Teguh Faluvie Profile picture
Jan 7, 2021 602 tweets >60 min read Read on X
BERSEMBUNYI DALAM TERANG
- Sebuah Kisah Perjalanan Mistik -

[ BAGIAN 2 ]

Based On True Story!

HORROR(T)HREAD

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror
#horrorstory Image
Hallo selamat malam, kembali lagi saya akan melanjutkan cerita sebuah kisah Perjalanan Mistik Bersembunyi Dalam Terang Bagian 2, cerita Andi sebagai tokoh utama, mengungkapkan dari segala sisi apapun yang dia alami dalam perjalanannya tersebut.
Banyaknya reply dan support di Bagian 1 dan terhenti karna cerita yang sebelumnya selsai yaitu “no. 096” baru bisa sekarang dilanjutkan, dan terimakasih kepada aa juga kakak-kakak yang selalu mampir dalam setiap Horror(t)hread yang saya tulis. Salam hormat.
Untuk yang belum membaca Bagian 1 satunya, silahkan baca terlebih dahulu karna ceritanya berawal dari Bagian 1 biar jelas. Silahkan klik cerita dibawah

Sebelum saya mulai, mohon maaf cerita yang seharusnya menjadi penutup tahun 2020 malah menjadi cerita pembuka di tahun 2021 ini. Selamat tahun baru! semoga semakin kuat dan keadaan apapun semakin membaik, dan tetap saling menguatkan.
“yang lebih berbahaya dari sebuah kepercayaan bukan kepada tuhan, melainkan kepada manusia atau mahluk ciptaan lainya, aku tidak berusaha mengajari, aku bersembunyi dalam terang, niatku membantu dan semua ini hanyalah titipan yang aku perjuangkan untuk dan demi kebaikan” – Andi
Kita mulai ceritanya!

Bersembunyi Dalam Terang

Sebuah Kisah Perjalan Mistik

-sudut pandang Andi-
Kejadian demi kejadian yang sudah dilewati seperti halnya siang dan malam silih berganti memberikan arti, jauh sebelum hari ini, aku sudah melewati banyak hal suka dan duka dari setiap kelebihan yang dititipkan oleh pencipta kepadaku,
tapi tugasku hanya membantu apa yang bisa aku bantu, selebihnya itulah cara tuhan berkerja.

Hal-hal yang terjadi sekarang adalah hal yang sudah aku lewati bertahun-tahun lamanya pada masa itu, pada masa dimana kepercayaan masih diragukan, semua belum seperti sekarang.
Semua berawal dari masa kecilku menuju remaja dan dewasa, adalah perjalanan panjang sebab dan akibat yang menjadikan aku dimasa sekarang.
Tahun 1980-an

Keluarga yang jauh dari kata cukup, keadaan yang bisa dikatakan “asal hari ini bisa makan” adalah hal yang aku sadari sekarang, jika mengingat betapun kesulitan silih berganti dengan kesulitan lain,
kebahagianya adalah tidak pernah kurang sedikitpun kasih dan perhatian yang kedua orang tuaku berikan, apalagi Ibu, tidak banyak yang bisa aku jelaskan tentang dirinya, akan begitu rasa lapang yang Ibu berikan.
“Ndi, akhir-akhir ini bapak kamu selalu bawel soal pulang ngaji -kamu yang selalu larut malam...” ucap Ibu di meja makan, aku baru saja pulang dari pengajian, dimana pengajian itu dekat masjid yang kebetulan rumah guruku berada

“Andi, di rumah Guru kok bu, -
- sama ngaji yang lainnya, cuma Andi aja yang mau, anak-anak yang lain jam 8 sudah pada pulang, Andi seneng ngaji hal yang lainya dengan Guru bu...” jawabku, ketika selsai makan

“bukan begitu Ndi...” sahut Bapak, yang kemudian duduk di meja makan
Aku yang sedikit kaget dengan kehadiran Bapak, yang tidak biasanya mau satu meja denganku dan memulai pembicaraan, biasanya Bapak adalah orang yang dingin, perhatian untukku lebih banyak disampaikan kepada Ibu dan kemudian Ibu sampaikan kepadaku.
“akhir-akhir ini omongan di kampung inikan pada Gurumu itu selalu banyak bicara hal-hal yang tidak baik, bapak hanya tidak mau kedepanya ada apa-apa saja...” ucap Bapak dengan perlahan

“pak orang-orang itu tidak tau saja, Andi selama ini baik-baik saja, -
- dan murid-murid Guru juga sama, lagian Andi ngaji hal lainya itu, ngaji kitab-kitab Andi yang tidak bisa hanya mendengarkan saja pak...” jawabku dengan sedikit tegas

Memang aku yang sedikit beda dengan anak seumuranku, lebih banyak menghabiskan waktuku dengan Guru,
apalagi cerita-cerita dan segalanya membuatku tertarik. Omongan-omongan miring tentang guruku akhir-akhir ini, mungkin selalu ada yang datang bermobil ke rumah guruku, entah kenapa menjadi opini liar yang berkembang menjadi hal-hal buruk yang terjadi.
Oborlan dengan Bapak tentang kecemasan dimasa kecilku, diakhir masa sekolah dasar tidak membuat aku berubah, aku semakin hari semakin dekat dengan Guruku, apalagi setelah tau dan banyak hal-hal yang membuat aku tertarik dari sisi lain kehidupan ini, yaitu alam lain.
Pada suatu malam, ketika setelah selsai belajar Tajwid dan sedikit demi sedikit belajar membaca kitab, datang dua orang, satu lelaki membawa anaknya seumuran denganku, mungkin beda beberapa tahun saja, karna aku tahun ini diakhir masa sekolah dasar.
“Ndi, sudah diam aja disini...” ucap Guruku dengan tenang

Aku yang merasa tidak enak, karna itu adalah tamu Guruku akhirnya mendengarkan obrolan dan diam saja duduk disebelah guruku dan lelaki itu berserta anaknya.

“sudah lama sekali Pak, -
- saya tau dari teman saya yang sebelumnya datang kesini...” ucap Lelaki itu, kemudian membukakan kupluk sweater yang digunakan anak itu

Pantas saja dari awal anak itu hanya menunduk dan tidak melakukan hal lain, aku terkejut dengan apa yang aku lihat,
setengah wajahnya sangat ruksak penuh dengan luka basah dan tidak tau kenapa warna hijau keungu-unguan yang aku lihat.

Guru hanya menganguk saja, seolah paham apa yang dikatakan lelaki itu dan kemudian mengajak bicara anak perempuan itu, walau sama sekali tidak ada jawaban.
Aku yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi kenapa bisa seperti itu hanya bisa menatap bengong.

“ayo pak, ini sudah lumayan, biarkan adek cantik ini mandi dulu air anget yah...” ucap Guru, kemudian menyuruh Teteh, istirnya guru, membuatkan air hangat
Sambil menunggu air hangat itu siap, lelaki itu dan guruku bicara banyak hal dari mulai keanehan-keanehan yang terjadi di rumahnya, di tempat kerja bahkan menemukan beberapa tanah di kamarnya. Aku lagi-lagi hanya dia menganguk, seolah paham,
padahal hal ini baru pertama kali aku ketahui lansung dibalik semua cerita yang pernah Guru bicarakan denganku.

“sudah Andi diam dulu aja disni, sebentar saya mau mandiin dulu yah Ndi...” ucap Guru

Aku hanya menganguk saja, andai tidak ada lelaki itu,
mungkin sudah banyak pertanyaan yang akan aku ucapkan dengan apa yang barusan aku liat.

Tidak lama terdengar tangisan dari anak itu, sangat kencang, bahkan aku yang sedang duduk sendiri di ruangan dimana tempat mengaji inipun terasa bulu pundaku berdiri begitu saja.
Tidak lama teriakan itu tidak terdengar lagi, kemudian tidak lama juga, Guru, lelaki itu, dan anak perempuanya kembali dengan rambut perempuan itu yang sedang dikeringkan oleh guruku. Wajah yang sebelumnya aku lihat sama sekali tidak berubah,
hanya yang berbeda adalah tatapannya saja sekarang lebih seperti orang normal pada umumnya. Guru hanya tersenyum dan lelaki itu hanya mengangukan kepalanya berkali, seolah seperti isyarat persetujan atau apapun itu,
aku di usia kecil tidak pernah padam dengan obrolan orang tua walau tanpa bahasa, tapi seolah memahami maksud satu sama lainya.

Tidak lama lelaki dan anaknya itu pamit, dan pertama kali aku melihat guruku menolak
pemberian amplop coklat yang aku yakin kalau itu berisi sejumlah uang bakalan banyak sekali, terlihat dari tebalnya ampop tersebut.

Aku dengan malam ini adalah aku yang penuh kebingungan dengan apa yang aku lihat dengan apa yang aku rasakan,
Guru hanya menghisap rokok berkali-kali dengan wajah yang sama sekali tidak berubah, lebih kepada diam, kemudian tersenyum melihat ke arahku.

“saya tau apa yang membuat kamu Ndi jadi diam seperti itu, baru pertamakan liat? -
- kejadian barusan adalah kejadian dimana manusia lebih buas dari binatang. Hewan yang paling buas menurutmu apa Ndi?” tanya Guru sambil menyuruhku duduk disampingnya sangat dekat

“hmm... harimau buas guru...” jawabku

“harimau sudah dari sananya buas, -
- takdirnya adalah binatang, manusia bisa lebih buas dengan apa yang diperbuat tanpa sedikitpun kita tidak bisa melihatnya.” Ucap Guru dengan tenang

Aku yang mencoba menerjemahkan maksud yang diucapkan guruku, pelahan aku mulai paham
walau dengan kalimat terakhir yang belum sama sekali aku pahami.

“sudah nanti juga waktu bisa memberikan jawaban apapun yang kamu mau, segala penasaran kamu malam ini, isi pikiran kamu, bahkan hati kamu, waktu tidak pernah berhianat kepada siapapun -
- yang ingin mengetahui apapun, tapi ingat semuanya ada izin semesta yang diatur oleh tuhan (Allah Swt), ingat baik-baik yah Ndi...” ucap Guruku

Selanjutnya guru tidak menceritakan apapun, aku ingin sekali bertanya banyak,
tapi tanpa ditanya biasanya nanti juga Guru akan bercerita dengan sendirinya. Malam ini bahkan sudah jam 10 lebih, akhirnya aku pamit menuju rumah.

Walau hanya 10 menit kurang karna tidak teralu jauh dari rumah, aku berjalan kaki dengan segala penasaran.
Apalagi tahun dimana aku kecil rumah-rumah bertetangga sangat jauh, jalanan hanya terpasang lampu sebagai penerangan 5 watt.

Sampai di rumah, bapak marah kepadaku walau alasan dengan kecemasan begitu juga dengan Ibu,
aku yang sudah terbiasa hanya mendengarkan tanpa mejawab apapun, karna sudah banyak pelajaran dari Guru soal bagaiamana cara orang tua berkerja. Dan salah satunya adalah marahnya adalah rasa cinta dan kasih, cara terbaik membalasnya adalah diam.

***
Satu minggu berlalu dari kejadian malam pertama aku melihat sendiri dengan apa yang sebelumnya menjadi penasaranku, tentang orang-orang yang pasti ada saja berdatangan kepada Guru sekedar untuk bersilaturahmi atau tujuan berobat.
Sayangnya penasaran yang harusnya malam dimana aku melihatnya sendiri selsai, ini malah bertambah.

Dan aku sama sekali tidak berani membuka pembicaraan kecil sedikitpun untuk mengarah kesana, karna aku sudah paham dengan Guru,
bahkan sejak aku dari kelas 2 masa sekolah dasar sudah belajar padanya, itu juga karna Ibu, dan tidak tau kenapa akhir-akhir ini malah ibu sendiri bahkan Bapak lebih cemas dari pada Ibu. Pikirku mungkin, karna kedua kakaku perempuan jadi sebegitu khawatirnya padaku.
Malam ini anak-anak seumuranku bahkan yang lebih tua umurnya selsai mengaji pada Guru, tidak sepertinya biasanya guru menyuruhku untuk diam dulu karna ada obrolan penting yang ingin Guru sampaikan.

“padahal tiap malam selsai mengaji, aku selalu diam dulu, -
- tumben Guru sendiri malam ini yang menyuruhku” ucapku dalam hati

Selsai istrinya guru membawakan segelas kopi, Guru tidak biasanya mengajak kedalam rumah, karna memang tempat mengajinya disamping rumahnya.
“Ndi ayo pindah kebelakang, biar lebih enak ngobrolnya...” ucap Guru sambil bergegas jalan

Di usiaku yang baru saja akan lulus sekolah dasar tahun ini, sama sekali belum mengerti bagaiamana sebuah obrolan bisa enak, segera aku mengikuti langkah Guru ke halaman belakang rumah,
yang memang bukan kali pertama aku mengobrol disini.

“Ndi...” ucap Guru sambil membakar rokoknya

Aku hanya menganguk saja dan sudah menjadi ajaran yang sering aku lakukan cara menghormati orang yang lebih tua umurnya dariku, apalagi orang tua dan Guru.
“tiga hari lagi, saya akan pindah rumah ke rumah adiknya istrinya adik saya, setelah ditinggalkan suaminya tahun lalu meninggal, adik istri saya butuh teman untuk membantu mengurus anak-anaknya... lagian pula saya sudah begitu rindu dengan kampung halaman -
- dimana saya dilahirkan... jadi ada satu hal yang harus saya sampaikan...” ucap Guru dengan perlahan menatap ke arahku dengan sayu

Aku bahkan tidak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Guru, aku hanya diam tanpa menjawab, hanya angukan saja yang aku lakukan.
Walau seolah tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.

