Dalam sebuah kesempatan, 'Ali bin Haj (pemimpin spiritual Partai FIS) bertemu dgn Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Yg sebenarnya Syaikh Al-Albani sdh banyak mengetahui sepak terjang mereka. Dikabarkan kepada beliau bahwa simpatisan partai ini jutaan orang.
Diantara pertanyaan yg beliau ajukan kepada 'Ali bin Haj :
" Apakah semua orang yg mengikuti anda mengetahui bahwa Allah beristiwa' diatas 'Arsy ?".
'Ali bin Haj menjawab :
"Kami berharap demikian".
Syaikh Al-Albani langsung membalas jawaban tersebut :
"Tinggalkan jawaban politis semacam itu"
Lalu 'Ali bin Haj menjawab :
"Memang tidak semua mengetahui hal itu".
Syaikh Al-Albani mengakhiri dengan mengatakan :
"Cukup bagiku dengan pengakuanmu".
Kemudian Asy Syaikh Ramadhani mengatakan :" Pertanyaan yg diajukan oleh Asy Syaikh Albani tadi merupakan konsekwensi lazim dari kaidah At Tasfiyyah dan At Tarbiyyah. Kaidah tersebut merupakan tolak ukur yg paling akurat bagi da'wah dan gerakan2 yg mengatasnakaman jihad.
Karena siapa saja yg tidak mampu memurnikan aqidah pengikut dan simpatisannya dan membina mereka diatas aqidah yg benar, maka ia pasti tidak lebih mampu pula membersihkan buah aqidah tersebut, yaitu akhlak dan ketundukan ummat terhadap hukum Allah.
📚 Madaarikun Nazhar fii As Siyasah {112-114}.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sama halnya dengan perbedaan antara dua tokoh semisal Ibnu al-Arabi dan Ibnu Arabi. Yg satu ahlul fiqh dari kalangan Malikiyyah, dan satunya lagi ahlul bid'ah dengan pahamannya yg menyimpang.
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad al-Ma’arify al-Isybily al-Maliky atau yg lebih terkenal dengan sebutan Abu Bakar Ibnu al-Arabi al-Qadhi, lahir di Isybiliyah tahun 468 H dan wafat tahun 543 H.
Mengenali beberapa tokoh yg mempunyai kesamaan nama, nmn berbeda baik dari sisi aqidah serta manhajnya.
Ini penting, agar kita mengetahui dan tdk salah dalam mengambil rujukan ketika nama mereka disebut utk kemudian dijadikan hujjah.
Di mulai dari :
~At-Tirmidzi~
Pertama ;
✅ Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu ‘Isa.
Beliau adalah ahlul hadits dan termasuk salah satu Imam Kutub As-sittah dan termasuk juga dalam Imam Kutub At-Tis'ah.
Kedua :
❌ Jahm bin Shofwan At-Tirmidzi.
Pendiri sekte ahli Kalam yg menisbatkan diri kepada Islam, memiliki ideologi dan aqidah tersendiri, yg menyelisihi aqidah orang2 yg menapaki jalan para As Salaf Ash-Shalih, terutama yg berkait nama2 dan sifat2 Allah.
Dalam menyikapi hadits, kita terbagi dlm beberapa pemahaman :
1.) Yg memperbolehkan mengarang hadits (Maudhu) dgn alasan motivasi utk beribadah meskipun mengandung kisah2 yg bathil dan menyalahi aqidah.
ini model madzhab Karramiyah dan sebagian Juhhalul 'Ubbad.
2.) Yg memperbolehkan beramal dengan hadits Dho'if dalam hal fadhoil amal, dengan syarat2 tertentu. Ini adalah madzhab sebagian Ahlussunnah. Semisal Imam Nawawi, Ibnu Hajar, dll.
3.) Yg mempelajari dan mengamalkan hadits2 yg shohih kemudian menjadikannya sebagai hujjah yg qot'iy serta mengembalikan pemahamannnya kepada As Salaf As sholeh yg merupakan ijma'.
Ini adalah madzhab Ahlussunnah baik salaf maupun kholaf.
Ayat yg sering dijadikan dalil oleh takfiriyyun dalam mengkafirkan kaum muslimin, khususnya pemerintah adalah Firman Allah ﷻ :
"Barang siapa yang tidak berhukum berdasarkan apa yg Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yg kafir".
📚 Q.S Al-Maidah : 44
Ayat inilah, dan juga ayat2 yg semakna dengannya, yg selalu didengung-dengungkan oleh para khariji sejak generasi awal hingga hari ini.
Al Jashshash berkata :
"Orang2 khawarij menafsiri ayat ini utk mengkafikan orang yg tdk berhukum dgn apa yg Allah ﷻ turunkan walaupun tdk mengingkarinya (yakni walaupun dalam hati orang itu masih meyakini akan kewajiban berhukum dgn hukum Allah ﷻ.)"
Demikian pun dalam dakwah. Munculnya penyimpangan karena tujuan yg bukan perbaikan diri dan perbaikan ummat.
Apalagi bila ia punya keinginan tersembunyi, yaitu cinta pujian dan takut ditinggalkan.
Memang benar. Asas da'wah adalah hikmah dan kelembutan. Nmn ketika hikmah dan kelembutan tak bermanfaat lagi, sementara penyimpangan serta kesalahan terus dilakukan tanpa adanya keinginan untuk berubah. Maka pada saat itulah di perlukan kata² yang keras serta tegas (Al-Jarh).