Malam ini, saya akan membagikan cerita yg belum lama juga sudah saya baca.
Sebuah pengalaman dari seseorang yg cukup membuat kalian terperangah.
Cerita tentang,
"TERJEBAK DI PASAR SETAN"
Seperti biasa, silahkan kumpul dulu.
Tinggalkan jejak atau apa saja yg bisa ditinggalkan asalkan bukan meninggalkan perasaan.
Silahkan juga like, komen dan RT sepuasnya sebelum saya memulai cerita ini
Kalau responnya belum banyak, belum akan saya mulai hehe
Bismillahirrahmanirrahim.....
Cerita "TERJEBAK DI PASAR SETAN" saya mulai...
Alon-alon waton kelakon ya 👌🏻
Apa yg terlintas dipikiranmu apabila saya menyebut "Pasar Setan" ?
Pasti dgn pasar gaib yg ada di banyak gunung di Indonesia, ya ngga?
Tapi, dalam cerita ini saya tidak menceritakan "Pasar Setan" yg ada di gunung. Lantas dimana?
Yuk simak baik-baik
Ambil pelajaran yg bisa diambil dari setiap cerita yg saya bagikan ya, jangan hanya mengambil dan menerima dari sisi seram dan menakutkannya saja
Ini adalah pengalamanku beberapa tahun yg lalu saat touring dgn seorang kawan dari Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Selepas kami dari Ciamis, Jawa Barat baliknya aku ikut mampir ke rumah kawan di Purwodadi untuk istirahat sehari sebelum balik ke Tuban, Jawa Timur
Keesokan harinya selepas asar dgn mengendarai motor masing-masing dia mengantarku sampai Bledug Kuwu sekalian untuk menemaniku untuk mengambil gambar di obyek wisata itu dan sekedar menikmati es kelapa muda yang memang banyak di jual di situ.
Keasikan melihat obyek wisata bumi yang sedang batuk itu hingga tidak terasa hari sudah menjelang maghrib. Baru selepas maghrib saya memulai perjalanan pulang ke Tuban, yg mungkin memakan 3 atau 4 jam perjalanan, maklum jalan alternative Cepu-Semarang ini rusak parah waktu itu
Sebenarnya saya sudah merasa ada yang lain saat akan memulai perjalanan pulang ini. Sejak saya meluncur dari Bledug Kuwu, saat motor yg saya kendarai memasuki kawasan Kecamatan Kradenan, Grobogan, tiba-tiba ban motor saya bocor.
Untungnya masih ada satu tukang tembel deket kantor kecamatan masih buka. Setelah itu ketika memasuki Kecamatan Gabus tiba-tiba lampu depan mati, terpaksa saya berhenti di pasar Sulursari untuk memperbaikinya.
Beberapa saat setelah lampu kembali normal saya lanjutkan perjalanan. Sekitar satu jam saya baru masuk masuk Randu Blatung, Blora, Jawa Tengah. Sekitar satu jam kemudian melintasi area hutan jati barulah saya sampai ke wilayah Klopo Duwur, Blora yg terkenal dgn Wong Samin nya itu
Kurang dari 3o menit kemudian saya sudah memasuki pusat Kabupaten Blora dan langsung mengambil jurusan Bojonegoro. Lepas dari Batalyon 410 Blora sekitar 500 meter tiba-tiba tanpa sebab mesin motor mati
ebelumnya ini belum pernah terjadi disamping masih tergolong motor yang baru saat itu sebelum berangkat touring saya selalu mempersiapkan motor sesempurna mungkin.
Sedikit jengkel, saya tepikan motor ke tepi jalan dan memang jalanan saat itu masih ramai dari arah Blora menuju Bojonegoro, Jawa Timur. Belum sempat menyandarkan standart saya dikejutkan oleh suara yg tiba-tiba oleh wanita tua, dari mana datangnya saya tidak jelas.
"Mas boleh saya minta tolong.” tanya wanita tua itu.
Saya menoleh ke arah lelaki tua itu yang menyapaku itu,
“Apa yang bisa saya bantu Mbah?” jawabku.
“Saya boleh menumpang sampai di Bogorejo, mau naik ojek saya tidak ada uang nak" kata nenek tua itu bernada melas.
"Oo monggo Mbah, kebetulan nanti saya lewat situ. Tapi sabar dulu ya Mbah, motor saya agak rewel, saya akan cek dulu mesinnya sebentar”
Saya sama sekali tidak memperhatikan lagi wanita tua itu, saya terus konsentrasi dgn motorku.