“ada hal yang terlalu cepat perlu saya sampaikan kepada Andi, tapi saya yakin waktu selalu punya peranananya masing-masing, dan ini tepat, insallah...” ucap Guru dengan penuh keyakinan
“apa itu Guru...” ucapku sambil menahan air mata yang sudah bergelinang diantara mataku

Guru kemudian memegang kedua telapak tanganku, menatapku kedua mataku, dan tidak tau kenapa, perlahan air mata itu turun menuju kedua pipiku.
Ini adalah perasaan aneh yang baru aku rasakan pertama kali, apalagi ditambah berdirinya bulu pundaku begitu saja, dan aku merasakan tanganku mulai merinding, perlahan.

“maafkan... seharusnya saya mengajarkan lagi banyak hal seperti halnya wasiat dari kakek kamu... -
- maafkan saya Ndi, jika banyak salah yang terucap, ajaran yang tidak benar, dan maafkan ini semua bukan kehendak saya...” ucap Guru, perlahan menteskan air matanya

Bahkan aku baru pertama kali mendengar tentang kakek, yang guru sebutkan. Tangan guru perlahan lepas, -
- setelah angukan yang aku lakukan sambil mencium kedua telapak tangan Guruku, dan sudah tidak bisa dibendung oleh tenaga lagi, air mataku turun dengan sendirinya. Lalu di ikuti dengan terlepasnya tangan Guru.

“dulu waktu Ibumu mengandung kamu 2 bulan dalam perutnya, -
- almarhum kakekmu menitipkan banyak wasiat padaku Ndi, salah satunya perkataan yang selalu aku ingat; jika cucuku laki-laki ajarkan apapun yang pernah aku ajarkan kepadamu, itulah kenapa saya sangat sedih, dan alhamdulilahnya 4 tahun bukan waktu sebentar -
- walau kamu terhitung masih anak-anak insallah kamu sudah paham...” ucap Guru dengan perlahan

“tapi Guru, bahkan Ibu tidak pernah bercerita sama sekali soal kakek kepadaku...” ucapku, perlahan

“iyah, sebegitu khawatirnya karna kamu lelaki, cucu yang kakek kamu idamkan, -
- setelah dua kakak kamu perempuan... makanya Ibumu sangat cemas akhir-akhir ini karna mungkin ada ketakutan lain...” ucap Guru

Aku hanya bisa menganguk dan tidak ada lagi ucapan yang bisa aku keluarkan dari mulutku, karna aku sedang tidak percaya dengan keadaan
yang secepat ini akan datang, walau usiaku masih kecil, tapi tidak tau kenapa ini adalah perasaan lebih yang tidak bisa aku katakan sama sekali.

“kamu pasti belum paham, nanti waktunya tiba semuanya akan terjawab, ingat saja apapun yang pernah saya ajarkan yah Ndi...” ucap Guru
Aku kembali menganguk, dan menguatkan dengan sekuat tenaga menyimpan baik-baik perkataan Guru malam ini.

“saya Sore tadi sudah izin sama Ibu dan Bapak, menjelaskan semuanya, dan malam ini Andi jangan pulang ada hal yang harus saya berikan...” ucap Guru,
sambil memberika secarik kertas, sebuah bacaan.

“Guru ke rumah?” tanyaku dengan kaget

“iyah, mungkin kamu baru tau sekarang, hampir sering saya ke rumah kamu Ndi, sayangnya saya sengaja tidak pernah ada kamu saat ke rumah, -
- Ibumu tau betul aku, karna itulah dia sampai khawatirnya...” ucap Guru dengan perlahan

Malam semakin larut, angin yang melintas kepadaku dan Guru tidak biasanya sangat menusuk badan dengan tajam, terasa sangat dingin.
Setelah membicarakan banyak hal tentang bacaan yang Guru berikan, sampai dimana aku disuruh untuk mengambil wudhu dan melakukan sama percis yang Guru lakukan.
Tidak terasa dalam sila, mata mulai berat dan mengantuk, bahkan dalam diriku sama sekali belum paham maksud semua ini. Apalagi Guru tidak berbicara apapun lagi.

***
“Ndi bangun, ayo subuhan dulu ke masjid...” ucap Guru, sambil menepuk tanganku

Aku meminta maaf karna semalam tidak bisa menahan ngantuk yang datang begitu cepat bahkan baru pertama kalinya aku rasakan.

“tidak apa-apa, selsai subuhan pulang, dan jangan bicara apapun -
- kepada Ibumu, kertas ini saya ambil lagi...” ucap Guru

“saya belum hapal sama sekali guru...” ucapku perlahan sambil bangun dan duduk

“tidak apa-apa masih ada ini” ucap Guru sambil menunjuk bagian hatinya
“perkataan barusan adalah perkataan yang sama dengan kakek kamu dulu ucapkan kepada saya Ndi...” ucap Guru sambil tersenyum dan menyuruhku untuk mengikutinya ke masjid, sementara aku menyempatkan untuk mandi seperti kebiasaanku,
karna di sebelah tempat mengaji memang ada kamar mandi.

Setelah selsai subuhan di Masjid, hanya beberapa anak seumuranku yang mengikuti ngaji Subuh. Heranya Guru adalah Imam di Masjid, tapi kenapa selalu ada omongan miring terhadapnya, yang belum aku pahami.
Pagi mulai datang, kesedihan malam yang aku rasakan masih terasa apalagi Guru juga pamit kepada anak-anak yang menjadi Subuh, sehabis bersalaman akan pulang, Guru memberi tauku besok agar membantu beres-beres rumah dan aku menyetujuinya.
Sampai di rumah, ibu langsung memeluku tidak biasanya, begitu juga dengan Bapak, bahkan aku tidak mengerti dengan hal apa yang sedang terjadi, apalagi Ibu dan Bapak tidak berkata apapun, aku yang diusia seperti sekarang hanya biasa saja, dan melanjutkan segala aktivitasku.
Karna bermain masih duniaku, dibalik rasa sukaku kepada hal-hal yang diajarkan dalam agamaku.

Bahkan diantara teman-temanku, hanya aku yang bisa bergaul ke bawah dengan anak-anak dibawah umurku dan ke atas, bahkan aku sangat suka mendengarkan cerita apapun dari usia diatasku,
dan mereka sangat baik sekali padaku. Walau dengan alasan yang selalu orang-orang bilang “si Andi emang pinter bergaul, bisa masuk kemana saja” padahal yang aku lalukan hanya mendengarkan dan sesakali berbicara bila perlu saja,
tapi entah kenapa mungkin hal itu yang menjadi alasanya.

Malam ini guru kembali berpamitan kepada semua anak-anak yang datang, selsai mengaji suasana menjadi hening, aplagi pesan jangan berhenti belajar mengaji dan dari mana saja ilmu itu harus dicari.
Sontak membuat semuanya kaget. Aku, yang sudah mendengar malam kemarin masih saja merasa sedih.

Selsai semuanya bubar dan bersalaman, Guru mengajaku malam ini untuk membereskan barang-barang, karna besok pagi kepindahanya dipercepat
karna mobil dan segala yang sudah disiapkan oleh adik istirnya sangat cepat.

“Guru, nanti bagaiamana aku bisa berjumpa lagi dengan Guru...” tanyaku perlahan

“ini Ndi...” ucapnya sambil menunjuk hatinya, sama seperti pada waktu subuh kemarin
Aku yang tidak paham hanya kembali mengangguk, padahal jawaban lain yang ingin aku dengar dari Guru, tapi tidak tau kenapa keyakinanku begitu kuat dan percaya dengan apa yang guru ucapkan.

“aku belum hafal Guru dengan bacaan yang semalam...” ucapku lagi
“nanti juga hafal, tapi masih ingat pesan semalamkan?” tanya Guruku, sambil memberikan 7 buku besar kepadaku

“Ingat sekali, ini buku apa Guru?” tanyaku karna semuanya berbahasa Arab

“kenang-kenangan, nanti kalau sudah bisa bacanya, baca semua yah, -
- cari Guru yang bisa baca ini, masih banyak kok Ndi yang akan menjadi Guru buat kamu, pesan saya hanya semalam saja, ingatan itu jaga yah Ndi...” ucap Guruku

Aku kembali pada kebiasaanku, tidak menjawab dan hanya mengangguk seperti biasanya. Tidak terasa malam semakin larut,
hampir selsai semua dan melihat jam sudah jam 10:30 malam. Aku tidak merasakan capai sama sekali, karna pekerjaan yang berat Guru yang melakukanya.

Akhirnya aku pamit, diantarkan oleh Guru sampai depan rumahnya, dengan keringat yang sudah jelas tepangpang membasahi dahinya,
karna kopiah memang selalu menempel di kepala Guru.

“ini bawa jangan lupa...” ucap Guru, sambil memberikan keresek yang berisi buku-buku

Tiba-tiba guru memeluku dengan erat, bahkan tidak tau kenapa ini pelukan kedua setelah orang tuaku pagi tadi.
Aku hanya diam dan perasaan lega tidak tau kenapa malah aku rasakan sangat dan begitu nyaman sekali.

“Ndi ingat ini yah...” ucap Guru sambil menujuk ketiga kalinya ke arah hatinya

“baik Guru...” ucapku, sambil bersalaman
Segera Guru menyuruhku untuk pulang, hitungan lebih dari sepuluh langkah lebih, aku menengok kebelakang rumah Guru, dan Guru masih mematung berdiri di tempat yang sama. Kembali sampai hampir tidak terlihat karna jalan akan berbelok kembali aku melihat dan
dan Guru masih sama ada berdiri sama sekali tidak berubah posisinya.

Perlahan air mataku turun dengan sendirinya, walau aku sama sekali tidak paham dengan hal seperti ini dan belum mengerti ini semua. Langkah kaki terus aku lakukan untuk sampai ke rumah,
beberapa rumah orang-orang aku lewati. Lampu-lampu yang menyala kenuningan menerangi tiap langkah malam ini.

Tidak tau kenapa malam ini sangat sepi, bahkan aku tidak berpapasan sama sekali dengan orang, aku terus melangkah,
tiba-tiba perasaan aneh aku rasakan karna seperti ada yang mengikuti langkah kakiku ini. Aku pelankan langkahku sendiri untuk memastikan suara langkah dibelakang badanku.

“iyah ada orang dibelakang, karna suara gesekan dengan tanahnya jelas” ucapku dalam hati,
yang mulai ketakutan, bahkan keresek yang berisi kenang-kenangan dari guruku, aku pengan dengan erat

Segera aku balikan badan sekaligus tidak perlahan “hah... tidak ada siapa-siapa” ucapku dibarengi dengan rasa kaget sekali,
karna tepat sekali aku berada didepan kebun yang kosong hanya penuh dengan pohon singkong saja.

Segera aku kembali berjalan, dan anehnya, sampai ke rumah berasa tidak seperti biasanya sangat lama sekali “ini langkahku yang pelan, apa jarak yang berubah” ucapku perlahan
sambil setengah perasaanku menahan rasa takut yang barusan aku alami

Aku terus berjalan sambil terus membanyangkan kejadian perpisahan dengan Guru, dan bayangan itu tetap tidak bisa mengantikan perasaan yang sedang aku alami.
Gesekan kaki yang sebelumnya aku dengar kembali lagi hadir, jauh lebih terdengar dari sebelumnya, anehnya aku pada diri sendiri ini, malah memelankan langkah, dan yang lebih aneh gesekan langkah itu tidak berubah dan tetap sama.
Aku kembali membalikan badan seperti sebelumnya, dan masih sama tidak ada siapapun dibelakangku. “kenapa ini, dan apa suara langkah gesekan sendal yang begitu jelas itu.” Ucapku dalam hati, kembali lagi berjalan.
Dan sedikit membuatku tenang, bagian depan rumahku sudah terlihat, yang artinya aku akan segera sampai, langkah kaki yang tadinya biasa saja terhitung normal, sekarang aku percepat karna rasa takut itu semakin besar entah kenapa datang begitu saja.
Apalagi sebelumnya tidak pernah aku alami.

Semakin mendekat ke rumah, aku melihat perempuan dengan baju yang lusuh berwarna coklat yang kotor sedang duduk tertunduk dengan rambut panjangnya menutupi bagian wajahnya. “barusan perasaan tidak ada” ucapku dalam hati.
“maaf Ibu, sedang mencari siapa atau sedang apa, bisa aku bantu...” ucapku tepat berada didepan perempuan itu

Tidak ada jawaban sama sekali, ingin sekali aku menepuk tanganya,
tapi aku pikir tidak mungkin perempuan yang aku kira seumuran kakaku itu tertidur dengan posisi seperti itu.

“Ibu maaf...” ucapku lagi dengan pelahan tepat sambil berusaha jongkok untuk melihat ke arah wajah perempuan itu
Perlahan aku perhatikan, dengan perlahan juga aku tundukan dengan memiringan kepalaku untuk melihat wajah perempuan itu karna terhalang oleh rambutnya yang menutupi wajahnya.

“Andi....”

Segera aku kaget bukan main! benar-benar sangat kaget! dengan apa yang aku dengar,
karna terikan Ibu didepan pagar rumah yang sudah mematung.

Segera aku berdiri dan berjalan cepat ke arah Ibu, meninggalkan perempuan itu.

