Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhah yaitu thoriqoh yang di saat berkuasa tidak menjajah dan tidak merasa berkuasa.
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Hasan ra., yaitu thoriqoh yang mengalah untuk kebaikan umat Islam
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Husain ra., yaitu thoriqoh yang berani melawan kemungkaran hinggga tetes darah penghabisan
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali Zainal Abidin ra., yaitu thoriqoh yang pemaaf dan tak pendendam kepada orang yang telah membunuh keluarganya di depan mata beliau sendiri
Thoriqoh ‘Alawiyah yg dipegang, dijaga, dilestarikan, dan diwariskan turun temurun oleh para Saadah ‘Alawi (Habaib) adalah thoriqoh yang bersambung pada Nabi Muhammad SAW melalui jalur Ahlul Bait (Keluarga Nabi)
Thoriqoh ini bukan hanya bersambung pada Nabi melalui Keluarga Nabi melalui jalur sanad, tapi juga nasab.
Thoriqoh ini adalah jalan akhlak untuk mencapai keridhoan Allah, Rasul dan Keluarganya. Jalan itu hanya diisi oleh cinta
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
🌹🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
“Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku” usul Arqam “Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yg sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita”
Rasulullah pun setuju Oleh krn itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, org miskin, perempuan-perempuan fakir, serta org tertindas. Sisanya adalah golongan org terpelajar dan pedagang kaya
Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.
“Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
“Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.
“Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"
Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.
Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.
Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya
“Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."
Salah seorang Quraisy berkata;
“Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."
Buhaira menggeleng-geleng kepala
“Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata;
Suatu saat Rasulullah SAW keluar pergi ke suatu tempat, Sayyidina Abdurrahman bin 'auf melihat, lalu mengikuti, hingga sampailah masuk ke kebun kurma, dalam kebun tersebut beliau tiba-tiba bersujud, keadaan sujudnya pun berlangsung lama,
Abdurrahman bin 'auf takut dalam kondisi itu Allah mencabut nyawa Rasulullah, setelah lama memperhatikan dengan penuh khawatir, Rasulullah pun mengangkat kepala lantas berkata: "Apa yang terjadi denganmu Wahai 'Abdurrahman?"
Jawab Abdurrahman, menceritakan rasa kekhawatiran dirinya pada Rasulullah.
Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya Malaikat jibril membawa kabar gembira bahwa Allah Ta'ala bersabda :