Kenapa anggarun harus habis? Kalau ga habis bukannya malah bagus? Berarti ada penghematan? Begini ceritanya....
coba kami tes dulu nih para tunas umbi. Kalian familiar dengan perhitungan PDB ga? PDB satuannya apa sih?
Prinsipnya mirip.
Pi in is kan di TA-1 merencanakan kegiatan yang akan dilakukan di TA. TA 2020 mau ngapain aja, itu direncanainnya tahun 2019.
TA = Tahun Anggarun.
Nyambung dengan apa yang kami twitkan tentang kinerja beberapa waktu lalu, kegiatan pi in is ini super duper bervariasi. Ada yang perkantoran sehari-hari, ada yang sosialisasi dan rapat, penyaluran bansos, sampai pengadaan barang dan jasa.
Bagi institusi makro, ngeliatin kerjaan mereka udah beres atau belum satu per satu tuh susah jadinya. Karena itu tadi, kegiatannya macem-macem, aneh-anwh, tujuannya beda-beda, stake holdernya beda-beda.
Satuan yang paling gampang tentu saja uang. Sama seperti ngitung PDB yang sejatinya berbagai macam kegiatan ekonomi yang dinilai dengan satuan mata uang, kegiatan pi in is pun diitung dengan mata uang
Misalnya ada kementriyan X programnya:
1. Bikin trening 3x 2. Sosialisasi 4x 3. Outbound 1x 4. Pengadaan asu*s ROG 10 5. Renov gedung 1x
Mudah aja bagi bosnya ngecek udah jalan apa belom, tapi dewa tertinggi susah liatnya apalagi kalo lembaganya banyak demi akomodir koalisy
Jadinya dinilai dengan duit. 1. Bikin trening 3x total 300 jt 2. Sosialisasi 4x total 400jt 3. Outbound 1x total 400jt 4. Pengadaan asu*s ROG 10 total 300 jt 5. Renov gedung 1x total 1M
Kementriyan X punya 2M 400jt.
Kalo habis, berarti semua kegiatan tsb sudah dilaksanakan.
Kalau kementeriyannya banyak, tinggal ditambah aja semuanya. Di sini keunggulan pakai satuan mata uang: kegiatan seaneh apapun, macam apapun, semua bisa diagregasi karena satuannya sama!
Selain itu, mengukur dengan nilai mata uang juga berguna untuk menghitung PDB, karena belanja pemerintah termasuk komponen PDB. Makin cepat realisasi, makin baik.
Pengadaan komputer lebih cepat lebih baik karena artinya tukang komputer terima duit lebih cepat. Rakyat senang π
Kegiatan yang macem-macem itu semua diusahakan memiliki standar yang sama. Misalnya sosialisasi berapa per person, gitu. Kalau standar, maka agregasinya lebih bagus dan representatif. Relatable sengan kegiatannya
Makanya ada SBM.
Nah, kalau anggarunnya ga terealisasi, artinya kegiatan ga jalan. Dipotong, karena artinya kantor tersebut ga punya kapabilitas mengelola kegiatan senilai anggarunnya. Antara kapabilitas institusi harus diupgrade, atau dipotong. Dioper ke institusi lain yang mampu.
Kalau bisa hemat, sama. Artinya sebenernya ga butuh duit segitu. Banyak instansi lain yang lebih butuh. Atau, ditambah jumlah kegiatannya. Kalau penghematan bisa dikumpulin jadi 1 sosialisasi lagi, maka revisi output, tambah 1 sosialisasi. Gitchuu.
Tapi kan capek ya kerja lagi. Makanya bagi kami lebih optimal bikin kegiatan dikit aja tapi semahal mungkin biar gampang ngabisinnya πππ
Jadi pada dasarnya, realisasi anggarun itu ya jumlah program kerja pemerintah yang diuangkan. Makanya realisasi anggarun = realisasi output riil. Sama seperti PDB. Teorinya gitu.
Tentu saja kenyataannya tidak seindah itu. PDB pun punya banyak kelemahan. Sama, realisasi anggarun juga lemahnya ya di praktek. Tidak berarti anggaran habis maka program jalan.
Tadi sudah sedikit disebut @thedufresne bahwa kadang kami juga nyusun anggarun asal aja. Yang penting duitnya bisa cair. Kaitan dengan program dewa bisa lah dikait-kaitin.