“Ibu, aku kaget bu...” ucapku, sambil bersalaman kepada Ibu

“Ya lagian Ibu tunggu-tunggu kamu pulang eh malah jongkok disana -
- nyari apa coba, ada barang kamu yang jatuh emang disana?” ucap Ibu sambil menunjuk ke arah dimana sebelumnya aku melihat perempuan itu duduk

Segera aku melihat ke arah tangan Ibu menunjuk, dan tidak ada apa-apa, aku dibuat sangat kaget kesekian kalinya
setelah kepulangan dari rumah Guru, dan ini baru pertama kali aku alami.

“yeh malah melamun, Ibu tanya ada barang yang jatuh disana, takutnya itu dalem kersek ada yang jatuh...” ucap Ibu sambil menepuk pundaku
“iyah Bu... takutnya barusan ada yang ketinggalan dari rumah Guru, besok katanya langsung berangkatkan” ucapku berusaha untuk tenang, dan berbohong selogis mungkin agar Ibu merasa tidak cemas, karna aku tau betul cemasnya Ibu seperti apa.

“pantesan, yaudah ayo masuk, -
- makan, keburu dingin tuh Ibu baru angetin Sop, pas sekali kamu pulang” ucap Ibu sambil berjalan, dan aku mengikutinya.

Aku sempatkan melihat ke arah itu lagi, dan benar tidak ada siapa-siapa
“barusan padahal jelas aku melihat perempuan duduk dengan rambut yang menutupi wajahnya dan berpakaian kotor” ucapku dalam hati. “siapa perempuan itu dan langkah kaku yang sebelumnya aku dengar, aneh” ucapku perlahan sambil menuju dapur

Sambil makan Ibu bertanya dengan apa yang
aku bawa, aku jelaskan dengan lengkap, walau rasa aneh dan ketakutan masih saja aku alami, berusaha pura-pura baik-baik saja ternyata susah dan aku tetap harus melakukan hal ini.

Awalnya ada niatan untuk menanyakan dari mana Guru bisa sedekat itu dengan Kakek,
dan kenapa Ibu tidak pernah bercerita namun aku urungkan, karna lelah dengan kejadian yang barusan aku alami. Segera aku ke kamar dan langsung melihat ke arah jam, “barusan benar kok normal waktunya, kenapa sampai rumah jauh sekali” ucapku sambil menjatuhkan badan ke kasur.
Aku sama sekali tidak menemukan jawaban atas pertanyaanku, sambil perlahan memaksa mata untuk terpejam pikiran tentang perpisahan dengan Guru malah bisa dikalahkan dengan pikiran rasa takut yang aku alami.

***
Tahun dimana berakhirnya masa sekolah dasar adalah tahun dimana harus berakhirnya juga dengan Guru, bahkan hari-hari selanjutnya ada saja hal-hal aneh yang aku alami, dan semuanya diluar nalar akal sehatku sendiri. Tapi atas kejadian-kejadian aneh itu,
tidak tau kenapa aku bahkan semakin ingin bertemu dengan Guru, walau aku tidak tau caranya. 1 bulan berlalu begitu saja, aku tetap belum melakukan aktivitas mengajiku, hanya mengaji saja di rumah sendiri, kadang sesekali diajarkan oleh Ibu.
Ada niatan untuk memberi tahu ibu dengan segala kejadian aneh yang aku alami, tapi tidak tau kenapa juga niatan itu selalu perlahan aku batalkan sendiri tanpa alasan.

Pesan dari Guru terus aku jaga, hafalan yang pernah Guru ajarkan terus aku baca seingatnya saja,
karna benar-benar aku tidak bisa ingat semuanya. “kenapa waktu masih ada Guru aku tidak bertanya saja semuanya, apa yang aku ingin tanyakan harusnya aku berani bicara” ucapku pada suatu malam, karna kembali aku mengingat segala kejadian aneh, sambil memejamkan mata,
dalam hati aku terus mengucapkan hafalan walau tidak pernah selsai.

“Ndi, jangan terlalu cepat, belajar kembali... nanti juga ada waktunya... gelap malam tidak pernah sirik kepada terangya cahaya siang, semua sudah diatur oleh pencipta sedemikian sempurna,
baginya tidak ada yang sulit. Andi lakukan saja apa yang ingin Andi lakukan, selama itu menjadi baik minimal untuk diri sendri” ucap Guru sambil duduk bersila

“bagiamana Guru? Andi banyak yang ingin ditanyakan tentang segala hal kejadian aneh yang pernah Andi alami... -
- Andi takut Guru...” jawabku, sambil menundukan kepala ke pangkuan Guru yang sedang duduk bersila

Kemudian Guru mengangkat badanku perlahan, melihatku dengan tenang, dan mengarahkan tanganya tepat di hatiku. “Ini...” ucap Guru dan langsung mengelus kepalaku dengan perlahan juga
“disini kita akan sering bertemu Andi, jaga Ibadahmu ingat itu...” ucap Guru kemudian berdiri

Sementara aku masih duduk menatap wajahnya Guru, dan Guru hanya terseyum padaku.

“Guru... ada bayak lagi yang harus Andi tau...” ucapku,
kemudian Guru pelahan membalikan badan dan berlajan sangat pelan.

“Andi subuhan bangun, tumben belum bangun...” ucap Ibu sambil menepuk lenganku

“hah... iyah Bu...” ucapku, terbangun dan duduk

“kamu sakit Ndi? Keringetnya banyak gitu?” ucap Ibu
Segera aku mengelepa keringat yang membasahi dahi dan bagian wajahku

“sedikit engga enak badan aja bu...” ucapku, kemudian berjalan ke kamar mandi untuk segera mandi

Aku cukup kaget dengan keringat yang hampir membasahi sekujur tubuhku
bahkan baju bagian belakang benar-benar basah, selsai mandi dan lansgung melaksanakan ibadah Subuh. Masih diatas sajadah, aku kembali perlahan mengingat kejadian bertemu dengan Guru dan semua ucapan Guru.

“Guru...” ucapku, sambil mengangguk berkali-kali, memahami ucapan Guru.
*Sampai sini dulu pembuka Bersembunyi Dalam Terang Bagian 2, diawali dengan masa lalu Andi dan Gurunya adalah pembuka perjalanan mistik lainya, selanjutnya segala pertanyaan Andi akan mendaptakan jawaban. Tidak akan lama saya lanjutkan kembali, salam!
*Mari kita lanjutkan cerita ini, untuk menemani malam jumaat kalian. selamat menikmati ceritanya....
Setelah mimpi malam itu, hari-hari terus berlanjut, bulan terus berganti. Kedatangan Guru kedalam mimpiku perlahan tidak pernah kembali lagi. Segala kejadian aneh yang aku alami, sama sekali tidak terjadi lagi. Walau hanya pernah sesekali aku bisa merasakan hal lain
yang mungkin orang lain tidak pernah merasakan keanehan tersebut. Masa-masa sekolah menengah terlewati begitu saja dengan banyak aku habiskan dengan bermain, banyaknya teman-teman baru dan terbuka lagi dunia yang aku pikir sebatas kampung halamanku saja, ternyata masih luas.
Aktivitas mengajiku tetap berjalan walau Ibu selalu merasa cemas, dengan aku yang banyak menghabiskan waktu mengaji sendirian di kamar saja. Apalagi sekarang aku sudah kelas 2 sekolah menengah pertama.

“dulukan Andi pernah cerita, Guru dulu ngasih bacaan yang belum -
- bisa kamu baca kitab-kitab itu, apa Andi tidak mau mencari Guru lagi mengaji di yang lain... ibu khawatir masa mengaji tidak ada gurunya kan engga begitu Ndi, takutnya salah...” ucap Ibu sambil duduk di kasur kamarku malam ini

“engga apa-apa bu nanti juga Andi bisa dan -
- punya guru baru, Ibu tenang saja yah” jawabku menenangkan Ibu

Aku terus menyakinkan Ibu bahwa tidak apa-apa sambil nantinya aku sepulang sekolah mencari pekerjaan sampingan dulu saja, untuk membantu meringankan biaya Ibu dan Bapak membayar sekolahku. Karna aku tau
keadaan keluarga yang sebenarnya, apalagi sumber utama hanya Bapak yang kerja mengurus sawah milik orang lain. Sementara kakaku yang baru kerja masih belum bisa mencukupi, maklum apalagi kakak pertama hanya bisa sekolah sampai SD saja.
Tepat dimana akhir masa sekolah SMP, ada kejadian aneh di sekolah apalagi sekolahanku belakangnya adalah pohon bambu yang sangat banyak (leweung) mata pelajaran terakhir di hari kamis adalah olahraga. Semua berawal ketika aku dengan teman-temanku bermain bola yang laki-laki,
sementara semua perempuan sedang duduk dibawah pohon besar yang berada disamping lapangan olahraga. Sekolah yang seadanya, bahkan lapang masih tanah merah dan bagunan yang tidak terlalu bagus, menambah kesan sekolah pada tahun ini 1980 an.
“Ndi kok rame-rame teriak sih cewe-cewe” ucap salah satu temanku

“iyah, tumben ada apa...” jawabku

Aku bahkan mengacuhkanya karna memang terlibat asiknya sebuah permainan sepak bola, entah kenapa padahal konsentrasiku sedang menikmati permainan yang sedang aku lalukan
tapi ada perasaan tidak enak yang mengarah ke arah dimana teman-teman perempuan satu kelasku berkumpul dibawah pohon itu.

Tidak lama Guru olahragaku berteriak meminta bantuan, segera aku dan teman-teman lainya mendekat. Masih dengan keringat bekas bermain, aku masih bingung
dengan apa yang terjadi.

“bantu temen kalian masuk saja ke dalam kelas” ucap Guru olahraga kelihatan panik

Teman-temanku membantu Nia dengan mengangkat badanya ke dalam kelas yang memang tidak jauh dari area lapang olahraga
“oh pingsan...” ucapku dalam hati dan mengikuti semua langkah teman-teman satu kelasku

Baru saja masuk kedalam kelas Nia dengan tiba-tiba tertawa sangat kencang, otomatis aku yang sedang duduk didepan kelas sangat kaget.

“kerasukan...” ucapku tiba-tiba, aku masih saja diam
karna didalam kelas ada beberapa guru dan teman-teman bahkan aku sama sekali tidak mau melihatnya, karna sedang mengikuti perasaan aneh yang aku rasakan.

Beberapa menit teriakan dan tertawaan begitu kencang hadir kembali, aku hanya melihat diluar kelas saja,
sambil menarik dalam-dalam nafas dan mengeluarkan perlahan, karna semakin tidak tenangnya yang akurasakan, apalagi keringat yang aku rasakan tidak tau kenapa semakin mengucur dengan sendirinya membasahi punggung.
“awalnya Nia, sekarang malah berempat Ndi yang kerasukanya...” ucap salah satu temanku

“kerasukan apa emang?” tanyaku penasaran

“tidak tau tuh si Nida sama si Dewi melotonya serem gitu...” ucap salah satu temanku sambil menunjuk ke arah mereka
Aku tidak melihatnya,
karna terhalang oleh badan-badan guru yang yang sedang mengurus teman-temanku itu. Aku hanya kembali duduk disamping teman-teman cowok yang lainya.

“Ndi emang masih gerah? Matahari mulai turun juga udah gak panas kok...” ucap salah satu temanku yang lain

“iyah Nih, -
- cape banget...” jawabku, padahal aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang terjadi

Terdengar teriakan-teriakan itu semakin bertambah mungnin bisa lebih dari 5 orang, sontak guru-guru yang lain berdatangan

“ada yang tau Nia, Nida dan Dewi habis dari mana? -
- Ini jadi kerasukan masal seperti ini” tanya guru perempuan yang menyapa

Aku hanya mengelengkan kepala dan jawaban dari teman-teman yang lainya mengatakan “tidak tau” entah kenapa aku ingat dengan pohon yang didepan sekolah yang besar yang kemarin baru saja di tebang.
“pohon depan” ucapku dalam hati karna tiba-tiba saja ingat hal itu.

Teman-teman yang lain satu persatu mengambil tas kedalam, karna salah satu guru menyuruh untuk pulang apalagi ini jam pelajaran terakhir. Setelah semuanya mengambil tas.

“Dul, bukanya ambilin punyaku...” ucapku
yang tidak berani masuk kedalam kelas

“yah baru bilang, ambil aja Ndi kedalem, serem banget liat yang kerasukanya...” ucap Abdul teman dekatku

Ketika aku berdiri, bertepatan sekali dengan datangnya guru yang lain bersama ustad setempat mungkin untuk menyembuhkan teman ceweku
yang sedang kerasukan. Memang suara geraman dan tertawa yang menakutkan aku dengar jelas.

Aku masuk dibelakang Ustad dan guruku, dan langsung melihat Nia yang sedang dipengangi kedua tangan dan kakinya, langsung melihat ke arah ustad dan menunjuk begitu saja dengan sangat seram,
hampir kedua matanya bisa lepas, karna kuatnya tatapan mata Nia.

Aku hiraukan saja, langsung mengabil tasku dengan tergesa-gesa, yang aku pikir Nia melihat ke arah ustad ternyata salah, Nia melihat ke arahku, ketika aku tepat sekali melihat ke arah Nia, sontak semua yang berada
didalam kelas melihat ke arahku juga termasuk guru-guru yang lain, apalagi Nia menatap tajam sambil menunjuk ke arahku.

“hahaha sini kamu aku bunuh... berani-beraninya hah!” teriak Nia dengan sangat kencang.

