Teguh Faluvie Profile picture
Nov 26, 2020 502 tweets >60 min read Read on X
NO. 096
- Sebuah Tragedi Masa Lalu -

[ Based On True Story ]

HORROR(T)HREAD

"Pada kenyataannya, kisah ini selalu menghantui keluargaku"

---------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #bacahorror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hallo! kembali lagi saya akan membawakan sebuah cerita horror(t)hread yang berjudul 096. Sebelumnya, mohon maaf untuk cerita “Bersembunyi Dalam Terang Bagian II” belum bisa saya lanjutkan. Semoga saja setelah cerita ini selsai, bisa dilanjutkan kembali.
Terimakasih, kepada aa-aa dan kakak-kakak yang selalu antusias dan membaca cerita-cerita yang sudah saya tulis dan selalu memberika support kepada saya, salam hormat. Untuk yang ingin membaca cerita lainya, bisa klik tab like di profil, semua kumpulan cerita ada disitu.
Untuk cerita kali ini, Narsum (narasumber) banyak kesepakatan dengan saya. Salah satunya, seperti biasa, yang mengetahui lokasi, nama tempat dan yang lainya, yang terdapat dalam cerita mohon untuk tidak membeberkanya, Tujuanya untuk kenyamanan Narsum dan keluarganya.
“Dibalik sebuah tragedi selalu menyimpan pertanyaan dan kebenaran, akan tetapi pada kenyataanya kisah ini selalu menghantui keluargaku, apalagi setelah 16 tahun lamanya aku dan kakaku mengetahuinya”

Langsung saja kita masuk kedalam ceritanya. Selamat menikmati!

---------
096 [sebuah tragedi masa lalu]

- Sudut pandang Bastian -

Sore ini, di tahun akhir masa sekolah dimana aku sedang duduk santai dibelakang rumah, sehabis pulang membantu Bapak berjualan sembako yang menjadi aktivitas baruku. sembari menunggu hasil pendaptaranku ke salah satu-
-universitas di kota kembang. Sebagaimana harapan Ibu yang harus melanjutkan jenjang pendidikanku, karna aku ingat betul “selagi ibu dan bapak masih bisa mengusahakan tugas adek dan kak salsa harus mengenyam pendidikan yang cukup, bahkan lebih.”
Walau keluargaku terbilang cukup, bahkan lebih, tapi kesederhaan adalah hal yg diajarkan dalam keluarga, kepadaku. Ibu adalah salah satu pengajar senior disalah satu Sekolah Dasar (SD) di kota ini dan Bapak berjualan sembako, lama sekali bahkan semenjak aku kecil sudah berjualan
“bas, bagaimana hasil pendaptaranmu itu sudah ada kabar dari guru BK?” ucap Ibu, sambil duduk disampingku dan membuyarkan lamunanku tentang bagaiaman nantinya akan berpindah jika benar-benar keterima dimana sama satu universitas dengan kakaku.

“eh Ibu, besok Bastian ke sekolah-
-sepertinya besok bakalan ada kabar hasil pendaptaran, semoga aja sesuai dengan jurusan yang aku mau bu” jawabku

“mudah-mudahan yah keterima, semalam Ibu dan Bapak sudah bicara panjang dan setuju, jika nantinya kamu keterima, karna otomatis akan menjadi biaya double-
-dengan kak Salsa, dari mulai kebutuhan kalian beruda, dari yang terkecil sampai biaya kuliah, biar lebih sedikit mengurangi gimana kalau nanti Bastian dan kak Salsa tinggal di rumah bekas nenek saja.” Ucap Ibu menjelaskan dengan perlahan.

“loh, rumah nenek bukanya mau di jual-
-yah bu? Emang belum ada yang mau beli?” tanyaku, karna sebelumnya sudah lama sekali, Ibu pernah bercerita tentang rencana penjualan rumah itu.

“tau sendiri Bas, Haman dan Yayan dua kakak Ibu juga pengenya gitu, tapi beberapa kali ada orang yang tertarik tapi gagal terus-
-membelinya, ini itulah alasanya” jawab Ibu

“yasudah aku setuju aja Bu, kak Salsa bagaimana apa dia juga mau?” tanyaku

“barusan siang di sekolah ibu tlp dan dia setuju saja, apalagikan lumayan uang kos untuk kalian berdua bisa jadi uang jajan,-
-terus Bastian bisa jagain kak Salsa jugakan.” Jawab Ibu, sambil mengelus kepalaku dan tersenyum

Aku hanya menganguk saja, karna memang aku juga tau berapa penghasilan Ibu dan juga Bapak apalagi sudah beberapa minggu ini aku yang mengitung pemasukan toko sembako
dan pengeluaran, memang hal yang ibu sampaikan barusan adalah hal yang paling masuk akal, untuk mengurangi beban keluarga.

“malam ini Ibu mau menghubungi dulu mang Yaya biar menyiapkan rumah dan segala keperluan didalam rumah yah” ucap Ibu, yang berarti sudah setuju,
dengan apa yang Ibu tawarkan kepadaku.

Setelah obrolan singkat sore ini, aku langsung teringat tentang bagaimana rumah nenek tersebut, walau sudah lama sekali, semenjak nenek meninggal ketika aku berusia 3 tahun, tepatnya tahun 1997 aku tidak pernah kesana lagi,
hanya cerita-cerita singkat dari Ibu saja yang sedikit demi sedikit membuat ingatanku tentang rumah itu. Karna sejak kecil, sampai Nenek meninggal aku diurus dan tinggal di rumah itu.
Akan tetapi, itu sudah sangat lama dan untuk mengingat ke usia 3 tahun adalah hal yang sangat sulit sekali.

Sampai malam hari tiba, aku tidak ada obrolan dengan Ibu maupun Bapak, hanya saja ketika aku mau keluar dari kamar
untuk membuat kopi menuju dapur aku mendengar obrolan bapak dan Ibu diruang tamu.

“apa tidak apa-apa bu, kalau mereka berdua tinggal disana?” tanya Bapak, seperti ada kecemasan yang aku lihat dari raut wajahnya
“sudahlah pak akan baik-baik saja, hanya itu pilihanya, apalagi kondisi keuangan kita sedang seperti inikan pak.” Jawab Ibu, sangat benar-benar meyakinkan Bapak

Karna ketidaksengajaan aku mendengar hal itu, aku seolah-olah tidak mendengar apa yang mereka bicarakan
dan berjalan santai saja seperti biasanya menuju dapur, dan langsung membuat kopi. Selsai, aku berjalan kembali sambil menghampir Ibu dan Bapak.

“kenapa memang pak, kalau Bastian dan kak Salsa tinggal di rumah nenek itu?” tanyaku dengan nada sangat datar sekali.
“tidak apa-apa Bas, bapak hanya khawatir saja kalian berdua yang harus mengurus semuanya apalagikan rumah harus di rawat yah pak” ucap Ibu dengan seperti memaksakan jawaban, walau memang aku merasa juga cukup masuk akal jawaban dari ibu.

“iyah benar Bas, oiyah mang Yaya-
-mulai besok mempersiapkan rumah, biar nanti kepidahan kamu tidak dadakan yah” ucap Bapak dengan tenang sekali

Setelah itu, aku kembali ke kamar dan menghabiskan banyak waktu dengan hanya bermain game saja, sampai ngantuk benar-benar datang menghampiriku,
entah kenapa mungkin karna lelah, baru saja jam 22:00 sudah beberapa hari ini, menjadi jam tidur baruku.

***
Pagi ini sesuai rencanaku, setelah seperti biasa bapak memang sangat pagi sekali pasti sudah berangkat ke toko, dan Ibu berangkat duluan sebelum aku berangkat. Jadi tidak pernah ada pagi yang sempurna menghabiskan sarapan bersama,
adalah sisi lain keluargaku yang menurutku unik, sudah sibuk semenjak pagi.

Setelah sedikit matahari mulai meninggi pagi ini dan setelah menghubungi guru BK memberitau bahwa aku akan datang ke sekolah, aku segera berangkat menuju sekolah mengunakan sepeda motor tuaku,
benar saja ketika sampai di sekolah banyak teman-teman satu angkatanku yang sama menunggu hasil pendaptraran.

“alhamdulilah, ibu pasti senang mendengar kabar ini” ucapku dalam hati, setelah melihat surat yang sudah ibu Bk print dan aku baca dengan teliti,
walau masih tahap pendaptaran, yang berarti bisa mengikuti tes di Universitas yang sama dengan kak Salsa bahkan sesuai dengan jurusan yang aku inginkan.

Langsung saja aku menuju toko sebelum hari ini benar-benar matahari sangat tinggi,
sampai di toko dan langsung memberi tau bapak tentang kabar baik ini.

“nahkan! Walau bapaknya tidak sekolah tinggi anak bapak dua-duanya bisa.” Ucap Bapak, sambil memeluk aku dengan begitu bangganya

“minggu-minggu ini sepertinya Bastian harus segera pindahan pak,-
-biar adaptasi dulu dengan rumah dan segala lingkungan, andai kata tidak keterima ketika sudah ikut seleksi di kampus itu, kalau sudah disana palingan dengan kak Salsa nanti dibantu pak” ucapku, sambil duduk di meja kasir, yang akan mengantikan bapak hari ini untk beristirahat
Bapak tidak langsung menjawab apa yang aku bicarakan ada sedikit lamunan dengan apa yang barusan aku bicaran “apa ada yang salah” ucapku dalam hati.

“pak gimana malah melamun lagi” ucapku, sambil menepuk lengan Bapak
“oh iyah Bas, bisa memang benar begitu lebih baik, sesuai barusan pagi bapak tlp kak Salsa juga menyarankan hal sama dengan kamu” jawab Bapak

Walau ada sedikit kenjangalan dengan kejadian obrolan semalam tentang kecemasan Bapak, tapi kecemasan ini seperti ada hal lain,
yang sedikit mengoyahkan diriku juga, walau aku tidak benar-benar mengerti dengan perasaan yang aku rasakan saat ini.

“nanti sore, bapak tlp mang Yaya 4 hari lagi hari sabtu, minggu ini, sambil mengkondisikan kak Salsa biar barengan pindah ke rumah nenek yah” ucap bapak
Selanjutnya aku menghubungi Ibu di jam istirahat mengajarnya, dan sontak membuat ibu sangat bahagia dengan kabar yang aku berikan, dan ibu sangat senang, beberapa kali mengucapkan selamat, walau masih keterima pendaptaran saja.
“apa bahagia bisa sesederhana hal seperti ini” ucapku dalam hati, setelah mengakhiri obrolan dengan Ibu.

Mengahbiskan waktu dengan membantu bapak sedikit meringankan dan memberikan waktu istirahat yang lebih untuk bapak, dan tidak jarang aku berbalas pesan dengan kak Salsa
“ciehh lulusan tahun 2012 yg mau jadi anak kampus nih” pesan dari kak Salsa

“haha kak nanti ajak aku keliling yah biar tau” balasku dengan cepat

“tesnya berhasilin dulu masuk bloon, udah pengen main aja adik satu ini, eh serius kita tinggal di rumah nenek?” balas kak Salsa
“iyahlah ibu dan bapak emang belum kasih tau kak?” balasku

“yaudah sih, kalau memang kamu keterima memang bakalan beda gedung kampus dengan kakak, kakak yang lebih deket Bas dengan kampus, apalagi jurusan kamukan beda gedungnya tidak apa-apa emang,-
-dari rumah nenek sih, nanti suruh paketin aja motor tuamu itu mayan irit uang hahaha” balas kak Salsa

“aku kirain kenapa, yaudah hal itu gampang kak, kirain kakak gak mau tinggal di rumah Nenek” balasku dengan cepat

“yaelah, enak kali, udah pengen lama-
-tapi dua tahun kebelakang kan ngeri juga tinggal dirumah segede itu sendirian Bas” balas kak Salsa

Setelah mengakhiri obrolan melalui pesan dengan kak Salsa, aku sudah membanyangkan kesuruan yang akan terjadi, apalagi aku dan kak Salsa sudah tidak seperti adik dan kakak,
sudah seperti teman dekat, semuanya aku ceritakan, bahkan lebih dekat sekali.

***

4 hari berlalu dengan sibuk, aku, Ibu dan Bapak mempersiapkan semuanya, begitu juga dengan mang Yaya yang sudah aku tau dari cerita ibu emang orang kepercayaan Nenek dulu,
walau usianya sedikit lebih tua dari Ibu dan Bapak tapi dari cerita Ibu, mang Yaya orang yang masih keliatan muda, karna memang orangnya dengan pribadi yang sangat ramah dan juga senang becanda.

Setelah semuanya siap, semua barang-barangku terpisah dengan mobil satunya lagi
yang dikendarai oleh temanya Bapak, yang nantinya sesuai rencana akan menjemput pindahan juga dari kosanya kak Salsa. Sementara aku, Ibu dan Bapak satu mobil yang Bapak kendarai.

Perjalan menuju kota dimana aku akan belajar segalanya, lumayan memakan waktu yang sangat lama
walau perjalan mengunakan jalur tol, yang biasanya normal sekitar 3 jam karna akhir pekan mungkin akan sedikit ngaret, karna padatnya jalur ini.

Bahkan dengan mobil satunya lagi sudah terpisah, hanya berkomunikasi via tlp saja.
Disepajang perjalan Ibu dan Bapak tidak sama sekali bercerita tentang rumah, hanya bercerita tentang mang Yaya, yang selama ini memang Ibu dan dua kakak laki-lakinya yang membayar patungan untuk mang Yaya untuk selalu mengurus rumah tersebut,
apalagi memang mang Yaya dari dulu asli daerah itu.

Aku hanya bisa tertawa saja dengan cerita kekonyolan mang Yaya dan semakin tidak sabar untuk sampai di rumah tersebut, apalagi mendengar kabar kalau mobil satunya lagi sudah keluar tol dan masuk kedalam kota.
Yang beda beberapa menit saja dengan mobil Bapak.

Tidak begitu lama, sudah keluar tol dan masuk ke dalam kota, menikmati macet adalah hal utama yang aku rasakan tidak jauh berbeda sekali dengan dimana lokasi rumahku berada, jadi ini bukan hal baru,
hanya meneruskan saja soal kemacetan.

Setelah hampir satu jam lebih, akhirnya mobil sudah berhenti didepan rumah. Padangan pertamu mengatakan “Rumah tua jama dulu banget” ucapku dalam hati, dan tidak lama mang Yaya keluar,
benar saja ketika turun dan bersalam jelas keliatan orangnya pribadi sangat hangat.

Setelah itu, bapak memasukan mobil yang gerbangnya dibukakan oleh mang Yaya.

“lama yah teteh engga kesini... usia rumah ini dua kali lipat dari usia kita hehe” ucap mang Yaya
“lama sekali, biasa mang masing-masing tau sendiri dua kakak teteh aja kan sibuk dan beda kota juga jadinya begini” jawab Ibu sambil berjalan duduk di teras depan

Aku yang melihat sekeliling hanya kagum saja dengan bagunan seperti ini,
masih terawat bahkan catnya keliatan baru, mungkin mang Yaya menyiapkan untuku dan kak Salsa sampai segininya.

Kekagumanku tidak berakhir hanya melihat bagunanya saja dan luasnya, apalagi melihat tanaman-tamanan yang terawat segar yang berada sekarang tepat dipandanganku,
ketika aku sedang duduk menambah keyakinanku bahwa memang rumah ini benar-benar terawat, walau seperti mang Yaya bilang usianya sudah dua kali lipat dari usia Ibu dan mang Yaya
“mang halaman belakang juga sama terawatnya seperti ini?” tanyaku sambil kembali berdiri melihat sekitar rumah

“sama Bas, yah gak ada kerjaan lagi amang tiap hari mengurus rumah ini” jawab mang Yaya sambil tersenyum
Aku mendengarkan obrolan seru antara Bapak dan mang Yaya, sementara Ibu terlihat olehku bahkan pertama kalinya melamun sambil menghadap ke atap bagunan di samping rumah Nenek, bahkan beberapa kali aku tanya tidak sama sekali menjawab.

“bu tumben ngelamun kenapa?” tanyaku
ketiga kalinya, sambil menepuk lengan Ibu

“oh engga Bas, Ibu sedang bernostalgia saja jadi ingat masa-masa ibu disni dengan kakek dan nenek” jawab ibu dengan terbata-bata, seperti memberikan jawaban yang terpaksa walau masih masuk akal
“ada apa emang dengan rumah sebelah bu?” tanyaku, karna sebelumnya melihat pandangan Ibu kepada rumah itu benar-benar membuat aku bertanya seperti itu, bahkan obrolan Bapak dan mang Yaya sampai berhenti atas apa yang aku tanyakan kepada Ibu.
Hal itu membuat aku juga kaget “apa ada yang salah dengan yang aku tanyakan” ucapku dalam hati

Hampir beberapa detik saja tiba-tiba suasana hening, aku yang merasa makin aneh, padahal yang aku tanyakan adalah hal yang paling biasa.
“rumah sebelah sama Bas, ada atapnya sama dengan rumah ini” jawab mang Yaya sambil tertawa

Jawaban itu juga di iyahkan oleh Bapak dan Ibu, sambil mereka berdua senyum-senyum, walau bagiku kalimat yang mang Yaya ucapkan tidak sama sekali lucu,
aku ikut tersenyum saja menutupi rasa ketidakpuasanku atas apa yang aku tanyakan kepada Ibu.

Tidak lama mobil yang membawa barang-barangku dan barang-barang kak Salsa tiba terlihat dari sorot lampu yang terlihat berbelok ke arah gerbang rumah.
“lama juga yah untung berankat tadi siang, jadi sore begini sudah bisa bongkar” ucap Bapak sambil berdiri dan memarkiri mobil yang baru datang itu.

Bapak dan mang Yaya sibuk menurunkan langsung satu persatu barang-barang,
sementara aku baru melihat kak Salsa lagi setelah hampir tiga bulan tidak pernah pulang ke rumah dan langsung saja ketemu kembali di rumah nenek ini. Ibu dan kak Salsa langsung mengobrol soal kuliah dan banyak hal.
Sementara mang Yaya dan Bapak mulai memasukan semua barang dibantu dengan temanya Bapak.

Aku hanya duduk di ruang tamu rumah, melihat beberapa foto yang masih terpakang rapih, sangat rapih bahkan jauh lebih rapih dengan yang ada di rumahku,
terlihat foto-foto lama jaman dulu sekali. Barang-barang aku dan kak Salsa menumpuk di ruangan kedua rumah ini.

Ada enam kamar di rumah ini, dua kamar aku dan kak Salsa saling berhadapan dan tiga kamar lainya kosong, satu kamar sekarang di jadikan mushola oleh mang Yaya,
sangat-sangat nyaman sekali, “seperti kembali ke 30 tahun kebelakang dengan ruangan-ruangan seperti ini” ucapku dalam hati.

Ibu membantu kak Salsa menata kembali kamarnya, sementara aku dan Bapak merapikan kamarku, mang Yaya dan temanya Ayah memasangkan Tv yang sengaja aku bawa
dari kamarku yang di rumah, semua berkerja sama agar cepat beres, karna rencananya Bapak dan Ibu tidak akan menginap, apalagi Bapak esok harinya harus kembali berjualan.