Apapun programnya, espipidi realisasinya ππ
Kami juga rajin melakukan apa yang disebut dengan revisi anggarun. Jadi pas ngerencanain dipasang rencana yang keren keren. Pas tahun berjalan, kami revisi jadi espipidi. πππ Akibatnya rencananya apa, pelaksanaannya apa ya jaka sembung naik gojek.
Yang membuatnta makin mantap, pusat tata surya tuh bego kalo melakukan evaluasi program. Bikin perencanaan yang bahasanya indah-indah sih jago, tapi pelaksanaannya ga pernah dievaluasi. Erpejemen mana peenah dibikin pake data evaluasi erpejemen sebelumnya. Liatnya realisasi doang
Ini ahlinya @KKusumawardani kalo evaluasi. Tapi dah bubar πππ
Tapi yah wajar lah. Pi in is ahli zuma disuruh bikin program ngadi-ngadi. Bosnya juga blo'on. Kami bisanya sosialisasi, espipidi dan pengadaan kok disuruh bikin 4.0 apalah apalah. Becanda aja. Ya revisi lah πππ
Oiya, sama sewa konsultan dan honore*r πππ
Udah ah. Ga ada honornya.
Oh ya 1 lagi, nyambung dengan trit kemarin, potong anggarun jadi terasa kayak hukuman karena income kami sebagian besar dari sana. Alias si income '52'. Gaji (51) mah ga terusik.
Kalo udah single salary system malah seneng kalo 52 dipotong. Bodo amat. Gaji sama πππ
Banyak juga terjadi instansi pus@ realisasi 80% akhir taun, daerah masih bulan juli udah 95%. Artinya si pus@ udah overcapacity, sementara si daerah masih sanggup ngerjain proyek tambahan. Apa terus terjadi realokasi anggarun dari pus@ ke daerah? Tidak semudah itu ferguso ππ
β’ β’ β’
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Coba ya kami ilustrasikan yang kami maksud sebagai kegiatan modular, dan kenapa susah distandardisasi
Kalo pajack atau beyatjukay, mau sampay kiamat juga kerjaannya sama: realisasi penerimaan.
Juga dengak sekre yang kerjaannya tiap taun selalu sama. Ini gampang standardisasinya.
Tapi bagaimana dengan kegiatan seperti misalnya penyaluran pupuk bersubsidi? Kalau tiba-tiba dewa berkehendak subsidi dihentikan lalu diganti kerjaan lain, artinya tupoksi harus diredesain.
Masalahnya dewa dewi kita ababil. Program ganti-ganti mulu. Abis waktu cuma revisi KPI.
Melanjutkan trit yang ini ya. Intinya, sebelum jaman tukin, pi in is gajinya secara garis besar bisa dibagi 2: basic income (gapok) + dan proyek income (honor2 kegiatan, espipidi, dll). Gapok dibiayai akun 51, proyek dari akun 52.
Bisa dibilang, gapok ini gaji yang dibayar buat ngerjain tupoksi. Kita dapat uang extra kalo ada proyek tambahan. Yaa semacam 'tugas tambahan lainnya yang diberikan atasan'.
Masalahnya, 'tugas tambahan' ini malah banyak banget ngelebihin tupoksi, dan sering dibilang 'kerjaan yang ada duitnya'. Masalah lain ya emang biasanya pi in is gak punya tupoksi de facto juga sih. Gapok jadi serasa passive income πππ
Tapi ini semua berpangkal di honorarium dan espipidi. Potong anggarun=potong income. Lho katanya income pi in is semua sama? Sesuai U*U? Itu mah gaji alias Passive income. REAL Income beda lagi πππ
Jadi jaman dulu tuh pi in is kan gajinya kecil banget. Tapi tiap ada proyek, ada duitnya. Jadi pendapatan pi in is tuh gini:
Base income + proyek income
Base income semua pi in is sama diatur oleh PP sesuai golongan dan pangkat. Semua sama dari sabang-merauke.
Yuhuuu tuips pi in is berprestasi! Di hari minggu yang indah ini, kita bahas tentang pimpinan inkompeten yuk! Tentu saja pimpinan inkompeten di pi in is jelas hanya oknum dan cuma segelintir. Tapi tetap penting dibahas. Kita pake artikel ini yak! ideas.ted.com/why-do-so-manyβ¦
artikel-artikel tersebut membahas soal kenapa banyak orang bego kok bisa jadi bos. Kenapa banyak bos tuh abusive, toxic, lebay, tukang marah-marah, baperan, gak suka kritik, narsis dan kayak ga peduli sama anak buah maupun institusi. Bos kan harusnya orang terbaik. kok bisa?