Aku yang kaget dengan apa yang Nia ucapkan
walau tau itu bukan Nia, itu mahluk yang masuk kedalam tubuh Nia.

Empat teman ceweku yang sedang kerasukan juga dengan tiba-tiba melihat ke arahku sambil tersenyum menakutkan, bahkan Ustad yang sedang berusaha mengobati terdiam juga,
guru-guru juga teman-teman yang berada dalam kelas diam semua, suasana menjadi hening.

Aku langsung mendekat ke arah Nia dengan cepat dan menatap kembali mata Nia, sambil didalam hati perlahan mengingat kembali dulu bacaan yang pernah Guru mengajiku berikan.

“Ampun... ampun.. -
- jangan ambil rumah kami manusiaaaa... kami tidak suka ampunnn...” ucap Nia sangat kecang

Dan secara berbarengan yang lainya dalam keadaan kerasukan, tertawa sangat kecang. Dengan refleks aku mencipratkan air minum yang berada didekat badan Nia,
tiba-tiba Nia terpejam begitu saja. Kemudian aku cipratkan juga semuanya air itu kepada teman yang lain dan sama langung terpejam begitu saja.

Segera aku kembali mengambil tas dan berjalan keluar dengan langkah kaki yang cepat, karna masih merasa kaget dan kejadian tadi
sama sekali diluar kendaliku.

“Ndi tunggu sebentar...” ucap salah satu guru

Tidak aku dengar dan kembali berjalan dengan cepat, bahkan aku sangat kaget tiba-tiba Ustad yang barusan berada didalam kelas berhasil menepak pundaku.

“ada apa pak Ustad?” tanyaku dengan gemeteran
dan keringat yang membasahi hampir semua badanku bahkan dahi sampai bagian wajah berkeringat sangat banyak

“Ndi, dimana rumah kamu? Lain waktu boleh bapak berkunjung silaturahmi...” jawab pak Ustad

“Silahkan pak...” ucapku, sambil memberi tau dimana rumahku, dan aku kembali
melanjutkan jalan dengan cepat, untuk pulang ke rumah
Tepat dimana bekas pohon besar itu, aku hanya diam dan mengempaskan nafas berkali-kali dengan cepat, karna masih benar-benar kaget dengan kejadian barusan. Langsung saja aku kembali berjalan hampir 20 menitan
dengan perlahan menuju rumah. Ibu bertanya sangat khawatir dengan keadaanku hari ini tidak biasanya sepulang sekolah penuh dengan keringat, untungnya alasan baru selsai olahraga di sekolah mungkin jawaban yang sangat masuk akal.
“barusan aku tidak mengerti dengan yang aku lakukan” ucapku didalam kamar

Yang aku takutkan teman-teman dan semua guru yang melihat takutnya berpikiran aneh-aneh kepadaku, hanya itu saja ketakutanku, walaupun ketakutan lainya setelah keanehan yang sudah aku lalaui juga sama
mengikuti begitu saja.

Sore menuju malam badanku tiba-tiba lemas aku hanya terbaring saja diatas kasur dengan pikiran aneh setelah kejadian di sekolah, perlahan aku mengingat kembali dengan kejadian itu ketika Nia menatapku, aku ingat ada wajah lain dibelakang Nia
yang sangat menyeramkan bahkan rambutnya saja hampir menyelimuti badan Nia, semakin aku mengingat sosok tinggi yang menjulang dibekas tunggul pohon yang sudah ditebang semakin lemas badan yang aku rasakan.

“Ndi sakit... tidak biasanya engga main keluar” tanya Ibu tiba-tiba
membuyarkan apa yang sedang aku pikirkan

“iyah Bu engga enak badan...” ucapku lemas

Ibu memijit badanku perlahan, entah apa yang dipikirkan Ibu anehnya, terlihat dari mata ibu yang mulai bernilang. Aku tau betul Ibu adalah sosok kuat menjalani kehidupan kesedihan itu
tidak mungkin gara-gara kehidupan, antara kecemasan atau ada sesuatu yang sedang Ibu pikirkan.

“lama Ibu pengen bicara hal ini 3 tahun setelah Guru pindah, harusnya dari awal Ibu bilang...” ucap Ibu dengan air matanya yang tertahan akhirnya turun membasahi kedua pipi Ibu
“Ibu takut kamu seperti kakek kamu Ndi... kakek kamu orang baik yang di tuduh bersekutu dengan ilmu hitam, karna selalu bisa mengobati orang yang sakit diluar kemampuan orang biasanya... dan pasti gurumu dulu mengajarkan hal sama yang pernah kakek kamu dulu -
- ajarkan pada gurumu itu...” ucap Ibu perlahan

Aku yang mendengar sesuatu yang dulu pernah aku beranikan untuk membahas hal ini kepada Ibu malah Ibu sendiri yang membuka obrolan ini, menjadikan aku kembali benar-benar mengingat semua pesan-pesan dan
ajaran yang pernah Guru berikan kepadaku.

“engga bu... Andi terlalu anak kecil untuk tau hal-hal itu guru hanya mengajarkan mengaji dan sering bercerita banyak tapi bukan soal kakek malah hal-hal lain, jujur Guru baru menyebutkan nama kakek ketika hari dimana -
- Guru akan pergi bu...” ucapku, sambil memegang tangan Ibu

“Ibu hanya khawatir Ndi mungkin nanti kamu besar kondisinya tidak akan berbeda jauh, kebaikan memang akan menjadi kebaikan, tapi kita tidak pernah bisa membuat semua orang paham dengan keadaan kita Ndi, -
- nanti kamu bakalan paham... mungkin ini hanya rasa khawatir ibu saja...” ucap Ibu, kemudian mengelus-elus kepalaku

Melewati malam setelah kejadian di sekolah dan percakapan sore dengan Ibu, kondisi badanku semakin menurun, bahkan keringat terus saja bercucuran,
Bapak menyuruhku salah satu tetangga untuk meminta tolong membelikan aku obat. Apalagi setelah lewat waktu ibdah solat Isya selsai solat, aku sudah tidak bisa bangun lagi karna lemas diatas sejadah, hal itu yang membuat Bapak dan Ibu juga kakak perempuanku yang tidak telalu deka
dengan akupun merasa sangat khawatir. Selsai makan dan meminum obat sama sekali badanku belum juga terasa mendingan, apalagi lemasnya badan masih terasa dan bahkan semakin lemas semua badanku di ikuti dengan keringat yang tidak ada hentinya.

“besok tidak usah sekolah yah -
- istirahat malam ini Ndi...” ucap Bapak

“iyah Pak, ini mau berusaha dibawa tidur saja...” jawabku singkat

Malam semakin larut, mata yang berusaha sekuat tenaga untuk terpejam tetap saja dalam gelap mata tertutup aku masih saja berada dalam rasa keanehan dengan
semua yang aku alami, terbuka kembali mata dengan sangat perlahan...

“tidak apa-apa Ndi, ini hal yang biasa... menolong itu niatnya Ndi yang harus kuat, jangan sampai ingin mendapatkan pujian atau merasa hebat, dalam takutpun kita salah jika tidak menolong -
- sementara kita sanggup, apalagi dalam berani. Perlahan cara-cara berjalanya waktu dan pengalaman Andi bakalan paham sendiri...” ucap lelaki yang aku sangat kenal dengan suaranya

Karna mata masih saja buram-buram, aku paksakan utnuk melihat jelas, membuka mata sepenuhnya,
“Guru” ucapku dalam hati, ingin sekali aku membuka mulut dan bicara banyak, Guru tapi hanya tersenyum seperti ada satu pertanda sebuah kesenangan yang terlihat dari wajahnya, sama percis suatu malam ketika aku membantu membereskan barang-barang sebelum perpisahan dengan Guru.
Aku hanya kembali menganguk saja berkali-kali sementara Guru tetap duduk disebelah badanku yang terbaring lemas.

“ada hati yang selalu ingin merasa bangga karna sudah menolong, padahal seharusnya kita semakin rendah karna hanya untuknya pencipta segala alam dan -
- segala isinya kebangganya itu Ndi, kebaikan selalu berjalan beriringan dengan keburukan diantara keduanya ada hilaf untuk manusia, pintar-pintar saja kita batasi dengan syukur dan ini...” ucap Guru, sambil menunjuk ke arah hati
Dan setelah ucapnya itu Guru mengelus-elus kepalaku, kemudian bangkit dan berjalan keluar kamarku dengan perlahan, aku hanya bisa melihatnya dengan terperanga.

“gubrakkk...”

Tiba-tiba suara itu yang membangunkan tidurku dengan kaget, “Guru” ucapku perlahan

“Gubrak....”
Segera aku memaksakan untuk bangkit sekuat tenaga melihat ke arah suara seperti jatuhan benda keras, membuka gorden jendela.

“Astaghfirullahaladzim...” ucapku, dengan apa yang aku lihat tidak begitu jauh dari jendela yang gordenya baru saja aku buka.

Wanita yang sebelumnya
aku lihat dibelakang Nia sedang berdiri mematung tepat tidak jauh dari jendela.

“aku ingin disempurnakan... doakan aku... aku ingin ikut...” ucap wanita itu jelas, padahal aku terpisahkan oleh tembok rumah dan jendela tapi tidak tau
kenapa suara wanita dengan rambut yang panjang berpkaian lusuh itu suara jelas aku dengarkan

Segera aku tutup perlahan, dan kembali terbaring dengan masih perasaan takut, bahkan aku tidak tau sama sekali aku jadi bisa melihatnya kembali,
aku ingat sekali apa guru baru saja disampaikan untuku “karna hanya untuknya pencipta segala alam dan segala isinya kebangganya itu” segera aku meminta dengan bahasa yang aku bisa untuk mendoakan mahluk yang sedang berada diluar jendela itu. Karna guru pernah bilang;
Pencipta lebih tau apa niatan kita yang sesunggunya, maka pintalah hanya kepadanya.

Aku baru sadar ketika melihat jam sudah hampir jam 03:00 pagi “sudah cukup lama juga tertdiur” ucapku, kembali aku memaksakan mata untuk terpejam dengan mengabaikan apa yang baru saja aku lihat.
Hingga waktu ibadah Subuh tiba dengan berkumandangnya Adzan aku masih saja merasa lemas sekujur badan ini.

Pagi hari Ibu tetap menyaranku untuk tidak sekolah, dan aku mengikuti yang Ibu sarankan, jarum jam terus beganti, tidak ada rasa bosan karna memang terbaring dalam lemas
memang yang sedang aku rasakan. Menuju siang hari aku dikejutkan dengan adanya dua orang guru sekolahku yang datang ke rumah terdengar dari obrolan ibu yang menjelaskan keadaanku, hal yang aku takutkan dari kemarin terjadi, salah satu guru dengan suara perempuan menjelaskan
kejadian kemarin dengan detail bahkan sama sekali tidak ada lagi jawaban dari Ibu. Aku yang menguping pembicaran dua guru sekolahku hanya diam dan memikirkan alasan semasuk akal mungkin walau kejadian kemarin diluar masuk akal sama sekali.

“Ndi guru sekolah kamu ingin bicara -
- engga apa-apa yah ibu suruh masuk saja” ucap Ibu sambil mendekat, sementara aku masih saja sama terbaring.

Aku hanya mengangguk tidak ada jawaban, karna aku sangat takut membuat rasa ketakutan Ibu akan kekecewaan yang baru saja kemarin dibicarakan kepadaku terjadi.
“tidak apa-apa, bicarakan saja seadanya yah, jangan berbohong...” ucap Ibu tersenyum

Dan benar saja dua guru sekolahku langsung masuk ke kamar sambil memberikan bingkisan buah-buahan kepadaku dan juga Ibu.

“silahkan Bapak, Ibu mengobrolnya didalam saja, -
- Andi kelihatanya masih lemas...” ucap Ibu membuka obrolan dan kemudian pergi, mungkin menyipakan minum untuk kedua guru sekolahku ini

“Ndi bapak mau mengucapkan terimakasih berkat kamu kejadian kemarin selsai begitu saja... apalagi pak Ustad yang kemarin memuji sekali kamu -
- dan mengatakan; ada anak yang bisa juga disini...” ucap pak Dedi guru bahasa di sekolah

“bukan karna Andi pak, bahkan Andi juga tidak tau apa-apa. Pertolongan gusti Allah saja, kebetulan lewat Andi... Andi tidak bisa apa-apa itu baru pertama kali dan tiba-tiba saja...”
jawabku dengan perlahan

“orang tua Nia, Nida dan Dewi berterimakasih apalagi setelah Ibu jelaskan semuanya tentang kerasukan itu, pak Ustad bilang itu gara-gara menebang pohon didepan sekolah yang sembarang tanpa permisi katanya begitu Ndi... dan Ibu tidak menyangka -
- Andi bisa membantu kemarin Ndi...” ucap Ibu Hilma wali kelasku, yang mungkin lebih tau aku di sekolah seperti apa

“engga pantas bu maaf ucapan terimakasih itu untuk Andi yang tidak tau apa-apa soal kejadian kemarin dan Andi itu hanya gerak tiba-tiba saja, ucapan itu pantas -
- hanya untuk yang menciptakan alam berseta isinya saja...” jawabku dengan terpaksa karna merasa malu dengan ucapanku sendiri

“Andi sosok religus sekali ternyata yah Bu...” ucap pak Dedi yang kebetulan Ibu membawakan air minum untuk kedua guruku
Ibu hanya tersenyum dan ikut duduk disebelah pak Dedi dan Ibu Hilma

“jauh sekali dengan bahasanya ketika di sekolah, tapi alhamdulillah kalau ternyata Andi tidak kenapa-kenapa, Ibu khawatir saja takunya terjadi apa-apa saja dengan apa yang Ibu lihat kemarin...” ucap Ibu Hilma
Setelah oborlan panjang bahkan ibu juga menjelaskan tidak tau menau dengan keanehan Andi yang seperti itu, akhirnya guru sekolahku pamit dan memberikan saran agar aku istirahat yang cukup dan kalau kondisinya sudah membaik dibolehkan untuk masuk kembali sekolah.
Setelah Ibu mengantarkan dua guru sekolahku, Ibu dengan masih tidak percaya dengan apa yang guruku bawa selain buah-buahan yang segar tentunya juga selembar amplop, Ibu langsung membuka dengan heran.
“kok banyak begini yah Ndi...” ucap Ibu

Aku hanya mengelengkan kepalaku berkali-kali saja, bahkan yang aku pikirkan kedepanya takut nanti teman-temanku berpikiran yang tidak-tidak saja. Akibat kejadian kemarin itu.