Setelah mengecek kondisi mesin, ternyata tidak ada sedikit masalah apapun terhadap mesin motorku. Begitu mesin motor saya starter langsung menyala, saya segera melanjutkan perjalanan yg sebelumnya mempersilahkan wanita tua itu agar segera naik ke motor.
“Pegangan ya, Mbah" ucapku
sambil aku lajukan motor, namun kali ini saya hanya melajukan motor dengan kecepatan standart karena membonceng seorang wanita, tua lagi. Waktu tertunda lagi satu jam lagi untuk sampai ke rumah
Bau wangi dari wanita tua itu sebenarnya yang membuat risih. Sebab bau wanginya tidak seperti wewangian pada umumnya, saya rasa wewangian itu aneh. Dalam pikir saya, nenek ini gaul juga, ya masak punya parfum tapi tidak punya uang untuk ojek.
Namun, aku tidak mempedulikannya, saya anggap bau wangi seperti ini sama dengan wangian wanita yang ada di kampung saya juga. Umumnya pada helatan hajatan kebiasaan mereka meakai wangian, namun ya itu tadi menyengat.
Dalam perjalanan tidak banyak yang saya bicara dengan nenek itu, sebatas mengingatkan untuk pegangan saja, disamping itu saya harus berkonsentrasi mengemudikan motor. Ketika memasuki Kecamatan Bogorejo, Blora saya mencoba bertanya pada wanita tua itu.
Tetapi sama sekali tak ada jawaban dari wanita itu.
"Tidak dengar mungkin" barangkali pikirku,
karena waktu saya tanya sama dia kondisi motor sedang berjalan.
Sampai di dekat pasar Bogorejo saya bertanya lagi pada wanita itu. Namun tetap tak ada jawaban. Saya tepikan motor di dekat simpang tak jauh dari pasar dengan tujuan hendak bertanya kembali pada wanita itu,
namun saat saya menoleh ke belakang saya sangat terkejut...
Saya tidak melihat apapun, Wanita tua yang saya bonceng raib entah kemana perginya.
Sekedar informasi, jalan alternative dari Blora menuju Kenduruan, Tuban, Jawa Timur ini adalah jalan sempit dan sebagian besar melewati areal hutan jati Perhutani.
Karena sudah merasa terlambat dan semakin beranjak malam, saya berusaha tidak peduli apa yang barusan terjadi sekalipun dalam hatiku penuh tanda tanya. Karena jalanan bergelombang saya tidak bisa memacu motor lumayan kenceng meskipun jalanan lenggang.
Lepas dari Bogorejo ini saya memperlambat motor karena dikejauhan tampak banyak lampu seperti ada orang tontonan orang sedang punya hajatan.
Ternyata bukan,
setelah saya berhenti di situ, keramaian itu seperti pasar malam tapi bedanya hanya tidak ada komidi puter disitu.
Seperti pasar malam pada umumnya, banyak sekali orang keluar masuk tempat tersebut, selain menikmati makanan dan banyak juga mereka yang coba membeli pakaian.
Karena semenjak tadi masih diatas motor segera saya tepikan dan bergegas memasuki pasar tersebut yang boleh dibilang ramai meski malam sudah mulai beranjak tua.
Karena tujuan masuk ke pasar malam ini adalah untuk mengisi perut, setelah mecari kesana kemari, tak jauh dari tempatku berdiri ada satu warung bakso.
Saya pikir bakso paling tepat karena panas dan lumayan mengurangi rasa dingin juga.
Sambil menunggu bakso yang saya pesan di sajikan saya menyalakan sebatang rokok. Namun saya merasa ada yang aneh ketika memperhatikan orang-orang di sekitar pasar malam itu.
Dalam hatiku berguman,
“Aneh sekali pandangan mereka kosong semuanya. banyak suara riuh rendah tetapi mulut mereka tidak ada yang berbicara. Lalu itu suara dari mana?”
Biasanya orang di desa selalu bertegur sapa sekalipun mereka tidak saling kenal, dan kali ini bulu kudukku mulai meremang. Namun saya berusaha tetap tenang, karena saya menganggap itu adalah angin yang berhenbus perlahan.
Sekalipun pasar malam tersebut hanya diterangi dengan cahaya lampu-lampu petromax namun susananya terang dan ramai. Untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan saya mengeluarkan handphone lalu mencoba sms ke orang rumah sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 23.58 WIB
Saya tidak menyadari kalau saat itu sedang atau barangkali berada dalam dimensi lain. Kemudian saya masukkan lagi handphone dan melepaskan lagi pandangan ke arah balik saya duduk.
