Dan tetap konsisten sampai hari ini, bahwa “missing middle” 4-6 lt yang sangat jarang di Jakarta adalah salah satu solusi utk regenerasi Jakarta yang lebih inklusif dan lestari.
Housing the Millenials... bisa dilihat studi Rujak soal “missing middle”.
Dan kami juga identifikasi mana saja kawasan di Jakarta Pusat yg “under-utilised”. Misalnya sebagian besar lahan di Bendungan Hilir, masak coba koefisien lantai bangunan cuma sebesar 1.2 (artinya hny memungkinkan bangunan tunggal 2 lt - sulit utk jadi flat 4 lt).
Di perhitungan Rujak, jika 80% kelurahan di 5 kotamadya mampu meningkatkan intensitas tata guna lahannya di sekitar maks 2-5% luas kelurahan (misal dr bangunan tunggal jd flat 4-5 lt), maka ada tambahan 200-500rb unit flat dgn variasi.
Lompatan jauh dr hunian tapak 2 lt ke superblok 30-40 lt justru tdk lestari serta membuat geger budaya. Dan mahal. Pelakunya pun sedikit. Pemerintah (& kita) dipaksa bergantung ke developer. Krn hny developer yg mampu & dimampukan utk membangun superblok. Pdhal orientasinya beda.
Konsolidasi Tanah Vertikal yg dipahami dan didorong Pemerintah pun juga membuat ketergantungan pada developer makin tinggi.
Krn model awal bisnis developer mencari untung, secara kebijakan Pemerintah pun saling berresonansi ke arah yg sama.
Dengan memungkinan adanya hunian 4-6 lt dgn luas tanah beragam (jgn saklek ala bikin rusunawa: kudu min 3000 m2), maka makin banyak orang dan pihak bisa berpartisipasi. Dan tentunya makin byk model kerja sama serta macam2 solusi yg muncul.
Gak saklek cuma 1: superblok.
Masalahnya, byk peraturan terkait multi family housing - dlm hal ini flat 4-6 lt, menyulitkan” aktor2 kecil non developer.
Misalnya mau bikin flat 20 unit 5 lantai di Tanjung Duren. Lalu demi keluarkan SKBG/SHM Sarusun, pajak dan prosesnya gak ada beda sama apartemen 200 unit.
Jadi memang secara fiskal, tata ruang, prosedural, tidak memihak pemain kecil. Makanya (pemerintah) “tergantung” terus sama developer.
Lalu ada gak sih cara akalinnya utk smtr ini?
Ada! Hny itupun kita harus siap hidup “kolektif”.
Hidup kolektif ini bukan cuma soal bareng2 hidup di 4 lantai rusun isi total 40 unit. Tp tmsk siap bikin kelompok kolektif utk memanajemen dan “patungan bersama”.
Tmsk siap utk tdk merasa perlu SHM sarusun dan sejenisnya.
Dan tunggu tanggal mainnya zzz ... eh tahu2 jadi ...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dan plis plis, janganlah menormalisasi bangun jam 2.50/3.50 subuh demi sampai kantor pada waktu tertentu.
Kondisi spt ini adalah kesalahan panjang kebijakan terutama di tata ruang, serta produk ketimpangan ruang.
Konsep Hak atas Hunian Layak pun menjamin kehidupan berkualitas
Terpaksa dan tanpa pilihan sebingga harus melakukan perjalanan pulang pergi di atas 2 jam itu sbtlnya bisa dikatakan kondisi huniannya tak layak. Kelayakan hunian dlm konsep Hak Asasi itu gak cuma dilihat dr bahan bangunan dan toilet, tp dr infrastruktur pendukung juga.
Dan btw, Indonesia sudah ratifikasi tuh Konvensi Hak Ekososbud, dmn ada Hak atas Hunian Layak.
Salah. Saya gak belain Pemda. Persentase PEN hny pembuka. Bahasannya adalah bagaimana PEN masuk ke finansialisasi. Coba baca twitnya sampai selesai tmsk ajakan kpd orang yg paham soal finansialisasi utk mengkatalogkan apa saja dlm dana PEN yg berubah menjadi itu.
