yosef kelik Profile picture
11 Nov, 29 tweets, 5 min read
Pernah denger mitos soal gunung-gunung sebagai pasak/paku penyeimbang Pulau Jawa?

Nah, lebih percaya mana versi Kisah Syech Subakir apa versi Tantu Panggelaran?
🙂
Hmmm versi yang kedua sih hampir pasti dicipta lebih tua dari versi yang pertama.
🙂
Menurut naskah 'Tantu Panggelaran', yg berangka tahun 1557 S alias 1635 M, Jawa pernah menjadi sebuah pulau yg terombang-ambing oleh ombak lautan.
Untuk menjadikannya jadi mantap & seimbang, sehingga memungkinannya aman didiami manusia, para dewa konon lantas berembug.
Disepakati untuk memenggal sebagian dari Mahameru Himalaya di Jambudwipa (Anak Benua India) agar lantas dapat dipindahkan ke Jawa sebagai pasak/paku penyeimbang.
Para dewa konon lantas bergotong royong menerbangkan penggalan Himalaya itu menyeberangi lautan untuk lantas ditancapkan di Jawa.

Beberapa kali ditaruh di barat, tengah, timur, selatan, utara, pulaunya malah jadi miring.
Lalu para dewa memecah-mecah penggalan Himalaya usungan mereka jd bbrp bagian kecil, yg lantas ditaruh di berbagai titik di seantero pulau.

Hasilnya Pulau Jawa memang menjadi seimbang. Pecahan-pecahan Himalaya tadi lantas menjadi berbagai gunung yg ada sampai sekarang.
Gunung-gunung di Jawa yg antara lain disebut berasal dari penggalan Mahameru Himalaya/Mandara adalah Lawu, Wilis, Kelud, Kawi, Arjuna, Semeru, Bromo, & Penanggungan.
Gunung-gunung itu disebut di Tantu Panggelaran dlm nama-nama kuno mereka & terletak di Jawa Bagian Timur. Ini ...
... adalah petunjuk kecil bahwa naskah tersebut adalah hasil penulisan maupun mengalami penggubahan oleh tangan pujangga yang hidup di Jawa Timur, yg memang merupakan pusat peradaban tinggi Jawa pd abad X hingga XVI.
Tantu Panggelaran boleh dibilang merupakan naskah mitikal yg merangkum sekaligus memberi rujukan praktik kultus orang Jawa, khususnya semasa Jawa Kuna, terhadap gunung-gunung di seantero pulau.
Praktik kultus terhadap gunung-gunung itu, khususnya gunung api, tilasnya masih ada sinambung hingga kini, mulai dari tirakat naik gunung, semadi, upacara sesajian besar oleh kraton-kraton maupun masyarakat setempat, hingga bentuk ikon kayon gunungan di pewayangan.
Kultus orang Jawa terhadap gunung-gunung bisa ditengok pula dari fakta sejarah bahwa dinasti para maharaja & raja Jawa yang termegah, Wangsa Rajasa, penguasa Tumapel-Singhasari hingga Majapahit, memiliki nama lain Girindra utk wangsanya tersebut.
'Girindra' sendiri adalah kata dalam bahasa Kawi yang jika di-Indonesia-kan berarti "raja gunung".

Soal para penguasa Wangsa Rajasa senantiasa meng-alias-kan Girindra sbg nama wangsa mereka, plus memakai Girindra sebagai gelar resmi maupun tak resmi di antara mereka ...
... dapat ditengok dlm 'Desawarnana/Nagarakretagama'. "Girindra" maupun berbagai kata Kawi lain yg bermakna "Raja Gunung" digunakan sebagai penghormatan kepada Sri Rajasa (Ken Angrok) sang pendiri wangsa.
Untuk Kisah Syech Subakir, di luar cerita tutur yg beredar saya tidak benar-benar mudheng rujukan naskah tertulis tertuanya dari mana & kapan.
Mungkin Mas @lantip, Mas @jawasastra, Mas @Doneh, Mas @aprakoso, dan Pangsar @Sam_Ardi dapat berbagi melengkapi informasinya ...🙏
Sependek yg saya tahu, Syech Subakir dikisahkan sbg tokoh penyebar agama Islam di Jawa yg terbilang paling awal berolej keberhasilan syiar hingga ke pedalaman.
Ia konon berhasil menumbal/membersihkan banyak tempat wingit di Jawa, membantu memuluskan jalan pendakwah setelah dia.
Momen keberhasilan Syech Subakir membersihkan Jawa konon ketika menaruh batu hitam bertuah dari Arab di atas Bukit Tidar, tempat yg nantinya juga menjadi lokasi tertancapnya tombak pusakanya.
Aksi spiritual tsb konon membuat para jin dedemit penunggu bukit berpencar mengungsi.
Pusaka yg ditempatkan Syech Subakir di Tidar konon menjaga keseimbangan Pulau Jawa, khususnya menciptakan aura yg lebih bersahabat bagi syiar Islam.

