Masih ingat dengan cerita “genderuwo di kemaluanku” pada Thread saya dulu? Nah kali ini saya akan menceritakan sosok itu lagi, tapi dengan orang berbeda. dimana setelah di tinggal suami selama satu tahun karena urusan pekerjaan di timur sana.
Cerita ini murni kisah nyata, tapi memang tidak sempat viral di sini. Di Jogja.
Kejadian ini berlangsung kalau tidak salah 5 tahun yang lalu. Pasangan suami istri, surti dan Tejo. Sang suami masih aktif bekerja sebagai angkatan darat. Waktu itu Tejo dan kelompoknya hampir satu kompi lebih mendapat surat tugas dinas di timur selama satu tahun.
Lumayan lama untuk meninggalkan surti sendirian di rumah. Kebetulan Mereka masih menanti sosok anak yang selama ini belum di anugerahi. Tapi tetap sabar untuk menjalani kehidupannya.
Pagi itu, hari dimana Tejo harus berpamitan dengan istrinya untuk sementara waktu. Isak tangis surti membuat air mata Tejo tak kuasa untuk meneteskan.
“Buk, bapak mangkat sik yo? Ibuk jogo Omah, bapak golek rejeki sik? Nek Eneng opo opo ojo lali ngabari bapak Yo? Opo njaluk tonggo teparo!” Ucap Tejo sebelum meninggalkan surti.
(Buk, bapak berangkat dulu? Ibu jaga rumah, bapak nyari rejeki dulu? Kalau ada apa apa jangan lupa ngabari bapak? Atau minta tolong tetangga sekitar)
“Iyo pak, jogo awake neng kono Yo pak, ibu neng ngomah nunggu bapak?” Jawab surti sembari mengusap air matanya.
(Iya pak, jaga diri di sana, ibu di rumah nunggu bapak pulang )
Setelah berpamitan, Tejo mulai menyalakan motor dinasnya dan segera berangkat ke tempat ia bekerja.
Tejo akhirnya sudah sampai di tempat ia di tugaskan.
Hari setelah keberangkatan Tejo belum ada kejadian aneh. Surti seperti biasa beraktifitas sebagai ibu rumah tangga. Tapi malam itu saat surti sedang merebahkan badannya di kamar. Terdengar dari luar seorang mengetok pintu.
“Tok...tok...tok”
Surti yang masih terjaga akhirnya segera berjalan ke depan untuk membukakan pintu. Tak di sangka surti kaget akan kehadiran orang yang ada di depannya. Tejo pulang dengan masih berseragam komplit beserta tas gendongnya.
“Loh pak kok wes muleh? Rasido dines po?” Ucap surti kaget
(Kok sudah pulang? Gak jadi pergi dinas )
“Aku mlipir Bali buk, kangen Karo ibuk?” Jawab Tejo seperti biasa ia kalau bermanja dengan surti.
(Aku sengaja pulang, kangen sama ibuk)
Surti yang mendengar ucapan Tejo terkesan menggombal dan mempersilahkan suaminya masuk dan segera pergi kebelakang untuk membuatkan minuman.
Tejo segera masuk ke kamar lantas mengganti pakaiannya. Aroma kopi tercium sangat sedap membuat Tejo bergegas ke meja makan untuk menyeruputnya.
Sebelum di minum, Tejo mengendus aroma kopi itu dan “srruuuppp” suara sruputan terdengar aneh di telinga surti.
Bentar masih di tulis ini 😂
Kemudian mereka saling bercerita di meja makan dengan hidangan ala kadarnya. Tak terasa malam sudah larut, surti menguap dan mengajak Tejo untuk segera istirahat.
Malam itu adalah malam pertama kali surti merasakan ada yang berbeda dengan Tejo hingga membuat surti terkejut.
Sebagai istri, surti mempunyai kewajiban untuk suami yang jika ia memintanya. Tanpa saya sebut.
Terdengar suara adzan subuh berkumandang, Tejo sudah bangun dan segera bersiap berangkat bekerja.
