Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.
“Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
“Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.
“Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"
Rasulullah tidak menanggapi permintaan permintaan aneh itu Melihat Rasulullah yang tetap diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan permintaan lain yang lebih mustahil
“Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?"
“Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia menghidupkan orangtua orangtua kami yang sudah mati!"
“Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu, mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?"
“Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!"
Jawaban untuk Kaum Quraisy
Allah sendirilah yang menjawab permintaan permintaan itu melalui firman-Nya:
”Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Surah Al-A'raf (7:188)
Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, “Wahai orang Quraisy, aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?
“Wahai orang Quraisy, bukankah Al Qur'an itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian, mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar diturunkan, kamu akan beriman kepadaku?
Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?”
”Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala, mengapa tidak kamu minta saja mukjizat mukjizat tadi kepada para berhala itu?
Bukankah kamu tahu bahwa berhala berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?
Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata kata yang tidak dapat lagi dibantah kebenarannya. Namun, apakah orang orang kafir itu seketika mau menerima Islam? Tidak, mereka bahkan melakukan hal-hal lain untuk menyingkirkan Rasulullah.
Ammarah bin Walid
Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah penghabisan.
Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.
“Abu Thalib," demikian mereka mengajak bicara,
“keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami yg akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah kami yg akan menghadapi kabilahmu."
Abu Thalib menghela napas berat,
“Demi Tuhan Ka'bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi kemenakanku itu."
Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.
Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.
“Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita itu untuk kami bunuh!"
“Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yg adil? Seorang laki-laki ditukar pula dengan seorang laki-laki!"
Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu demi satu
“Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!" geram Abu Thalib
“Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka'bah, ini adalah hal yang tidak boleh terjadi buat selamanya!"
Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.
Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata:
“Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami.
Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala berhala kita.
Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa!”
Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya:
“Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul”
Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah.
Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.
Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata:
“Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya."
Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata:
“Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi."
Utsman dan Ruqayyah
Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat para pengikutnya disiksa.
Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah
Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.
“Ada apa, sayang?" tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita buruk yg dibawa putrinya itu
“Suamiku menceraikan aku, Bunda," isak Ruqayyah. “Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan putri bangsawan."
Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih, melihat putri tercintanya Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah dan keluarganya.
“Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku," lanjut Ruqayyah pilu. “Abu Lahab memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam."
Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata di pipinya.
“Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini," bisik Ruqayyah kepada Rasulullah.
Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah.
“Ya Rasulullah," kata Abu Bakar dengan lembut.
“Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri mu”
Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.
Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Duri-duri di Jalan
Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah berjalan utk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah melangkah agar duri tdk menembus kakinya
Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.
Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah tengah sibuk menghindari lemparan batu dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah suara tawa
Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah, Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah dengan tatapan menghina.
“Lihat!" lengking Ummu Jamil
“Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!"
Rasulullah SAW tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan tatapan yang tajam.
“Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!" Sembur Abu Lahab. “Hai, para budak! Lanjutkan kesenangan kalian!”
Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasullulah dgn batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar
Bilal bin Rabbah
Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang Muslim.
Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih:
kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.
“Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir!" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi. Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut Rasulullah.
Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya itu.
Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal.
Kemudian, budak malang itu ditelentangkan di atas padang pasir yang panasnya begitu menyengat saat matahari berada di atas kepala.
“Budak jelek, engkau akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau mengingkari Muhammad dan kembali menyembah Lata dan Uzza!"
Menghadapi ancaman itu, Bilal hanya berkata,
“Ahad! Ahad!" (“Maha Esa Allah! Maha Esa Allah!”)
Suara cambuk memerihkan telinga ketika Bilal disiksa, “Ahad! Ahad!"
“Letakkan batu besar di atas dadanya!" raung Umayyah.
Bilal merasa dadanya hampir remuk dan terasa sesak sekali, sehingga nyaris ia tidak dapat lagi bernapas atau pun bersuara, tetapi ia tetap melantunkan kalimat juangngya. “Ahad! Ahad! Ahad!"
Ibu Bilal, Hamamah, juga disiksa tuannya. Menurut suatu riwayat, ia gugur dalam penyiksaan itu dan wafat sebagai syuhada.
