Banyak sekali yang bertanya soal ini kepada saya. Begini. Para ahli, yang saya tahu, meyakini bahwa penyintas Covid-19 itu masih perlu divaksin. Pasalnya perlindungan vaksin bisa jadi lebih tahan lama ketimbang perlindungan yang didapat dari infeksi alami. (...)
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat punya standar mengenai ini. Mereka menyatakan jika penyintas Covid-19 itu memang akan punya antibodi. Tapi, sebagian besar antibodi ini akan bertahan kira-kira 90 hari.
Sehingga, yang baru saja terinfeksi dan sembuh, bisa saja menunda vaksinasinya hingga 90 hari—ketika antibodi itu “sudah hilang”. Namun, CDC Amerika tetap menganjurkan penyintas Covid-19 untuk vaksinasi dan tidak perlu melakukan tes antibodi terlebih dahulu.
Poin pentingnya, vaksin Covid-19 tetap dibutuhkan untuk membentuk antibodi dalam jangka waktu lebih lama. Kita bisa belajar dari virus flu yang bisa membentuk antibodi beberapa bulan saja atau satu tahun--dan vaksinnya harus diulang tiap tahun. Terima kasih.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Saya mau bicara soal angka kematian di Indonesia yang mencapai 22.138 jiwa. Apa yang terjadi? Apakah ini masalah provinsi kaya atau miskin? Masalah keberadaan rumah sakit tipe A? Atau ketersediaan tenaga medis? Ini ulasannya:
Ada yang bilang angka kematian di Jakarta relatif lebih rendah ketimbang provinsi lain karena Jakarta itu provinsi kaya. Saya kira tak ada hubungannya. Memang, rumah sakit tipe A itu banyak dan lengkap di Jakarta. Misalnya, RSCM, RS Persahabatan atau RSPI Sulianti Saroso.
Faktanya, pasien Covid-19 yang dirawat di Jakarta juga banyak. Tapi kenapa angka kematiannya relatif rendah? Ya, berarti, ini adalah soal kesigapan provinsi dan rumah sakit dalam menyikapi Covid-19. Salah satu yang krusial adalah tentang obat-obatan.
Sebelum riuh. Ada berita yang menyatakan: 240 orang Israel terinfeksi Covid-19 beberapa hari setelah divaksinasi Pfizer. Pertanyaannya, apakah vaksin Pfizer dapat menularkan virus korona? Tentu tidak. Tak ada kemungkinan seseorang terinfeksi Covid-19 karena disuntik vaksin.
Kenapa? Karena vaksin Pfizer bukan dibuat dari virus korona. Mereka pakai teknik mRNA, yaitu kandungan kode genetik protein yang melatih sistem imun tubuh mengenali virus. Teknik ini juga membentuk antibodi jika sewaktu-waktu virus itu datang menginfeksi. Itu yang saya tahu.
Untuk diketahui. Proses kekebalan terhadap virus itu baru meningkat sekitar 8-10 hari setelah suntikan pertama. Sekitar 50 persen. Itulah mengapa dosis kedua vaksin jadi penting, karena akan memperkuat sistem kekebalan terhadap virus di atas 90 persen. Ini bicara Pfizer ya.
Sudah pasti sekolah tatap muka akan dimulai per Januari 2021. Ini beberapa catatan saya untuk mencegah penularan virus korona, penyebab penyakit Covid-19, di sekolah:
Siswa, guru dan staf selalu memakai masker. Kecuali untuk anak di bawah dua tahun, karena bisa membuat mereka sulit napas dan meningkatkan risiko tersedak. Pihak CDC Amerika juga menyatakan anak di bawah usia dua tahun tidak boleh memakai masker kain.
Jaga jarak 1,5 meter. Penelitian menunjukkan bahwa dengan jaga jarak 1 meter, risiko penularan virus turun hingga 82 persen. Dan, tiap meter yang ditambahkan, membuat perlindungan diri dari virus menjadi berlipat ganda.
Tadi saya salah menyebut hari. Koreksi. Jadi, pada Sabtu pagi yang cerah ini saya ingin bahas odapus (orang dengan lupus) yang banyak tanya soal vaksin Covid-19 karena khawatir penyakitnya memburuk. Di bawah ini pendapat saya:
Pertanyaan yang banyak diajukan odapus adalah, apakah obat-obat lupus bisa memengaruhi cara kerja vaksin Covid-19? Ya, pada umumnya obat lupus tidak akan berpengaruh terhadap vaksin.
Tapi, dalam kasus-kasus tertentu, ketika odapus sedang minum obat imunosupresan yang kuat, misalnya Mtx atau Cyclophosphamide, sebaiknya konsultasi dulu ke dokter. Nanti dilihat apakah vaksin Covid-19 itu akan bermanfaat buat odapus atau tidak.
Ini pertanyaan bagus lagi. Dan saya akan dengan senang hati menjawab, karena lebih berguna untuk publik. Ayo jadikan Twitter wadah diskursus yang baik, ketimbang misuh-misuh cari perhatian. Berikut jawaban saya:
Bicara persentase vaksinasi Covid-19 ya. Yang saya dapat itu persentasenya antara 4-8 jam pada dua kasus dan sehari setelah vaksinasi pada satu kasus. Jadi, bisa disimpulkan bahwa anafilaksis setelah vaksinasi adalah kejadian yang jarang pada semua kelompok umur.
Walaupun amat jarang, namun anafilaksis ini potensial menyebabkan kondisi darurat pada seseorang dan membahayakan jiwanya. Oleh karena itu, yang nantinya melakukan vaksinasi, perlu melakukan persiapan mengobati kondisi tersebut. Untuk jaga-jaga.
Ini pertanyaan bagus. Begini. Kalau olahraganya ringan, seperti jalan cepat, pakai masker bedah atau surgical mask itu masih aman. Namun, kalau olahraga berat, seperti pesepak bola dalam gambar, ya harus pakai masker khusus olahraga yang didesain bagus untuk aliran udaranya.
Sekarang ini cukup banyak masker khusus olahraga. Bahannya itu dirancang agar sirkulasi udara nyaman bagi pemakainya. Bahkan, klaimnya, virus pun tidak tembus. Biasanya masker ini menempel agak ketat di wajah dan bibir, tapi tetap dapat bernapas dengan baik. Silakan cek.
Jadi, apakah aman pesepak bola memakai masker? Boleh-boleh saja. Malah seharusnya pakai masker agar tidak saling menularkan. Dengan catatan, mereka harus pakai masker khusus olahraga.