“Buk, bapak mangkat kerjo” ucap Tejo sembari melangkah keluar dan meninggalkan surti dalam keadaan masih mengantuk.
“Iyo pak, ati ati” jawab surti
Keesokan harinya surti merasa bahagia karena suaminya semalam. Membuat bibir surti tak lepas dari senyuman manisnya. Tak biasa Tejo bisa berhubungan badan hingga empat kali dalam semalam. Pikirnya mungkin suaminya dalam kondisi sehat.
Selama seminggu Tejo dapat melakukan itu dengan istrinya sampai empat kali dan merasa terpuaskan. Hingga akhirnya surti merasakan tak enak badan. Saat Tejo sudah pulang kerja, surti memberitahu kalau hari itu surti merasa mula mual.
Pikirnya dia sedang sakit dan meminta Tejo untuk memijitnya. Tak butuh lama hanya dengan sentuhan tangan Tejo, badan surti seketika bugar kembali.
Semakin lama surti mulai curiga, kenapa suaminya selalu berangkat kerja sehabis adzan subuh dan pulang ba’da maghrib. Selama 11 bulan lebih seperti itu. Tapi surti tak bisa melakukan apapun, berharap semua ini bukan hal buruk. Tapi kenyataannya berbeda.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya surti hamil anak Tejo yang sudah menginjak 3 bulan. Surti merasa bahagia karena apa yang mereka inginkan akan segera terlahir dan melengkapi keluarga kecilnya.
Memasuki 7 bulan kehamilan, semakin besar perut Surti. Ia merawat dengan penuh cinta dan sayang. Bersamaan dengan Tejo yang segera berakhir masa tugasnya.
Tepat satu tahun Tejo akhirnya kembali ke kota asalnya untuk segera bertemu dengan istri tercintanya yang sedang menunggu-
di bandara. Dari sekian banyak teman teman seperjuangan hanya istri Tejo yang tak terlihat batang hidungnya. Satu per satu dari mereka berpamitan dengan Tejo yang sudah di jemput oleh sanak keluarganya di bandara.
“Opo ibuk Ki lali nek aku wes mulih Yo? Kok ra njedul neng bandara?” Gumam Tejo sedikit kesal.
(Apa dia lupa kalau aku sudah pulang ? Kenapa tidak datang ke bandara)
Tanpa pikir panjang, Tejo akhirnya pulang tanpa di dampingi istri tercintanya. Perjalanan Kurang lebih 50 menit untuk sampai kediaman Tejo.
Waktu itu Tejo belum terlalu memperhatikan fisik tubuh istrinya yang sudah membesar. Yang di kepalanya hanya ingin bertanya masalah kepulangannya.
“Tok ...tok...tok”
“Njih sekedap” ucap surti
( iya sebentar)
Saat pintu terbuka, Tejo melihat surti sepeti biasa saja, tak ada pelukan ataupun rasa gembira atas kepulangan suaminya ini.
“Wes balik pak? Lagi subuh mau mangkat kok wes Bali?” Ucap surti dengan nada biasa.
(Sudah pulang pak? Baru tadi subuh berangkat kok sudah pulang)
“Buk kok kowe ra metuk bapak neng bandara ? Lali jadwale po buk ?” Tanya Tejo masih di depan pintu.
( buk kamu kenapa tidak jemput bapak di bandara ? Lupa jadwalnya ya )
“Loh metuk pie to pak, Lha wong bapak ket awal mbiyen jare dines tapi malah mulih dewe, kok malah ibuk kon metuk neng bandara ?” Jawab surti panjang lebar.
(Jemput gimana pak? Dari awal bapak bilang dinas itu tapi bapak terus pulang, kenapa ibu suruh jemput ke bandara )
Tejo yang mendengar penjelasan surti seketika kaget bukan main. Jelas jelas dia berpamitan pergi dinas ke luar Jawa dan menyampaikan kalau akan pulang setahun lagi. Surti juga menjelaskan jika selama setahun ini Tejo menemani surti hingga hamil.