Saya mendapati pasar malam yang mulai sepi. Bahkan hampir separuh wilayah pasar malam yang tadi saya lihat tinggal sebagian saja. Sama sekali masih belum menyadari apa yg saya alami.
Saya menganggap kalau sebagian orang sudah membereskan dagangannya karena sudah larut malam. Saya masih tetap santai kembali saya melihat kea rah warung tempatku memesan bakso, penjual bakso itu tampak sibuk karena melayani orang yang lebih dulu dariku.
Lalu saya melepaskan pandanganku ke arah samping, ternyata sudah gelap tinggal beberapa penjual saja. Kembali saya dibuat heran, waktunya begitu cepat.
Seharusnya orang beres-beres makanan waktu minimal setengah jam, akan tetapi ini hanya terjadi beberapa detik saja.
Sunguh-sunguh aneh! Lalu saya lihat kearah warung bakso tempat saya pesan tadi, ternyata masih juga sibuk dengan pembeli yang lain.
Ketika saya menoleh kembali kesamping kanan ternyata sudah gelap, dan begitu kembali menoleh ke arah penjual bakso....
yang ada di depanku ternyata sudah gelap. Seketika saya terperanjat kaget, sementara sinar bulan saja yang tampak tetap terang.
“Kemana penjual-penjual tadi?” gumamku.
Dengan cahaya bulan perlahan-lahan saya memperhatikan sekeliling, saya lebih terkejut lagi ketika melihat batu nisan ditempat saya duduk.
Dan yang lebih terperanjat lagi, ternyata tempat yang saya duduki yang sebelumnya adalah terlihat bangku ternyata kijingan makam.
Saya bergegas meninggalkan tempat ini dan langsung menyalakan mesin motor.
Sebisa mungkin saya berusaha tenang mengemudikan motor menuju Kenduruan. Sambil tentu saja dada terus bergemuruh.
Deg....deg....deg....
Selepas dari sana, walaupun dengan perasaan sudah tidak ada keanehan-keanehan yg datang.
Dia terduduk ketakutan sambil menangis di depan kamarnya, ia mencoba menutupi wajahnya dengan lutut dan kedua tangannya. Dalam takutnya, ia terus berkata "Aku tidak mau Mati"
@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
Selamat malam! Setelah 3 minggu, akhirnya saya bisa kembali menulis lagi 😁 Mohon maaf ya
Untuk part-part sebelumnya bisa lebih dulu dibaca di sini.
“Hallo, Mas Wahyu! Aku ada cerita, yang mungkin bisa untuk diceritakan. Cerita kelam, yang mungkin akan terus teringat entah sampai kapan, karena saat itu aku hampir mati” Ucap seseorang pria yang aku kenal melalui seorang kawan.
Saya menyebut pria ini dengan nama “Santo” . Usianya sekarang baru menginjak kepala tiga, dan saat kejadian kelam ini terjadi, Santo masih berusia 21 tahun dan sedang menjalani semester akhirnya sebagai seorang mahasiswa.
Sosok dibalik tanah ini mulai memperlihatkan eksistensinya. Tubuhnya setinggi langit-langit rumah, wajahnya mengerikan dengan empat taring yang tumbuh di dua rahang mulutnya.
“Paman Sapto, Na. Panggil saja pamanku dengan itu.”
“Di mana tempat tinggal, Paman? Kami sudah kedinginan.” Tanya Sanjaya.
“Di sana, tapi, rumah yang akan kalian tempati nanti tidak di rumah paman. Tempat untuk kalian sudah disediakan oleh juragan.” Tutur paman Sapto sebelum menuntun sepeda untanya mengarahkan Sanjaya dan Kelana.
Mereka ada dimana-mana, mengintai hampir setiap malam. Pengabdian KKN yg diperkirakan lancar, ternyata malah akan merenggut nyawa mereka satu-persatu setelah kutukan desa tempatnya KKN kembali muncul setelah puluhan tahun menghilang
@bacahorror @IDN_Horor
Detik demi detik berputar, tanpa terasa satu persatu dari mereka datang lalu memperkenalkan dirinya masing-masing. Pertemuan itu, akan mereka gunakan untuk membahas susunan tugas serta program bersama yang akan mereka bawa saat terjun di desa.
Namun, sudah tiga puluh menit berlalu sejak orang terakhir datang, ada satu orang yang belum juga terlihat wujudnya. Dia adalah Maya. Bahkan, sejak komunikasi melalui grup whatsapp, Maya pun belum sama sekali merespon.