Karna kamarku tidak terlalu banyak barang seperti kak Salsa, jendela kamarku berdapan ke arah tembok
yang menjadi pemisah dengan rumah sebelah yang sebelumnya aku tanyakan kepada ibu itu, sementara kamar kak Salsa berhadapan denganku langsung.

Sudah hampir 3 jam membereskan semuanya, dan tidak terasa adzan magrib berkumandang tepat sekali semua aktivitas beres-beres selsai.
Aku dan kak Salsa tidak ada abisnya becanda-becanda begitu juga dengan mang Yaya, yang membuat tidak jarang mengundang tawa Ibu, Bapak dan temanya.

“Bas, kakak, Ibu malam ini juga pulang lagi, kalian yang nyaman disini yah, urusan semuanya tanyain aja sama mang Yaya yah”
ucap Ibu yang kemudian melaksanakan Ibadah sebelum pulang

“aman, nanti amang yang kasih tau aturan di rumah ini, kaya sekolah biasa ada aturanya” jawab mang Yaya dengan becanda

“yehh… sekolah kuliah mang” jawab kak Salsa sambil tertawa
Karna memang raut wajah dan tutur kata mang Yaya terbilang humoris sekali, selalu bisa membuat suasana kembali ceria begitu saja, yang membuat aku sedikit tidak khawatir dengan selanjutnya akan tinggal di rumah ini.
“iyah mang maklumin kalau anak-anak seperti ini yah” sahut Bapak dengan nada serius

“tenang pak, amang sudah biasa lagiankan amang tidak punya anak, pasti akan amang anggap seperti anak sendiri” jawab mang Yaya meyakinkan Bapak

Tidak lama setelah Bapak, Ibu dan temanya
selsai siap-siap setelah melaksanakan Ibadah mereka pamit pulang dengan pesan-pesan dari Ibu untuku dan kak Salsa yang sangat banyak, satu persatu aku dengarkan baik-baik. Karna selebihnya, aku tau itu hanya sebatas rasa khawatir saja yang ibu ucapkan.

***
Setelah ibu pergi, mang Yaya langsung mengajaku ke halaman belakang sambil basa-basi dan menjelaskan sedikit soal rumah ini, lebih kepada perkerjaan mang Yaya.

Memang hanya bagian dapur dan halaman belakang yang belum aku ketahui soal rumah ini,
yang belum sempat Ibu dan juga Bapak jelaskan. Perlahan berjalan sambil tidak hentinya mang Yaya bercerita, melihat keadaan dapur yang luas, sama halnya dengan kesan pertama depan rumah,
bagian tengah rumah dan bagian ruangan lainya, kesan tua masih saja menempel hal yang sama pada ruangan dapur juga.

“wih keren yah mang masih ala-ala jaman dulu banget” ucap kak Salsa, saking kagumnya melihat isi ruangan dapur, matanya jelas berkeliling melihat isi dapur,
hanya perlengkapanya saja yang terlihat jaman sekarang mungkin mang Yaya juga yang menyiapkanya

“benar kak, gak ada sama sekali dari bagunan rumah ini yang diubah, nilai sejarah mungkin yang teteh ingin pertahankan atau…” jawab mang Yaya,
tiba-tiba berhenti seperti mehanan sesuatu yang hampir saja terlontarakan dari mulutnya begitu saja

“atau apa mang?” tanyaku langsung, sontak kak Salsa melihatku dengan menaikan dua alisnya bersamaan, mungkin kaget dengan nada pertanyaanku yang tiba-tiba memotong
“yeh amang belum selsai, bastian udah motong aja kek potongan kue langsung potong” jawab mang Yaya dengan nada becanda. Tapi aku yakin seperti ada kalimat yang disembunyikan yang barusan hampir saja mang Yaya keceplosan
“ayo liat halaman belakang, ada hal yang ingin mamang sampaikan” sahut mang Yaya yang langsung membukakan pintu. Dan memang ada kursi untuk duduk santai mengahdap ke arah tanaman-tanaman yang begitu indah dan enak untuk dipandang,
apa lagi malam sedang indah-indahnya dengan gelapnya, menambah kesan sempurna pada warna-warna tumbuhan.

“aturanya sederhana yah Bas, kakak, jangan sesekali kalian masuk ke rumah sebelah, disana ada pintu yang terkunci,
menghubungkan dengan rumah sebelah. Jangan tanya kenapa atau jadi penasaran apapun, pokonya jangan pernah berusaha menayakan hal ini lagi” ucap mang Yaya dengan sangat serius
dan menunjuk ke arah Pintu besi berwarna hijau tua itu, yang tidak lama di susul dengan mengeluarkan rokok dan membakarnya satu batang.

“baik mang” ucap kak Salsa dengan tidak ada pertanyaan sama sekali

“ini ada 3 kunci lengkap, semuanya lengkap kunci semua ruangan-
-pintu yang ada di rumah ini, Bastian pengang satu dan kakak juga pegang satu, amang pagi, siang dan sore juga malam akan sering berkunjung ke rumah ini, seperti biasanya.” Ucap mang Yaya seperti menahan sebuah kesedihan terlihat jelas dari raut wajahnya dan kedua matanya,
juga isapan tidak tenang dari cara mang Yaya menikmati rokok yang sedang di jepit oleh dua jarinya itu.

“iyah mang, Bastian mengerti” jawabku, sambil menatap ke arah gerbang yang sudah sangat tua itu, dan memang tembok yang menghalangi rumah ini
dan rumah sebelah cukup menjulang tinggi sampai sejajar dengan genteng rumah.

Tidak lama mang Yaya izin pamit pulang ke rumahnya, dan segera menyuruhku dan kak Salsa untuk beristirahat. Segera aku dan kak Salsa menyalakan televisi di ruangan tengah.
“akhirnya Bastian jadi kuliah haha” ucap kak Salsa untuk mencairkan suasana

“iyah nih kak, eh ada yang aneh gak sih dari rumah sebelah kak?” tanyaku dengan masih menahan rasa penasaran

“kan aturanya tadi mang Yaya sudah bilang Bas… santai aja semua akan baik-baik nurut-
-saja sama kakak, besok kita keliling kampus kamu dan supaya tau dulu aja, kebetulan jadwal kakak kosong juga bas, oke” jawab kak Salsa dengan santainya

Iyah juga aku sedikit setuju apa yang dikatakan kak Salsa, dan mungkin hanya khawatiranku saja,
sambil melamun sedikit demi sedikit membuka memori lama di rumah ini, sama sekali aku tidak mengingat satu halpun, karna memang jarak waktu yang begitu lama.

“Bas, nyaman sekali yah rumah ini…” ucap kak Salsa tiba-tiba
“iyah kak aku juga merasakan hal sama” jawabku dengan nada datar karna mulai mengantuk

“eh di ajakin ngobrol malah nguap-nguap, kunci dulu pintu depan kakak kunci pintu belakang, cepet biar santai” ucap kak Salsa yang langsung segera beridiri
Segera aku berjalan ke depan dan langsung mengunci pintu, ketika aku perlahan menutup gorden jendela, dan melihat ke arah tembok yang membatasi rumah, tiba-tiba bulu pundaku merinding begitu saja.
“lah… kok tiba-tiba begini” ucapku, segera saja aku tutup dengan cepat dan berjalan ke kamar membaringkan badan

“kakak ada film bagus-bagus tuh di laptop udah disambungin ke TV kalau susah tidur nonton aja kalau ada apa-apa bangunin aja yah” ucap kak Salsa,
yang sama segera masuk ke kamar tidurnya.

Tidak aku jawab perkataan kak Salsa, karna masih heran dengan perasaan yang barusan datang dengan tiba-tiba begitu saja. “ada apa yah…” ucapku dalam hati sambil memaksakan mata untuk terpejam.
Dalam bayangan mata terpejam hanya hal-hal baru saja yang akan segera aku hadapi aku bayangkan untuk melawan rasa aneh yang baru saja datang itu.

***
Terdengar olehku suara jendela yang terbuka, pelahan aku bukaan mata dan sinar matahari dari sisi rumah yang belawan, membangunkanku dari tidur yang sangat lelap malam pertama di rumah ini.

“siap-siap ayo, kakak udah janjian sama temen kakak nanti kita jalan bertiga”
ucap kak Salsa sambil membangunkanku

Segera aku dengan semangat baru, berada di kota yang sangat sejuk ini untuk memulai banyak hal baru yang tidak akan lama lagi akan menjadi sebuah pengalaman baru yang akan aku jalani.
Tidak lama melihat jam ternyata sudah lumayan siang, jam 09:00 pagi ini di hari minggu aku berjalan meninggalkan rumah, dan kak Salsa cerita subuh tadi mang Yaya bersih-bersih dan membuat kak Salsa terbangun, mendengar cerita kak Salsa sedikit membuat aku lega.
Segera menaiki angkutan umum dan betemu dengan temanya kak Salsa disalah satu tempat makan, dan benar saja temanya kak Salsa sudah duluan sampai dengan tampilan sama cantiknya dengan kak Salsa.
“ini nih jagoanku itu Nah… kenalin…” ucap kak Salsa sambil menyapa Nenah

“hai… Nenah, Salsa banyak cerita soal kamu, ternyata jauh lebih keren dari cerita bawel Salsa yah” jawab Nenah, sambil menjulurkan tangan

“Bastian… ah kak Salsa cerita apa pasti hal-hal aneh”
jawabku sambil berusaha memberikan kesan pertama yang membuat temanya kak Salsa itu merasa nyaman

Setelah mememasan makanan aku, kak Salsa dan Nenah bercerita banyak, tidak jarang aku jadi bahan becandaan kak Salsa dan Nenah
karna aku sudah mulai terbiasa becanda dengan kak Salsa jadi hal-hal seperti ini sudah sangat terbiasa.

“eh Sa, di Jalan itu nomor berapa rumahnya, aku tau kok beberapa kali pernah lewat situ walau yah lumayan jauh lagi kalau menuju rumahku” tanya Nenah
Nenah memang asli kota sini, lahir dan sampai seumuran dengan kakaku disini juga, jadi bagi Nenah nama jalan dan berbagi tempat pastinya tau betul, apalagi Nenah teman dekatnya kak Salsa pasti sudah cerita banyak.
“no berapa sih, lupa sih aku Nah, kalau gak salah No. 097, kamu tau emang?” tanya kak Salsa

“owh, nantilah aku sesekali nginap kalau akhir pekan yah” jawab Nenah

“emang kak Nenah tau jalan itu” tanyaku, hanya untuk ikut mengobrol saja dengan Nenah
“tau Bas, pas Salsa cerita soal kepindahan denganmu ke rumah bekas nenek, aku sedikit khawatir sih, dulu banget sih melegenda ada satu kejadian di rumah yang berada jalan itu, tapi namanya juga ceritakan yah aku anggapnya hanya sebatas cerita soalnya dulu banget” ucap kak Nenah
dengan serius

“cerita melegenda gimana Nah, kamu belum pernah cerita sama aku?” sahut kak Salsa yang terlihat penasaran

“ehh, kalau ceritanya salah nanti aku dibilang ngada-ngada lagi, emang itukan dulu sepanjang jalan itu kamu liat aja deh sekarang kumpulan rumah-rumah-
-orang berada pada zamanya, ceritanya simpang siur Sa, ada yang bilang pembunuhan berencana karna di maling, ada yang bilang bunuh diri dan banyak, karna pada tahunya sempet rame banget tau” jawab kak Nenah menjelaskan
Aku yang mendengar penjelesan kak Nenah, langsung diam “semoga bukan dekat rumah nenek” ucapku dalam hati yang mulai khawatir.

“tapi yah semoga bukan rumah nenek aku, orang nenek aku meninggal karna sakit” jawab kak Salsa dengan sedikit becanda
“yah bukan juga gila lu mah Sa, iyah semoga bukan itu, aku lupa sih nanti deh kalau ingat aku tanyakan dulu ke orang tuaku, semoga aja Mamah masih ingat” jawab kak Nenah
*** Sampai sini dulu pembukaan dari cerita kali ini, tidak akan lama lagi dilanjutkan...

Bagaimana selanjutnya perjalanan Bastian dan kak Salsa, apakah semakin jelas? Kita tunggu di cerita selanjutnya, sampai berjumpa lagi dalam cerita.
** Mari kita lanjutkan!

Karna penasaran masih saja aku rasakan, walau kak Salsa dan kak Nenah dengan antusias saling memberikan informasi tentang bagaimana segala hal yang berkaitan dengan kota ini, dan tentang kampus yang nantinya jika aku keterima tidak akan terlalu kaget
dengan dunia baru yang tidak akan lagi aku jalani. Masih saja aku bertanya tentang cerita, yang pernah terjadi di jalan yang tepatnya berada rumah yang sekarang aku tempati.

“eh kak, bener kejadian yang kakak cerita sebelumnya itu-
-di jalan dekat rumah yang sekarang aku tempati?” tanyaku tiba-tiba, sontak membuat kak Salsa juga mentap langsung ke arahku

“ceritanya sih aku tau dari kakak aku Bas, terus mamah juga pernah bahas tapi beneran aku lupa, lagian udah lama banget sih Bas,-
-tapi tenang aja kayanya gak deket-deket banget sama rumah kalian deh, apalagi nomor rumah juga 097” jawab kak Nenah dengan tenang

“lagian Bas, nanti kita tanyakan saja sama mang Yaya yah pasti dia tau biar kamunya engga terlalu penasaran begitu” sahut kak Salsa memberikan saran
“mang Yaya siapa lagi Sa?” tanya kak Nenah, begitu saja

“ituloh Nah, yang mengurus rumah Nenek aku dulu sampe sekarang” jawab kak Salsa

“ya gila... pasti taulah itumah, bener tanyain aja lagian masalah itu bilang aja emang pengen tau dan gak ada maksud apa-apa” ucap Nenah
Benar juga setelah mendengarkan saran dari kak Salsa sedikit lega, memang benar mang Yaya bakalan bercerita banyak ketika aku tanya tentang kejadian itu. Setelah makan selsai, selanjutnya aku, kak Salsa dan kak Nenah melanjutkan berjalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan
dan berkeliling sampai menjelang sore tiba, dan sedikit demi sedikit tentang segala hal kota ini aku pahami dan cukup lumayan membuat aku perlahan merasa nyaman.

Sampai akhirnya aku, kak Salsa dan kak Nenah berpisah karna berbeda jurusan, sementara kak Salsa menyarankanku
untuk tidak dulu bertanya hal-hal seperti itu kepada mang Yaya, takutnya kenpa-kenapa dan membuat aku dan kak Salsa jadi tidak betah tinggal di rumah. Karna sebuah sugesti yang dibangun oleh sebuah rasa penasaran dan ketakutan semata saja.
“rumah di sebelah yang ada gerbangnya yang mang Yaya larang untuk membukanya kakak tau rumah siapa itu?” tanyaku, ketika sedang berada didalam angkutan umum perjalanan menuju rumah

Kak Salsa hanya mengelang kepala berkali-kali
“sudah yah ingat pada tujuan saja, dan jangan aneh-aneh, apapun yang seharusnya kita tau, suatu saat nanti akan tau juga kok Bas. Jangan memaksakan apa yang ada dalam penasaran diri kamu saja dong, kasian Ibu dan Bapak sudah percaya sama kita jangan karna hal-hal aneh-
-nantinya menyebakan hal-hal aneh juga ah yah, pasti baik-baik saja semuanya” ucap kak Salsa, sambil mengelus kepalaku

Mendengarkan penjelasan kak Salsa memang ada benarnya, aku sedang berada dalam rasa penasaran yang tinggi saja,
akibat rasa khawatir dalam diriku yang berlebihan. Padahal aku bukan tanpa alasan, Ibu dan Ayah sendiri semenjak sebelum kepergianku ke kota ini beberapa kali memberikan jawaban seolah jawaban itu hanya akan membuat aku tenang saja.

Sampai di rumah tepat sekali setelah adzan
magrib berkumandang, aku langsung saja bersantai di belakang rumah sambil membuka laptop kak Salsa mengecek situs dan mencari informasi lebih tentang jadwal pasti kapan aku akan melaksanakan tes masuk universitas.

Tidak tau kenapa, tatapanku fokus pada layar laptop yang menyala
akan tetapi seperti ada daya tarik sendiri untuk menatap ke arah rumah samping yang tedapat gerbang itu, untuk memastikan rasa aneh yang sedang aku rasakan. Aku melirik ke arah lain sebelah yang sama menjulang tembok tinggi ke arah rumah sebelah, “biasa saja” ucapku.
Kemudian aku melirik ke arah rumah yang terdapat gerbang, dan tiba-tiba bulu pundaku berdiri begitu saja, kejadianya sama seperti malam kemarin ketika aku baru selsai mengunci pintu dan menutup gorden. “kok bisa seperti ini” ucapku sambil mengusap pundak tengahku berkali-kali.
Aku lanjutkan saja dengan mengabaikan rasa aneh ini, sesekali seperti ada memperhatikan tetap aku abaikan, diantara gerbang besi itu memang ada celah yang sedikit antara besi penyanga dan besi yang sebagai pintu, aku rasakan dari situ perhatian yang aku rasakan,
seperti ada mata yang melihatku dengan sangat tajam.

Tidak terasa, terus aku biarkan saja, sampai kak Salsa datang menghampiriku

“emang paling nyaman disini yah Bas tempat untuk santai, nanti kedepanya bakalan jadi tempat teman-teman-
-aku kumpul deh kayanya, gimana Bas?” tanya kak Salsa

“yaudah sih kak bagus malah jadi biar engga terlalu sepi jadi rame gitu, eh kak akhir pekan ini aku kebagian jadwal tes nya, kakak ambil semester pendeknya jadi?” tanyaku
“jadi dong, biasa bas nanti juga kamu ngerasain deh haha, baiklah ayo istirahat ah didalam biar sekalian ngucinya” ucap kak Salsa

Segera aku masuk ke dalam dengan kak Salsa mengunci pintu, baru saja suara kunci pintu
terdengar “ceklek… ceklek” tiba-tiba suara keras, seperti orang yang jatuh terdengar sangat jelas “gebruk…”

Aku dan kak Salsa saling melihat beberapa detik, entah kenapa tiba-tiba aku repleks dan kembali membuka pintu melihat sekitar
“apa bas yang jatuh, suaranya kenceng gitu” tanya kak Salsa masih heran

“engga ada apa-apa kak…” jawabku sambil melihat sekitar, apalagi dibelakang tidak ada pohon besar sama sekali

“dari rumah sebelah kali yah” ucap kak Salsa

“sebelah mana?” tanyaku
“sana mungkin, atau sana” jawab kak Salsa sambil menunjuk dua arah rumah yang terhalangi tembok

Aku dan kak Salsa kembali masuk ke dalam rumah, di ruang tengah kak Salsa menjelaskan dengan logika dengan suara sekencang itu yang aku dengar dan kak Salsa,
seharusnya ada benda atau apa saja yang terjatuh dengan ketinggian diatas 1 meter, karna suara yang dihasilkan benar-benar kencang.

“aku yakin sih rumah sebelah sana tetangga kita, lagi nurunin apa gitu atau ada yang jatuh apa kan kita gak tau bas” jawab kak Salsa menunjuk
ke rumah yang tidak ada pintu pemisah di temboknya

Aku hanya mengiyahkan saja, walau belum tentu aku setuju dengan penjelasan logis yang kak Salsa ucapkan,
karna yang aku rasakan semenjak duduk di halaman belakang sampai kejadian terdengar suara itu, sama sekali berbeda. Malah aku yakin dari rumah sebelah yang terdapat gerbang besi itu.