Luapan emosi di kepala Tejo menyeruak keluar setelah mendengar penjelasan istrinya.
Hingga akhirnya, Tejo menanyakan kepada seorang paranormal. Tak di sangka tak di nyana , ternyata bayi yang ada dalam kandungan surti itu adalah anak genderuwo.
Selama itu surti di temani oleh sosok genderuwo yang menjelma menjadi Suaminya.
Waktu persalinan tiba, anak genderuwo itu akhirnya keluar ke dunia ini. Surti beserta Tejo terkaget kaget melihat jabang bayi yang terlahir dari rahim surti. Fisik bayi tersebut berbeda dengan bayi pada umumnya. Tubuh bayi itu terlihat besar dengan lengan “methekol”
atau dalam bahasa Indonesianya “kekar”. Tak kuasa melihatnya Tejo akhirnya keluar dari ruangan persalinan dan berniat untuk menanyakan kepada pak Adi. Seorang paranormal yang di kenalnya.
Lima tahun berjalan, bayi itu memang aneh dengan pertumbuhannya. Bayi pada umumnya setelah lahir akan menangis dan beranjak tumbuh akan sedikit belajar tengkurap, merangkak dan berjalan. Tapi dengan bayi mereka tidak. Memasuki umur ke 5-
bayi itu belum pernah menangis dan belum bisa berjalan. Tetapi mempunyai rambut yang sedikit lebat pada dadanya.
Setelah janjian, Tejo langsung meluncur ke rumah pak Adi. Tejo menceritakan semua kejadian yang di alami oleh istrinya selama ia tinggal dinas keluar pulau.
Setelah mereka sampai, bayi usia 5 tahun itu diam dan hanya diam saja.
“Mas, niki anake kegungan Kalih sukmo” ucap pak Adi yang mengagetkan surti dan Tejo.
( anak ini mempunyai 2 Sukma )
“Maksute pripun pak !” Tanya surti tak percaya mereka saling memandang pak Adi.
( maksudnya gimana pak )
“Njih mbak, jabang bayi niki kagungan sukmo Kalih, sukmo manungso lan sukmo jin” jelas pak Adi
( iya mbak, bayi ini memliki 2 Sukma, Sukma manusia dan jin )
“Ajeng pripun?” Tanya pak Adi kepada surti dan Tejo.
( mau dibagaimanakan)
“Sakderenge ngapunten pak, menawi sukmo jin niku di buang saget mboten?” Tanya Tejo serius.
( sebelumnya maaf pak, kalau Sukma jin itu di buang bisa atau tidak )
“Saget mas, tapi umure mboten panjang” jawab pak Adi tenang.
( bisa , tapi umur bayi itu tidak bisa panjang)
Mendengar itu surti menangis seperti tak rela jika harus kehilangan anaknya, tetapi Tejo sudah mengikhlaskan jika harus kehilangan. Bagaimanapun anak itu bukan darah daging Tejo. Akhirnya surti Legowo untuk menerima kenyataan ini.
Beberapa saat kemudian, pak Adi melakukan meditasi untuk memanggil genderuwo yang menjadi bapak dari anak itu.
“Pie iki nek sukmone anakmu tak jikuk?” Ucap pak Adi kepada genderuwo yang sudah berada dalam mediator.
“Mediator mengangguk”
“Yowes mengko bengi bayi iki tak gowo neng parangKusumo, sukmone tak titip ke ibuk(Kanjeng ratu)” jelas pak Adi.
(Ya sudah nanti malam, anak ini saya bawa ke parangKusumo, sukmanya akan saya titipkan Kanjeng ratu)
“Anggukan lagi”
Setelah selesai mediasi, Tejo dan surti membawa anaknya menuju pantai parangKusumo bersama dengan pak Adi dan yang lain. Sesampai di sana, pak adi melanjutkan ritualnya untuk menyerahkan Sukma dari anak genderuwo itu.
Seketika, bayi umur lima tahun itu menangis keras seperti bayi menangis saat pertama kali terlahir kedunia.
