Serasa kaplingan cm ada dua, yg ga stuju dibilang kampret, yg kiblatnya ke Presiden dijuluki cebong. Terus sisanya ngontrak?
Biarkan mereka yg sdg gelisah krn merasa diabaikan Presidennya bersuara. Mereka tidak sedang menghina, mereka hanya ingin punya kaplingan yg sama yg dijamin oleh konstitusi.
Tidak semua sepakat dan butuh apalagi senang dengan pembangunan fisik dan tapi mengabaikan manusia. Bukankah kesenjangan hidup bermasyarakat kita mmg mengkhawatirkan?
Orang ingin sembahyang saja dipermasalahkan dan ini terjadi hari ini dan mrk mengeluh dan mrk tak direspon dan mrk protes lantas kita menghakimi mereka tak tahu diri?
Karena kita lebih tahu dengan lebih baik bagaimana presiden kita dan kita lantas meremehkan pemahaman mereka yang sedang merasa tersingkir dan kita hanya akan bilang sabar lagi?
Tak semua hrs terjebak pada perseteruan pecinta dan pembenci presiden.
Mrk jg punya pendapat yg hrs didengar. Bukan setiap kritik mrk adalah kampret dan dukung pasti cebong dong?
Ketika para pembencinya memakai agama demi perlawanan, seharusnya jgn dilihat agamanya, tp hukumnya, aturan mainnya.
Konstitusi sudah disediakan dan namun mungkin karena ada pertimbangan yg lebih besar menjadi rujukan untuk dipilih, chaos dan saling pukul sesama anak bangsa harus dibindari. Di sinilah lama kita terjebak dan sll tentang kubangan yang sama.
Boleh dong yang tak hrs menjadi kampret atau cebong mengkritisi dan minta haknya yang sederhana, yakni hidup tenang jauh dari ribut pendukung dan oposisi?
Sebaiknya negara memang tak lagi harus terjebak pada konflik berkepanjangan seperti ini. Pakai tools yang dimiliki krn sesorang dipilih jadi Presiden untuk memimpin to?
Yang ngeyel dan apalagi menantangnya, sekali lagi negara sudah memberi semua fasilitas.
Mbuh lah knp hrs menjadi serumit ini?
Menyuarakan mrk yg tak hrs jd pendukung maupun pembenci sepertinya lebih masuk akal.
Namun konsekuensi logis berdemokrasi adalah berdiri bersama presiden terpilih. Memintanya mundur apalagi dengan memaksa, jelas bukan cara baik bernegara.
Mau jadi Presiden? Tunggu 2024. Itu cara paling elegan dan menunjukkan bahwa anda berbudaya.
Kalau ga mau gimana?
Sekali lagi, negara membekali siapapun yang menjadi pemimpinnya dengan tools yang komplit, gunakan dong!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jejak digital itu sadis. Sikap pengecut yang dimaksudkan sebagai cara naikkan pamor menuai bencana. Maher sesumbar mendatangkan 800 orang demi keroyokan hanya pada seorang perempuan, Nikita.
Bukan 800 orang centeng datang membantu, sejuta orang mencacinya. Dan..,ada hal dia lupakan, jawaban dia terhadap akun @GundulAdul 26 Agustus lebih sebulan yang lalu discreen shot. Dia menghina ulama besar NU.
Kenapa bukan diramaikan pada Agustus lalu, cuitan itu tdk viral karena hanya berupa reply komen, bukan cuitan pokok. Ibarat barang tak terlalu terpakai, Cuitan jawaban itu terserah begitu saja.
THE ANGEL OF VERDUN
.
.
.
.
.
Nyai Nikita Mirzani
.
.
.
.
Kalau suara bapak sudah tak lagi didengar, sebengal apapun anak pasti luruh ketika berhadapan dengan ibu.
Perempuan, pada merekalah kekuatan tak tampak itu tersimpan.
Bukan berarti Presiden sudah tak lagi punya cara, ketegasan sang ayah masih harus disimpan demi banyak hal yang kita tak tahu.
Orde baru, masih menyimpan banyak rahasia tak terprediksi. Bila harta bertumpuknya sedang digugat, itu hanya fenomena gunung es dan anehnya, kebanyakan dari kita sudah berteriak bangga mampu melihatnya.
Melihat Jokowi hanya dari sisi rasa tak suka, akan membuat semua kebijakan Jokowi sebagai Presiden tak ada benarnya. Demikian sebaliknya, tak ada seditpun kebijaksanaan tinggal disana bila melihat Jokowi hanya dari sisi sukanya saja pada sosok ini.
Jokowi tak perlu kita lihat dari bagaimana sosoknya. Tak penting...!
Demokrasi telah mengantarkan seorang Jokowi sebagai Presiden, maka konsistensi kita atas pilihan hidup bernegara harus hadir disana tanpa tawar menawar lagi.
Proses dukung mendukung telah selesai. Ada pejabat sebagai orang tertinggi di negara ini hadir karena pilihan kita. Harusnya kita sudah selesai dengan pro dan kontra sosoknya.
Kritik dan himbauan kepada Presiden harus selalu kita hadirkan.
DAN KINI, MEREKA YANG BERSERAGAM PUN MENGAMBIL POSISI
.
.
.
.
.
Sangat sulit mengelola negeri dengan rakyatnya yang gampang "nggumunan". Mudah mendewakan, mudah mengagungkan seseorang dalam hal apapun. Semua dengan mudah dibawa pada fanatisme.
Demikian pula sikap benci dan marah dengan mudah akan mencuat dalam bentuk amuk sebagai konsekuensi logis atas bawaan sifat seperti itu.
Semua diborong tanpa sisa dan kemudian dibawa ke hati.
B A P E R !
Namun ketika aparat pun baper, ini jelas sinyal berbahaya. Ini keluar dari konteks pilihan bebas sebuah masyarakat.
DONGENG TENTANG POLAH PEMILIK SURGA
.
.
.
.
Di Negeri Separo
.
.
.
Sambutan meriah para pemujanya merusak banyak fasilitas umum. Foto tentang hal itu bertebaran pada banyak laman media sosial.
Tak cukup hanya itu, jalan tol pun dimaknai sebagai jalan milik pribadi. Motor para penjemputnya dengan suka-suka merebut hak pemakai yang lain. Yang bayar sesuai ketentuan hukum.
Terparah, ratusan bahkan ribuan orang tak dapat menjangkau bandara karena akses menuju kesana tertutup oleh kegiatan mereka. Pilot, pramugari hingga penumpang banyak yang terpaksa jalan kaki. Pengusaha rugi miliaran rupiah.
Berharap AS berubah 180 derajat dalam hubungan politiknya dengan China ketika Biden terpilih jelas gegabah. China tetap akan digiring pada banyak keinginan AS meski tak seekstrim jaman Trump.
Pengaruh China pada konflik di LCS masih akan tetap menjadi titik sorot pemerintahan Biden dan Indonesia masih akan tetap diminta jadi salah satu partner demi kepentingan itu.
Jaga jarak Indonesia dengan China masih akan menjadi tema politik AS karena posisi sentral Indonesia di LCS dan terutama di Natuna jelas sangat menguntungkan AS. Indonesia termasuk negara terkuat dalam sengketa di LCS meski tak terlibat.