***
Hari-hari selanjutnya sudah 4 hari lebih aku berada di rumah sendirian, kak Salsa selalu pamit berangkat menjalankan aktivitasnya, sementara aku hanya berada di rumah bermain game dan sesekali memberikan kabar kepada Ibu.
Mang Yaya sesekali menyapaku ketika bertepatan membersihkan rumah. Hanya obrolan-obrolan ringan tentang tanaman saja yang begitu seru aku obrolan dengan mang Yaya tidak menyingung hal lain, padahal ingin sekali beberapa hal yang sensitif aku tanyakan langsung.
Niat untuk menyanakan hal-hal yang aku dapatkan dari kak Nenah aku urungkan, karna mengikuti saran kak Salsa yang memang ada benarnya, “belum saatnya” ucapku dalam hati.

Sore ini kak Salsa pulang dengan beberapa temanya berempat,
karna terlihat dari suaranya yang lumayan cukup berisik di ruangan tengah, dan aku juga mendengar suara dari kak Nenah sontak membuat aku ingat tentang janjinya dipertemuan awal denganku akan menanyakan tentang kejadian itu pada orang tuanya.
“Bas, tuh kakak bawa makanan, ayo makan bareng, sama kenalan sama teman kakak” ucap kak Salsa berdiri didepan pintu kamarku, yang tidak tertutup.

Segera aku bangun, dan menyapa dan berkenalan dengan teman-teman kak Salsa satu persatu.
Silvi, Dena dan Andin. Berlima denganku akhirnya makan bersama dengan tidak jarang yang menjadi badan becandaan adalah aku.

“eh Bas nanti kakak ngerjain tugasnya dibelakang saja yah, terminal listrik udah di benerinkan?” tanya kak Salsa
“sudah sama mang Yaya, cukup kok emang aku sengaja mintanya buat di sambung dari dapur aja kak, eh kak, ibu bilang besok motor aku baru bisa di ambil di stasiun kota, antar yah” ucapku yang baru selsai makan
Dena dan Andin temanya kak Salsa tidak jarang terlibat obrolan seru denganku dengan kak Nenah juga, membicarakan hal-hal yang aku juga bisa masuk ke obrolan yang mereka sedang bahas, apalagi tentang kegaguman teman-teman kak Salsa pada rumah ini masih dengan gaya tua
yang dipertahankan. Tapi ada yang berbeda dengan Silvi, lebih banyak diam dan hanya terseyum saja sesekali ketika bertatapn mata denganku secara tidak sengaja.

“eh kak Nenah, udah ditanyain belum sama ibu kak Nenah soal kejadian itu di rumah mana?” tanyaku, ketika pas sedang
membahas soal rumah ini

“emang ada kejadian apa gitu Nah?” tanya Dena yang mulai penasaran

“iyah Nah kok gak cerita sih?” sahut Andi sama penasaranya

“yehhh… inimah yah, apa-apa tuh suka penasaran gini hahaha” jawab kak Nenah sambil becanda
“lupa nomor rumahnya kata ibuku, tapi katanya yang ibuku ingat dulu didepan rumahnya ada pohon beringin yang besar” ucap kak Nenah melanjutkan

“sudahlah Bas, coba kamu liat emang sepanjang jalan ini ada pohon beringin yang besar?-
-Kan gak ada? bisa saja Nenah juga salah jalankan, bisa aja dong” sahut kak Salsa

“iyah juga sih Sa bener kata kamu, udah bener Bas jadi orang penasaran banget sih” ucap kak Nenah sambil menepuk pundaku

Akhirnya aku benar-benar membuang rasa penasaran itu,
walau yang aku simpan baik-baik hanya sebuah kalimat “didepanya ada pohon beringin besar” dan niatku besok akan melihat rumah itu dari depan (rumah sebelah yang ada gerbang besinya dibelakang)

Baru saja kak Salsa siap-siap merapihkan halaman menyiapkan beberapa cemilan
dan minuman untuk teman-temanya, tiba-tiba Silvi yang sedari tadi hanya memperhatikan bahkan tidak terlibat obrolan apapun, berbicara dengan pelan.

“iyah berisik banget rumah sebelah” ucap Silvi dengan pelan
Aku, Nenah, Dena dan Andin sontak langsung menatap ke arah Silvi, bahkan Silvi tetap dengan tatapan kosongnya

“Vi, ngomong apa sih kamu?” tanya Nenah sambil nempuk tangan Silvi

“eh engga kok…” jawab Silvi sambil tersenyum
“ayo sudah siap dibelakang, kalau kemalaman kalian nginap aja disini yah” ucap kak Salsa sambil berdiri

Segera teman-teman kak Salsa beranjak ke belakang dan aku langsung terbaring di sofa ruangan tengah masih penasaran rumah yang dimaksud Silvi rumah yang mana,
bahkan tidak tau kenapa aku ada perasaan bahwa yang dikatakan Silvi benar saja, walaupun tanpa alasan yang jelas.

“Bas, ini nanti kasih mang Yaya kalau malam ini kesini…” ucap kak Salsa dengan tiba-tiba

“iyah kak, siap” jawabku singkat, sambil menerima sejumlah uang
Suasana rumah malam ini akhirnya ramai sekali, bahkan beberapa tawa dari teman-teman kak Salsa dibagian rumah belakang sampai terdengar ke ruangan tengah “emang kalau ramai rumah ini tambah nyaman saja” ucapku, masih dengan posisi yang sama
“pohon beringin besar apa yang dikatakan kak Nenah, dan rumah sebelah yang berisik” ucapku dalam hati menyimpan dua kalimat itu

Tidak lama mang Yaya mengetuk pintu sambil memanggil namaku, segera aku ke depan membukakan pintu,
benar saja mang Yaya sudah duduk didepan rumah dengan tidak lepas bersama rokoknya ditanganya.

“mang ini…” ucapku, sambil memberikan uang dari kak Salsa

“baik Bas, ini buat biasa bayar listik sama air Bas, eh temen-temen kakak banyak yah, kayanya seru gitu?” tanya mang Yaya
“berempat jadi berlima sama kak Salsa mang, kenapa gitu?” tanyaku sambil duduk disebelah mang Yaya

“ya tidak apa-apa Bas, kamu juga kalau sudah punya temen nanti ajak kesini, biar suasana rumah jadi ramai ginikan enak” jawab mang Yaya dengan tenang
“mang dulu banget, pas nenek dan kakek udah gak ada rumah ini sudah gak ada yang isi yah?” tanyaku sengaja membuka obrolan dengan mang Yaya

“banget Bas, sudah banyak yang berubah, pohon-pohon dulu disepanjang jalan ini menjulang tinggi bas, indah, nyaman, tapi berjalanya waktu-
-semuanya berubah, namanya juga waktu yah Bas, kamu juga udah segede ini aja padahal amang tau kamu dari kecil” jawab mang Yaya sambil tersenyum

Deg, tiba-tiba ada kalimat pohon, apa ini waktu yang tepat untuk sekedar bertanya dan
menyerepet mencocokan informasi dari kak Nenah ke mang Yaya, ucapku dalam hati

“dulu emang kata Ibu ada pohon beringin besar mang disini?” tanyaku, yang tidak tau kenapa malah menjual nama Ibu
“ibu bilang begitu Bas?” tanya mang Yaya seperti kaget dengan apa yang aku tanyakan

“engga bilang, sekedar cerita aja dan itu yang aku ingat, amang sendiri tadi juga bilang banyak pohon-pohon tinggi berarti sesuai dengan yang Ibu katakan” ucapku,
memberikan alasan yang paling logis biar tidak ada kecurigaan

“oh iyah, ah sudahlah Bas, namanya juga cerita kalau sudah berbeda waktu kadang berbeda, amang duluan yah takut kemalaman bayar listrik” jawab mang Yaya yang langsung berdiri dan pamit pergi
Padahal aku liat barusan mang Yaya begitu nyaman duduk santai entah karna pertanyaanku atau emang benar apa yang dikatkan mang Yaya barusan.

Hari semakin malam dan teman-teman kak Salsa masih saja belum selsai, aku lihat sudah jam 22:00 malam ini,
segera aku kebelakang untuk menemui kak Salsa

“kak itu motor kalau mau pada nginap bawa aja kebelakang dan jangan lupa kunci, aku mau tidur duluan” ucapku sambil melihat aktivitas teman-teman kak Salsa yang benar-benar sibuk
Kak Salsa mengiyahkan apa yang aku katakan, tanpa melihat ke arahku dan Silvi yang membuat ada rasa tertarik lain beda dengan yang lainya mengunakan sweater tebalnya, sementara yang lainya biasa saja

“emang dingin? Orang aku saja merasa gerah malam ini tumben” ucapku
dalam hati sambil melangkah menuju arah kamar dan beristirahat sambil melihat beberapa informasi dimedia sosial dan membalas beberapa chat yang masuk ke dalam hpku saja.

Mata malam ini, karna merasa suasana terbawa hangat oleh keharian teman-teman kak Salsa,
tidak tau kenapa rasa ingin tidur datang lebih awal padahal seharian dan beberapa hari kebelakang hanya mengahbiskan waktu dengan bersantai saja.

Aku terbangun dengan Hp yang masih berada disebelahku, “ketiduran enak banget” ucapku, sambil melihat jam sudah jam 03:35.
“tidak terasa lama juga tidur” ucapku sambil berusaha berdiri karna ingin membuang air kecil

Baru saja melangkah ke ruangan tengah, aku melihat Andin dan Silvi tidur diluar didepan televisi yang masih menyala, sementara kak Salsa, kak Nenah dan Dena tidur di kamarnya.
“Silvi belum tidur masih terlihat cahaya hp nya” ucapku ketika membuang air kecil di wc

Sambil berjalan menuju kamar, segera aku matikan Tv, setelah melihat remot Tv ada disebelah Andin.

“eh Bas, kamu bangun? Iyah matiin aja Tv nya engga aku liat kok” ucap Silvi,
sambil bangun dan duduk dengan selimut yang menutupi badanya

“iyah Vi, eh kok kamu pucat begitu? Sakit?” tanyaku karna kaget melihat wajah Silvi sangat pucat bahkan wajah terpucat yang pernah aku lihat
“tidak apa-apa Bas, ini biasa aku kalau datang kumat seperti ini, ini bukan penyakit kok” jawab Silvi perlahan

Segera aku memberikan botol minuman kepada Silvi melewati badan Andi yang sedang tertidur sangat lelap, Silvi langsung meminumnya walau hanya sedikit.
“serius Vi kamu engga apa-apa? Kok pucatnya sampai begitu” ucapku yang sudah duduk dekat Silvi

“serius Bas, kamu percaya dengan apa yang sudah aku katakan ketika pas barusan aku sampai di rumah ini?” tanya Silvi dengan melihatku

“soal rumah sebelah yg berisik bukan?” jawabku
Silvi tidak menjawab hanya mengannguk dan merapatkan selimunya lebih erat ke badanya dengan tiba-tiba

“percaya Vi, karna malam sebelumnya aku pertama kali mendengar seperti benda jatuh, kata kak Salsa menjelaskan dari rumah sebelah sana” ucapku,
sambil menunjuk ke arah rumah sebelah

“bukan sebelah sana…” jawab Silvi sambil mejem seperti ketakutan, menunjuk ke arah rumah sebelah yang ada gerbang besi sebagai pemisah

“maksudnya berisik kamu dengar hal yang sama denganku dan kak salsa?” jawabku,
yang sedikit mulai ketakutan dengan tinggah Silvi

“Sini, duduk sebelah aku…” jawab Silvi sambil tersenyum sangat manis

“disana Bas, aku kedinginan sedari di halaman belakang, menangis terus tapi aku tidak tau kenapa tidak bisa menerjemahkan hal-hal yang aku dengar,-
-jangan ceritakan ini ke Salsa takutnya jadi kenapa-kenapa yah” jawab Silvi memegang tangaku

Dan benar saja tanganya sangat dingin, bahkan benar-benar dingin, hal inilah yang membuat aku percaya dengan apa yang barusan Silvi katakan padaku
“percayakan Bas dengan apa yang aku katakan?”tanya Silvi semakin erat memegang tanganku

“percaya Vi, selagi tidak saling menganggu aku tidak apa-apa lagian namanya juga rumahkan yah Vi” ucapku dengan pelan

Silvi tidak menjawab dan hanya mengangukan kepalnya berkali-kali,
tapi kemudian mengelengkan kepalanya juga.

“maksudnya Vi?” tanyaku

“tidak Bas, sudah kamu simpan aja nomor kamu, nanti jika ada waktu kita bisa bicara berdua saja” ucap Silvi sambil memberikan hp yang berada disebelahnya
Setelah selsai menyimpan nomor hpku di Silvi segera aku ke kamar dan berpesan kepada Silvi kalau ada apa-apa bangunkan saja aku di kamar dan Silvi hanya tesenyum saja dan menganguk seolah itu persetujuan yang dia berikan.

Terbaring kembali, entah kenapa apa yang
dikatakan Silvi membuat aku sangat percaya walau logikaku bisa saja berkata “bagaimana kamu percaya Bas, Silvi orang yang baru beberapa jam kamu kenal, tidak tau siapa dia sebenarnya dan darimana dia tau hal-hal soal rumah sebelah,
apalagi tangisan apasih” tapi kalimat itu bisa dipatahkan dengan apa yang sudah aku rasakan apalagi dingin tanganya sudah bisa membuat aku yakin. “kalau benar, selama tidak menganggu tidak apa-apa” ucapku.

***
Pagi harinya aku terbangun lumayan sangat siang bahkan sudah jam 10:00 dan teman-teman kak Salsa sudah tidak ada hanya melihat kak Salsa saja sedang duduk santai di ruangan tenagh dengan laptop didepanya

“jadi engga hari ini ke stasiun kota?” tanya kak Salsa
“jadi ayo bentar aku mandi kita ambil motorku kak buat jalan-jalan” jawabku dengan senang

“motor tua juga hahha” jawab kak Salsa yang selalu senang mengejekku

Selsai mandi langsung saja aku dan kak Salsa bergegas ke stasiun kota,
di jalan tidak hentinya-hentinya aku menanyakan soal Silvi

“idihhh inimah kamu suka Bas yah sama Silvi, cantik sih, tapi kadang suka melamun dan kita-kita mengakui sih Silvi bisa ke hal-hal begitu loh bas” jawab kak Salsa ketika sedang berada didalam angkutan umum
“yeh inimah, wajarlah aku normal loh kak, emang mau adiknya suka sama cowo?” jawabku sambil tertawa

“ya jangan Ibu pasti kecewa banget Bas haha, yaudah pepet ajasih kenalan aja dulu baik kok orangnya.” Jawab kak Salsa dengan sedikit tertawa geli
Aku sengaja tidak menyakan lagi ke arah apa yang diomongkan kak Salsa soal Silvi bisa ke hal-hal begitu, karna jawaban itu sudah menambah keyakinanku apa yang dikatakan Silvi semalaman memang benar.

Sampai di stasiun mebereskan pembayaran, membeli bensin
dan segalanya akhirnya aku dan kak Salsa bisa pulang dengan si “kukut” nama motor tuaku ini dan sekarang si kukut yang akan menemani aku besok untuk datang ke kampus.

Sore dan malam hari berjalan seperti biasanya tidak ada gangguan ataupun perasaan lain,
apalagi selama aku yakin tidak saling menganngu walaupun hanya baru sedikit apapun yang ingin aku tau sedikitnya informasi dari Silvi jelas sangat membantu. Untungnya aku disibukan dengan persipan untuk besok sehingga fokus pada urusan kampus saja.

***
Dua bulan berjalan dengan cepat, setelah aku benar-benar diterima dimana yang sudah menjadi aku harpakan dan menjadi kenyataan, tentunya Ibu dan Bapak bahkan mang Yaya juga senang dengan kabar keterima, dan hari-hariku lebih melelahkan menyiapkan segalanya.
Bahkan kalau sampai rumah, aku lebih banyak tidur karna kelelahan apalagi masa-masa Ospek dan awal kuliah membuat aku harus beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Akhirnya aku mempunyai teman dekat satu jurusan, Anton namanya, orangnya bahkan terbilang sangat cuek karna pertemuan
dan satu kelompok dimasa ospek sampai perkuliahan berjalan normal Anton ternyata satu kelas denganku.

“Bas, sesekali nongkrong di rumah kamu dong” ucap Anton ketika sudah dua bulan dekat denganku

“boleh ayo…” ucapku

Akhirnya Anton untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah
sore ini, karna Anton asli dari kota ini baginya daerah rumah tidak terlalu asing lagi buat dia.

“ayo masukin saja Ton motonya” ketika sampai di rumah

“jir… tua banget keren rumah ini” ucap Anton, melihat kesan pertama pada rumah
“dulu bekas Nenek, pas sekali dengan kakaku disni kuliah yaudah jadinya ditempatin aja Ton…” ucapku, langsung mengajak untuk bersantai di halaman belakang

“ini kenapa Bas ada gerbang?” tanya Anton

“iyah penghubung kesana Ton…” jawabku, sambil menyeduh kopi di dapur
Tidak lama sore menjelang malam tiba, dan aku mandi meninggalkan anton sendirian di halaman belakang, sementara kak Salsa belum pulang, dan biasanya rumah sudah rapih karna sore hari sebelum aku pulang pasti sudah di rapihkan oleh mang Yaya.
Karna sakit perut, mandiku lumayan cukup lama, dan aku yakin anton pasti nyaman dihalaman belakang, apalagi dia sambil mengcharger hp nya. Sekitar 20 menit lebih selsai bersalin dan dalam keadaan segar, ketika berlajan ke belakang.

“gimana Ton, nyamankan disini” ucapku
Yang membuat aku kaget Anton sudah tidak ada di kursi “kemana dia apa beli rokok” ucapku

Segera aku berjalan ke depan untuk melihat motornya, yang memang sudah tidak ada yang awalnya terparkir disamping si kukut sebelumnya.

Segera aku tlp dia bahkan sama sekali tidak diangkat
,aku menunggu di ruangan tengah sambil santai setelah hampir 30 menit Anton sama sekali belum kembali, dan rasa khawatirku mulai muncul perlahan. Segera aku mengambil Hp dan berusaha menghungi lagi Anton

“yeh… kemana kali…” ucapku di tlp kepada Anton
“sorry Bas, pulang duluan…” jawab Anton dengan suara gemetar sekali

“yaudah engga apa-apa, kenapa Ton kok kaya yang gemeteran ngomongnya?” tanyaku

“gpp Bas, sudah dulu yah nanti besok kalau ada kelas aku kabarin” ucap Anton langsung mentup tlp

“aneh” ucapku, padahal
katanya mau santai lama disni, tau-tau begitu. Aku sama sekali tidak berpikir apapun dan menganggap semuanya baik-baik saja. Sampai jam 20:00 malam ini kak Salsa belum juga pulang.

