Kepada nasab mulia, kuberikan penghormatan selayaknya orang mulia dr trah leluhurnya.
Kepada orang yg tinakdir bernasab mulia, jagalah amanat kemuliaan trah leluhur itu dgn ngopeni wong² awam umum.
Nasab itu given; tidak saling memikul lelaku satu sama lain. Ngoten ayate.
Dlm sejarah Islam, ada nasab mulia yg berkahir ironis. Msl, Umar bin Sa'ad bin Abi Waqash. Dialah pemimpin 4.000 pasukan yg menyebabkan Sayyidina Husein bin Ali wafat dlm tragedi Karballa.
Umar ini berakhir dibunuh oleh Al-Mukhtar.
Sebaliknya, ada nasab olo, yakni Ikrimah bin Abu Jahal. Beliau ini dulunya memusuhi Kanjeng Nabi Saw, lalu masuk Islam pasca Fathu Mekkah, menjadi panglima khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq saat menumpas nabi palsu.
Mau bilang apa di hadapan fakta sejarah begini, selain berendah hati bila tinakdir nasab luhur n optimis raja' bila tinakdir nasab awam/umum.
Gusti Allah Swt sungguh amat mudah membolak-balikke hati manusia, mau dlm nasab apa pun.
Jgnlah pongah krn nasab; pun jgn putus asa.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Inilah nasihat Sayyidina Ali bin Abi Thalib kepada gubernur Mesir-nya, Malik bin Harits al-Asytar:
"Perlakukanlah orang lain bagai timbangan. Lakukanlah kepadanya apa yang ingin orang lain lakukan padamu; jgn lakukan kepadanya apa yg kau tak ingin orang lain lakukan padamu."
Brrikut beberapa turunan nasihat sejenis:
"Bukanlah nasihat dilakukan di tempat umum terbuka; nasihat bukanlah mempermalukan; nasihat adalah welas asih."
"Jangan pernah membuka aib orang karena setiap kalian punya aib yang serapatnya kalian simpan. Sekali kamu membuka aib orang, maka aibmu akan dibukaNya. Tiada yang bisa mencegahNya siapa pun engkau."
Ya RasulaLlahi ahla
Bika inna bika nas'ad
Wa bijahi ya Ilahi
Jud wa balligh kulla maqshad
Duhai Kanjeng Nabi Saw hadirlah
Bersamamu sungguh bersamamu kami berbahagia
Dan dengan kemuliaannya, Duhai Tuhanku
Wujudkan dan penuhilah segala tujuan kami
Ya Nabi salam 'alaika
Ya Rasul salam 'alaika
Ya Habib salam 'alaika
ShalawatuLlah 'alaika
Wahdina nahja sabilih
Kai bihi nus'ad wa nursyad
Rabbi ballighna bijahih
Fi jiwarih khaira maq'ad
Bimbinglah kami ke puncak jalannya
Yang denganya kami terbahagiakan dan tercerahkan
Duhai Tuhanku, sampaikanlah kami dgn kemuliaannya
Berdampingan dengannya di tempat terbaik
Mulailah bersikap kritis ya pd unggahan² sosmed dlm bentuk apa pun yg bicara ttg Islam.
Kritislah pd kontennya. Jgn terpukau pd perawakan, kostum, bahkan kendati wasis dlm kutipan ayat² n hadis²nya.
Ya, kontennya. Ini sgt pokok dan besar pengaruhnya bagimu.
Dalil² adalah teks² suci dan sahih, tetapi ia bisa dibawa ke mana-mana sesuai karepe si pembicara. Karenanya, dlm khazanah keilmuan yg ilmiah dan bertanggung jawab, tak dibolehkan semua orang tnpa fondasi ilmu² yg pantas tuk menafsir n menerangkan dalil² krena rawan kepleset.
Al-Mu'minun 71 tlh mengingatkan: "Jika kebenaran tlh diseret hawa nafsu, maka akan rusaklah langit dan bumi beserta seluruh penghuninya."
Kebenaran (haq) dimaksud bs termasuk dalil². Yakni klau dalil² dibawakan oleh orang yg bkn ahli ilmu, apalagi plus hawa nafsu.
Dlm Balaghah, dikenal kaidah bhw penggunaan kata makrifat yg sama mengandung pengertian bhw kata kedua lebih besar/luas dibanding makna kata pertama.
Kata ihsan/kebaikan pertama (yg dilakukan fulan), tentu di dunia di saat hidup, msl sedekah, akan diganjar dgn lipat² kebaikan (lbh besar/luas/unlimited), ya di dunia dan akhirat.
Mari renungkan:
Karena demikian adanya, bukankah masuk akal sekali tuk disimpulkan bhw sejatinya segala amal kebaikan merupakan keniscayaan logis untuk kita lakukan krn manfaatnya benar² balik ke diri sendiri dgn lebih besar/luas?
Kata Nur dlm al-Qur'an selalu disebut dlm kata tunggal (bkn jamak), mengandung makna bahwa Cahaya selalu Tunggal, dari sisiNya, bersumber dariNya.
Mahasuci Allah Swt.
Kata dhulmun, gelap, dlm al-Qur'an banyak sekali disehut secara jamak (walau jg ada single, mufrad). Mengandung makna bhw kezaliman² amatlah luas dan bnyak jalan dan bentuknya, walau juga bs ditunggalkan dlm rupa kesyirikan, msl. Dan hanya Satu CahayaNya yg bs menerangi semuanya.
Frasa Nurun 'ala Nurin (Cahaya di atas Cahaya) mengandung makna bhw petunjuk, taufik, dan hidayah dr Allah Swt berlapis-lapis, tiada ujung dan hentinya dikaruniakan. Maka bs bertambah dalam, dalam, dan dalam iman di hati hingga makrifati sbg buah dr anugrah² Cahaya itu.