***
Setelah hampir tiga hari baru aku bisa merasa kembali normal dengan apa yang aku rasakan, hari dimana masuk kembali sekolah benar saja, apa yang menjadi ketakutanku terbukti dengan sendirinya. Bahkan beberapa teman-temanku yang cowo dan cewek bertanya dengan kejadian
beberapa hari kebelakang. Aku hanya menjawab “tidak tau” dan mereka tetap dengan penasaran yang sama.

Apalagi beberapa teman cowoku mendadak bercerita banyak tentang kenahenan-keanehan yang pernah dirasakan, lambat laun aku hanya menjadi pendengar yang baik saja
dari cerita-cerita mereka tentang alam, setelah mungkin menjadi perbicangan ketika aku sedang tidak masuk sekolah.

Masa-masa awal orang mengetahui apa yang telah aku lakukan berurusan dengan alam lain, menjadi masa-masa aku merasa bingung sendiri untuk meyakinkan mereka,
tidak ada yang bisa dijelaskan dari jawaban yang sama “tidak tau” malah jawaban itu yang menjadikan mereka penasaran.
Hari-hari akhir masa sekolah menengah pertama setelah hampir satu sekolah dari mulut ke mulut tau tentang kejadian kesurupan masal itu,
sebenarnya aku biasa-biasa saja hanya tanggapan guru-guru dan teman-temanku saja yang berbeda.

Awal tahun 90 an, dengan keadaan yang secukupnya Bapak tetap memaksa aku untuk melanjutkan sekolah dengan alasan “supaya nanti mudah mencari kerja”
aku yang sudah merasa cukup bukan karna puas, tapi karna keadaan ekonomi yang seadanya ini lebih tau diri dan ingin sekali kerja apapun juga yang aku bisa.

Aku yang tetap dengan niat mencari kerja agar dapat penghasilan untuk membantu membayar biaya sekolahku
tetap aku niatkan dalam hati, aktivitasku tetap sama bahkan aku mengaji masih sendiri dan tidak memiliki guru lagi sama sekali. Ada perasaan aneh yang tetap aku rasakan dengan hal-hal diluar akal, tapi tahun dimana umurku semakin bertambah ada perasaan rindu kembali untuk
betemu guru langsung.

“bu rumah bekas Guru dulu, apa sampai sekarang belum ada yang beli yah?” tanyaku

“sudah ada yang mengisi masih sodaranya Ndi, kenapa memangnya?” jawab Ibu

“tidak apa-apa, kapan yah Andi bisa ketemu dengan Guru lagi...” ucapku sebelum masuk
ke kamar malam ini

“ya siapa yang tau Ndi ada rezeki buat bertemu dengan Guru, emang sudah lama juga yah...” jawab Ibu

Hampir sudah 3 tahun lamanya, tidak pernah ada lagi pertemuan langsung dengan Guru, hanya pertemuan-pertemuan yang bisa terhitung oleh jari walaupun itu
pertemuan hanya lewat mimpi. Dan aku benar-benar merasa ingin berjumpa dengan Guru. Lulus sekolah menengah pertama dengan apa adanya, karna aku tidak termasuk pintar sama sekali dengan keinginan Bapak yang tetap harus melanjutkan sekolah aku turuti sebagai salah satu mengahargai
cita-cita Bapak sebagai orang tua, Ibu juga sama mendukung keputusan Bapak. Akhirnya aku diterima disalah satu sekolah menengah kejuruan, walaupun sekolah itu hanya baru dua angkatan dengan angkatan aku yang baru mendaptar, jadi biayanya tidak terlau mahal
walau terbilang sekolah swasta di kabupaten dimana aku tinggal.

Jarak ke sekolah yang semakin jauh karna harus mengunakan angkutan umum, membuat aku harus berjalan dua kali lipat dari rumah, melewati sekolah menengah petamaku itu. Setelah ada oborolan dengan Ibu kalau bapak
hanya sanggup memberikan ongkos saja, tanpa berpikir apa-apa lagi aku menyetujui saja.

Teman-teman yang semaki berbeda, dari berbagai kampung, pergaulanku semakin luas dari mulai pergaulan yang sama sekali belum aku ketahui aku lewati dimasa-masa ini.
Sampai pada suatu hari sepulang sekolah aku mempunyai teman yang sangat baik, sering menawarkan aku rokok, membayarkan aku makan dan masih banyak lagi kebaikan Toni yang dia lakukan untuku. Apalagi Toni tau betul keluargaku kondisinya seperti apa.
Menjadi apa adanya tidak akan pernah menurunkan harga diri kita, memaksakan menjadi apapun malah akan membuat harga diri kita turun dengan sendirinya. Hal itu yang selalu aku pegang dalam lingkungan pergaulan.

“ayo Ndi ke rumah ikut dulu, aku saja pernah ke rumah kamu” ucap Toni
“tapi Ton uang ongkosku cukup untuk pulang... kalau naik angkot ke arah sana lagi, aku tidak ada lagi buat nanti pulangnya, lain kali aja yah janji nanti kalau aku sudah punya sampingan pengahsilan ada buat ongkos aku main ke rumah kamu...” ucapku

“Ndi... santai aja nih -
- pegang, karna kamu tidak merokok, anggap saja aku berikan uangnya kan kamu tidak merokok ini pakai buat nanti ongkos pulang...” jawab Toni

Akhirnya aku dan Toni pada suatu kesepakatan dengan apa yang ditawarkan Toni kepadaku, setelah naik angkot ke arah berlawanan jalan pulang
aku sampai di rumah Toni yang begitu besar, mungkin empat kali lipat dari rumahku, segalanya serba besar dan bagus.

“maaf yah Ndi Ibu aku sedang sakit, sudah beberapa orang mengobati tidak ada perubahan tetap seperti itu, nanti sambil salaman kamu lihat” ucap Toni
sambil membuka sepatu, setelah masuk melewati gerang yang Toni buka

“apa Toni tau keanehanku masa SMP? Tapi tidak mungkin dia tau kejadian itu, apa aku saja yang punya perasaan yang aneh” ucapku dalam hati

Aku segera masuk kedalam rumah yang sangat bagus dan diam di ruang tamu,
kemudian Toni mengajaku untuk masuk kedalam kamar Ibunya, tiba-tiba keringatku mulai turun dengan sendirinya melihat Ibunya yang terseyum dalam keadaan terbaring.

Aku memperkenalkan diri, dengan perasaan yang tenang karna tidak mau mengikuti perasaan aneh, yang sebelumnya
aku sendiri tidak mengerti. Sangat singkat hanya bersalaman saja dan Ibunya Toni tidak bicara apapun kecuali tersenyum yang sedari tadi pertama aku melihatnya ada yang berbeda dengan senyumanya.
“aneh loh Ndi baru pertama aku ngeliat senyum Ibuku sendiri kok merinding yah...” ucap Toni sambil duduk di ruangan tengah

“lah kok bisa...” tanyaku mulai heran

“baru pertama Ibu senyum begitu Ndi, lagian udah hampir 6 bulan Ibu hanya terbaring, palingan sebentar lagi kakaku -
- pulang yang cewe yang sekarang mengantikan pekerjaan ibu...” ucap Toni, sambil berdiri dan mengajak aku santai di samping rumahnya yang memang ada kursi dan meja yang sangat bagus sekali.

“tidak ada siapa-siapa lagi Ndi di rumah ini, makanya hanya kamu yang -
- aku pikir paling baik diantara teman-teman di sekolah, males aku masa mabok terus sih Ndi kelakuan mereka...” ucap Toni

“lah Ton.. engga apa-apa kan itu mereka...” jawabku tiba-tiba

“iyah sih lagian kemarin juga kamu liatkan aku juga ikut minum... cuman kamu doang -
- ditongkrongan yang engga, makanya kemarin aku gak suka dengan cara mereka yang memaksa kamu itu...” ucap Toni, sambil menyuruhku menunggu Toni mau membawa minum ke dapur.

“heh! Jangan ikut campur urusanku! Kamu siapa hah! Manusia laknat! -
- berani sekali membangunkan aku yang sedang tidur...” segera aku berbalik badan melihat ke arah suara itu berasal, sosoknya besar dengan wajah penuh bulu dan berbadan sangat gemuk sedang beridiri tepat dimana kamar Ibu Toni berada,
apalagi ruangan menuju kamar Ibu toni sangat gelap.

Aku hanya diam dan kembali membalikan badan, sosok itu bahkan Toni melewatinya sama sekali tidak melihatnya sambil membawa dua gelas air dingin

“Ton sebenernya aku lupa, ada janji dengan bapak mau bantu di sawah -
- aku tidak akan lama yah, nanti kalau libur aku janji main kesini lagi...” ucapku dengan gemeteran

“kamu keringetan gitu Ndi, gerah yah? Perasaan malah semakin dingin aneh yah padahal baru saja sore ini, baru loh rumah sedingin ini” tanya Toni merasa aneh
“oiyah mau ujan kali Ton..” jawabku dengan asal

“musim panas masa hujan Ndi, mending makan dulu setelah itu boleh pulang, kasian orang yang biasa masak disni suka masak banyak Ndi, ayo laper jugakan...” ajak Toni sambil kembali berjalan menuju dapur
Aku yang sama berjalan ke arah mahluk besar itu sangat perlahan, tidak tau kenapa aku hanya bisa membacakan dalam hati yang aku bisa saja, keringat di badanku bercucuran dengan sendirinya begitu saja. Hampir saja aku berhadapan dengan mahluk itu, dengan tiba-tiba,
Ibunya Toni berteriak dengan sangat kencang dibarengi dengan ketawa laki-laki sangat serak.

“aaaa.... hahahahaha tidak aku tidak takut tidak hahaha...” teriak Ibu Toni, dengan suara ketawa lekaki, aku yang melihat dari pintu yang terbuka melihat Ibu Toni
sedang duduk dengan kaki mengangkang seperti layaknya laki-laki.

“Ndi kenapa Ibu lah gak pernah begini sebelumnya...” ucap Toni yang berjalan tergesa-gesa mengahampiri Ibunya

“hahaha... diam disitu diam!!! Jangan masuk jangan... aku tidak akan pergi...” ucap Ibunya Toni
sambil menunjuk ke arahku, Aku yang sedari tadi membaca yang aku bisa didalam hati terus mengucapkanya berkali-kali dan meminta pertolongan yang menciptakan segala bumi dan isinya ini. Segera aku mendekatkan dan memaksakan untuk masuk kedalam kamarnya Ibu Toni,
dan benar saja teriakan semakin menjadi.

“pegang Ibumu Ton dengan kuat” ucapku pada Toni
Segera Toni yang masih bingung dengan yang terjadi menuruti apa yang aku suruh, Toni segera menaiki kasur dan memegang Ibunya dari belakang.
“ampunnnn... ampunnn... akanku bunuh kamu sialannn...hahaha ampunnn...” ucap Ibunya Toni yang masih dirasuki mahluk itu

“hidup dan mati bukan milikmu hanya milik gusti Allah yang maha memberikan kehidupan juga kematian” ucapku dalam hati dan terus mendekat perlahan
ke arah Ibu Toni . Sambil terus membaca dalam hati, dan keringat bahkan turun melewati mataku dari dahi.

Aku usapkan tangaku ke arah wajahnya Ibu Toni dan dengan perlahan badanya kembali melemas, matanya yang sedari terpejam kembali terpejam normal.
“tidurkan saja Ton seperti tadi, ambil air Ton cepet...” ucapku pada Toni

Toni segera memberikan air dengan cepat, bahkan dia berlari menuju dapur

Aku usapkan air itu dengan tiba-tiba saja mengikuti naluriku sendiri kewajah Ibunya Toni,
sangat perlahan seperti memperlakukan kepada Ibuku sendiri.
Toni sama sekali belum berani betanya apapun masih dengan tatapan heran dengan apa yang aku lalukan, bahkan masih terlihat wajah kaget dengan kejadian yang barusan terjadi.
“lah dek, kakak kira kamu belum pulang, kenapa Ibu dek...” suara perempuan yang langsung masuk kedalam kamar Ibunya Toni

Segera Toni memperkenalkan aku dan aku bersalaman sambil menunduk ke kakaknya Ibu yang bernama Sinta, setelah Toni jelaskan kejadian barusan,
yang awalnya kak Sinta terlihat jutek dengan aku yang tidak hentinya mengusapkan air setelah dibagian wajah ke dua lenganya mulai tenang, dan terlihat ada rasa malu.