Segera aku tlp kak Salsa untuk memastikan membawa kunci rumah atau tidak
“kak masih dimana bawa kunci rumah tidak?” tanyaku di tlp

“bawa Bas, kakak larut malam pulang, ini masih di rumah temen kok” jawab kak Salsa

“yaudah aku kunci dulu semua pintu yah” jawabku langsung menutup tlp

Karna malas sekali gerak dan sedikit lelah juga,
aku masih terbaring saja di sofa ruangan tengah sambil melihat tanyangan televisi. Niat tidak memikirkan sama sekali apa yang terjadi pada anton, tapi masih saja pikiran-pikiran dan rasa penasaran tentang apa yang dikatakan Kak Nenah tempo hari dan Silvi tentang informasi rumah
sebelah perlahan datang kembali.

“apa karna rumah sebelah” ucapku
Akhirnya mataku perlahan ingin beristirahat, segera aku bangun dan mengunci semua pintu yang ada, dan kembali lagi tiduran di sofa. Perlahan mata terpejam dengan begitu saja
Dan dengan tiba-tiba aku mendengar suara pintu depan “bruk…” membangunkan aku yang baru saja terlelap “arrghhh” ucapku, sambil melihat jam yang ada di hp “jam 1” ucapku.

Terlihat kak Salsa berjalan dengan muka pucat dan badan yang sangat terlihat lelah sekali,
bahkan jalanya sangat-sangat perlahan seperti orang yang benar-benar lelah, apalagi beberapa bagian rambutnya tidak rapih sama sekali. Pandanganya hanya ke bawah.

“kak, tumben jam segini baru pulang…” tanyaku masih dalam kondisi mengantuk

Kak Salsa hanya menganguk
dan terus berjalan, tanpa menjawab sama sekali, aku yang melihat bagian samping muka kak Salsa yang semakin pucat, sama sekali tidak curiga

“kelelahan kali…” ucapku

Segera aku berdiri dan melihat kak Salsa sedang berdiri didepan cermin kamarnya yang besar
“kak aku pindah ke kamar yah, nanti pagi aku bangunin kalau mau berangkat” ucapku, sambil berjalan ke kamar

Sama sekali tidak ada jawaban, kak Salsa tetap mematung begitu saja.

“kenapa kali, aneh” ucapku ketika terbaring di kasur kamar, dan mencoba untuk kembali tertidur
walaupun tercium bau bunga pertama kali yang aku rasakan sangat wangi sekali, walaupun beberapa kali bulu pundak beridiri bergitu saja

“arrrghhh…” ucapku, sambil menutup muka dengan bantal karna benar-benar sudah sangat mengantuk

***
Pagi harinya, aku terbangun oleh tlp berkali-kali dari kak Salsa dan Silvi ketika melihat ke notif ke Hp

“tumben ada di rumah kok tlp sih” ucapku, kemudian terbangun.

Melihat grup kelas, ternyata hari ini kosong dan hanya tugas saja yang semakin menumpuk,
segera aku mengabari Anton dan akan berkunjung ke rumahnya, dan Anton hanya menjawab “iyah”

Ketika bangun, aku sudah melihat kak Salsa tidak ada di kamarnya “rajin sekali udah berangkat lagi, mungkin tadi tlp aku mau kasih tau kali” ucapku, langsung mandi
dan melakukan persiapan untuk keluar, mengunjungi rumah Anton.

Sambil menunggu mesin si kukut panas, aku menerima pesan dari Silvi

“Bas, kayanya harus ketemu deh hari ini.” Chat Silvi

“Ayo Vi, lagian aku kosong dan sekalian mau ke rumah Anton, ikut aja yu.” balasku cepat
Tidak lama aku janjian dengan Silvi disalah satu jalan yang terdapat toko besar, dan langsung saja aku berangkat, baru saja berbelok ke arah rumah rumah sebelah, aku kaget dengan apa yang barusan aku liat.
“kok mang Yaya baru keluar dari rumah itu?” ucapku sambil memperhatikan dan memastikan bahwa itu benar-benar mang Yaya

Entah kenapa, pikiranku jadi kemana-kemena, sepanjang jalan memenui Silvi membuat penasaran dan cocokologi dari informasi-informasi
yang sebelumnya sudah aku abaikan karna kesibukan perkuliahan, kini perlahan hadir kembali dengan sendirinya.

Tidak lama setelah sedikit kemacetan normal di kota ini, aku sudah berada tepat di parkiran toko buku ini dan segera tlp Sivi bahwa aku sudah menunggunya.
Terlihat Silvi dengan khas kecantikanya berjalan menghampiri aku dengan wajah yang tidak biasa, seperti ada kecemasan.

“Bas, banyak yang mau aku bicarakn sama kamu” ucap Sivi

“setelah dari rumah Anton kita cari tempat makan Vi” ucapku sambil memberikan helm
yang biasa kak Salsa gunakan
Segera aku menuju rumah Anton dengan Silvi yang aku bonceng diperjalanan Silvi tidak bicara apapun, sementara aku masih mempertanyakan apa yang di lalukan mang Yaya
“Bas kamu baik-baik sajakan?” tanya Silvi yang sedikit tidak jelas karna suara angin

“hah gimana Vi?” tanyaku

“kamu baik-baik sajakan Bastian…” ucap Silvi sedikit keras

“kenapa emang, ciehhh udah mulai khawatir nih” jawabku sambil becanda
“ihh… seriuss loh” jawab Silvi sambil menepuk pundaku, terlihat kesal

Tidak lama sampelah ke rumah Anton, segera aku turun.

“aku baik-baik saja Vi, walaupun setelah obrolan kita pertama pas kamu nginap di rumah,-
-dua bulan lebih ke belakang, rasa-rasa aneh sekarang datang lagi” ucapku, sambil melepaskan helm di kepala Silvi

Silvi tidak menjawab dan untuk pertama kalinya dia langsung memegang tanganku, dengan hangatnya tanpa bicara apapun.

Segera aku dan Silvi mengucapkan salam
didepan rumah Anton, dan memang ini kali kedua aku datang setelah pertama mengantarkanya pulang karna tidak membawa motornya ke kampus

Tidak lama Ibunya Anton keluar, dan bilang kalau Anton dari semalam demam sangat tinggi dan beberapa kali dalam tidurnya ngingo yang aneh-aneh
dan kadang-kadang mengelus perutnya dan langsung sekali malam barusan tertawa seperti wanita.

Silvi langsung kembali memegang tangku dengan sangat erat, ketika melihat langsung kondisi Anton, Anton trebangun dengan kehadiranku
“eh Bas, sorry yah Bas… oh ini cewe yang sering diceritakan” ucap Anton

Segera aku mengenalkan Silvi, dan Anton beberapa kali aku tanya tidak tau kenapa jawabanya selalu “baik-baik saja”

“Ton gara-gara pulang dari rumah aku bukan?” tanyaku yang kelima kali, mungkin karna
merasa bersalah dengan sakitnya Anton yang membuat Ibunya sampai khawatir sekali

“Iyah…” ucapnya sangat pelan, ketika Ibunya keluar dari kamar Anton

“kenapa Ton? Aku kan mandi, sementara kemarin kamu duduk di belakang” jawabku
“Bas, rumah itu sebelah kamu… aku penasaran setelah ada suara yang keras menghantam pintu besi itu… aku penasaran siapa yang melempar dengan begitu keras, lalu aku bangkit dan menghampiri pintu itu, ada sedikit celahkan Bas, diantara Pintu-
-dan penopangnya itu… setelah aku intip…” jawab Anton dengan gemeteran dan keringatnya mulai turun di wajahnya

“euhhhh… sakit” ucap Anton, sambil menahan perutnya dengan sangat kuat

“sudah Ton, kalau masih sakit jangan dipaksakan, kasian” sahut Silvi dengan muka cemasnya,
sambil terus memegang tanganku dengan erat

“aku negliat, wanita dengan perut besar berambut sangat panjang menyaping sedang mengelus perutnya Bas, dan ketika melihat ke arahku tersenyum… aku kaget,-
-dan langsung pergi saking kagetnya, padahal itu dari celah yang sangat kecil yang tidak masuk akal…” ucap Anton sambil keluar air matanya

“mungkin suara yang Anton dengar sama halnya aku dan kak Salsa pernah dengar juga” ucapku dalam hati
Karna rasa bersalah, aku terus meminta maaf pada Anton akan tetapi Anton merasa itu kesalahanya saja, dan Anton tetap percaya sakitnya bukan karna hal itu. Karna siang ini Anton dan Ibunya akan pergi ke dokter sekedar memeriksa dan meminta obat. Aku dan Silvi pamit langsung.
Di perjalanan menuju tempat makan tidak ada pembicaraan apapun dengan Silvi “ada yang tidak beres” ucapku. Sampai di tempat makan Silvi masih menunjukan muka rasa khawatirnya.

Setelah memesan makanan, aku langsung menyankan pada Silvi kalau kemarin apa bareng dengan kakaku
“Vi semalem pulang jam berapa?” tanyaku

“engga pulang Bas nginep di rumahnya Andin, kenapa gitu” jawab Silvi

“kak Salsa pulangnya larut malam banget tau Vi” ucapku dengan santainya

“hah! Maksudnya?!” bentak Silvi dengan kagetnya
“Iyah pulang malem banget, kenapa jadi bentak aku sih” ucapku sambil becanda

“Gila! Semalem Salsa gak pulang Bas! Salsa sama kita bahkan tadi juga belum pulang tau di rumah Andi” jawab Silvi dengan tegas
Deg! Aku terdiam beberapa detik, dan kembali mengingat yang semalaman berjalan siapa, sementara aku melihatnya dengan jelas, kalau apa yang dikatakan Silvi benar, lantas yang semalam berdiri mematung didepan kaca kamar kak Salsa?
“kamu engga becanda kan Vi?” tanyaku dengan perlahan

“aku yang harusnya nanya itu ke kamu Bas” jawab Silvi

Segera aku ceritakan kejadian semalam kepulangan kak Salsa semalam itu, dan Silvi hanya mengannguk saja, dan menyarankan aku untuk tlp kak Salsa kalau tidak percaya,
setelah aku selsai cerita dengan sangat detail sekali kepada Silvi, tiba-tiba Silvi hanya menjawab.

“sepertinya benar, rumah 096 itu” jawab Silvi dengan perlahan dengan tatapan kosong
*** Sampai sini dulu lanjutanya! tidak akan lama lagi berlanjut. Semakin jelas, tanda-tanda mang Yaya, kejadian Anton, kak Salsa juga kedekatan Bastian dengan Silvi akan memperjelas cerita kedepanya, apalagi Silvi mengeluarkan kalimat "Rumah 096"
* mari kita lanjutkan ceritanya, selamat menikmati.

Belum selsai pikiranku dibuat kaget dengan apa yang dikatakan Silvi tentang kejadian semalam, yang sebenarnya kak Salsa menginap dengan Silvi di rumahnya Andin.
Silvi dengan tatapan kosong seperti kejadian sebelumnya di rumahku, pada waktu pertama berjumpa dengan ekspresi muka yang sama, sangat datar, menyebutkan “Rumah 096” menambah kaget lagi dengan apa yang dikatakan Silvi.
“maksudnya Vi? Benar gimana, apa itu rumah dengan nomor 096?” tanyaku dengan menatapnya, karna apa yang Silvi ucapkan tidak membuat sama sekali aku mengerti

Silvi tidak langsung menjawab, apalagi kebetulan yang mengantarkan makanan sampai di meja
dan mempersilahakan untuk menikmati makanan yang aku dan Silvi pesan.

“Vi, jelasin tolong, aku benar-benar tidak paham, rumah dengan nomor apa itu?” tanyaku memelas, dengan menatapnya
“Bas… dengerin aku yah, aku cuman takut diantara benar dan salah. Apalagi ini berakitan dengan kepercayaan saja apa yang akan aku kasih tau ke kamu.” Ucap Silvi dengan perlahan

Aku hanya menganguk dan menungggu apa yang selanjutnya Silvi akan katakan saja
“Salsa, Nenah dan aku semalam membahas rumah itu, dan Salsa (kakak kamu) percaya dengan apa yang aku katakan, apalagi apa yang aku katakan sesuai dengan yang Salsa alami, dan itu juga alasan aku tidak mau menginap di rumah kamu lagi malam kemarin. Yang awalnya akan-
-menginap di rumah kamu, Salsa hanya mengiyahkan, tapi sama seperti kamu; asal tidak menggangukan? Kenyataanya Bas, melihat temen kamu (Anton) itu, jelaskan.” Ucap Silvi sambil melahap pesanan makanannya

“lalu… apa kak Salsa pernah mengalami hal sama denganku?” tanyaku
“iyah, beberapa minggu lalu, sama dengan Anton, kak Salsa sangat penasaran dengan gerbang itu, ketika Salsa cerita; dia sedang memasak mie malam-malam di dapur, ketika Salsa liat ke arah pintu besi itu, diatas temboknya, terdapat wanita yang sedang duduk, berambut panjang,-
-dan kakinya mengayunkan berkali-kali.” Jawab Silvi, perlahan.

“tembok itu sangat tinggi Vi, aku saja harus sampai mengerakan kepalaku ke atas untuk melihat jelas ke arah itu” jawabku, sambil kembali mengingat posisi rumah
“apa Aton melihat sosok wanita itu dari lubang antara celah pintu yang besar? Dan aku mendengarkan wanita menangis dari rumah itu apa dari tembok yang tembus pandang? Kan tidak Bastian…” ucap Silvi, menjelaskan
Memang benar apa yang dikatakan Silvi, sangat benar, semuanya diluar logika yang aku pikirkan semata

“aku tau, kamu sangat khawatir bukan dengan beberapa kejadiam yang sudah dialami kamu, dan Salsa apalagi sekrang temanmu dan aku juga sudah mengalami keanehan?-
-Pilihanya ada dua Bas, kita mengetahuinya untuk segera memperbaiki semuanya atau kita membiarkanya dan kejadian-kejadian lainya siap datang perlahan mengahampiri.” Jawab Silvi dengan sangat tennag

“maksudnya kamu menakuti aku Vi?” tanyaku, sedikit nada tinggi
“bukan. Karna Salsa yang menyuruhku menyampaikan hal ini, dan Salsa sudah bicara banyak soal ini, mang Yaya dan segala penasaran kamu, tapi Salsa tidak tega jika hal ini malah menggangu ketenangan kedua orang tua kamu, apalagi nantinya soal kuliah begitu Bas.” Jawab Silvi
Aku paham sekali, dengan apa yang diucapkan Silvi, “berarti kak Salsa juga merasakan dan melihat hal yang sama” ucapku, dalam hati.

“soal rumah 096, aku mimpi bas semalam, kak Salsa keluar dari rumah sebelah kamu, dengan pakaian yang sangat rapih, putih dengan celana rok-
-yang sangat rapih juga berwana hitam, dalam keadaan hamil berjalanan dari rumah sebelah kamu, tapi ketika aku keluar dari rumah kamu, menyapa Salsa, dia tidak menjawab hanya mematung dengan menatap aku sambil menangis, kemudian, dia kembali berjalan, tidak tau kenapa-
-aku berjalan ke depan rumah itu, lalu aku ingat betul, melihat nomor rumah 096 dibelakang pohon beringin besar, pas disamping pintu.” Ucap Silvi, menjelaskan.

Aku mendengarkanya dengan jelas, semua yang Silvi ucapkan kaitanya sama dengan apa yang pernah aku ketahui.
Hanya soal nomor rumah saja 096, beberapa kali pikiranku mengingat satu persatu apapun yang aku ingat, yang aku rasakan janggal.

“kenapa jadi kamu yang melamun Bas?” tanya Silvi

“Vi nomor rumahku 097” ucapku, perlahan

“iyah Salsa dan Nenah juga memberitauku,-
-untuk memastikan saja mimpi itu, kejadianya sama dengan cerita kamu semalam Bas, sikap Salsa yang kamu liat dengan apa yang ada didalam mimpiku, walaupun tidak sama percis tapi mirip gerak dllnya bukan?” tanya Silvi

“iyah benar juga Vi…” jawabku, dengan keringat mulai turun
Yang aku takutkan bukan apa-apa, hanya ketidakbaikan serta kedepanya tidak mau sampai pada orang tuaku saja. Apalagi kepercayaan dari kedua orang tuaku yang terpikirkan setelah obrolan ini

“tenang Bas, semuanya akan baik-baik saja, saranku dan liat saja nanti-
-Salsa juga akan bicara sama dengan apa yang akan aku bicarakan sekarang; tanyakan pada mang Yaya sudah hanya itu saja, selanjutnya jika sudah, yah sudah saja anggap saja ini ada hal yang memang kalian harus terima apapun itu” jawab Silvi, sambil memegang tanganku
Karna dari wajah serta cara duduku yang sudah tidak tenang, karna hal-hal yang belum terjadi apalagi, rumah itu benar secara cerita mimpi Silvi adalah rumah nomor 096.

Silvi tetap membuatku agar tenang, dan menjelaskan semuanya akan baik-baik saja,
tapi Silvi juga khawatir yang sama denganku, takutnya terjadi hal-hal yang lainya diluar apapun yang tidak aku harapkan, aku belum tlp sama sekali kak Salsa.

Selsai menghabiskan makan dengan Silvi segera aku mengantarnya untuk pulang, sepanjang perjalanan Silvi hanya bilang
“jangan sungkan Bas, kalau ada apa-apa di rumah langsung chat atau tlp aku aja” aku hanya menjawab dengan beberapa anggukan kepala saja, yang berarti setuju.

Sampai di rumah Silvi, segera aku sempatkan untuk tlp kak Salsa.
“kak mau pulang bareng?” ucapku di tlp

“kakak udah di rumah Bas, langsung pulang aja yah.” Jawab kak Salsa singkat

Segera aku berpamitan dengan Silvi, wajah cemasnya sangat jelas, kemudia tersenyum manis, dan tetap meyakinkan aku “bakalan baik-baik saja”
Segera aku memacu si kukut untuk menuju rumah, dengan banyak sekali pikiran yang melintas di kepalaku. Beberapa pertanyaan yang ada masih belum tanpa jawaban. Tiba sampai sebelum rumah, aku berhenti tepat didepan rumah yang baru saja Silvi obrolkan lewat mimpinya itu.
Segera aku standarkan si kukut, tepat didepan gerbang besi rumah sebelahku ini. Perlahan aku berjalan, memperhatikan rumah yang sebelumnya belum pernah aku liat, sama tuanya bagunanan dengan rumahku.
“sebelah mana yang di maksud Silvi? Tidak ada sama sekali pohon beringin” ucapku dalam hati

Aku ingat, dekat pintu ada nomor, Silvi mengucapkan hal itu, segera mataku mengarah kedua pintu yang lumayan besar itu, tidak ada sama sekali sebuah nomor rumah. Hanya saja aku melihat,
seperti sebuah cat yang menimpa dengan ukuran kotak berwana abu-abu, sementara cat lainya berwarna putih, dan dari kejauhan seperti bekas lubang paku yang sudah tercopot. “apa itu bekas nomor rumah 096 itu” ucapku dalam hati

Namun hanya untuk sekedar memastikan
aku segera menaiki lagi si kukut, maju melewati rumahku dan berhenti di rumah sebelahnya lagi, terpangpang jelas nomor 098.

“iyah benar mimpi Silvi itu” ucapku dan

kemudian kembali masuk ke halaman rumah
Baru saja aku masuk, kak Salsa dengan santainya sore ini
sedang duduk didepan, ketika aku memarkirkan si Kukut dia langsung menghampiriku, dan aku jelaskan sambil duduk di kursi depan aku sudah ketemu dengan Silvi dan Silvi bercerita banyak.