(Dalam riwayat yang lain, Hamamah, dimerdekakan Rasulullah).
Khalid bin Sa'id
Seperti Bilal, Khalid bin Sa'id termasuk orang orang pertama yang beriman. Khalid adalah orang ke kelima yang masuk Islam. Ia bermimpi akan jatuh ke jurang api, tapi diselamatkan oleh seseorang yang ternyata ia adalah Rasulullah SAW.
Siksaan Demi Siksaan
Setelah melihat Umayyah menyiksa Bilal sedemikian kejam, para pemilik budak dan pembesar Quraisy yang lain ikut menyiksa para budak mereka yang ketahuan memeluk agama Islam. Beragam siksaan sangat kejam ditimpakan kepada para pemeluk Islam pertama itu.
“Hukuman apa yang harus kutimpakan kepada budak pembangkang ini, Tuan?" Tanya algojo.
Sang Tuan tersenyum sinis, “Cambuk dia sampai tanganmu tidak mampu lagi!"
Algojo melaksanakan tugasnya dengan patuh. Suara lecutan cambuk disertai erangan orang terdengar dari detik ke detik.
Setiap lecutan membuat rasa sakit lebih perih dari lecutan sebelumnya. Sebagian orang yang kuat bertahan hingga pingsan. Sebagian yang lain gugur karena tidak kuat menahan derita.
Lebih dari itu, ternyata bukan hanya cambuk yang bicara.
“Buka pakaiannya!" perintah seorang bangsawan kepada tukang pukulnya.
Beberapa budak Muslim yang malang itu segera saja menjadi tidak berbaju.
“Pakaikan mereka pakaian besi yang ketat menempel di kulit!" seringai sang bangsawan.
Para tukang pukul segera menurut.
“Sekarang, bakar baju besi yang telah dikenakan itu!" seru bangsawan dengan buas.
Jerit kesakitan budak budak Muslim itu amat memilukan karena baju besi yang dibakar itu menghanguskan seluruh kulit tubuh mereka.
Ummu Ubais dan Zinnirah
Ummu Ubais dan Zinnirah adalah dua perempuan Muslim yang disiksa sampai jadi buta. Orang-orang Quraisy mengejek dengan mengatakan bahwa kebutaan itu disebabkan mereka dikutuk berhala.
Akan tetapi, dengan izin Allah, keduanya kemudian dapat melihat lagi sehingga orang orang Muslim dapat membalas ejekan orang orang kafir.
Syahidah Pertama
Sabar, demikian sabda Rasulullah SAW setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati.
Sabar yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di luar batas kemampuan fisik manusia.
Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah berdo'a kepada Allah dalam menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam seraya bersabda:
“Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga dagingnya mengelupas dan terlihat tulang tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang keyakinannya.
Allah SWT akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah, serigala akan tetap ada di tengah tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."
Sumayyah adalah ibu Ammar bin Yasir. Beserta suami dan anaknya, Sumayyah disiksa karena mengikuti ajaran Rasulullah. Ia diseret di jalan-jalan Kota Mekah, lalu dilempar ke padang pasir.
“Pukuli dia! Pukuli dia sekuat-kuatnya!" Perintah Abu Jahal.
Sumayyah pun dipukuli sampai pingsan. Kejadian ini dilakukan berulang ulang selama berhari hari. Namun, semakin sakit tubuhnya, iman Sumayyah malah semakin tinggi.
“Engkau mengikuti Muhammad karena tertarik pada ketampanannya!" ejek Abu Jahal.
“Tidak," geleng Sumayyah,
“Aku mengikuti Rasulullah karena percaya pada apa yang beliau sampaikan. Aku mengikuti Rasulullah karena beliau mengajarkan ada Tuhan yang lebih patut disembah daripada berhala-berhala kalian!"
Akhirnya, kesabaran Abu Jahal pun habis. Dia mengambil tombak dan menusuk Sumayyah.
Sumayyah tercatat dalam sejarah sebagai perempuan muslim pertama yang syahid (syahidah) karena membela Islam.
Surga Untuk Keluarga Yasir
Ketika Rasulullah menyaksikan Yasir, Sumayyah dan putra Yasir yang bernama Ammar disiksa habis habisan, beliau bersabda: “Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah surga."