“maaf kak, harusnya saya tidak melakukan hal ini, Toni saksinya semuanya terjadi begitu saja... aku hanya anak -
- seumuran Toni kak, jangan berpkir apa-apa aku hanya melakukan yang seharusnya aku lalukan, bahkan aku sendiri tidak paham dengan barusan yang aku lalukan, mungkin kakak bisa saja tidak percaya, tapi Toni saksinya kak...” ucapku perlahan sambil menunduk meminta maaf
“saya Andi yang harusnya minta maaf soalnya kaget, sudah ada beberapa yang berusaha mengobati Ibu dengan berbagai cara, tapi semuanya sama, apa ini Ibu akan sembuh?” tanya kak Sinta

“aku tidak bisa apa-apa kak, bahkan untuk menjawab pertanyaan kakak, maafnya aku kurang sopan -
- menyebuhkan bukan urusan kita kak, menyembuh dan adalah kehendaknya dan meminta hanya kepadanya aku serba kebetulan saja, sesuai dengan apa yang barusan Toni jelaskan kak...” jawabku jauh lebih perlahan dan merasa malu dengan apa yang barusan aku ucapkan
Kak Sinta matanya tidak tau kenapa menjadi berlinang wajahnya memerah “apa aku salah bicara barusan” ucapku dalam hati

“banyak yang menyangka ini adalah persaingan usaha yang Ibu lakukan Ndi, tapi semua yang bicara selalu mengiyahkan adanya hal-hal aneh -
- yang menimpa sakitnya Ibu, apa sih Ndi yang masuk kedalam Ibu?” tanya kak Sinta

“sangkaan tidak selalu salah dan benar kak, aku tidak tau apapun aku hanya kebetulan saja, makanya aku tidak tau apa yang ada dalam Ibu. Pinta saja kesembuhanya doakan, -
-selebihnya kuasa yang maha pencipta kak...” jawabku perlahan

Toni pasti baru tau aku dari sisi satu hal saja bahkan aku merasa malu dengan taunya Toni tentang hal-hal yang aku bicarakan saat ini. Kak Sinta paham dan setuju dengan saranku. Dan Toni masih belum banyak bicara
apapun padaku hanya duduk terdiam. Kak Sinta dengan memandang Ibunya sangat kosong, entah apa yang dia pikirkan.

“nanti kalau sudah siuman ganti saja pakaian Ibu kakak, kasian banyak sekali keringat pasti akan gerah” ucapku sambil berdiri dan berjalan keluar
Kak Sinta hanya menganggukan kepala, tanpa menjawab. Toni langsung saja mengikuti langkahku, dalam hatiku aku harus berbicara kepada Toni ini hal penting.

“Ndi aku tidak menyangka barusan bisa seperti itu...” Ucap Toni sambil duduk disebelahku, di kursi yang sebelumnya digunakan
“Ton, tolong sekali jaga ini jangan sampai teman-teman yang lain tau, takutnya terjadi hal-hal yang tidak aku inginka, intinya aku tidak bisa apa-apa dan itu hanya kebetulan saja Ton... tolong aku soal ini yah” ucapku
“Baik Ndi aku yakin dari awal kamu bukan orang yang biasa... ternyata sampai bisa seperti itu, apa ibu akan sembuh Ndi?” tanya Toni

“Ton, perihal itu kamu jangan tanyakan kepadaku... jawabanku pasti sama seperti barusan, pasti kamu dengarkan pembicaraan aku -
- dengan kakak kamu barusan” ucapku

Toni hanya mengangukan saja kepalanya, aku pikir Toni setuju dengan mengerti dengan jawabanku barusan. Hampir beberapa menit aku hanya melamun, dengan percakapan barusan dengan mahluk yang baru saja aku lihat,
bahkan keanehan lainya sedang aku rasakan sendiri.

“Tapi Ndi... maaf apa kamu sudah bisa seperti itu dari dulu?” tanya Toni dengan penasaran

Aku hanya mengelengkan kepala saja, selanjutnya Toni bercerita tentang masa anak-anaknya yang nakal sampai Toni harus dimasukan
ke salah satu pesantren terbaik di kotaku oleh mendiang almarhum Bapaknya, titik balik Toni adalah ketika Bapaknya meninggal dan mulai meninggalkan semua hal-hal yang tidak baik yang pernah Toni lakukakan.

“maaf Ton, kondisiku benar-benar tidak enak, -
- sepertinya aku harus pulang...” ucapku dengan perlahan

“apa Ibu akan sembuh Ndi...” tanya Toni penuh khawatiran

“tidak tau Ton, tapi kalau bisa jangan biasa tinggalkan Ibu sendirian ajak Ibumu mengobrol biar tidak banyak melamun...” ucapku sambil berdiri,
untuk pamit menemui kak Sinta, Kak Sinta masih saja duduk didekat Ibunya yang masih terbaring, aku perlahan pamit pada kak Sinta.

“barusan Ibu bangun Ndi sebentar minta minum... alhamdulilah keliatanya jauh lebih baik...” ucap kak Sinta

“alhamdulillah kak atas izin -
- yang maha kuasa, semoga lekas membaik...” ucapku dengan perlahan

Tidak lama Toni duduk didekat Ibunya dan kak Sinta mengantarkan aku kedepan, aku melihat gerik mata dan anggukan antara kak Sinta dan Toni, walau aku tidak mengerti maksud dari anggukan itu apa.
“Ndi, ini ada sedikit rezeki tolong terima sebagai ucapan terimaksih...” ucap kak Sinta

Aku masih bimbang dengan pemberian kak Sinta ini apalagi aku belum tau maksudnya, kak Sinta tetap memaksaku, aku hanya bisa menerima walau ada perasaan bingung dengan pemberian
amplop berwana coklat yang sekarang aku pegang.
Segera aku memakai sepatu dan berjalan keluar gerbang, kak Sinta sudah masuk kembali ke dalam rumahnya, di samping bagunan rumahnya sosok yang sebelumnya aku lihat didalam rumah, sedang diam berdiri bahkan jauh lebih besar.
Karna gerah akibat keringan yang tidak ada hentinya, walau hari semakin sore dan angin-angin terus menghampiriku, tetap saja banyak perasaan yang tidak enak yang aku rasakan.
Apalagi sepanjang perjalanan didalam angkutan umum, malah semakin tidak enak hati dan tidak tau kenapa ingin rasanya kembali ke rumah Toni, seperti ada hal yang tertinggal atau saja ini adalah perasaanku yang seperti biasanya, aneh.
*sampai sini dulu, selanjutnya bagian terakhir perjalanan mistiknya, dan cerita akan Selsai. Andi yang tidak tahu menahu dengan apa yang terjadi, apakah perlahan akan membuat Andi paham? Tidak akan lama lagi berlanjut...
*hai selamat sore! mohon maaf karna banyak hal yang terjadi minggu2 ini jadi telat bgt melanjutkan cerita ini. mari kita lanjutkan...
Sampai dimana biasa angkutan umum berhenti, aku berjalan kaki untuk sampai ke rumah, sepanjang jalan yang lumayan cukup jauh karna hanya terbiasa saja jadinya terasa dekat

“apa tidak salah kak Salsa memberikan amplop coklat ini” ucapku dalam hati,
terus berjalan agar cepat sampai rumah, rasanya ingin sekali membuka amplop ini hanya karna penasaran, tapi aku ingin memberikanya dulu kepada Ibu. Sampai di rumah, terlihat ibu sedang menyapu bagian rumah depan, ketika mengucapkan salam langsung saja banyak pertanyaan dari ibu
aku menjelaskan; sepulang sekolah aku ke rumah Toni terlebih dahulu, ibu akhirnya mengerti karna memang Toni sebelumnya pernah juga ke rumahku, hanya sekedar ingin tau dan kapan-kapan bisa bermain saja.

Sambil duduk di kasur, setelah menganti semua pakaian sekolah,
aku segera memanggil ibu, ibu datang dengan sedikit terkejut karna aku langsung memberikan amplop coklat yang sebelumnya kak Salsa berikan.

“lah, kamu bermasalah di sekolah Ndi?” tanya Ibu dengan pelan, seperti menahan kecewa

“duduk dulu bu, Andi mau jelaskan... bukan, -
- ini bukan amplop dari sekolah, biar sebelum ibu buka tidak menyangka yang aneh-aneh Andi jelaskan nih...” ucapku, sambil menarik lengan Ibu perlahan untuk duduk disebelah ku, Ibu hanya mengangguk saja dan langsung duduk disebelahku dengan amplop yang masih Ibu pegang.
“sepulang sekolah Andi ke rumah Toni bu... Ibunya Toni sakit, Andi jujur hanya melihatnya saja, tidak melakukan apapun karna memang Andi tidak bisa apa-apa benarkan Bu?” tanyaku perlahan

Ibu tidak menjawab hanya menganguk saja, seperti menunggu sekali omongan apa selanjutnya
yang akan keluar dari mulutku, walau kecemasan masih saja terlihat dari wajah Ibu.

“lalu, tidak tau kenapa Andi melihat sosok besar yang aneh, yang Toni tidak lihat Bu... sosok dari alam lain itu, dan Andi dengan repleksnya tidak tau kenapa mendekat ke arah Ibunya Toni -
- yang terbaring sakit itu... Ibunya Toni kerasukan mahluk itu, Andi bahkan tidak sadar melakukan apa yang Andi lakukan, akhirnya Ibu Toni kembali tertidur...” ucapku perlahan

“sama kaya kejadian waktu kamu jaman sekolah SMP Ndi? Lalu Ibunya Toni bagaimana? -
- Dan hubungannya dengan amplop ini apa?” tanya Ibu dengan semakin penasaran

“kenapa Ibu tidak penasaran dengan mahluk dari alam lain itu Bu?” tanyaku, kembali lebih penasaran sama dengan Ibu penasaran dengan amplop yang Ibu pegang, Perlahan tangan Ibu mengusap kepalaku
sambil matanya menatap aku dengan sayu

“Ndi sejak kejadian dulu, guru-guru sekolahmu datang ke rumah... Ibu bercerita kepada Bapak, dan alhamdulillahnya Bapak paham, dan memberikan padangan luas kepada Ibu, kalau memang hal-hal aneh jika kedepanya kamu alami seperti sekarang, -
- bapak bilang adalah hal yang wajar, tapi harus tetap diingatkan segalanya, takut saja sesuatu hal yang buruk terjadi pada kamu. Dan ibu hanya melakukan yang seharusnya Ibu lakukan, medoakan kamu saja Ndi...” ucap Ibu perlahan

Aku hanya bisa menganguk
dan mengerti sekaligus kaget, ternya Ibu dan Bapak sudah berpikiran jauh tentang aku, bahkan dari dulu.

“iyah Bu Andi paham, tapi insallah akan baik-baik saja... lagian Andi lagi berusaha mencari lagi Guru buat mengaji, pengen sekali Andi mengaji lagi...” ucapku
Ibu tersenyum adalah hal membuat aku selalu bahagia bisa melihat senyuman itu

“lalu ini...?” tanya Ibu sambil mengangkat amplop yang sedari tadi Ibu pegang

“nah itu amplop dari kakaknya Toni bu, kak Salsa... jadi begitu Andi selsai membuat Ibu Toni terbaring lagi tidur -
- yang barusan Andi bilang tidak tau apa-apa itu, kak Salsa baru saja datang dan masuk ke kamar Ibunya, langsung terlibat obrolan panjang... alhamdulilahnya Andi sedikit mengingatkan agar meminta kesembuhanya pada pencipta Bu... karna baju Andi banyak keringat dan -
- perasaan tidak enak, langsung pamit dan kak Salsa ngasih amplop yang sekarang Ibu pengang...” jawabku menjelaskan kepada Ibu

“Ibu buka saja yah, biar engga penasaran dan isinya apa...” jawab Ibu yang sama tidak tau denganku, walau sebenarnya
ada perasaan yang aku ketahui isinya itu pasti uang.

Segera Ibu buka dengan perlahan menyobkan ujung amplop berwarna coklat itu, aku yang kaget ketika Ibu keluarkan Isinya benar saja sesuai perasaanku yaitu Uang dengan jumlah yang tidak sedikit.

“Ndi kenapa ini bisa -
- banyak begini uangnya...” ucap Ibu dengan kaget

“Andi mana tau, kak Salsa bilang sebagai ucapan terimakasih...” jawabku dengan bingung

“ya terimakasih untuk apa, kan kamu bilang juga tidak tau apa-apa yang kamu lakukan, walaupun benar misalnya Ibu Toni bisa kembali -
- dari kerasukanya kan belum tentu ini hak kamu...” ucap Ibu dengan perlahan dan berpikir

“makanya Andi tidak berani buka, apalagi tebalkan, takunya kenapa-kenapa dan salah...” jawabku

Akhirnya Ibu memustukan untuk mengobrol dahulu dengan Bapak, dan aku setuju juga,
lagian pikirku aku tidak pantas menerima uang sebanyak itu dengan apa yang sudah aku lakukan, perasaan dan hatiku berkata yang sama. Setelah malam tiba akhirnya aku hanya mengabiskan waktu dengan mengaji dan kembali mengingat pesan-pesan dari Guru.
“nanti waktunya tiba, semua akan terjawab” pesan Guru yang aku ingat dengan banyaknya pertanyaan yang sedang aku tanyakan kepada hati dan pikiranku sendiri yang sedari tadi sambil terbaring diatas kasur, sama sekali tidak menjawab apapun.
Perlahan sambil mata terpejam, aku kembali mengingat sosok mahluk yang sebelumnya ada di rumah Toni, dan aku masih ingat betul bentukan bahkan suaranya, karna memang kejadianya sama sekali belum berganti hari. Sambil terus membuang jauh ingatan itu,
semakin dekat mahluk yang berada dalam gelapnya mata yang terpejam, “doakan” suara bisikan yang tidak tau berasal dari mana, dengan perasaan yang tenang aku meminta kepada pencipta agar Ibu Toni dan kak Salsa segera sembuh dan
mahluk itu segera tidak berada yang bukan ditempat tersebut.