“kakak percaya?” tanyaku
“iyah Bas, awalnya kakak mau tanya sama Ibu tapi takut kenapa-kenapa” jawab kak Salsa

“jangan dulu, malam ini aku mau tanya sama mang Yaya” ucapku perlahan

Kak Salsa hanya menganguk saja dan tentunya setuju,
apalagi setelah aku ceriakan soal Anton yang sakit, setelah kejadian malam kemarin.

Akhirnya sore berganti dengan malam, tidak terasa, namun aku sepakat dengan kak Salsa dan berharap seperti apa yang Silvi katakan “semuanya akan baik-baik saja”
Benar saja sehabis waktu solat Isya, mang Yaya terlihat sedang menyirami tamanan di halaman belakang, kemudian duduk di tempat biasa bersantai, segera aku hampiri.

“baru selsai mang?” ucapku, sambil duduk disebelahnya

“iyah Bas, bikin kaget aja…” jawab mang Yaya
“yehh… amang kali melamun orang aku buka kunci dapur aja terdengar, eh itu kenapa jari amang kok di perban mang?” tanyaku, ketika melihat jari sebelah kirinya di perban

“oh ini gpp Bas, biasa abis paku-paku di rumah, melamun kali tiba-tiba kena” jawab mang Yaya,
sambil mengelus jarinya

“kemarin aku isi alamat mang, buat data di kelas gitu, pas aku tulis nama jalan ini, aku tulis juga nomor rumah ini 097 benerkan yah mang?” tanyaku, dengan berbohong untuk memulai obrolan, supaya tidak curiga
“iyah benar Bas, itukan ada didepan juga” jawab mang Yaya, sambil menyalakan rokok

“berarti rumah yang sana nomor nya berurutan yah mang?” tanyaku, sambil menunjuk ke rumah sebelah, tanpa pintu penghubung besi itu

“nah iyah kesana 098. Dan kesana 096 Bas,-
-dari sana maju nomornya” jawab mang Yaya dengan biasa saja

Baru saja, aku akan mengajukan pertanyaan lain pada mang Yaya, tiba-tiba terdengar suara kak Salsa terjatuh dan berteriak sangat kencang di ruang tengah rumah.
Segera aku dan mang Yaya menghampiri kak Salsa yang sedang duduk di kursi depan Tv

“kak apa barusan, kenapa teriak…” tanyaku
Kak salsa masih saja diam dengan tatapan kosong mentap ke arah televisi yang masih menyala

“kerasukan…” sahut mang Yaya, berada disebelahku
“maksudnya mang?” ucapku, tidak mengerti karna melihat kak Salsa wajahnya semakin pucat, sama seperti ketika kejadian malam kemarin yang aku alami

Tidak lama kak Salsa bangun dari duduknya berdiri, tidak menatap kepadaku begitu juga mang Yaya, padahal malam ini baru saja jam 8
malam lebih. Kak Salsa berjalan pelan menuju arah dapur sangat pelan, dengan wajah yang tertunduk, apalagi rambut panjangnya yang terurai membuat kesan menyeramkan sekali, bulu pundaku tiba-tiba berdiri begitu saja.

“mang…” ucapku, mengikuti langkah kak Salsa
“sudah biarkan saja…” jawab mang Yaya dengan perlahan

Kak Salsa terus berjalan, tepat didepan halaman belakang, kak Salsa berbalik ke arah aku dan mang Yaya dan memberikan senyuman dengan wajah yang pucat, jauh lebih pucat sebelumnya, kemudian tersenyum.
“mang apa tidak apa-apa ini” ucapku, mulai khawatir

Mang Yaya tidak menjawab hanya menatap kembali kak Salsa dengan tajam, kemudian yang membuat aku kaget, kak Salsa sambil berjalan pelan ke arah pintu besi yang menjadi pemisah yang masih terkunci itu,
sambil mengelus perutnya seperti orang hamil.

Kemudian, menepuk-nepuk pintu yang terkunci dengan sekuat tenaga dan aku yakin itu sangat keras, apalagi bukan tenaga kak Salsa bisa menepuk sekuat itu dengan sangat keras.
“iyah sosok itu, kembali lagi…” ucap mang Yaya, yang masih membiarkan tingkah kak Salsa sekarang mendorong pintu dengan perlahan.

Tidak lama mang Yaya menghampiri kak Salsa, memegang bagian kepalanya,
tiba-tiba kak Salsa terjatuh begitu saja dan dipangku ke dalam rumah oleh mang Yaya

Ditengah rumah, setelah diberikan minum oleh mang Yaya, kak Salsa belum juga sadar, pikiranku tidak fokus sama sekali, dan mang Yaya memindahkan kak Salsa ke dalam kamarnya.
“siapa itu…” ucapku dalam hati, ketika melihat ke arah cermin, dari cermin berlawan melihat sosok perempuan berbaju putih mematung, sambil mengelus perutnya berkali-kali

“sudah jangan dilihat” ucap mang Yaya dengan serius, jauh berbeda dengan sosok mang Yaya seperti biasanya
Segera aku dan mang Yaya duduk di sofa depan televisi.

“malam ini amang tidur disini Bas, jangan dulu kasih tau orang rumah kasian pasti sangat khawatir” ucap mang Yaya, sambil menyalakan rokok

“awalnya, amang senang, sudah dua bulan kalian tinggal disini-
-dan semuanya baik-baik, tapi akhirnya seperti ini, amang sudah sarankan pada teteh jangan kalian tinggal disini takutnya seperti ini” ucap mang Yaya

“memangnya kenapa mang?” tanyaku, pura-pura tidak mengetahui apapun

“amang yakin, kalian adalah cucu dari nenek dan kakek-
-kalian, Suherman. Lantas tidak mungkin kalian tidak merasakan, atau bisa bersikap biasa saja ketika awal mula amang beri tau kalian aturan; jangan menanyakan hal soal rumah sebelah. Kenyataanya dan kejadianya seperti ini, bukan salah teteh juga yang terlalu percaya-
-pada anak-anaknya, kamu dan kak Salsa, tapi gangguan itu bakalan tetap ada sampai kapapun Bas.” Jawab mang Yaya

“jujur mang, Bastian sangat penasaran, tapi apa daya, Ibu, Bapak dan amang tidak bercerita apapun hingga kejadian seperti ini” jawabku

“nyawa! Kamu paham Bas,-
-ini soal nyawa! Ini soal masa lalu yang tidak jelas, dan Nenek kamu yang menjadi kambing hitam dari kejadian masa lalu! Makanya ibu kamu tidak memberi tau kamu apapun” bentak mang Yaya sambil menatapku

Aku kaget dengan bentakan mang Yaya padaku, yang membuat aku mematung
tidak bisa bicara apapun, apalagi ada kalimat “nyawa!”

“amang gak mau ini terjadi sama Kak Salsa! Amang diberi kepercayaan sama teteh, balas budi amang sama keluarga Suherman tidak akan pernah terbayar, makanya amang menuruti saja kemauan teteh, walau amang tau akhirnya-
-akan seperti ini Bas.” Ucap mang Yaya kemudian

“aku tidak tau apa-apa mang, tapi aku tau banyak dari informasi-informasi yang didapat” ucpaku dengan pelan

Mang Yaya hanya diam dan mengangguk entah apa yang dipikirkan mang Yaya, hanya saja dia tersenyum padaku dengan anehnya.
“apa yang anak kecil model kamu tau, Bastian…” jawab mang Yaya dengan perlahan, dan sangat menakutkan

“iyah rumah itu pasti ada sesuatu yang salah, sesuai yang amang jelaskan barusan” jawabku perlahan

“lalu…?” tanya mang Yaya

“tidak ada lagi mang hanya itu…” jawabku
tidak membeberkan semuanya lagi, karna sikap mang Yaya terlihat semakin aneh

“bagus… jangan dulu kasih tau Ibu dan Bapak yah, sudah kamu tidur, malam ini amang nginap disini.” Jawab mang Yaya menenangkan aku

Segera aku masuk kamar, dan mengechat Silvi
tentang kejadian barusan, Silvi akan datang pagi hari dengan kak Nenah, aku sedikit bisa tenang. Aku melihat mang Yaya hanya duduk dengan tatapan kosong yang tidak tau apa yang sedang dia pikirkan. Sementara aku juga sama memikirkan hal-hal yang sebelumnya pernah aku alami,
dari mulai sebelum keberangkatan, apalagi pembicaraan Bapak tentang rasa khawatirnya “apa ada hubungannya dengan kejadian-kejadian ini” ucapku dalam hati
Dengan badan yang tebaring di kasur,
aku terus melihat ke arah kak Salsa, sosok perempuan yang sebelumnya aku lihat dari arah cermin walau sangat menyeramkan dan aneh kembali terbayang “apa itu dari penghuni rumah sebelah, sesuai cerita Silvi” ucapku

***
Tidur selamam yang beberapa kali terbangun, hanya untuk memastikaan keadaan kak Salsa, membuat tidak nyenyak, bahkan sampai pagi mang Yaya pulangpun, aku mengetahuinya.

“mamang pulang dulu, udah tidak apa-apa, jangan kasih tau orang rumah Bas,-
-kasian takutnya khawatir” ucap mang Yaya sambil membangunkan aku

“iyah mang” jawabku, sambil bangun
Baru saja bangun, ketika melihat hp sudah ada pesan masuk dari Silvi.

“mang Yaya kenapa Bas, nanti ngobrol yah di rumah kamu, aku berangkat sekarang” pesan dari Silvi,
ketika aku lihat jam masuk chat itu, 07:00 dan sekarang sudah satu jam lebih dari pesan itu masuk

Tidak tau kenapa, rasa percaya pada Silvi selalu aku rasakan, dibalik soal perasaan, karna apapun informasi yang dia berikan tidak pernah melenceng,
apalagi selama dekat denganya, dia banyak cerita sebuah kebetulan yang selalu menjadi kenyataan.

Tidak lama aku melihat kak Salsa bangun dan duduk di sofa depan televisi.

“kak gimana sudah enakan?” tanyaku

“Bas, semalam kak ngeliat disana ada perempuan,-
-mengelus perutnya berkali-kali, kemudian kakak tanya, tapi kakak lupa lagi, tau-tau udah bangun aja ini” jawab kak Salsa, sambil melamun

“udah kak, semalam ada kejadian aneh, kakak kerasukan…” jawabku perlahan

“dari kemaren kakak chat sama Silvi terus Bas… bahas semua-
-kejadian aneh disini, kakak udah bener-bener takut Bas diam disini, siap-siap yu, untuk beberapa hari jangan dulu di rumah ini, kakak udah bener-bener takut sekali Bas… perempuan itu selalu kakak liat…” ucap kak Salsa, dengan gemeteran

“yaudah ayo, kakak juga siap-siap,-
-sebentar lagi Silvi sama kak Nenah kesini, bisa keluar bareng aja” jawabku mengikuti apa yang diinginkan kak Salsa

Segera aku mandi dan menyiapkan semuanya, selsai mandi bagian kak Salsa. Aku membawa beberapa salin saja, walau belum tau akan tinggal dulu sementara dimana.
Tidak lama kak Nenah dan Silvi datang mengucapkan salam didepan rumah, segera aku buka.

“Bas Salsa gimana…” tanya kak Nenah

“kak Salsa ketakutan benar-benar, engga pengen tinggal disini dulu…” jawabku

“jangan dulu ditanya soal kejadian pada Salsa,-
-mau di rumahku juga tidak apa-apa Bas untuk sementara.” Jawab Silvi

“di rumahku saja Vi, lagian sudah beberapa kali aku tawarkan pada Salsa tidak mau terus.” Sahut kak Nenah sambil duduk di kursi depan rumah

Sambil mengobrol dengan Silvi dan kak Nenah
akhirnya kak Salsa keluar dengan membawa tas yang lumayan besar, segera aku mengambil tasku juga, baru saja keluar dari kamar, tiba-tiba ada suara keras sekali, mengedor pintu dapur. Tapi aku abaikan begitu saja.

“suara apa itu Bas…” tanya kak Salsa
“sudah ayo Bas, biarkan saja…” sahut Silvi

Segera aku mengunci pintu rumah, dan melihat kak Salsa benar-benar sangat ketakutan, walau aku belum tau cerita dari apa saja yang sudah dialaminya, sampai ketakutan seperti itu.

Aku dan Silvi satu motor, sementara kak Salsa
dengan kak Nenah, baru saja keluar rumah dan berbelok ke arah rumah yang aku yakini dan Silvi nomor 096 itu, tiba-tiba Silvi bilang

“disana Bas…” ucap Silvi

“aku kemarin sudah liat Vi, tidak ada nomor itu, yang aku liat seperti ada cat yang berbeda,-
-sepertinya udah di copot, temboknya seperti ada bekas paku yang tertancap” ucapku, tiba-tiba ingat semalam jari tangan mang Yaya diperban

“ohh… pantas saja…” jawab Silvi

Aku mengikuti dibelakang motor kak Nenah, karna belum sama sekali berkunjung ke rumahnya,
sementara sepanjang perjalanan, Silvi menceritakan dan penasaran kepada mang Yaya, karna menurut dia hanya mang Yaya satu-satunya kunci yang mengetahui semuanya yang terjadi dua bulan kemarin.

Sampai di rumah kak Nenah, baru saja turun, aku merasakan getar hp ku yang aku simpan
disaku celana, segera aku liat “Anton…” ucapku

Silvi, kak Nenah dan kak Salsa segera masuk, sementara aku segera mengangkat tlp dari Anton

“halo Ton..” ucapku

“Bas alhamdulilah aku sudah mendingan, sorry yah kemaren harus sampe datang ke rumah,-
-dimana itu? Ada obrolan penting” tanya Anton

“baru sampai banget ini di rumah temenya kak Salsa Ton, udah bisa bawa motor belum?” tanyaku

“udah Bas, hari ini udah sembuh total, lagian jenuh di rumah, aku kesana dimana alamatnya kirim yah di chat, aku kesana.” Jawab Anton
“oke siap, aku tanyakan dulu Ton, nantin aku kirim di chat” jawabku, sambil menutup tlp
Didalam sudah ada Ibunya kak Nenah, segera aku berkenalan dengan ibunya kak Nenah, dan benar-benar sangat baik.

Didalam sudah ada Ibunya kak Nenah,
segera aku berkenalan dengan ibunya kak Nenah, dan benar-benar sangat baik.

“sorry yah Bas, Sa aku ceritakan semuanya juga sama Ibu dan Ibu orangnya santai kok, lagian Ayah jarang pulang, jadi ibu setuju aja kalian tinggal dulu disini” ucap kak Nenah
“gpp kali Nah, kaya sama siapa aja” jawab Kak Salsa

Segera aku meminta alamat lengkap rumah dan mengirimkan langsung ke Anton

“anton sudah sembuh Bas?” tanya Silvi

“katanya begitu Vi, jadi dia mau kesini” jawabku
Ibu kak Nenah ternyata memiliki usaha yang sama dengan Bapak, jadi setelah obrolan singkat Ibu kak Nenah segera menuju Toko, setelah kegiatanya di rumah selsai.

“Vi, bener loh kata kamu itu, perempuan itu ada lagi semalam, aku tidak tau kenapa langsung nanya aja; kamu siapa?-
-Setelah itu aku tidak tau apa-apa” ucap kak Salsa tiba-tiba

“kak aku belum tau kejadianya kenapa sampai ketakutan seperti itu, karna aku juga mengalaminya” sahutku

“kakak pikir semuanya akan baik-baik saja, karna kakak dan kamu Bas,-
-tidak pernah melanggar aturan yang mang Yaya katakan, kenyataanya gangguan apa yang kakak alami, benar-benar terjadi, kakak malam itu duduk sendiri di halaman belakang karna gerah, tidak tau kenapa tiba-tiba kakak melihat perempuan-
-yang duduk di ujung tembok pemisah dengan rumah sebelah itu, sambil mengayunkan kakinya” ucap kak Salsa

Benar berarti apa yang sebelumnya Silvi bicarakan

“kakak juga sudah hampir 4 kali mendengar, pintu besi itu seperti dilempar benda keras dari arah rumah sebelah,-
-kejadianya pas ketika kamu tidak ada di rumah Bas…” ucap kak Salsa lagi sambil gemeteran

“sudah Sa, yang pentingkan disini aman dulu…” sahut kak Nenah

“Sa, dari awal aku kan udah bilang sebelumnya pertama ke rumah itu,-
-rumah sebelah emang aku mendengar tangisan sangat kencang, sudah yah tenangin dulu disini” sahut Silvi

Tidak lama Anton sudah didepan mengucapkan salam, karna aku mengrim alamat sangat lengkap termasuk warna cat rumah kak Nenah,
Anton langsung berkenalan dengan kak Nenah, karna satu kali sudah bertemu dengan kak Salsa.

