Antara Melawan Covid-19 dan Tudingan Banyak Mafia RS, Mengcovidkan Pasien, dan Stigma Negatif Masyarakat
Drone Emprit mencoba memetakan isu ini berdasarkan percakapan di media sosial, dan melihat response IDI dan PERSI.
THREAD
LATAR BELAKANG
Beberapa hari ini, banyak tudingan diarahkan kepada rumah sakit, seperti:
- keluarga pasien diminta tanda tangan kalau pasien kena Covid19
- RS memberi sejumlah uang kepada keluarga
- RS mengcovidkan pasien padahal belum tentu covid19
- ada mafia RS
RESEARCH QUESTIONS
• Apa narasi percakapan di medsos ttg “mengcovidkan” pasien dalam tagar #BongkarMafiaCovidRS?
• Apa yang menjadi referensi tudingan itu?
• Siapa saja yang menyuarakan dugaan ini?
• Bgmn tren dan volume percakapannya?
• Bgmn response IDI dan PERSI?
METODOLOGI
• Pada tanggal 4 Oktober terdapat sebuah tagar yang sempat trending di Twitter, yaitu #BongkarMafiaCovidRS.
• Tagar ini berisi informasi yang cukup lengkap tentang narasi seputar Mafia Rumah Sakit dan dugaan “mengcovidkan” pasien oleh banyak rumah sakit.
Tren tagar #BongkarMafiaCovidRS ini di Twitter hanya sesaat, dengan pucak pada pukul 12:00, 4 Oktober 2020, dan total percakapan minimal 5,7k mention.
NARASI UTAMA
Apa yang menjadi pokok masalah, tudingan, dan rumor (dugaan, disinyalir, dll) bisa dilihat dari top most retweeted ini. Dalam tabel ini disajikan 15 top tweets, yang mendapat retweet tertinggi.
Referensi: Pernyataan IPW, Neta S Pane ttg dugaan mafia kesehatan. Neta merefer ke “berbagai media social," juga ke pernyataan Kepala KSP saat di Semarang.
Narasi: Disinyalir pihak-pihak tertentu mengambil manfaat saat pandemi Covid-19 di Indonesia.
Referensi: Pernyataan IPW, Neta S Pane yang menyarankan Bareskrim Polri membongkar mafia rumah sakit yang mencovidkan pasien.
TOP TWIT #8
Narasi: tentang pertemuan Kepala KSP dan Gubernur Jateng, membahas “rumah sakit jangan sembarangan mencovidkan semua pasien yang meninggal dunia selama pandemi.”
Merefer ke data kematian pasien Covid19 dari setiap RS, dan keresahan masyarakat di whatsapp, medsos.
Referensi: Kepala KSP dalam wawancara di BeritaSatu TV, dan pernyataan IPW (Neta S Pane) di Bantennews yang meminta Bareskrim Polri, Kejaksaan, dan KPK membongkar mafia rumah sakit.
Hanya tampak sebuah cluster dari akun-akun di Twitter, dengan top influencer di atas. Tampak antar akun saling meretweet sehingga centrality akun2 sangat tinggi.
SITUS REFERENSI
Situs berita atau media yang paling banyak dishare ditampilkan di tabel ini. Yang paling atas bukan situs mainstream.
MOST SHARED IMAGES
Gambar yg banyak dishare sebagian besar berupa ilustrasi nakes sedang merawat pasien covid. Kalau dihubungkan dengan narasinya, maka seolah nakes2 ini yg merupakan bagian dari mafia rumah sakit.
RESPONSE IDI
Setelah "Googling", didapat response dari Ketua Umum PBIDI, Daeng Faqih, salah satunya di situs Nusantaratv.com ini.
Poin2 yg disampaikan IDI:
- Sekarang ambruk semua itu rumah sakit, karena kita fokus membantu saudara kita yang kena Covid
- Kedua..
- Kedua pasien lain tidak berani ke RS.
- (banyak) klaim masih belum dibayar, pasien yang lain turun, beban pelayanan untuk Covid luar biasa.
- Jadi kelimpungan RS ini.
SULIT MENGCOVIDKAN
Menurut Daeng amat sulit mengcovidkan pasien agar klaim bisa cair, karena:
- Pertama, pasien positif atau negatif harus dibuktikan dengan hasil laboratorium.
- Lalu ada verifikator dari BPJS di rumah sakit yang memberikan keputusan terkait persetujuan klaim.
KLAIM TERBAYAR SANGAT KECIL
Menurut Daeng:
- Verifikator sangat ketat, makanya sampai sekarang klaim terbayar itu sangat kecil.
- Kalau ada RS yang mempositifkan pasien, bagaimana caranya, karena RS kan pakai pedoman Kemenkes dalam melakukan pemeriksaan.
PERNYATAAN PERSI (4 OKT 2020)
Perhimpunan RS Seluruh Indonesia (PERSI) membuat pernyataan publik yang ditandatangani oleh ketua umumnya, Kuntjoro Adi Purjanto.
RESPONSE PERSI
Seperti share oleh @anjarisme (praktisi Humas RS), Tudingan ‘Mengcovidkan Pasien’ dapat Runtuhkan Semangat Tenaga Kesehatan.
Persi: Adanya pernyataan atau tanggapan yang tak disertai fakta, bukti atau tidak terbukti kebenarannya telah membangun persepsi keliru..
atau menggiring opini seolah-olah Rumah Sakit melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kecurangan/fraud.
