalitas Logos juga dipercaya oleh Irenaeus. Maksudnya, Tuhan senantiasa bermanifestasi dlm alam semesta sepanjang sejarah, dahulu, sekarang dan yg akan datang. Tuhan juga “menampakkan” dlm semua kultur dan tradisi. Penampakan Tuhan yg sempurna memang dlm Kristus.
9. Saya kutip pernyataan Clement: “Kalimat Bapak, Cahaya, Tuhan yg membawa cahaya dan keyakinan kepada semua orang, dan keselamatan, telah dan senantiasa aktif di mana saja, dngn cahaya dan kebenaran.” Dia juga sebut manifestasi Tuhan sebagai kebenaran yg dipahami para filosof.
10. Pandangan mereka tak mungkin diringkas dalam catatan pendek ini. Sikap relatif terbuka mereka cukup signifikan, tapi perlu dipahami dalam konteks waktunya. Pertanyaan yang mereka renungkan mungkin tidak berbeda dari yg kita hadapi sekarang: Apa arti Kristus bagi dunia?
11. Menjawab pertanyaan itu, para teolog modern telah melahirkan apa yg disebut “teologi agama-agama.” Betul mereka telah melampaui pandangan bapak2 gereja awal. Hanya saja perlu dipahami konteks mereka saat ini berbeda dengan yg dihadapi bapak2 gereja di masa awal Kristen.
12. Memperhatikan konteks ini juga penting ketika kita diskusikan arus pandangan teologis kedua, yang tampak lebih kaku dalam memahami hubungan Kristen dan agama-agama lain. Dari kelompok kedua ini lahir kaidah “tidak ada keselamatan di luar gereja.”
13. Kaidah ini sering diatribusikan kepada Augustine yg hidup pada abad ke-4 dan 5, tapi sesungguhnya dapat dilacak pada pandangan bapak-bapak gereja yg lebih awal. Uskup Ignatius dari Antioch (awal abad ke-2) mungkin yg paling awal menekankan pentingnya gereja bagi keselamatan.
14. Namun, formula “tidak ada kesemalatan di luar gereja” lebih tampak dlm pernyataan uskup Cyprian dari Carthage, Afrika. Cyprian hidup pada abad ke-3 dan merupakan penulis buku “Kesatuan Geraja Katolik.” Kata “Katolik” tidak merujuk pada gereja Katolik Roma, tp dlm arti generik
15. Kata Cyprian, seperti dikutip Romo Dupuis: “For they cannot live outside, since there is only one house of God, and there can be no salvation for anyone except in the Church.” Pandangan serupa dapat dijumpai dalam tulisan Uskup Ambrose dari Milan.
16. Perlu dicatat, konteks pandangan yg membatasi keselamatan pada gereja tersebut ialah reaksi terhadap heretics/bid’ah, mereka yang memisahkan diri dari gereja. Jelas, motivasi utamanya ialah meneguhkan kesatuan gereja di masa-masa awal pertumbuhan agama Kristen.
17. Pada masa itu kalangan Kristen juga masih minoritas yg kerap mengalami persekusi. Perubahan drastis terjadi ketika raja Galerius dan Constantine (311 dan 313 Masehi) mengeluarkan keputusan yg merujung pada situasi di mana Kristen menjadi agama kerajaan Bizantium.
18. Agama Kristen dgn cepat menyebar ke seantero kerajaan. Dalam masa tersebut muncul seorang teolog besar yg pengaruhnya dalam sejarah Kristen tidak bisa dipandang sebelah mata, yakni Augustine. Dia memandang tak ada keselamatan bagi orang tidak menerima agama Kristen.
19. Semua orang sudah mendengar atau punya kesempatan mendengar Injil. Mereka tidak bisa berdalih “tidak tahu” atau “belum mendengar” sebagai alasan tdk mengakui Kristus. Iman pada Kristus dan pembaptisan adalah multak bagi keselamatan. Tentu yg terakhir dilakukan di gereja.
20. Bahkan, anak kecil yg mati sebelum dibaptis akan disiksa kelak di akhirat. Pandangan ini memang terdengar ekstrim, tapi konsep “limbo” blm diformulasikan pada saat itu. Menarik didiskusikan bagaimana Augustine bisa sampai pada kesimpulan soal anak yg mati tanpa dibaptis itu.
21. Kaidah “tidak ada keselamatan di luar gereja” kemudian diadopsi gereja pasca Augustine, baik dlm dokumen resmi yg dikeluarkan Paus maupun hasil konsili. Konsili Lateran ke-4 memutuskan “One indeed is the universal Church of the faithful, outside which no one at all is saved.”
22. Adalah konsili Florence pada 1431-1445 yang menggunakan kaidah tersebut berlaku bagi penganut agama-agama di luar Kristen, bukan saja bagi kalangan Kristen yang dianggap menyimpang. Kaedah ini juga masih berlaku pada konsili Vatikan I pada pertengahan abad ke-19.
23. Di kalangan Protestan awal, dua sayap reformasi yang dipimpin oleh Martin Luther dan John Calvin menganut paham yang sempit itu. Kita tahu, Luther sendiri merupakan pengikut teologi Augustine. Pandangan Calvin dapat dibaca dlm bukunya “Institutes of the Christian Religion.”
24. Tentu ada suara-suara berbeda yang lebih positif di kalangan Katolik dan Protestan. Tapi, secara resmi, sejak abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-20 gereja menganut doktrin “tidak ada keselamatan di luar gereja.”
25. Konsili Vartikan II (1962-65) membawa angin “baru” dalam pandangan gereja Katolik tentang agama-agama non-Kristen. Dalam salah satu dokumen penting konsili Vatikan II disebutkan, “Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini.”
26. Terhadap kaum Muslim, dokumen tersebut menulis: “Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia.”
27. Apa yg terjadi di dunia Kristen (Katolik) sehingga melahirkan pandangan teologis yg berbeda dari yang semula diadopsi oleh gereja? Apakah konsili Vatikan II merefleksikan perubahan atau perkembangan? Bukankah apa yg dikatakan gereja tidak dapat dibatalkan?
28. Minggu depan kita akan diskusikan pandangan2 teologis yg mengiringi lahirnya konsili Vatikan II tersebut sekaligus beragam tafsirnya. Kita juga akan disksusikan dokumen2 gereja lain pasca konsili yang bersejarah tersebut.
29. Sekarang saya ucapkan selamat berakhir pekan. Enjoy your weekend! Monggo lanjutkan seruput kopinya....
@threadreaderapp please unroll