Bapak minat?
Total dana PEN 695,2 triliun.
Berapa yang diberikan untuk Pemerintah Daerah?
Ternyata hanya 23.7 Triliun. Sekitar 45% dari 23.7 T itu malah dibuat menjadi PINJAMAN kepada Pemerintah Daerah via PT SMI. Bahkan utk "anaknya" sendiri: tdk ada makan siang gratis di saat pandemi.
PT SMI: PT Sarana Multi Infrastruktur.
Kebetulan namanya sama dengan Bu Menteri. Tapi memang sih Bu Menteri dulu salah satu konseptor dan "bidan" yg melahirkan PT SMI.
Yang "kerennya", (no. 1 yg 10T) pembayaran kewajibannya diperhitungkan dari DAU/DBH yg memang hak daerah (tapi Pusat "telat" transfer). Walau bunga 0%, tapi kena provisi 1% dan pengelolaan.
Ya 1% dari 10T tetap LUMAYANLAH!
DKI, Jabar, Jateng dan Jatim kalau mau gratiskan vaksin tapi APBD ngepas bisa kali tuh diakali dengan: 1. Dana infrastruktur di APBD dialihkan minjam ke PT SMI, toh jaminannya konon DBH pusat ya? 2. Alokasi infrastruktur di APBD dialihkan ke vaksin. 3. Yg PBI tetap pusat.
Tapi tragis amat ya kalau beneran Pemprov2 pada “ngutang” ke PT SMI tahun 2021/2, demi bayarin vaksin warganya ... tragis karena tanggung jawab Pemerintah Pusat benar2 dilempar ke daerah 😅.
Astra Zeneca 4 USD. Yah anggap aja sama kutipan sana sini di NKRI bisa jadi USD 6.
Peserta PBI DKI konon 4.7 jt (anjir banyak amat). PBI katanya Pusat yg tanggung.
Non PBI jadi 5.3 jt orang.
Jadi butuh 450 M. Dipotong aja itu anggaran Disperum 1-2 thn.
Pengen ngutip jumlah aspiring middle class & middle class dr laporan Bank Tanpa ATM ini, tp hadeuh infografiknya rada ancur.
Debat soal vaksin bayar gak bayar sbtlnya berat bagi kelas AMC (aspiring middle class), yg disenggol dikit krisis bisa jatuh miskin.
Brp byk AMC ini?
Ini perbandingan kelas ekonomi Indonesia di 2016.
Berturut2 paling bawah: 1. Poor 2. Vulnerable 3. Aspiring Middle Class (paling besar) 4. Middle Class 5. Yg kek garis tebal: Upper Middle Class.
Nah no 1-3 bisa bayar vaksin gak? No 2&3 blm tentu terjaring vaksin gratis
Apa sih definisi AMC - aspiring middle class yg adalah mayoritas Indonesia? Ya udah gak miskin dan gak rentan, tapi belum aman secara ekonomi. Apalagi kena pandemi.
Yg gini2 sekali lagi ndak masuk PBI dan blm tentu mampu bayar vaksin.
Ku ndak tahu apakah di 19 kota lain penerima Sustainable Transportation Award apakah netijen2nya pada berisik2 teu puguh 😅😅
Penghargaan ini diberikan kepada kota (pendaftar) yg memiliki kebijakan progresif dan kemajuan dlm periode waktu tertentu (18 bln?).
Ku bisa menerangkan bbrp kota penerima dan kebijakan transportasi apa yg mrk lakukan di masa itu yg akhirnya bikin kota tsb menang.
Bogota, penerima award 2005. Enrique Penalosa walkotnya memperkenalkan BRT secara ekstensif dan jalur sepeda. Dan Trans Millenio ini yg menginspirasi Bang Yos utk membangun TransJakarta. Terlepas dr byk yg ragu pada kebijakan Bang Yos.