“masih ingat dengan hewan yang paling buas...” suara yang sama tiba-tiba datang lagi menghampiri gelapnya mata yang tepejam ini

“masih... manusia bisa lebih buas dengan apa yang diperbuat -
- tanpa sedikitpun kita tidak melihatnya...” ucapku dengan pelahan, tanganku bergerak dengan perlahan menuju hatiku dan berhenti di hatiku sendiri

“Ada hak yang bukan hak kita... ikhlaslah... ikhlas bukan sekedar dipelajari ikhlas dilakukan perlahan...” dengan suara yang sama
Aku tidak berkata apa-apa lagi, hanya menganguk saja tetap dalam gelapnya mata yang terpejam, perlahan, sosok mahluk barusan tergantikan oleh setiap banyangan-banyangkanku dengan perkataan yang barusan aku dengarkan.

***
Setelah kejadian sore kemarin, akhirnya Ibu bilang padaku, isi dari amplop coklat dari kakanya Toni sudah disedekahkan sebagian sesuai aturan, yang sebenarnya aku juga paham aturan itu melainkan aku lebih percaya saja dengan Ibu sendiri.

Dua hari berturut-turut bahkan Toni
tidak masuk sekolah dengan alasan yang aku dengar dari teman-teman yang lain izin karna ada keperluan mendadak seperti itu, karna aku sama sekali belum merasa tenang dan sebelumnya sudah berjanji akan segera main lagi ke rumahnya,
hari ini walau pulang agak sore aku putuskan untuk berkunjung kembali ke rumah toni. Menaiki angkutan umum seperti sebelumnya, tidak lama aku sudah berada didepan gerbang rumah Toni yang untung nya aku sedikit hapal patokan rumah Toni
walau kelewat sedikit ketika turun dari angkutan umum dan perlu berjalan sebentar.

“asalamualikummm...” ucapku berkali-kali didepan gerbang rumah Toni yang aku lihat memang pintu rumahnya terbuka, tetap tidak ada jawaban, inginya aku bukakan saja gerbang ini,
tapi itu jelas tidak sopan.

Aku ulangi ucapan salamku berkali-kali dengan nada yang semakin meninggi, dan terlihat Toni keluar.

“woy Ndi, tunggu...” ucap Toni sambil berjalan cepat membukakan gerbang
“Ton, sorry baru kesini, kemarin kirain hari ini mau masuk...” ucapku, setelah bersalaman dengan Toni

“biasa Ndi Ibu, lagi di obati, jadi belum bisa makan masih perlu pake infusan begitu...” ucap Toni sambil mempersilahkan aku masuk kedalam rumahnya
“ada siapa Ton, takut lagi sibuk aku pulang dulu aja besok bisa kesini lagi...” ucapku karna tidak enak terlihat beberapa orang sedang berada didalam kamarnya Ibunya Toni

“gak gitu dong Ndi, itu sodara-sodara Ibu yang dari kota sana, yang satunya lagi teman sodara Ibu -
- yang katanya bisa mengobati hal-hal begitulah Ndi...” ucap Toni

Aku yang mendengar sedikit lega, setidaknya aku kesini memang untuk menemui Toni dan berterimakasih atas amplop kemarin, walau Toni tetap mengelak itu tidak seberapa, Toni dan kak Sinta malah sangat berterimakasih
Aku yang tidak biasa dengan kalimat seperti itu tetap menyarankan Toni berterimasih kepada yang maha kuasa.

Sedang asik-asiknya Toni bercerita semakin dekat dengan Ibunya selama dua hari kemarin karna baru mengalami bagaiamana mengurus Ibunya sendiri,
aku yang mendengarkan cerita Toni ikut senang juga.

“ini Ton temen yang barusan pas paman datang ceritakan itu...” ucap pamanya Toni

Akhirnya aku berkenalan dengan Paman Haji itu, karna Toni memanggilnya dengan nama itu. Aku dan paman haji juga Toni terlibat obrolan seru
tentang bagaimana Paman Haji berbicara kesaktian orang-orang yang pernah dia kenal. Apalagi kabar tersebut sedang hangat-hangatnya diberbagai kalangan sekolah menengah kejuaraanku, walau masih sekolah baru.
Sedang asik-asiknya bercerita, paman Haji sempat-sempatnya bertanya kepadaku.

“Selsai SMK mau lanjut lagi Ndi?” tanya paman Haji

“engga paman, ini juga sekolah biaya Bapak dan Ibu maksain hehe... cari kerja palingan paman, siapa tau paman haji punya kenalan...” tanyaku, becanda
“maksudnya buat sekarang yah Ndi, Toni cerita banyak sih... makanya paman kira buat sekarang-sekarang...” ucap paman Haji

Aku langsung terdiam, “apa Toni bercerita semuanya...” ucapku dalam hati

“paman terimakasih, ibunya Toni adalah adik pama Ndi, ya walaupun paman menikah -
- dengan kakak perempuanya Ibu Toni, tapi sudah seperti adik sendiri... paman, sebelum barusan sekali teman paman pulang duluankan, bercerita yang kemarin mengobati Ibunya Toni luar biasa katanya begitu, paman yang gak paham apa-apa tanya ke Toni dan cerita Andi... -
- makanya kalau mau kerja sampingan pas libur, ke toko temen paman saja, di kota. Ongkos dari sini dua kali lipat nanti paman sampaikan bagiamana?” ucap paman haji, menjelaskan dengan panjang.

Aku langsung saja mengiyahkan dan setuju dengan tawaran paman haji itu,
walau aku tau jaraknya semakin jauh bahkan semakin ke kita yang aku baru masih terhitung jauh untuk ke arah sana, dan belum memikirkan apakah Ibu mengizinkan aku juga.

Tidak lama aku sempatkan melihat Ibunya Toni dan ada kak Sinta juga didalam kamar ibunya Toni, yang besarnya
mungkin satu ukuran dengan ruang tamu dan dapur di rumah sangat besar, ada juga tiga ibu-ibu seumuran dengan Ibuku di rumah.

Namun yang aku dapatkan adalah tatapan seolah tidak percaya dengan apa yang mereka liat ketika aku, paman haji dan Toni masuk kedalam kamar ibunya Toni,
namun aku hanya membalas dengan senyuman saja, aplagi baju putih yang aku pakai sekolah sangat kusut lebih ke dekil mungkin, dibandingkan dengan mereka yang sangat rapih-rapih.

“Kak, kemarin makasih, itu berlebihan dan banyak sekali, aku kasih Ibu dan Ibu pesan juga untuk -
- mengucaokan terimaksih kepada kakak...” ucapku sambil mendekat ke kak Sinta dan bersalaman juga kepada semua orang yang ada diruangan.

Ketika aku selsai bersalaman dengan satu Ibu, entah kenapa tangaku mendadak sangat dingin, namun aku hiraukan saja,
lebih mendengarkan balasan ucapan terimakasihku dari kak Sinta dan menjelaskan keadaan Ibu selanjutnya yang semakin membaik. Namun Ibu perempuan yang paling pojok duduk dekat bagian kepala Ibunya Toni, terus saja menatapku, bukan tatapan seperti biasanya, bahkan aku merasa
ada yang salah dengan kehadiranku. Aku yang melirik sangat sedikit karna tepat disamping walaupun jaraknya bejauhan. Ketika aku pamit untuk melanjutkan mengobrol dengan alasan ada urusan tugas sekolah. Tiba-tiba aku melihat sosok perempuan lain,
yang sedang mengusapi kepala Ibunya Toni dengan hampir seluruh mukanya terutup rambut karna tertuduk, bahkan rambutnya sebagian sudah menutupi wajah Ibunya Toni.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkanya sangat perlahan,
sambil berjalan keluar kamar Ibunya Toni, paman haji yang tidak mengikutiku lagi hanya Toni saja.

“Ndi kamu liat apa, tatapan kamu percis dengan kejadian 3 hari yang lalu di kamar Ibu...” ucap Toni

“memangnya kenapa Ton” jawabku dengan singkat sambil duduk perlahan di kursi
yang sebelumnya aku tempati

“yah aneh saja Ndi, tuh liat keringat kamu di dahi juga seperti kemarin banget...” ucap Toni, yang sangat memperhatikan, mungkin juga Toni ingat betul kejadian sebelumnya dengan apa yang aku lakukan.
Segera aku izin ikut ke mushola karna memang belum melaksanakan Ibadah Asar apalagi waktunya sudah hampir mepet, Toni mengantarkanku dan aku sempat meminjam bajunya Toni juga, selsai solat sedang berdoa meminta perlindungan dengan apa yang aku lihat.
Perempuan yang sebelumnya itu sedang berdiri diantara pintu dapur dan ruangan mushola, dimana jalan tersebut akan aku lewati lagi untuk menuju ruang tengah rumah Toni. Segera aku ganti baju Toni dengan sergama sekolah dengan tidak henti-hentinya membaca dalam hati yang aku bisa.
“siapa kamu...” tanyaku dengan tegas sambil mengancingkan baju

“aku tidak disempurnakan dan disuruh oleh manusia untuk terus membuat orang tua itu sakit...” jawab sosok perempuan dengan nada yang sangat kecil

“pergi! Atau aku usir...” jawabku dengan nada lebih keras dalam hati
“tidak bisa, kasih aku yang aku mau... aku akan pergi...” ucap sosok perempuan dengan semakin pelan nadanya

Dengan sekuat tenaga, dengan keringat yang semakin bercucuran, sosok wanita itu teriak sangat kencang, dengan yakin atas perlindungan yang maha kuasa aku berjalan saja
dengan sangat cepat melewati sosok wanita itu yang tingginya dua kali lipat tinggiku.

Dan secara berbarengan juga, perempuan yang sebelumnya mentapku aneh ketika di kamar Ibunya Toni, kelaur dengan wajah yang merah dan berjalan cepat. Aku yang kaget juga berusaha biasa saja.
“lah Ndi... bukanya udah pake aja baju aku, basah gitu baju kamu itu...” ucap Toni membuyarkan rasa tegang yang aku alami.

Aku yang langsung melihat ke arah baju, memang benar-benar basah dengan keringat yang mulai sedikit turun ke badanku.

“enga apa-apa Ton -
- besok ganti seragam ini, tangung hehehe” jawabku berusaha becanda

Tidak lama Paman Haji kembali menghampiriku dan Toni dengan memasang wajah penuh keheranan, “pasti Paman Haji juga berpikiran aneh sama dengan Toni karna melihat pakaian basahku” ucapku dalam hati
“Ton, masa lagi ngobrol-ngobrol Bu Reni malah keluar begitu saja tanpa pamit dengan wajah merah, heran paman, padahal dari jauh-jauh hari dia yang ngebet pengen jenguk Ibu kamu, karna merasa punya bisnis yang sama...” ucap Paman Haji masih dengan penuh keheranan
“lah apalagi Toni, dari tadi disini...” jawab Toni

Tidak tau kenapa dengan kalimat Paman Haji yang terakhir, membuat aku sedikit mengangukan kepala begitu saja, yang aku sendiri tidak maksudnya apa. Tidak lama lagi Paman Haji menginggalkan aku dan Toni.
Setelah itu Toni bercerita ketidaksukaanya kepada Bu Reni karna mempunyai perasaan yang selalu jelek, walau mempunya bisnis yang sama dengan Ibunya, Toni merasa Bu Reni selalu berlebihan ketika membicarakan kebaikan dirinya sendiri dalam bisnis limbah
dan selalu menyudutkan kesalahan Ibunya Toni, padahal Toni berpikir bisnis yang sama.

“iyah aku paham...” ucapku dalam hati

“apa jangan-jangan Ndi, kok jadi aku nuduh Ibu sakit ulahnya Bu Reni yah... jadi inget dia orang terakhir yang datang malam-malam kasih Ibu makanan -
- beberapa bulan yang lalu, kemudian setelah itu tiba-tiba sakit...” ucap Toni perlahan

Aku masih saja meyakinkan hatiku sendiri dan berusaha tidak berperansangka buruk kepada orang yang barusan Toni bicarakan, dan terus berdoa untuk meminta perlindungan yang maha melindungi,
untuk melindungi Ibunya Toni dari segala marabahaya. Diamku mungkin lamunan tapi hatiku terus meminta pertolongan yang maha menolong ciptaanya itu.

“Ndi heh! Ditanya malah melamun... bisa benerkan Ndi...” ucap Toni sambil menepuk pundaku sedikit kesal

“iyah denger Ton, -
-kalaupun iyah? Kamu punya bukti apa? Kita dilarang menuduh tanpa bukti takutnya fitnah, kalaupun tidak bisa dosa buat kita karna berperansangka tidak baik... apa yang terpenting diantara tunduhan benar dan salah kamu itu kesembuhan Ibumu, kan awalnya juga sembuh harusnya -
- bisa sembuh lagikan Ton...” ucapku perlahan

Toni hanya mengaguk berkali, dan kemudian meminta maaf telah berbicara mengikuti kata hatinya saja, walaupun aku tidak menyalahkan, diantara ikatan yang kuat antara anak dan ibu adalah ikatan batin.
Setelah obrolan dengan Toni aku pamit pulang dengan berpesan jangan bosan berdoa ketika Ibunya sakit, dan ketika nanti sembuh. Untungnya diluar sangkaanku Toni setuju. Ketika kembali pamit ke kamar Ibunya Toni, karna hari semakin sore.