PENEBUSAN
Melihat saudara-saudara baru mereka disiksa demikian kejam, Abu Bakar, Utsman bin Affan, dan semua orang kaya yang beriman segera bertindak. Abu Bakar mendatangi Umayyah bin Khalaf yang sedang menyiksa Bilal.
“Bebaskan dia," pinta Abu Bakar.
“Tidak!" Cibir Umayyah.
“Engkau dan temanmu telah meracuni pikirannya! Justru aku yang minta kamu menghentikan pengaruh jahatmu terhadap budakku ini!"
Abu Bakar merasa bahwa hati Umayyah tidak mungkin dibujuk lagi, maka dia segera mengajukan penawaran.
“Kubeli Bilal darimu! Lihat, ini lima uqiyah emas! Ambil uang itu, dan berikan Bilal kepadaku!"
Dengan seringai penuh kemenangan, Umayyah menyambar uang-uang emas itu.
“Wahai Abu Bakar! Andaikata engkau menawar satu uqiyah saja, sudah tentu aku menjualnya! Dia sudah tidak berharga lagi bagiku!"
Wajah Abu Bakar memerah, bukan karena marah, melainkan karena dipenuhi rasa bahagia bisa menolong saudaranya yang tertindas.
“Jangan hanya lima uqiyah" ujar Abu Bakar sepenuh hatinya, “Andaikan engkau menjual seratus uqiyah pun, aku akan tetap membelinya!"
Kini giliran wajah Umayyah yang memerah. Terbayang keuntungan yang akan didapatnya seandainya ia menawar lebih tinggi lagi. Umayyah menyesal.
Abu Bakar yang baik hati kemudian membebaskan Bilal. Tidak berhenti sampai di situ, beliau pun terus menggunakan hartanya untuk membebaskan lima kaum muslimin lain yang tengah disiksa. Budak terakhir yang dibebaskan adalah budak milik Umar bin Khattab.
Orang-orang Quraisy mengejek Abu Bakar, “Alangkah sia-sianya Abu Bakar itu! Dia membuang buang uang untuk membebaskan orang!"
Namun, semangat Abu Bakar justru membakar kaum muslimin lain untuk turut berusaha keras membebaskan saudara saudara mereka.
Bersambung besok, insya Allah 🙏🏿
Sallu ala Nabi🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
“Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku” usul Arqam “Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yg sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita”
Rasulullah pun setuju Oleh krn itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, org miskin, perempuan-perempuan fakir, serta org tertindas. Sisanya adalah golongan org terpelajar dan pedagang kaya
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhah yaitu thoriqoh yang di saat berkuasa tidak menjajah dan tidak merasa berkuasa.
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Hasan ra., yaitu thoriqoh yang mengalah untuk kebaikan umat Islam
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Husain ra., yaitu thoriqoh yang berani melawan kemungkaran hinggga tetes darah penghabisan
Thoriqoh kami adalah thoriqoh Sayyidina Ali Zainal Abidin ra., yaitu thoriqoh yang pemaaf dan tak pendendam kepada orang yang telah membunuh keluarganya di depan mata beliau sendiri
Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.
Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.
Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya
“Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."
Salah seorang Quraisy berkata;
“Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."
Buhaira menggeleng-geleng kepala
“Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata;
Suatu saat Rasulullah SAW keluar pergi ke suatu tempat, Sayyidina Abdurrahman bin 'auf melihat, lalu mengikuti, hingga sampailah masuk ke kebun kurma, dalam kebun tersebut beliau tiba-tiba bersujud, keadaan sujudnya pun berlangsung lama,
Abdurrahman bin 'auf takut dalam kondisi itu Allah mencabut nyawa Rasulullah, setelah lama memperhatikan dengan penuh khawatir, Rasulullah pun mengangkat kepala lantas berkata: "Apa yang terjadi denganmu Wahai 'Abdurrahman?"
Jawab Abdurrahman, menceritakan rasa kekhawatiran dirinya pada Rasulullah.
Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya Malaikat jibril membawa kabar gembira bahwa Allah Ta'ala bersabda :