“sudah sembuh Ton…” tanyaku lagi
Anton hanya mengangguk saja, seperti menahan apa yang ingin dia bicarakan

“Ton aku tau cerita kamu dari Silvi, setelah Silvi chat dengan aku,-
-benar ada hubunganya dengan rumah sebelah? Sorry kamu jadi sakit juga” tanya kak Salsa langsung

“sorry yah Bas, aku gak bilang dulu soal ini ke kamu…” ucap Sivi merasa tidak enak

“iyah, ada. Kemarin aku sembuh setelah pulang dari dokter kemudian malamnya,-
-temanya Ayahku datang ke rumah, dan mengobatiku hal lain, Bas mending pindah aja, parah ada orang yang mencoba bersekutu dengan penunggu rumah sebelah yang sudah sejak lama gentayangan oleh sebuah dendam…” ucap Anton perlahan
“maksudnya Ton?” tanyaku yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Anton

“bahaya, hanya itu yang teman ayahku bilang, karna memang aku sendiri melihat sosok yang udah aku ceritakan pas sakitkan. Teman ayahku, orang bisa gitu, guru spiritual ayahku Bas; sudah Ton kamu jangan-
-ikut campur, tapi bilang saja hal ini pada Bastian temanmu itu, makanya aku langsung kesini.” Ucap Anton

“orang yang bersekutu dengan penunngu rumah?” ucap kak Salsa

“iyah kak, aku hanya memberitau itu, bahaya soalnya, maaf kalau apa yang aku katakan takutnya salah,-
-mohon maaf banget, mudah-mudahan hal itu salah.” Ucap Anton penuh dengan ketidak enakan

Aku yang mendengar apa yang dikatakan Anton, hanya mengaguk saja. Walau tidak jelas setidaknya Anton tidak mengarang cerita, dan aku percaya pada apa yang barusan Anton katakan.
“kak ini sudah kelewatan, aku sebelum kesini ke kota ini, ibu dan bapak pernah sangat khawatir dengan kepindahan aku dan kakak ke rumah itu aku dengar di oborlanya malam itu, tapi alasan yang diberikan walau memang iyah masuk akal,-
-informasi kak Nenah tentang dulu ada kejadian di jalan itu, pohon beringin dan nomor yang Silvi katakan semuanya masuk akal dan berkaitan satu sama lain kak, dan terakhir malam kemarin mang Yaya sendiri bilang ada kejadian masa lalu-
-dan nyawa serta membawa nama Nenek dan Kakek kak, sumpah ini berkaitan!” ucapku menjelaskan

“kakak sudah jauh-jauh hari pengen kabarin Ibu dan Bapak apa ini waktunya?” tanya kak Salsa

“gpp Sa, mending kasih tau aja gimana juga itu urusan keluarga, aku, Silvi dan teman-teman-
-hanya bisa membantu sekdar obrolan sisanya itu urusan keluarga yang tidak patut kita campurin” ucap kak Nenah

“benar seperti itu saja Sa, dari pada kedepanya makin terjadi hal-hal yang tidak masuk akal dan kasian kamu sama Bastian juga” sahut Silvi
Kak Salsa hanya menganguk berkali-kali, tanda seperti setuju. Kemudian aku dan Anton mengobrol diluar, karna Anton merokok dan untuk pertama kalinya aku menerima tawaran rokok dari Anton karna memang sebelumnya hanya sesekali saja aku merokok.
“bener Ton, ibu harus tau hal-hal ini…” ucapku dengan tenang

“sorry Bas, salahku awalnya…” jawab Anton tidak enak

“gaklah awalnya juga ada hal aneh, kebetulan kamu alamin, harusnya aku tidak membawa kamu ke rumah,-
-jadinya kan seperti ini, sialan emang rumah itu” jawabku emosi karna tidak tenang

“slow Bas…” ucap Anton menenangkan

“Ton, kalau aku gak tinggal di rumah itu, kuliahku bisa jadi berhenti, tapi rumah seperti itu, lagian itu orang siapa coba segala imbasnya padaku dan kakaku-
-Ton… keluargaku sedang tidak baik dalam kondisi ekonomi Ton…” jawabku menuangkan kekesalan

Setelah mengobrol soal kuliah dan tidak masuknya lagi aku dan Anton, Anton pamit pulang dan janji akan main lagi kesini, walau aku merasa tidak enak juga diam di rumah kak Nenah
karna hanya sebatas teman kak Salsa saja.
Aku hanya menghabiskan waktu diluar duduk sambil berpikir, semoga kak Salsa menghubungi ibu hari ini, sedang santai-santainya merokok dari pemberian Anton
“Bas, Salsa demam tinggi bangetm tiba-tiba lemas gitu” ucap Silvi, keluar dari pintu rumah

Segera aku masuk kedalam, dan benar kak Salsa sedang mengigil di ruang tengah rumah kak Nenah, segera Silvi dan kak Nenah membenarkan posisi tidur kak Salsa
“masih pengaruh kejadian semalam ini…” ucap Silvi

“aku bilang Ibu jangan?” tanya kak Nenah

“jangan kak, aku tlp orang rumah dulu…” ucapku

Tanpa pikir panjang aku menghubungi Ibu diluar rumah, dan melihat kak Salsa sedan diurus oleh Silvi dan kak Nenah
Berkali-kali tidak diangkat, ketika sadar, “pasti sedang mengajar” ucapku, segera aku menghubungi Bapak

“iyah Bas, kenapa tumben tlp biasanya juga chat-chat aja” ucap Bapak

“pak, kak Salsa sakit, kejadian di rumah banyak yang aneh, sekarang aku dan kak Salsa di rumah temenya-
-kak Nenah. Bastian gak mau tau, Bapak sama Ibu kesini yah” ucapku dengan tidak tenang

“iyah iyah bapak jemput Ibu dulu, jaga dulu kakak kamu yah, pasti sekarang sore juga bapak kesitu, kirimkan alamat lengkap rumah Nenah yah” jawab Bapak sama paniknya denganku
Segera aku copy alamat yang sebelumnya di kirim ke Anton dan sudah aku kirimkan ke konak bapak, segera aku masuk kedalam rumah, dan kak Salsa sudah tertidur. Keringat di bandanya bercucuran sangat banyak sekali. Aku, hanya duduk diam disamping kak Salsa
“kak tidak apa-apa nanti kesini orang tuaku yah” ucapku perlahan

Aku kak Nenah dan Silvi saling bercerita masing-masing yangterasa janggal di rumah bekas peninggalan neneku itu, dan aku mengiyahkan apa yang mereka katakan.

Tidak lama ada tlp dari ibu masuk
“Bas, ibu sudah di jalan ini, tunggu yah Bas, maafkan ibu bas…” ucap ibu sambil menangis

“iyah bu, hati-hati bilang ke bapak” jawabku, karna tidak tega mendengar ibu menangis

Sampai sore hampir berakhir, kak Salsa belum juga bangun dari tidurnya,
menambah rasa khwatir yang aku rasakan, sementara Nenah dan Silvi tetap ada sambil melakukan aktivitas tugas mereka, disamping kak Salsa

“lah Salsa sakit…” ucap Ibu kak Nenah, yang baru pulang dari toko

“iyah Bu…” jawab kak Nenah
Ibu kak Nenah duduk disebelah kak Salsa sambil mengelengkan kepalanya “semoga lekas sembuh, kasian inimah…”

Tidak lama Ibunya kak Nenah mengelapi wajah dan badan kak Salsa perlahan, waktu semakin malam semakin datang, waktu magrib sudah berlalu begitu saja,
sementara kak Salsa masih saja tertidur.

Beberapa kali hanya terseyum dari wajah kak Salsa yang aku lihat itu bukan senyuman khasnya,
“seperti bukan kak Salsa” ucapku dalam hati, memperhatikan dengan sangat detail. Raut wajahnya apalgi seperti mengkerut “iyah itu bukan kak Salsa” ucapku pelan

Apalagi berkali-kali hanya terseyum, padahal matanya kak Salsa tetutup, aku semakin khawatir sekali.
*** Selanjutnya, bagian akhir dari cerita ini, apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah nomor 096 dan segala keanehan lainya, apakah akan jelas diakhir cerita? Tunggu, tidak akan lama lagi cerita berlanjut!
* mari kita lanjutkan cerita ini, sampai selsai!

Aku masih saja menunggu harap-harap cemas kabar dari Bapak dan Ibu, padahal ini adalah weekday yang setauku, selama sudah hampir dua bulan menikmati jalanan kota tidak pernah selama ini menunggu ibu.
“sampai mana Bas orang tua...?” ucap Silvi dengan khawatir

“belum tau Vi, barusan sudah aku chat Ibu tapi belum ada balasan sama sekali” jawabku

Kondisi kak Salsa semakin parah, apalagi beberapa kali meliahat keringatnya semakin bercucuran lebih dari sebelumnya,
bahkan Ibu kak Nenah juga beberapa kali mengelap keringat itu, dan terlihat sangat khawatirnya, sama denganku saat ini.

Tidak lama hp ku bergetar, kemudian berdering ada nomor masuk ke hpku, bahkan Silvi juga melihatnya berbarengan denganku.
“angkat aja Bas, siapa tau penting.” Jawab Silvi

“halo…” ucapku, sambil mengangkat tlp

“Bas ini mang Yaya, ini amang sama Ibu dan Bapak sudah di jalan sebentar lagi sampai”

Aku hanya diam, dan entah kenapa memikirkan sesuatu yang aneh, dan tlp kembali terputus begitu saja
“siapa Bas…” tanya Silvi

Segera aku menarik Silvi untuk ikut denganku mengobrol di luar rumah kak Nenah dan Silvi mengikuti langkahku, duduk didepan rumah kak Nenah

“Vi, barusan mang Yaya yang tlp katanya dengan Ibu dan Bapak, aku pikir orang yang dikatakan Anton,-
-tentang persekutuan itu mang Yaya, dan dibalik semua kejadian itu ulah mang Yaya, tapi kenapa bisa bareng dengan Ibu dan Bapak yah...” ucapku

“iyah Bas, tidak tau aku kalau begitu, tapi semoga bukan mang Yaya benar. Mungkin ada hal-hal lainya bas.” Jawab Silvi dengan tenang
Bahkan ingatanku melihat mang Yaya yang pernah keluar dari rumah sebelah no. 096 itu, tidak pernah aku katakan kepada Silvi, hanya aku simpan baik-baik saja.

“iyah semoga aja tuduhanku salah Vi.” Ucapku

Tidak lama benar saja ada mobil yang aku kenal berhenti di depan
rumah kak Nenah, kemudian Ibu, Bapak dan Mang Yaya keluar dengan tergesa-gesa.

“gimana kakak kamu Bas?” tanya Bapak

Aku jelaskan keadaan kak Salsa, sementara Ibu, mang Yaya dan Silvi kedalam rumah, aku yang belum menjawab petanyaan Bapak melihat dari luar,
langsung saja mang Yaya mengobati kak Salsa, sama sebelumnya yang pernah aku lihat ketika kejadian malam kemarin di rumah, dan masih dengan jari tangan kananya yang masih dibungkus bekas luka yang sebelumnya aku ketahui.

Terlihat Ibu duduk disebelah Ibunya kak Nenah,
Silvi dan kak Nenah disebelah lainya dekat badan kak Salsa. Tiba-tiba tedengar erangan suara kencang dari kak Salsa yang seperti menahan sakit yang sangat-sangat menyakitkan, kemudian di susul dengan suara ketawa kencang perempuan yang baru pertama aku dengar.
“Bas, sudah duduk dulu disini Bapak mau bicara” ucap Bapak

“iyah Pak…” jawabku

“apa yang bapak sebelumnya khawatirkan terjadi, ternyata tidak sampai satu tahun, hanya dua bulan saja, benar.” Jawab Bapak sambil melihatku

“Pak, apapun itu, kesembuhan kak Salsa-
-lebih penting, Bastian jujur sudah tidak peduli apa masa lalu yang terjadi, niatnya kan Bastian hanya ingin kuliah, tidak ingin kejadianya seperti ini” jawabku dengan sedikit tegas

“benar, tapi Bas, nanti Ibu sendiri yang akan jelaskan kepada kamu.” Jawab Bapak, seperti
menahan apapun yang ingin Bapak sampaikan, dan kemudian mengelus-ngelus kepalaku

Segera aku kedalam sementara Bapak tetap menunggu diluar, didalam aku tidak tau dan sedikit lega kak Salsa sudah dalam keadaan terbangun, sementara matanya masih melihat dengan tatapan kosong.
“gimana kondisi kak Salsa mang?” tanyaku

“beginilah Bas… sulit…” ucap mang Yaya

Tidak tau kenapa ibu tiba-tiba pamit pada ibu kak Nenah dan berterimakasih, kemudian mang Yaya mengakat kak Salsa yang masih belum sadar, aku masih dibuat heran dengan kondisi ini,
atau mungkin tidak enak dengan segala yang terjadi karna tidak mau merepotkan Ibunya kak Nenah.

Segera aku membawa tas kak Salsa, dan mengantarkanya kedalam mobil. Ibu belum bicara apapun raut wajahnya hanya kosong dan kecemasan yang aku lihat.
“kemana ini Bu?” tanyaku

“balik ke rumah saja Bas.” Ucap Ibu dengan sangat pelan

Mang Yaya hanya menganguk kemudian bapak menyuruhku menyusul dan aku setuju, kemudian aku kembali masuk ke dalam rumah dan pamitan kepada Ibu kak Nenah, kak Nenah dan Silvi.
Aku diantarkan ke depan oleh Silvi yang sangat khawatir dengan keadaanku

“Bas itu kak Salsa kosong, yang didalam adalah perempuan yang sebelumnya kamu ceritakan dan kak Salsa liat, hati-hati yah Bas, kabarin aku sebisa mungkin.” Ucap Silvi sambil terlihat menahan air mata
“pasti Vi, makasih yah Vi, aku pulang dulu, pasti aku kabarin.” Jawabku, segera meninggalkan rumah kak Salsa dengan mengendarai si kukut

Sepanjang perjalanan aku dilema dengan pikiranku sendiri, disisi lain aku sama sekali apa yang sebenarnya terjadi
dan kenapa sampai seperti ini, disisi lain, aku sangat khawatir dengan kak Salsa dan disisi lainya juga penasaran dengan rumah nomor 096 itu juga kepada mang Yaya.

Pikiran yang semakin liar ini, terus menemaniku melewati jalalan kota ini,
memikirkan kesalahan tidak akan pernah menjadi kebaikan dan memikirkan kebaikan selamanya hanya pikiran saja, tanpa perlakuan memperbaiki kesalahan itu.

Tidak lama sebelum sampai di rumah, kembali aku berhenti didepan gerbang rumah nomor 096 ini aku perhatikan baik-baik,
memang kesan dimalam hari sangat berbeda jauh lebih menyeramkan walau perasaan itu mungkin pikiranku sendiri yang membuat.

Kurang dari 2 menit segera aku menyalakan si kukut kembali, dan masuk kedalam halaman rumah, benar saja mobil Bapak sudah berada di halaman rumah.
Aku tidak melihat orang didepan rumah, segera aku masuk dan terlihat kak Salsa terbaring dengan mata yang masih terbuka sayu, dan tidak bicara apapun.

“sudah Ya… Salsa, malam ini juga mau dibawa pulang saja” jawab Ibu dengan nada pelan
Mang Yaya masih saja mencoba segala cara, seperti apa yang aku lihat sekarang, bapak lebih banyak diam dan mentap kak Salsa terus menerus.

“Bas, sini ikut ibu…” ucap Ibu sambil berjalan pelan kebelakang rumah

Ibu langsung duduk dihalaman belakang rumah,
setelah membuka kunci pintu dapur dan menatap kosong ke arah gerbang pemisah rumah, dengan rumah sebelah.

“kenapa Ibu mengajak aku kesini dan menatap ke arah pintu itu?” tanyaku duduk disebelah Ibu

“kamu tau ketika Ibu kesini tidak duduk disinikan?” jawab Ibu perlahan
Aku hanya menganguk dan membenarkan apa yang dikatakan Ibu, karna ketika mengantarkanku kesini, Ibu memang tidak sama sekali ke halaman belakang

“13 tahun yang lalu, ketika usia kamu 3 tahun dan tahun itu dimana Nenek meninggal tidak wajar, semua kenangan di halaman belakang-
-ini memori ibu begitu sakit, ingatan Ibu terluka dan perasaan Ibu hancur.” Ucap Ibu sangat pelan, ketika aku lihat air matanya keluar begitu saja

“aku tidak pernah tau soal itu bu?” ucapku, menjawab dengan pelan

“sama kakakmu juga (Salsa) tidak pernah tau hal ini,-
-hari itu keadaan keluarga kita sedang dan kamu juga tau sendiri ekonomi keluarga kita tidak lekas membaik, solusinya kamu tetap kuliah tahun ini dan kakakmu tinggal disini, begitukan. Ibu hubungi mang Yaya karna masa lalu itu Ibu pikir dengan waktu 18 tahun lamanya-
-sudah benar-benar berlalu, kenyataanya tidak Bas, buktinya sumpah serapah dan dendam itu masih terjadi” ucap Ibu mengelap kedua matanya yang sudah dibasahi oleh air mata

“sudah, ibu tidak kuat, ibu masih ingat kejadian itu, sakit sekali, dari sebuah kejadian kita memang-
-hanya bisa menerima, kamu ikut pulang dulu, selanjutnya kita obrolkan di rumah saja” ucap Ibu dan dengan tiba-tiba, benar-benar diluar nalarku, suara keras itu menghantam pintu yang terbuat dari besi itu sangat keras.

“brakkk…”

Sontak membuatku kaget dan tentunya juga Ibu,
apalagi kondisi dan suasana sedang dalam seperti ini, ibu hanya menganguk berkali-kali dan mengajaku untuk masuk ke dalam rumah.

Aku tidak berani sama sekali bertanya tentang apapun, apalagi raut wajah dari Ibu yang tidak biasanya, terkesan bukan hanya kaget, tapi seperti
mengetahui sesuatu yang tidak baik akan datang, langkahnya menuju dalam rumah sangat cepat.

Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam saja, apalagi barusan Ibu baru menjelaskan sedikit dengan masih banyak pertanyaan dan penjelesan yang sangat ingin aku ketahui.
“pak ayo malam ini juga kita pulang, bawa Salsa ke mobil… Bas bawa perlengkapan kamu dan kak Salsa seadanya dulu saja yang diperlukan… urusanya lainya nanti saja di urus dirumah” ucap Ibu dengan nada yang tegas,
dan ini baru pertama kali bahkan aku mendengar nada bicara Ibu bisa seperti itu.

“tapi teh... Salsa masih dalam kondisi seperti ini, baiknya bermalam dulu disini sambil mamang coba terus sembuhin dulu” Sahut mang Yaya

Aku yang langsung bergegas dengan cepat hanya membawa
laptop dan alat-alatku juga kak Salsa seperlunya saja mendengar hal itu, langsung menoleh ke arah Ibu. Dan ibu bahkan tidak ada jawaban sama sekali.

“coba teh pikirkan dulu baik-baik, kasian juga kondisi Salsa, semuanya sudah berakhir teh... kejadian itu sudah lama-
-tidak mungkin terjadi lagi...” ucap mang Yaya, dengan gemetar

“tau apa mamang soal kejadian itu? Aku anaknya, aku yang tau sebenarnya yang terjadi, keluarga hanya menerima, aku yang tidak pernah sama sekali terima tau hal-halnya, dan harus ingat dulu sebelum Ibu pergi,-
-siapa hah yang mengerusnya terbaring disini!?” jawab Ibu sambil meneteskan air mata

Bahkan aku tidak mengerti sama sekali yang dikatakan Ibu dan mang Yaya, tapi sepintas apa yang sebelumnya Ibu bicarakan barusan dibelakang sudah membuat aku paham,
bahwa ini ada kejadian masa lalu yang benar-benar perlu aku tau.

Bapak yang mendengar ucapan Ibu seperti itu, langsung mengangkat badan kak Salsa yang dalam kondisi menatap kosong ke arah atap, matanya terbuka, tapi ekspresi yang ada dalam dirinya seperti hilang.
Mang Yaya hanya tertunduk dengan apa yang barusan Ibu bicarakan, dan tidak berani lagi menatap Ibu.

“ini bukan salah saya teh...” ucap mang Yaya dengan perlahan

Aku langsung mengikuti langkah Ibu dan Bapak,
bodohnya aku masih saja sempat menitipkan si kukut kepada mang Yaya dan memberikan kuncinya, walau aku tau betul mang Yaya tidak bisa mengendarai sepeda motor.

Aku duduk didepan, sementara kak Salsa menyender kepada pundak Ibu, dengan kondisi yang masih sama,
sama sekali tidak ada gerak, tidak ada apapun kecuali tatapan kosong.

“mang saya pamit dulu...” ucap Bapak

Mang Yaya hanya tertunduk dengan jawaban yang sangat pelan, mengantakan sampai depan halaman rumah,
sementara aku melihat Ibu dari spion tengah mobil bagian depan menatap kosong seperti banyak hal yang Ibu pendam.