Secara linimasa, Syech Subakir konon hadir di Jawa di tahun-tahun antara masa hidup Maulana Malik Ibrahim & masa Wali Sanga.
Syech Subakir sendiri dikisahkan berasal dari Asia Barat/Timur Tengah. Ada yg menyebut sbg utusan Sultan Turki Ottoman. Ada yg menyebut juga berasal dari Persia/Iran.
Menariknya, mari komparasikan narasi antara kisah tentang Syech Subakir (SS) dng isi Tantu Panggelaran (TP).

Lalu, tidak akan sulit bagi kita sampai kpd kesimpulan bahwa kisah SS memiliki narasi demitefikasi/delegitimasi thdp kisah TP.
Setuju?
Tentang lokasi Syech Subakir menumbal/membersihkan titik pusaran wingit di Jawa, yang jadi pertanyaan saya, kenapa kisahnya agaknya tidak sampai bahas soal Bukit Gunung Wukir, lokasi salah satu candi dan penempatan prasasti paling awal oleh Wangsa Sailendra, penguasa Medang.
Untuk yg lebih mendalami kisah seputar Syech Subakir, mungkin dpt berbagi info ke saya, apakah ia juga sdh melakukan pembersihan thdp Lawu dan Pawitra/Penanggungan?
Ritus adorasi orang di Pulau Jawa thdp gunung-gunung jika dirunut berusia jauh lebih tua dari zaman Hindu-Buddha yang terentang antara abad V-XVI M. Tentang ini tengok saja tinggalan struktur megalitik Punden Berundak hingga Situs Gunung Padang.
Pada zaman Hindu-Buddha, monumen-monumen memorial & kuil-kuil pemujaan kreasi para penguasa, yang sekarang dikenal sebagai candi-candi, lazim dibangun membentuk pola yang mengitari suatu gunung, khususnya gunung api.
Beberapa abad pasca era pembangunan candi-candi megah di Kedu & Prambanan, para penguasa Majapahit sejak sktr masa surutnya memilih mendandani sejumlah gunung dng membanguni sekujur badannya dng beraneka candi, menjadikan sang gunung suatu situs besar pemujaan.
Contoh gunung yang kemudian didandani menjadi situs besar dengan beraneka candi ya Penanggungan dan Lawu.
Ini menjadi petunjuk tentang perpaduan ritus penghormatan thdp gunung ala zaman pra Hindu-Buddha dng kebudayaan Hindu-Buddha yg kala itu masih menjadi arustama di Jawa.
Masuk ke zaman Islam di Jawa, ritus adorasi terhadap gunung tak lantas hilang. Khususnya sejak pusat kekuasaan Jawa beralih dari Pesisir Utara ke
Pedalaman Tengah & Selatan pd medio abad XVI, ritus demikian tadi menemukan pola sinkretismenya yg masih berlanjut hingga kini
Para penguasa Dinasti Pemanahan di Kemaharajaan Mataram & kerajaan-kerajaan pecahannya masih memiliki berbagai upacara agung yang memakai Gunungan—susunan sesajian yg dibentuk meniru gunung.
Dlm hal ini, mereka agaknya meneruskan apa yg sangat mungkin dikerjakan Maharaja Pajang.
Dan turunan ritus adorasi thdp gunung yg menyebar luas dilestarikan masyarakat Jawa maupun menyebar ke sejumlah etnis tetangga adalah nasi tumpeng, yang dipakai utk aneka syukuran, selametan, dan bahkan skrg masuk jg jd menu di bbrp rumah makan.
🙂

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with yosef kelik

yosef kelik Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @sefkelik

13 Nov
Berapa banyak sultan dari Nusantara pd masa sezaman Ottoman, selain Sultan Haji dari Banten,yg terkonfirmasi benar-benar pernah naik haji?

Berapa byk kejadian naik takhtanya Sultan di Nusantara yg sampai perlu mendapat izin pengesahan dari pihak Ottoman?
Jika khususnya utk poin 2, suksesi takhta lebih ditentukan oleh mekanisme internal pihak kesultanan/kerajaan di Nusantara ketimbang izin Ottoman, ya itu artinya ga ada kepemimpinan riil Ottoman di Nusantara.
🙂
Sebelum seorang calon raja di Kesultanan Yogyakarta dpt naik takhta, dng siapa ia mesti bernego utk rumuskan hak-kewajiban selama memerintah, dng VOC & kemudian Kolonial Belanda atau dng pihak Ottoman?
🙂
Read 10 tweets
13 Nov
"Negarakertagama itu palsu."

Br sj dikabari @Rudy_Setyawan33
tentang 1 akun yg ngetwit demikian. Awal baca cm mesem. Lama-lama mangkel bgt.