Pak adi menjelaskan jika umurnya tidak akan Lama lagi.
Selang satu tahun, Inalillahi wa’inailaihi roji’un
Bayi itu menghembuskan nafas terakhirnya di umur 6 tahun.
-TAMAT-
Terimakasih sudah mau menunggu dan mau membaca.
Tunggu cerita yang lain dari saya..
Rencana mau menulis cerita tumbal dari sebuah pabrik gula. Tapi nunggu kalau sudah kelar.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jujur, banyak sekali DM yang masuk dan pembahasannya menarik semua. Mulai dari Gagar Mayang, Sampur / selendang, dan Kawaturih.
Tapi malam ini kita akan sedikit membahas tentang kengerian warisan sampur & kawaturih.
a thread
#bacahorror
Nah disini saya mau cerita sedikit tentang profesi seorang penari tradisional. Bisa di bilang seperti penari ronggeng atau semacamnya. Di cerita ini si ibu yang sudah terjun bertahun-tahun menjadi penari harus mengalami kengerian.
Di mana, yang seharunya itu di wariskan kepada anaknya, tapi si ibu ini memilih untuk tidak. Kenapa? Karena beliau tahu bagaimana rasanya dan kengeriannya ketika di ambang kematiannya. Beliau tidak mau anaknya akan bernasib sama.
Bagi teman-teman yang sudah lama tinggal di jogja, khususnya di daerah Demangan, pasti gak asing sama cerita pocong culi.
Menurut beberapa sumber, dulu di tahun 2000an, masyarakat sekitar Demangan di gegerkan sama teror pocong culi.
Ngerinya, pocong culi ini meneror warga sekitar dengan mengetuk pintu dan berteriak “culi...culi...” yang di artikan kalau pocong itu meminta untuk di lepaskan tali pocongnya.
Jalanan lurus, ngebut, kecelakaan = minimal rumah sakit dan maksimal kuburan
a thread
#bacahorror @gudangmistery @IDN_Horor
Banyak perbincangan tentang jalan propinsi jogja-wates yang terkenal dengan pemasangan BEGAL PESUGIHAN.
Jalanan lurus, ngebut, kecelakaan = minimal rumah sakit dan maksimal kuburan.
Di Kilometer berapa pemasangan pesugihannya, saya juga kurang tau, hanya saja, sepanjang jalan itu sering banget terjadinya kecelakaan. Bahkan kalo pas apes, kadang melihat beberapa kali korban sudah tergeletak di pinggir jalan atau di bawah kolong truk.
Namaku Anis. Aku tinggal di Sumatera. Kejadian ini aku alami setelah menikah. tapi jauh sebelum itu, ketika masih sekolah, ada lelaki yang pernah suka sama aku. Namanya sebut ajaa Bowo.
Awal mula kita deket ketika ibuku jatuh sakit karena kecelakaan. Dikarenakan jarak sekolahan dgn rumahku jauh, aku gak bisa pulang buat jenguk ibuku. Dari sinilah aku meminta tolong Bowo untuk datang ke rumahku untuk melihat kondisi ibuku. Itu dikarenakan rumah kita memang dekat.
“Ya beginilah, niatnya mondok mau cari ilmu agama, malah nemu hal munkar yg udah lama tersembunyi di pesantren. ((Bukan tempatnya)) Tapi ada penghuni di dalam tempat tersebut yg pernah ngelakuin hal biadab dan berusaha ia sembunyikan.”
a thread
#bacahorror
“Namanya Marlina. Dia salah satu santriwati di pondok pesantren ini. Dulu ketika mondok, dia menjadi korban bully karena bisu. Hal itu membuat Marlina ini mentalnya down. Sampai suatu ketika, karena kekurangannya itu,
ada salah satu oknum yg jg pengurus pondok sekaligus pemuka agama, melakukan tindakan munkar dan tak bermoral kepada Marlina. Marlina di lecehkan di salah satu ruangan pondok, sesaat setelah di suruh untuk mengembalikan buku hafalan.