“Pak, sesuai rencana kita...” ucap Ibu

“mau kemana Bu?” tanyaku

“Bas, kita ke rumah kakek Bambang dulu, kakek Bambang dulu teman dekatnya kakek kamu,-
-panjang sekali umurnya, sampai saat ini beliau masih sehat dan ingatanya masih bagus juga, Ibu minta maaf kenapa tadi Ibu lama sampai ke rumah Nenah, ibu berkunjung dulu ke rumah kakek Bambang, dan alhamdulilah walau sudah hampir belasan taun-
-tidak bertemu masih ingat.” Jawab Ibu menjelaskan

Aku hanya menganguk saja, mendengarkan apa yang barusan Ibu ucapkan, malam semakin larut, bahkan setelah keluar kota dan masuk ke dalam Tol, Bapak mengambil bukan ke arah rumah, malah ke arah berlawanan.
Tidak jarang aku memastikan keadaan kak Salsa yang masih tidak berubah, dan Ibu terlihat menahan air mata yang ingin segera turun menyapa kedua pipinya tersebut. Dan aku cukup tau diri tidak berbicara apapun,
bahkan aku paham Bapak menyimpan apapun yang ingin dibicarakan begitupun sama denganku juga Ibu.

“maafkan Ibu Bas...” tiba-tiba ucap Ibu

Segera aku menoleh ke arah belakang, dan terlihat air matanya jatuh begitu saja. Dan beruntungnya jalanan tidak padat,
sehingga Bapak sedikit memacu mobil untuk segera sampai ke rumah kakek Bambang.

“Ibu yang salah, tidak mendengarkan omongan Bapak, Ibu percaya sama mang Yaya, sebelum Ibu putuskan kamu tinggal di rumah itu, ibu sudah bicara panjang dengan mang Yaya dan mang Yaya berhasil-
-meyakinkan Ibu; Teh semuanya bakalan baik-baik saja” ucap Ibu perlahan

Bapak hanya menganguk, mendengarkan sebuah pengakuan dari Ibu.

“tapi kenyataanya, dan Ibu percaya sekarang hal-hal dulu yang selalu Bapak wanti-wanti soal kak Salsa akhirnya terjadi,-
-setelah 20 tahun waktu yang berlalu. Tidak tau dosa siapa, tapi Ibu yakin Nenek kamu tidak bersalah dan tidak pernah memiliki rasa yang dibanggakan dengan kelahiran kak Salsa pada saat itu pada keluarga Dirman...” jawab Ibu

“Dirman siapa bu?” tanyaku langsung
“Dirman pemilik rumah kosong disebelah itu Bas, yang ada pintu penghubung dengan rumah Nenek kamu” jawab Bapak

“rumah nomor 096?” ucapku

“kamu tau nomor itu?” tanya Ibu sangat heran

Dan baru saja aku akan menjawab, tiba-tiba kak Salsa tertawa sangat menakutkan,
seperti pada film-film horror yang sebelumnya pernah aku dengar, dan baru kali ini aku mendengarnya langsung. Bulu pundaku berdiri dengan begitu saja dan benar-benar menakutkan apalagi dengan muka tanpa ekspresi hanya matanya yang melolot seperti ingin lepas.
“sebentar lagi sampai tahan dulu yah Kak...” ucap Bapak dengan gemetar

Ibu hanya kembali meneteskan air matanya, yang mulai tidak ada hentinya mengalir begitu saja. Dalam kondisi seperti ini aku dan pikiranku yakin, sesuatu yang aneh dengan semua ini akan segera aku ketahui.
Masih aku sempatkan untuk mengecek hp ku, pesan masuk dari Nenah, dan Silvi sangat penjang sekali, tapi aku lebih tertarik dengan pesan dari kak Nenah karna ada kalimat

“benar bas, itu rumahnya”

Segera aku klik pesan itu dan aku baca perlahan, dan benar saja.
“kata Ibuku setelah aku cerita semuanya, benar bas kalau kamu masih ingat dipertemuan kita pertama dengan Salsa aku pernah bilang di jalan itu dulu pernah ada kejadian yang melegenda soal kejadian yang aku sebutkan itu, -
-itu benar samping sebelah rumah nenek kamu, kalau rumah nenek kamu 097 berarti rumah itu 096, benar bas itu rumahnya.” Isi pesan kak Nenah

Aku hanya menarik nafas dalam-dalam, seolah tidak percaya dengan semua yang sudah berlalu,
tapi aku hidup dalam kenyataan dan kondisi saat ini yang sedang aku alami. “benar-benar ini ada sebuah tragedi masa lalu” ucapku dalam hati

Tidak terasa, bahkan hampir satu jam perjalanan, aku melihat Bapak sudah membelokan ke salah satu rumah sama besarnya dengan rumah Neneku,
yang berada di samping jalan utama, bahkan tidak terlalu jauh dari pintu keluar Tol.

Langsung saja, seorang wanita seumuran dengan Ibuku membukakan pintu gerbang, ketika aku melihat ke jam yang terpasang dilayar monitor mobil “tidak terasa sudah hampir tengah malam” ucapku.
Ketika lampu mobil menyorot ke arah depan rumah, terlihat lelaki tua dengan rambut yang dari kejauhan sudah memutih beridiri dan tersenyum ketika Bapak keluar dari mobil dan langsung memangku kak Salsa, tapi anehnya, aku melihat kak Salsa dengan wajahnya mengerut,
dan benar saja langsung teriak sangat kencang!

Bapak langsung saja berjalan dengan cepat, dan aku semakin khwatir dengan kondisi kak Salsa. Segera turun dengan Ibu yang dipegang oleh wanita yang membukaan gerbang, karna telihat langkah ibu sangat perlan,
dan aku yakin wanita itu kalau bukan anak kakek Bambang mungkin pekerja rumah tangga disini.

Aku berjalan bareng dengan Ibu, ketika masuk kak Salsa sudah terduduk di kursi ruangan tengah di rumah ini, dan tidak terlihat keberadaan kakek Bambang.
Aku dan Ibu juga Bapak sudah duduk menunggu kakek Bambang datang, dan tidak lama dibarengin wanita yang sebelumnya membantu Ibu berjalan datang, dengan membawakan air minum.

“lama sekali teteh tidak berkunjung kesini, dulu sama seperti Bapaknya teteh Suherman,-
-memang harus selalu saya yang datang ke rumah itu, berapa lama yah? 1997 kalau tidak salah saya terakhir kesana ikut mengantarkan Nenek ke tempat peristirahatan terakhir...” ucap kakek Bambang, sambil duduk dan membakar rokoknya

“iyah kek, teteh tidak tau lagi harus datang-
-dan minta tolong ke siapa, tidak tau kenapa, beberapa hari kebelakang teteh mimpi ngasih minum kopi ke Bapak (kakeknya Bastian) ini dan kek Kakek yang sedang duduk di halaman belakang...” jawab Ibu

“sudah besar-besar yah Bastian sama Salsa ini, padahal-
-hari dimana kalian lahir, kakek tidak pernah absen datang loh hehe...” ucap kakek Bambang

Aku hanya terseyum saja mendengarkan begitu hangat ucapan dari kakek Bambang, beda dengan kak Salsa yang tiba-tiba selalu berekspresi seperti menunjukan ketidaknyamanan berada di rumah ini
“heeeemmm... hemmmm...” tidak jarang erangan keluar dari mulut kak Salsa tanpa ekspresi dan tatapanya yang masih saja kosong

“sudah biarkan saja, aman kok baik-baik saja semuanya...” sahut kakek, sambil berpindah duduk di sebelah kak Salsa
Kakek Bambang langsung segera mengelus-elus kepala kak Salsa berkali-kali sambil tersenyum, dan aku hanya menyaksikan saja, begitu juga dengan Ibu juga Bapak

“andai kedekatan dulu dengan keluarga Dirman tidak sampai segitunya,-
-mungkin kejadian itu tidak perlu tersangka untuk dijadikan kambing hitam. Nek Suherman terlalu baik, bunuh diri itu bakalan tetap terjadi andai kata Nek Suherman mencengahnyapun, itu sudah takdir,-
-sudah bukan lagi cara manusia yang berkerja itu cara tuhan yang berkerja sebagaimana mestinya... tapi sayang kejadian itu, harus Nek Suherman yang menjadi kambing hitam...” ucap kakek Bambang dengan perlahan, dan tidak hentinya mengusap-usap rambut kak Salsa,
yang masih saja mengeluarkan suara erangan.

Aku memperhatikan dengan jelas dan baik-baik apa yang dikatakan kakek Bambang, walau pertemuan ini yang pertama bagiku, tapi melihat Ibu dan Ayah sebegitu dekatnya.
“kek, aku yang mendengar sebenarnya kenapa...” ucap Ibu, sambil meneteskan air mata

“jawaban teteh akan sama dengan saya, itulah kenapa saya selalu menganggap teteh dan bapak sampai sekarang seperti anak saya, walau saya tidak semuda dulu segalanya...” jawab Kakek Bambang
Aku melihat jam di ruagan tengah ini sudah hampir jam 01:00 dini hari, dan semenjak sore kak Salsa masih saja seperti ini, bahkan aku benar-benar khawatir dengan keadaanya, apalagi ingat omongan Silvi bahwa itu sepenuhnya bukan kak Salsa, melainkan mahluk lain.
“teteh taukan, kehamilan teteh mengandung Salsa adalah kebahagian keluarga besar teteh apalagi kakak-kakak teteh belum mempunyai anak dari istrinya masing-masing. Kebahagian untuk keluarga teteh tidak sama dengan yang dirasakan Keluarga Dirman teh,-
-apalagi mereka hanya memiliki satu anak perempuan, mempunyai keturunan adalah impian dari sebuah keluarga teh, tapi sayangnya persekutuan itulah yang menyebakan sampai seperti sekarang.” Ucap kakek Bambang, perlahan dan sambil tersenyum
Bapak tidak berkata apapun sama denganku, hanya diam dan mendengarkan dengan baik.

“kenapa haru dan selalu kepada keluarga teteh kek... ini bukan salah keluarga teteh sepenuhnya kek...” ucap Ibu sambil meneteskan air mata
Oborlan malam ini, mungkin sebelumnya tidak pernah aku pikirkan sama sekali, apalagi ini adalah hal pertama aku harus dan keadaan sendiri yang membuatnya harus seperti ini, mengetahuinya

Kakek Bambang hanya diam tidak menjawab dan terlihat memejamkan mata,
lalu mengusap rambut kak berkali-berkali dengan sedikit mengunakan tenaga

“aku ingin anak ini... hihihi anak ini sudah aku tunggu kembali hihih lucu sekali maniss...” ucap kak Salsa untuk pertama kalinya setelah sekian jam tidak berbicara sama sekali
Tapi suaranya jelas
bukan suara kak Salsa yang sebelumnya aku tau betul kak Salsa seperti apa, tanganya seperti mengendong bayi menganyunkan berkali-kali. “iyah ini mahluk yang sebelumnya Silvi katakan” ucapku dalam hati

“ini bukan anakmu, jatah hidupmu sudah selsai. Kamu hidup dengan dendam-
-kamu berkahir dengan keputusaan jangan jadikan anak ini adalah alasan kamu datang kembali...” ucap kakek Bambang

Ibu hanya melihat kak Salsa dengan air mata yang sedari tadi tidak berhenti turun membasahi pipinya, sementara ayah sama denganku hanya memperhatikan.
“so tau! So tau kamu hah!!!! Bajingannnn... anak ini miliku sekarang akan ikut denganku, aku sudah punya perjanjian dan dia sudah memberikanya kepadaku!!!!” jawab mahluk itu dengan membentak, yang masuk kedalam tubuh kak Salsa.

Kakek Bambang tidak berkata apapun lagi,
langsung mengusap punggung kak Salsa dengan keras dan langsung mengusap wajah kak Salsa. Dengan sendirinya kak Salsa tertidur begitu saja dipangkuan kakek Bambang, terlihat diwajahnya keringat mulai bercucuran dengan sendirinya.
“saya sengaja dari datang tidak langsung mengeluarkan mahluk itu, mahluk itu masih ada disni menunggu Salsa lemah dan sadar, sebelum semua badanya tertutup bakalan seperti ini lagi, selamanya,-
-ingat saja maaf teh... kepergian Nek Suherman sebelumnya ingat sama percis seperti ini...” ucap kakek Bambang

“ingat betul kek, kerasukan selama dua hari dan seminggu setelah kejadian itu Ibu pergi...” jawab Ibu sambil meneteskan air mata
“Bastian, siapa yang masuk ke dalam rumah itu? Kamu? Kak Salsa? Atau siapa?” tanya kakek Bambang

Aku yang sedang memperhatikan tiba-tiba kaget dengan pertanyaan kakek Bambang yang secara tiba-tiba.

“tidak kek, aku dan kak Salsa sepakat mengikuti peraturan yang mang Yaya-
-berikan, dan tidak pernah sama sekali masuk dan membuka gerbang itu...” jawbaku dengan perlahan

“walau aku dan kak Salsa juga temanku Anton mengalami hal-hal aneh dari rumah sebelah entah itu gangguan atau apa aku tidak benar-benar tau...” jawabku lagi meneruskan
Obrolan di ruang tengah, dengan sedikit tenang apalagi melihat kak Salsa sudah tertidur dipangkuan kakek Bambang sedikit lega, walau perkataan “mahluk itu masih ada disini” tentu membuat aku cemas

“dengar teh, saya rasa rasa kita sepakat dan paham kalau yang sudah melakukan-
-perjanjian dengan memberikan Salsa kepada mahluk itu tau siapa orangnya... dan Bastian saya rasa benar-benar jujur, sesuai apa yang siang tadi kita obrolkan.” Jawab kakek Bambang

Ibu dan Bapak hanya menganguk berkali-kali,
sementara aku belum mengetahui apa yang sebelumnya ibu obrolkan.

“tidak apa-apa Bas, sudah waktunya kamu tau juga...” ucap Ibu

Baru saja Ibu akan menjelaskan panjang, kakek Bambang memotong dengan mengusap kembali wajah kak Salsa, dan terlihat kak Salsa membuka matanya
perlahan, sangat pelan. Segera kakek Bambang memberikan minum. Dan kak Salsa sangat sayu sepeti sangat kelelahan, sambil meninum air yang disodorkan oleh kakek Bambang

“ibu...” ucap kak Salsa

Segera ibu memeluk kak Salsa dengan sangat lembut sambil menangis aku ikut senang
sekali dengan apa yang aku lihat. Karna sebelumnya khawatiran dan pikiran tidak baik silih berganti bergelut dalam perasaanku sendiri

“lanjutkan teh, apa yang mau teteh ucapkan barusan, biar Bastian juga Salsa dengar dan tau, tidak apa-apa ada saya saksinya,-
-begitukan Pak?” tanya kakek Bambang

“iyah benar Bu, ada baiknya lagian sudah kejadian apapun yang pernah kita khawatirkan sebelumnya.” Jawab Bapak dengan perlahan

Kak Salsa terus menerus menimum air dalam gelas yang barusan diberikan oleh kakek Bambang,
sementara aku menunggu dan tidak tau kenapa cukup bagiku informasi-informasi sebelumnya yang sudah aku dapatkan “mungkin tidak akan terlalu kaget” ucapku dalam hati

“jadi begini Bas, Salsa juga dengarkan baik-baik, Ibu minta maaf memang salah Ibu yang terlalu memaksakan-
-kalian berdua tinggal di rumah bekas Nenek itu. Awalnya Ibu terpengaruh dengan omongan mang Yaya karna ketika mendengar penjelasan mang Yaya; tidak pernah ada gangguan apapun setelah 14 tahun lamanya, Ibu dan kedua kakak Ibu pergi dari rumah itu, kenyataanya sekarang-
-terbukti Ibu salah besar, dan hampir kehilangan Salsa dengan cara yang sama walau waktu yang berbeda... Bastian Ibu tau kamu tidak terima dan semenjak obrolan di rumah yang kamu dengar, pasti kamu juga sudah mikir ada sesuatu yang aneh,-
-dan ini Bas yang selama ini Ibu khawatirkan terjadi...” ucap Ibu sangat perlahan

Aku hanya menganguk saja, sementara kakek Bambang tersenyum dengan penjelesan awal dari Ibu.

“lalu masa lalu dan segala kejadian yang sudah Ibu bilang dan juga barusan kakek Bambang jelaskan-
-bagaiamana itu Bu? Aku bakalan paham lagian ini harus jelas, sehingga aku juga paham.” Ucapku dengan tenang

“dulu, ketika Ibu gadis, dan kedua kakak Ibu Haman dan Yadi sudah dewasa, anak pertama Ibu Dirman dan Pak Dirman seumuran dengan Ibu, bermain bersama-
-dan segalanya bersama apalagi kakek kamu yang berbisnis di luar kota dengan kakek Bambang yang sekarang ada dihadapan kamu ini sekarang jarang pulang, dan sekalinya pulang tidak pernah lama, akhirnya kedekatan Nenek dengan Ibu Dirman begitu dekat, karna Ibu dan Nenek hanya-
-tinggal berdua apalagi ketika kedua kakak Ibu sudah berkerja di luar kota juga.” Ucap Ibu menjelaskan

“benar Bas, Salsa kakek ini adalah saksi hidup keluarga kalian...” ucap kakek Darman sambil tersenyum dan berpindah tempat duduk, kemudian membakar rokoknya
“waktu itu ibu menikah dengan Bapak, dan satu tahun kemudian lahirlah Salsa, anak Ibu Dirman Maya juga sama, tidak lama menikah, semua baik-baik saja sampai ketika Ibu hamil Salsa, Ibu Dirman tidak sabar menunggu kehamilan anaknya juga sama, namun sampai Salsa lahir,-
-Maya tetap belum hamil dan Ibu Dirman sangat menunggu hal itu, sampai Salsa dianggap seperti cucunya Ibu Dirman sambil menanti kehamilan anaknya, Pintu gerbang itulah yang sengaja di buat oleh Ibu Dirman dari dulu-
-agar semakin dekat dan mudah hubungan kedekatan dengan keluarga nenek...” ucap Ibu, sambil mulai menatap kosong

Aku mulai paham dengan penjelasan Ibu sampai sini, apalagi soal kedekatan dan sampai gerbang yang menghubungkan dua rumah 096 dan 097 menjadi berdekatan.
“lalu bu...” ucapku, karna menunggu Ibu tidak melanjutkan omonganya

“lalu... sampai ditahun kelahiran Salsa, Bapak Dirman suami Ibu Dirman meninggal, dan Ibu sumpah mendengar omongan ini dari Nenek; meninggalnya Pak Dirman karna besekutu dengan mahluk lain lewat orang pintar,-
-karna tuntutan ingin anaknya segera hamil... “ jawab Ibu sambil meneteskan kembali air matanya

“kepergian itulah... yang membuat Ibu Dirman bukanya menjadi sadar dan menerima bahwa semua itu adalah urusan pencipta, malah semakin menjadi meminta pertolongan hal-hal lain-
-dan bersekutu dengan mahluk lain, dan karna stres juga pikiran juga tuntutan Ibunya yang mengelola usaha, karna gengsi juga, tekanan pada Maya semakin besar di tahun itu... dan hanya Nenek yang menjadi Saksi setiap kejadian itu, dan Ibu adalah tempat dimana nenek bercerita,-
-sampai akhirnya Maya mengakhiri hidupnya ketika Ibu mengandung kamu Bas... dengan cara gantung diri di halaman belakang rumah, kejadian itu yang menjadi saksi utamanya adalah Nenek kamu...” ucap Ibu menjelaskan dengan perlahan

“sontak kabar hampir satu kota ramai-
-apalagi keluarga Dirman orang terpandang, dan sayangnya Nenek di tuduh oleh Ibu Dirman tidak bisa menjaga anaknya Maya, sehingga bunuh diri, sementara memang Maya sangat dekat dengan Nenek kamu Bas... hari dimana kamu baru lahir 2 hari Nek Dirman meninggal-
-karna kecelakaan patal, semenatara banyak Saksi melihat memang kejadian itu sangat aneh, dan menjadi cerita ramai sampai satu kota mengetahuinya di tahun itu...” ucap Ibu

Aku hanya terdiam dan kaget sekali, dengan apapun yang barusan aku dengarkan baik-baik
walau kenyataanya dulu sampai seperti itu.