Persepsi keliru dan opini ini menghasilkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.
JIKA TUDINGAN BENAR
Jika tudingan itu benar dan dapat dibuktikan secara sah, PERSI lanjut Kuntjoro, sangat mendukung pemberian sanksi terhadap oknum petugas atau institusi rumah sakit yang melakukan kecurangan dengan ‘mengcovidkan’ pasien.
KESIMPULAN
Kembali ke pertanyaan awal, berikut rangkuman jawabannya:
1/ Apa narasi percakapan di media social soal “mengcovidkan” pasien dalam tagar #BongkarMafiaCovidRS?
- Dugaan adanya mafia rumah sakit yang “mengcovidkan” pasien yang seharusnya bukan Covid.
- Dugaan Rumah Sakit mencari keuntungan dari pandemi Covid-19.
- Banyaknya keluhan masyarakat di media sosial tentang dugaan “mengcovidkan” pasien oleh RS, misal dengan membayar sejumlah uang kepada keluarga pasien.
- Supaya Bareskrim Polri, Kejaksaan, dan KPK membongkar mafia RS
- Neta merefer ke “berbagai media social,” dan ke pernyataan Kepala KSP saat di Semarang.
- Kepala KSP merefer kepada keresahan masyarakat di media sosial, dan data kematian pasien Covid19 dari setiap RS di Jawa Tengah.
- Wawancara Ketua Banggar DPR di KompasTV, yang merefer kepada dugaan masyarakat di media sosial (Whatsapp group).
Tren tagar ini hanya sesaat, dengan pucak pada pukul 12:00 4 Oktober 2020, dan total percakapan minimal 5,7k mention.
5/ Bagaimana response IDI?
- Menurut Ketua IDI, Daeng Faqih, amat sulit mengcovidkan pasien agar klaim bisa cair.
- Pasien positif atau negatif harus dibuktikan dg hasil laboratorium, lalu ada verifikator dari BPJS di RS yang memberikan keputusan terkait persetujuan klaim.
- Sekarang ambruk semua itu rumah sakit, karena kita fokus membantu saudara kita yang kena Covid.
- Pasien lain tidak berani ke RS.
- Klaim masih belum dibayar, beban pelayanan untuk Covid luar biasa. Jadi kelimpungan RS ini.
6/ Bagaimana response PERSI?
- PERSI Membuat ”Pernyataan Publik”, bahwa Tudingan ‘Mengcovidkan Pasien’ dapat Runtuhkan Semangat
Tenaga Kesehatan.
- Adanya pernyataan atau tanggapan yang tak disertai fakta, bukti atau tidak terbukti kebenarannya telah membangun persepsi keliru atau menggiring opini seolah-olah Rumah Sakit melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kecurangan/fraud.
- Persepsi keliru dan opini ini menghasilkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.
- Klaim pembayaran senantiasa mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan, antara lain:
• Rumah Sakit mengajukan klaim pembayaran ditujukan kepada Kementerian Kesehatan dengan ditembuskan kepada Dinas Kesehatan setempat, dan diverifikasi oleh BPJS Kesehatan.
• Jika terjadi ketidaksesuaian/dispute, dilakukan penyelesaian oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan.
• Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan pengajuan dan pembayaran klaim ini dilakukan bersama-sama oleh Kemenkes, BNPB, BPPKP, Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota.
CLOSING
Seperti kata Gugus Tugas Covid-19, kita harus “Bersatu Lawan Covid.”
Bangsa ini akan kalah melawan musuh yang tak tampak ini, jika tercerai berai. Saling tuding, melempar kecurigaan, dan tak ada saling percaya.
Dan jika stigma negatif terhadap rumah sakit dan nakes makin meningkat setelah ini, masyarakat makin banyak yang tidak percaya pada mereka, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Mari semuanya memupuk kepercayaan dan kejujuran.
Kelupaan attach bagian Response IDI dan PERSI.
PDF dari analisis di atas bisa didownload di Slideshare ini.
Pertanyaan #2: Gimana data scientist bisa tahu hoaks di Internet?
Anak2 ini pertanyaannya lepas banget. Dan saya tidak ingin menjawab dengan "dead end answer" yg final. Tp lebih ingin membuka pikiran dan curiousity mereka.
Barusan di CNN Connect, membahas percakapan netizen tentang G30S/PKI. Saya sajikan data tren dari 2017 sd 2020, selalu berulang soal pemutaran film ini. Juga peta SNA 7 hari terakhir, pro kontra film dan narasi seputar G30S.
Buat yang ndak lihat, ini sya share datanya.
Tren percakapan ttg "PKI" yang dimonitor DE dari 2017 sd 2020. Setiap tgl 30 September, selalu terjadi peak percakapan. Paling tinggi pada 18 Sept 2017, saat Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat itu mengajak nobar Film G30S/PKI.
Lalu tahun 2018-2019, tren tinggi cukup lama soal "PKI" ini, karena bersamaan dengan kontestasi politik Pilpres. Itu ini jadi salah satu komoditas kampanye.
Tahun 2020 tren bulan Juni sangat tinggi, soal hari lahir Pancasila, dan terakhir hari ini, 30 Sept, soal film.
Agar command center Star Trek Discovery itu tidak sekedar jadi imajinasi yang tidak riil bagi anak-anak, saya tampilkan command center @pikobar_jabar. Riil, dan lumayan mirip.
Tampak kang Emil dan tim sedang memonitor "black hole" dalam SNA Covid