Lalu jd ingat bahwa ini 13 Nov, sudah begitu dekat dng 17-19 Nov, tanggal yg mana 126 th lalu, 1894, ada suatu banjir darah di Lombok.
Tak kurang dari 800 laki-laki maupun perempuan Bali & Lombok mati di kompleks Puri Cakranegara. Mereka termangsa serbuan pasukan ekspedisi pihak Belanda yang tentu saja bersenjata jauh lebih moderen dibandingkan persenjataan orang Bali & Lombok.
Jumlah korban di pihak Bali-Lombok malah ada disebut mencapai sekitar 2.000 orang.

Belanda sebagai pihak penyerbu—dalam ekspedisi intervensi militer di antara perang pihak Bali vs Sasak—kehilangan 40-an hingga 160-an personelnya.
Read 6 tweets
13 Nov
Jd setahumu, Islam hadir di Jawa mulai sktr abad brp?
NKRI sdh ada sjk abad 7M?
Kerajaan apa yg sdh dkt dng Islam sjk sktr abad 7 M?
Apa sj bagian Negarakretagama yg bwtmu bs berpendapat itu palsu?
Jika mnrtmu Negarakretagama palsu, gmn kamu bs yakin Majapahit cm di Jatim?
🙂
Oh ya, @marsel_trii, tentang Sumpah Palapa, yang dimaksud dengan palsu gimana sbnrnya, tidak pernah ada pengucapan sumpah atau ternyata tidak terpenuhi?
Bukti sejarah pengaruh politik riil Majapahit di luar Jatim:
-Insiden diplomatik berdarah vs Tiongkok 1379 soal takhta penguasa Sumatra yg dicatat pihak Tiongkok
-Catatan Tome Pires pd 1500-an: Jawa/Majapahit pernah punya dominasi atas Kepulauan AsTeng

Read 5 tweets
13 Nov
Halaaah disuruh nyebutin referensi buku ilmiah aja ga dijawab-jawab.

Tidak pernah sekalipun Utsamaniyah berdaulat dan menyatukan Nusantara, apa lagi sebelum sebelum Majapahit lakukan kebijakan ekspansi ke Luar Jawa.
Hei Bung Bongasal eh Bonanza, ...
ga usah ngomong kemana-mana yang ga jelas lah, mana pake ngumpat segala. Jawab saba soal buku yang bukan Primbon yang bikin kamu percaya Utsmaniyah pernah punya daulat di Nusantara—bahkan sebelun abad XIV?
🙂
Ini lho Bung @mahadika25 alias Bongasal eh Bonanza, pertanyaam dari saya yang belum kamu jawab tuntas—karena agaknya memang ga ada buku rujukannya sih ya.
😁 Image
Read 11 tweets
11 Nov
Terlalu byk kengawuran sejarah dlm 1 twit 🙂:
1. Mpu Mada nyatanya tidak pernah sampai menyatukan Sabang-Merauke.
2. Pd akhir abad XIII-mid abad XIV, wilayah kekuasaan Turki Utsmaniyah baru sebatas sktr Anatolia & mulai merambah Balkan. Pengaruhnya blm sampai Asia Tenggara.
Atau Anda mengelirukan JB van Heutz, yg pd akhir abad XIX-awal abad XX adalah Jenderal KNIL & kemudian GubJen Hindia Belanda, dng Gajah Mada?
Soalnya yg berhasil menyatukan Sabang-Merauke itu Meneer Van Heutz itu.
🙂
Dengan tingkat kengawuran seperti yg Anda twitkan ini, jadi pengen tahu buku ilmiah yg bisa Anda sarankan utk belajar sejarah apa sih ... atau ada ga sih benernya?
🙂
Read 4 tweets
27 Aug
Sbg suatu tulisan yg berlatar sejarah, meski utk penyajian populer, lebih lagi berpenulis mahasiswa S2 Sejarah & Peradaban, berkisah tentang Ken Angrok dng masih mengisahkannya sbg pebinor bandit, jg disertai soal kutukan keris Mpu Gandring, sungguh banal.
cc @doneh @vonninar
Kisah Ken Angrok dng plot masih bertumpu soal jadi bandit, pebinor, jg pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring, adalah sesuatu yg boleh dibilang kadaluwarsa atau setidaknya tidak bisa lagi ditempatkan sbg narasi utama tentangnya, setidaknya sejak akhir 1970-an.
Terbilang kedaluwarsanya kisah Ken Angrok sbg bandit, pebinor, jg pemicu sekaligus korban kutukan keris Mpu Gandring, terjadi sejak ditemukannya Prasasti Mula Malurung berangka tahun 1255, prasasti terpenting peninggalan Kemaharajaan Tumapel-Singhasari.
Read 27 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!