“Bastian baru tau sekarang Bu kenapa?” tanyaku penasaran

Kakek Bambang hanya tersenyum dengan apa yang aku tanyakan kepada Ibu, dan Bapak hanya mengangguk berkali-kali.

“di akhir hari meninggalnya kakek, Kakek berpesan,-
-kelak nanti cucunya jangan sampai tau, karna Neneknya tidak salah... dan kamu harus tau Kakek meninggal karna kecelakaan, dan karna sudah banyak mengalami hal-hal aneh selama di rumah, padahal dulu kakek kamu yang mengurus rumah itu, -
-karna Kakaknya Ibu Dirman berada di luar kota... dan sampai bertahun-tahun kejadian serta gangguan tidak pernah berhenti sampai kamu berusia 3 tahun Bas dan Salsa 5 tahun, sampai Nenek juga meninggal dengan cara yang sama, walau sudah banya orang bisa menyarankan-
-untuk meninggalkan rumah itu... termasuk kakek Bambang... itulah kenapa Ibu selama ini selalu dihantui kejadian tersebut dan tidak pernah paham maksud semua ini...” jawab Ibu menjelaskan

Seketika ada perasaan marah pada kejadian perginya Kakek dan Nenek dengan cara seperti itu
sementara disisi lain semuanya sudah terjadi.

Kak salsa hanya tersenyum mendengarkan obrolan Ibu, dan anehnya senyumnya kembali
bukan seperti biasa.

“biarkan dulu saja teh, suruh dia mendengarkan juga...” ucap kakek Bambang
“masuk lagi” ucapku dalam hati, Ibu hanya menganguk saja, seolah mengerti apa yang dikatakan kakek Bambang

“kemudian Ibu pergi dari rumah itu dan kakak-kakak ibu juga setuju untuk menjualnya, selama belasan taun itu juga tidak pernah laku dua rumah yang saling berdempetan itu,-
-dan selama itu juga mang Yaya yang dulunya tukang kebun menjaga rumah itu, dan Ibu melarang untuk kembali masuk kedalam rumah itu...” ucap Ibu

Tiba-tiba ibu berkata seperti itu, “tidak boleh masuk”.

“lalu Ibu pergi ke kota Bapak kamu Bas, tinggal disana... dan akhirnya-
-keinginan pada Salsa terjadi lagi, setelah ibu yakin mang Yaya melakukan persekutuan, walau kakek Bambang tetap menyarankan Ibu berbaik sangka dulu...” ucap Ibu

Dan tidak lama disusul oleh tertawa yang sebelumnya aku dengar ketika didalam mobil, kembali keluar dari kak Salsa
dan jauh menakutkan
Kakek Bambang yang kaget juga, segera merangkul kak Salsa, dan mengelus-ngelus kembali seperti waktu sebelumnya.

“lanjutkan saja teh...” ucap kakek Bambang

“iyah setelah sekian lama akhirnya mahluk yang sebelumnya menganggu keluarga besar Ibu kembali-
-dengan tujuan yang sama... tapi itu kesalahan ibu sendiri Bas... maafkan Ibu...” ucap Ibu kembali menangis

Bapak dan aku tidak kembali bicara, aku yang sudah mengetahui singkatnya penjelasan dari Ibu sedikit tenang kejadian masa lalu itu benar-benar diluar dugaanku,
kak Salsa yang kembali terseyum-senyum aneh dengan mata yang tertutup kembali biasa lagi.

“malam sudah larut sekali, ada baiknya kalian istirahat saja dulu sini teh, besok kita bicarakan lagi baiknya seperti apa...” ucap kakek Bambang

“kondisi Salsa kek?” tanya Bapak
jelas sangat khawatir

“nanti besok kita liat yah, sudah kalian istirahat di kamar sana, Wati sudah menyiapkanya...” ucap kakek Bambang sambil menunjuk salah satu kamar

“biar kakek sama Salsa, sama Bastian ngobrol dulu yah teh...” ucap kakek Bambang
Ibu dan Bapak sangat percaya sama kakek Bambang, sehingga mendengarkan saran kakek Bambang dan segera ke kamar untuk istirahat, sementara ayah memarkirkan mobil terlebih dahulu dan kembali kamarnya.

Aku melihat jam sudah 02:00 dini hari, kakek Bambang terus saja
mengusap-usap rambut kak Salsa seperti sebelumnya sudah dilakukan.

“Bas... ngerokok, tuh kalau suka bakar aja...” ucap kakek Bambang

“iyah kek...” ucapku, sambil menerima tawaran kakek Bambang
“Bas, kakek tau, umuran kalian inikan sama dengan umuran cucu-cucu kakek, jiwa penasaran dan rasa ingin tau adalah hal yang wajar... kamu bisa ambil kesimpulan dari cerita Ibu itukan, memang tidak masuk akal jika logika yang dipakai untuk menafsirkannya... tapi kenyataanya-
-seperti itu Bas...” ucap kakek Bambang

“Iyah kek, Bastian paham, tapi apa benar... nyawa dan dendam taruhanya kek sampai saat ini?” tanyaku dengan perlahan

Karna tidak ada Ibu dan Bapak aku jadi bisa selepas mungkin mengobrol dengan kakek Bambang.
Kakek Bambang hanya menganguk dan tersenyum.

“telat saja 2 malam, sudah kak Salsa tidak akan tertolong... ada orang yang masuk ke rumah itu dan menyetujui, membantu dendam yang selama ini membuatnya gentayangan belasan tahun lamanya, akhirnya seperti ini...” ucap kakek Bambang
Aku yakin ini mang Yaya dibalik semuanya ini, apalagi aku pernah melihatnya keluar dari rumah itu, baru saja aku akan menyebutkan nama mang Yaya

“sudah... kakek juga tau, simpan baik-baik saja apapun yang kamu tau siapanya orang itu, bukan jatah kita untuk berperasangka buruk,-
-semoga saja bukan dia...” ucap kakek Bambang

Tidak lama kak Salsa membukakan matanya lagi, dan kakek Bambang langsung mengusap wajah kak Salsa dengan bacaan ayat-ayat yang aku dengarkan.

“alhamdulillah...” ucap kakek Bambang

“Bas ajak kak Salsa istirahat di kamar sebelah-
-saja dengan Bastian... pesan kakek, sudah lupakan apapun yang sudah kalian alamin, itu bukan salah kalian, memang ada yang mengingkan hal ini terjadi.” Ucap kakek Bambang

Segera aku dan kak Salsa berjalan ke kamar, didalam kamar setelah kak Salsa melepaskan jaketnya
dan terbaring tidur, aku masih saja melamun, masih tidak percaya masa lalu terjadi sebuah kejadian yang bisa seperti itu.

“Bas, kakak lemas, kakak gak kuat pengen tidur, kakak gak tau apa yang terjadi...” ucap kak Salsa
“iyah udah kak, tidur aja... baca doa sebelum tidurnya” ucapku

Aku melihat matanya, sedikti demi sedikit terpejam, segera aku melihat Hp dan melihat pesan masuk dari Silvi 15 menit yang lalu, menanyai kabar, dan aku balas sangat panjang dengan apa yang terjadi.
“nanti Bas, kabarin lagi besok yah...” jawab pesan dari Silvi dan aku juga kaget dengan balasan itu “apa dia belum tidur” ucapku

Lelah dengan segala yang terjadi, degan segala yang aku ketahui sekarang, aku berpikir, memang dari awal semua pertanda
dan informasi mengarah ke rumah itu dengan satu persatu dibukakan dan aku ketahui, walau banyak yang sebelumnya menjadi pertanyaan, hari ini sampai berganti hari semuanya terjawab dengan sendirinya.

***
Pagi hari aku dibangunkan oleh suara Ibu, dan kak Salsa masih saja tertidur dengan lelapnya, setelah mandi dan makan, kakek Bambang dan bapak sudah ada didepan halaman depan rumah.

“Bas tidak apa-apa... kakek Bambang barusan menyarankan kalian tinggal disni saja,-
-nanti ayah setuju menyuruh dulu sodara kakek Bambang mengantar jemput kalian ke kampus, sambil kamu belajar nyetir...” ucap Ibu di meja makan, mengobrol denganku

“kakek Bambang memang tinggal sendirian Bu?” tanyaku

“iyah, setiap akhir pekan 4 anaknya silih berganti-
-berkunjung kesini, dan bi Wati yang mengurus semua rumah dan keperluan kakek Bambang...” jawab Ibu

“selama itu yang terbaik tidak apa-apa Bu, tapi barang-barang dan semuanya gimana, termasuk si kukut?” tanyaku
“hari ini Bapak urus semua dan Ibu sudah tlp mang Yaya tapi tidak diangkat, gpp Ibu suruh datang aja ke rumah langsung” ucap Ibu

Setelah makan kakek Bambang yang merasa kasian dengan kondisi sekarang mengatakan hal ini adalah solusi biar sambil kondisi Salsa juga terkontrol
sama kakek Bambang, dan lagianya bisa mengisi rumah jadi tidak berdua saja dengan bi Wati

Seharian penuh aku bercerita dengan kakek Bambang soal bisnis perkayuanya dulu dengan kakeku dan itu sangat seru sekali, sementara Ibu lebih mengurus kondisi kak Salsa,
sembari menunggu Bapak kembali dengan sodara kakek Bambang membawa semua barang-barangku dan kak Salsa di rumah Nenek itu.

“kek apa kejadian yang sama kelak akan menimpa anakku dan kak Salsa jika sudah berumah tangga?” tanyaku tiba-tiba

“selama masih satu keturunan-
-kemungkinan seperti itu, perjanjian dulu keluarga Dirman, sehidup semati, bukan sepele itu. Apalagi di bangkitkan oleh rasa penasaran dan dendam lengkap sekali Bas, di jualpun rasanya dua rumah itu sulit,-
- kecuali diratakan terlebih dahulu... dengan syarat-syrat yang sangat rumit...” jawab kakek Bambang

Sore datang berbarengan dengan kedatangan dua mobil yang membawa barang-barang dan kembali, merapihkan, aku menempati kamar yang semalam aku tempati
dan kak Salsa di tempat semalam Ibu dan Bapak beristirahat.

“akhirnya suasana rumah tidak akan sepi lagi...” ucap kakek Bambang

Dan malamnya Bapak dan Ibu diantarkan oleh sodara kakek Bambang pulang dengan mengunakan Bus menuju rumah,
Bapak cerita selama mengambil barang di rumah Nenek tidak bertemu dengan mang Yaya sama sekali dan kondisi rumah belum rapih masih sama seperti malam kemarin ditinggalkan.

Hari-hari selanjutnya, sudah 3 hari barulah teman-teman kak Salsa datang berkunjung dan saat itu juga
aku berjumpa lagi dengan Silvi membicarakan banyak hal yang sudah dilewati. Sementara kabar dari Ibu soal mang Yaya sama sekali tidak bisa di hubungi.

Pada satu malam dimana selsai belajar mengendarai Mobil, aku sudah melihat si Kukut terparkir di halaman
depan rumah kakek Bambang, karna sudah di ambil oleh sodara kakek Bambang sore tadi.

“Bas, sodara kakek bilang, rumah nenekmu itu seperti tidak ada yang menyapu sama sekali, apa Yaya sudah tidak mengurusnya lagi” tanya kakek Bambang

Aku segera memberi tau Ibu soal itu dan Ibu
tetap tidak bisa menghungi mang Yaya, satu minggu kemudian setelah kak Salsa dalam kondisi terbaiknya, aku bisa melakukan aktivitas ke kampus dengan selalu mengendarai mobil ayah bareng dengan kak Salsa.

“Bas apa mang Yaya baik-baik saja?” tanya kak Salsa,
ketika sedang berada dalam mobil menuju kampus

“tidak tau kak sudah satu minggu tidak ada kabar, kata Ibu sih begitu...” jawabku, yang fokus menyetir karna baru saja lancar mengendari mobil

Hari terus berganti, dan segala hal-hal tentang baik-baik saja terus terjadi,
apalagi kedekatanku dengan Silvi juga berjalan normal, apalagi setelah kak Salsa mengetahuinya dan setelah aku bicara sama kakek Bambang, mengiyahkan kalau Silvi memang mempunyai kelebihan lain dalam dirinya.

Tepat satu bulan kepindahanku ke rumah kakek Bambang,
siang hari aku mendapatkan kabar dari Ibu yang sedang didalam perjalanan dengan Bapak, menuju rumah mang Yaya dan menyruhku datang dengan kak Salsa mengunakan mobil juga, untungnya aku masih berada di daerah kampus dan sudah bersama kak Salsa.
“kok tumben bu?” tanya kak Salsa setelah Hp aku berikan pada kak Salsa

Kak Salsa hanya menganguk saja dan tidak bicara apapun lagi dan memberikan hp yang sudah tertutup tlpnya kepadaku

“ibu 15 menit lagi sampai rumah mang Yaya, ayo segera kesana Bas...” ucap kak Salsa
Aku dan kak Salsa selama perjalanan hanya diam tanpa obrolan sama sekali

“Bas, mang Yaya meninggal...” ucap kak Salsa

“inalillahi...” jawabku kaget dan tidak lama sampai dirumah mang Yaya dan sudah banyak orang

Silih berganti orang-orang berdatangan,
dan sampai aku, kak Salsa, Ibu dan Bapak mengantarkan ke tempat pemakaman umum, akhirnya memutuskan untuk ke rumah kakek Bambang.

Sampai di rumah kakek Bambang juga kaget dengan kabar yang Ibu berikan tentang meninggalnya mang Yaya,
apalagi Ibu yang melihat kondisi terakhir mang Yaya sebelum dikebumikan ada bekas cekikan di bagian lehernya mang Yaya, yang sangat jelas sekali.

“Yaya orang yang semenjak dari dulu adalah kepercayaan keluarga kalian, tidak pernah menikah sampai usianya terakhir ini,-
-sayang godaanya memang besar memiliki ilmu seperti itu tapi harus berakhir dengan hal sama...” ucap kakek Bambang

Malam itu juga Ibu kembali pulang, dengan kepergian mang Yaya selamanya itu, tidak lama dari kejadian yang menimpa kak Salsa,
membuat pertanyaan aneh yang sudah lama aku pendam, setelah Ibu pulang aku langsung duduk di halaman depan dengan kakek Bambang

“aku melihat mang Yaya keluar dari rumah 096 itu kek... penyebab kematianya apakah itu?” tanyaku langsung

“kalaupun iyah, sudah tidak ada-
-dan itu resiko siapapun juga yang bersekutu selain kepada Allah akan mendaptkan balasan yang setimpa Bas... maafkan saja dan doakan sudah...” ucap kakek Bambang dengan sangat bijaksana
Sebuah tragedi masa lalu yang sudah aku ketahui itu, kenyataanya memang menghantui keluargaku berbelas tahun lamanya, tapi pada saat ini kejadianya kembali, dan kembali harus memakan korban, karna aku yakini mang Yaya dalang dari semua ini,
walau yakinku belum tentu benar dan bisa saja salah.

Dari awal rasa curigaku pada rumah nomor 096 itu terbukti, walau dengan waktu yang harus aku lalui sangat lama selama dua bulan dan berkali-kali kejadian aneh sudah terlewati,
kehidupan memang mempunyai caranya masing-masing memberikan kejadian agar kita bisa mengambil pelajaran apapun dalam hidup ini.

Kedekatatan Neneku dengan keluarga Dirman adalah malapetaka masa lalu yang terjadi,
orang yang paling dekat dengan kita kadang bisa menjadi orang yang paling berbahaya, ketika melibatkan hal-hal lain diluar akal pikiran manusia normal bahkan bersekutu dengan mahluk lain. Sirik merubah segalanya,
dibantu dengan keadaan makan setan bisa bermain didalamnya dengan bebas, memangkas logika dan membunuh perasaan nurani.
Dan tahun ini adalah tahun dimana selalu aku ingat, tahun dimana keluarga adalah segalanya, juga tahun dimana tragedi masa lalu itu aku ketahui, sehingga sebab dan akibat yang terjadi hanya sebatas pertanyaan sekarang aku mendapatkan jawabanya.

-TAMAT-
---------

Begitulah cerita No. 096 Sebuah Tragedi Masa Lalu, akhrinya selsai saya bawakan, jika cerita kali ini penuh kekurangan mohon maaf, saya hanya bisa menuliskan cerita sebagaimana adanya, terimakasih pada Narsum, mohon maaf akun ini kalau update cerita suka lama.
Kepada aa-aa dan kakak-kakak yang selalu membaca tulisan horror saya, terimakasih banyak! jadi saya punya tanggungjawab.

Seperti biasa kiranya cerita kali ini baik dan bagus untuk dibagikan, tolong bagikan saja kepada teman, keluarga dan kepada siapa saja.
“Kebenaran dan kesalahan mempunyai waktunya tersendiri untuk datang, apapun alasanya keberanan akan tetap menjadi keberanan dan kesalahan akan tetap menjadi kesalahan,
diantara keduanya kita selalu ada, dan masa lalu juga memiliki hal yang sama sekalipun masa lalu itu memiliki tragedi yang menyeramkan”

Sampai berjumpa dicerita selanjutnya! Salam!

----------
Jangan lupa follow @qwertyping

Typing to give you horror(t)hread! Beware! They can be around you when you’re reading the story! Love you and enjoy.

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahorror #bacahoror #ceritahorror

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Apr 4
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 3 - Juru Keramat ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian


Par 2 – Tapak Sasar

Read 129 tweets
Mar 25
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 2 - Tapak Sasar ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian
[Info]

Download semua cerita horror dalam bentuk eBook, sambil memberikan support dan dukungan bisa langsung klik tautan KaryaKarsa. Kita tunggu yah, kunjungan teman-teman sangat berarti.
karyakarsa.com/qwertyping
Read 168 tweets
Mar 14
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 1 - Janur Kematian ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Karena tidak semua luka akan berjumpa dengan sembuh. Maka selamat memasuki pagelaran sarebu lelembut, nikmati pagelaran yang akan segera berlangsung.
PROLOG

Alam hiburan mencuatkan nama yang tersohor masyhur dari balik hinggar binggar dan sorak riuh ketika sebuah pagelaran ronggeng berlangsung. Perempuan dengan usia yang tidak muda lagi itu tidak berbanding dengan kecantikan dan liuk tubuhnya
Read 175 tweets
Feb 24
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 7 Tamat]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat mengakhiri Series Kampung Jabang Mayit. Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 19
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 6]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Ritual atas nama kutukan itu kembali dibangkitkan. Tidak lagi menunggu dengan sabar. Amarah dan dendam telah benar-benar tiba.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 8
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 5]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Penebusan bernama tumbal itu tak bisa lagi dihindari, jabang bayi yang mati bukan tanpa alasan, namun ada yang menghendaki.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah. Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 182 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(