Didalam kak Sinta sedang membenarkan
kepala Ibunya yang ternyata sudah terlihat membuka matanya, walau kata Paman Haji sebelumnya masih membahas kelakukan Bu Reni yang menurut orang-orang yang berada didalam kamar tersebut bertingakah aneh sebelum pulang begitu saja.

Segera aku pamit pada kak Sinta dan semua orang
yang berada dalam kamar Ibunya Toni, tidak lupa aku melihat kembali wajah Ibunya Toni yang kembali tertidur.

“cepat sembuh Bu, insallah anak-anak ibu berbakti terus mendoakan ibu...” ucapku dalam hati

Paman Haji lalu berjanji secepatnya akn datang ke toko beras milik temanya
itu untuk membicarakan soal pekerjaan untukku, tentu saja aku benar-benar senang dengan ucapan Paman Haji tersebut, Toni mengantarkanku sampai depan rumah.

“Ton jangan henti-hentinya doakan Ibu kamu, yang terpenting kesembuhanya, bukan orang yang melakukanya. -
- Aku ingat kata Guruku; balaslah doa orang tuamu untukmu, dengan cara yang sama mendoakanya, kalau lupa ganti dengan berbakti padanya...” ucapku perlahan

“baik Ndi, walau banyak pertanyaan soal gaib yang ingin aku tanyakan, benar mending kesembuhan ibu yang utama” jawab Toni
Tiba-tiba bulu pundaku berdiri seusai Toni berbicara, entah kenapa setelah aku keluar dari gerbang perasaan aneh itu juga tetap mengikutiku, apalagi hari ini semakin sore dan awan kekuningan akan berganti dengan hitam.

Sepanjang perjalanan pulang di angkutan umum,
sampai berjalan menuju rumah perasaan aneh hilang begitu saja “apa dia mengikutiku lagi” ucapku dalam hati, sambil mengingat kejadian dulu zaman SMP sosok yang merasuki temanku Nia waktu itu.

Andai aku membeberkanya kepada Toni, tentang Bu Reni dengan kejadian barusan di dapur,
pasti Toni tidak akan fokus pada kesembuhan Ibunya, malah akan timbul perasaan dendam pada Bu Reni, lalu apa bedanya aku dengan Bu Reni sama saja bukan, seperti mengadukan dua orang dalam tujuan ketidakbaikan, apalagi dengan mahluk yang tak kasat mata.

***
Sampai di rumah Ibu dan Bapak banyak berpesan padaku untuk selalu berhati-hati walau aku tidak mengerti apa arti hati-hati untuk aku yang baik-baik saja dalam kondisi saat ini. Tapi mungkin kecemasan mempunyai cara kerjanya masing-masing sama dengan perasaan apapaun.
Bahkan malam ini, aku benar-benar meminta Bapak, Ibu dan aku untuk bersama-sama mendoakan Ibunya Toni, karna kebaikan dan rasa terimakasih yang keluarganya berikan sangatlah lebih dari cukup. Dan berutungnya malam setelah kejadian sore harinya di rumah Toni
tidak ada kejadian aneh, hanya ketenangan apalagi bisa belajar sedikit mencengah Toni tidak memelihara kedendaman.

Sebelum mata terpejam tiba-tiba saja badanku merasakan mual malam ini, padahal aku sedang memikirkan bagaimana caranya memulai obrolan dengan Ibu soal Paman Haji
yang nantinya akan memberikan pekerjaan dimana hal itu juga padahal adalah kemauanku juga. Semakin aku biarkan rasa mual itu berganti dengan pegal yang sebelumnya sama sekali belum pernah aku alami, dengan mata yang sudah sangat mengantuk,
bagian tangan perlahan menuju pundak dengan kondisi yang terbaring menahan pegal.

“rambut siapa ini...” ucapku dalam hati, karna tanganku sebelum sampai pundak memegang rambut, semakin aku raba semakin tidak tenang perasaanku. “wanita di rumah Toni” ucapku kembali dalam hati.
Memaksa sekuat tenaga untuk membuka mata tidak kunjung bisa, tidak tau kenapa malah bayangan Guru yang sedang berdiri yang aku lihat dengan menuntun wanita yang sebelumnya aku lihat di rumah Toni, namun wanita itu berjalan dengan sangat tertunduk mengikuti langkah Guru.
“hah... hahh.. hah...” ucapku sambil terbangun dan langsung duduk di kasur

“sudah jam 4 lagi” ucapku, sambil melihat ke arah jam dinding kamar

“lama juga barusan aku tidur” ucapku yang sangat ingat aku tertidur jam 9 malaman
Malah yang aku pikirkan sekarang dengan pertanda sosok wanita yang sebelumnya di rumah Toni kenapa bisa berjalan mengikuti langkah Guru dengan wajah yang tertuduk, tapi aku selalu percaya dengan apapun yang terjadi bukan tanpa alasan.

***
Hari-hari selanjutnya sudah hampir satu minggu setelah libur yang aku habiskan hanya membantu Bapak di sawah dengan Ibu juga, perlahan kabar baik dari Toni sedikit membuat aku tenang, Ibunya sudah bisa masuk IGD salah satu rumah sakit untuk ditangani karna kemauan sendirinya
Ibunya Toni ingin kembali di rawat. Aku hanya selalu berpesan “doakan Ton..” hanya itu saja karna selebihnya aku tidak mengerti apapun.

Ditambah hari ini sebelum pulang sekolah Toni memberikan sebuah alamat dari Paman Haji agar aku segera datang saja ke Toko tersebut,
setelah aku lihat tertulis nama Hj Samsul dan dengan alamat lengkapnya. Bahkan Toni memberikan patokan dimana pasar kabupaten sebagai pusatnya perbelanjaan sangatlah ramai, jadi Toni memberikan arahan dimana aku bisa menemukan alamat itunya dengan mudah.

“Ndi ini ada sedikit -
- Rezeki, sengaja keluargaku titipkan untukmu...” ucap Toni

“tidak usah Ton, kemarin saja sudah lebih, sudah jangan... nantinya kamu mau membuat aku kepikiran dengan titipan itu, aku tidak bisa apa-apa dan tidak pantas dari kemarin menerima pemberian yang tidak sedikit...”
ucapku dengan pelahan

“tapi Ndi, kak Sinta bisa marah padaku kalau pulang dengan membawa kembali amplop ini...” jawab Toni

“bilang saja, mendingan sedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan, niatkan untuk kesembuhan Ibumu, itu jauh lebih baik. Bilang saja Andi yang suruh -
- begitu pada kak Sinta” jawabku yang tidak tau kenapa malah berbicara seperti itu, padahal tidak ada niatan dalam kepala untuk mnegeluarkan kalimat seperti barusan.

Walau memang bukan hal yang pertama kali seperti itu, tapi alasan dari ucapan-ucapan itu tidak pernah
sama sekali aku temukan. Toni hanya menganggguk dan seolah setuju dengan ucapanku itu.

Sampai di rumah sepulang sekolah, aku sengaja membuka obrolan dengan Ibu dan segala keinginanku untuk sedikit meringankan beban biaya sekolah dan memberi tau bahwa Paman Haji, sodara dari
Ibunya Toni memberikan alamat usaha beras temanya. Aku pikir Ibu dan Bapak tidak akan setuju ternyata malah kebalikanya dengan syarat-syarat penuh khawatiran tentunya aku langsung setujui. Apalagi besok karna hari libur akan segera aku temui temanya Paman Haji itu.
Baru saja selsai ibadah Isya, tiba-tiba ibu ke kamar dengan senyuman yang tanpa sebab.

“Ndi...” ucap Ibu didepan pintu kamarku

“Iyah, kenpa Bu, tumbennn...” jawabku

Karna aku masih diatas sejadah biasanya Ibu tidak pernah berani memanggilku, mungkin takutya saja mengganggu apa
yang sedang aku lakukan.

“liat sana ke depan, siapa yang datang...” ucap Ibu

Segera aku bangun dengan sejadah yang masih terampar dan belum aku rapihkan, masih dengan penasaran sambil berjalan bahkan masih memakai sarung, aku melihat didepan sedang duduk Bapak dengan Guru.
“asalamualaikum Guru...” ucapku sambil menunduk dan menteskan air mata sambil mencium tanganya

“walaikumsalam Ndi... sudah besar sekali, bener-bener yah...” ucap Guru sambil menepuk pundaku berkali-kali

Aku, Bapak, Ibu dan Guru, terlibat obrolan yang seru di depan rumah,
tidak jarang mengundang tawa karna cerita Guru waktu aku kecil mengaji padanya yang menjadikan aku perbandinganya sekarang. Bapak dan Ibu juga silih bercerita dengan waktu yang lalu mendapatkan rezeki dari aku yang sudah membantu temanku Toni, malah Guru hanya tertawa saja.
Dan aku hanya ikut tersenyum saja dengan apa yang aku dengarkan bahkan lebih tidak menyangka dan tidak di tunggu-tunggu kehadiran Guru dan sekarang aku sedang duduk diseblahnya dengan sangat tenang. Bapak dan Ibu akhirnya pamit masuk kedalam karna seperti biasa sehabis subuh
Bapak harus segera berangkat ke sawah.

“Ndi, jangan dulu mengobati nanti saya malah tersaingi lagi...” ucap Guru sambil tertawa

“engga Guru, Andi malah heran dengan semua kejadian Andi yang alami mungkin per kejadian bakalan panjang Andi ceritakan...” ucapku, baru saja mau
meneruskan Guru langsung memotong

“Tempo hari Guru pernah tidak yakin dengan usiamu yang baru terhitung oleh jari, pertama kali kamu mengaji denganku, tapi itu salah besar, mau bagaiamanapun Ndi keturunan dan darah itu selalu dan selalu bisa...” ucap Guru

“tapi Guru semua -
- proses yang Andi lalui, tanpa Guru sulit... mahluk-mahluk yang tidak terlihat semua orang semakin membuat Andi bingung kepada siapa harus bercerita dan meminta solusi, tapi Andi selalu ingat ada ini... dan pecaya kepada pencipta” ucapku sambil menunjuk hati,
sama percis 7 tahun yang lalu Guru melakukan itu

Aku yang melihat ke arah wajah guru, perlahan dari mata Guru keluar air mata dengan sendirinya

“lihat, percayakan saya sampe begini... mendengar barusan yang Andi bilang...” ucap Guru sambil melihatkan lenganya, bulu-bulunya
berdiri dan kemudian melihatkan pundaknya yang sama merinding

“kenapa itu Guru ada yang salah dengan ucapan Andi?” tanyaku dengan perlahan

“saya awalnya tidak akan datang kesini Ndi, tapi dalam pertemuan-pertemuan denganmu saya perlu memberi satu hal lagi yang jauh lebih -
- penting... selsai urusan dari kota sana, saya dengan teman yang sebentar lagi mungkin akan sampai sini sempatkan kesini dan ini diluar rencana perjalan pulang saya ke rumah...” ucap Guru sangat perlahan dan sangat serius

Aku hanya kembali mengangguk, dan tidak berani sepatah
katapun aku keluarkan untuk menjawab omongan Guru padahal ada banyak sekali yang ingin aku tanyakan kepadanya

“sering bukan kita bertemu?” tanya Guru

“iyah...” jawbaku yang merasa memang sering walau dengan berbagai macam cara
“khawatiranku bukan tentang kamu tidak memiliki guru lain untuk mengaji, dengarkan ajilah diri terlebih dahulu, dan kemudian bersembunyilah dalam terang...” ucap Guru kemudian

“kamu tidak perlu betanya apa itu, ini dan ini selalu berkaitan Ndi... -
- seperti yang sebelumnya terjadi, nikmatilah jangan jadikan beban...” ucap Guru

Aku yang tidak tau kenapa langsung benar-benar mengerti dengan apa yang dikatakan Guru, karna mungkin keadaanku yang jauh berbeda tidak seperti 7 tahun kebakang.

“besok guru, mohon doanya -
-Andi mau berkerja untuk meringankan Ibu dan Bapak, ke pasar kabupaten, setelah Bapak dan Ibu menginjikan sekalian mumpung ada Guru sekarang alangkah baiknya Guru memberikan saran...” ucapku perlahan

Baru saja selsai omonganku, terlihat lampu sorot temanya Guru tiba
dan Guru langsung berdiri berjalan ke dalam untuk pamit pada Bapak dan Ibu, bahkan Ibu tidak menyangka karna sudah menyiapkan tempat tidur untuk Guru.

“sini...” ucap Guru, sambil berjalan pelan keluar rumah
Aku mengikuti langkah Guru, sampai Guru masuk kedalam mobil
dan menutup pintu mobil

“ini itu luas, pergilah berkerja disana nanti ada yang namanya Ahmad temui, dia punya pesanteren besar milik keluarga besarnya, mudah-mudahan Andi ketemu yah...” ucap Guru sambil menunjuk ke arah hatinya berkali-kali
“baik Guru, akan Andi ingat nama itu...” ucapku, sambil kembali bersalaman

Dan malam ini dengan banyaknya pertanyaan harus aku akhiri dengan sedikit jawaban dengan Guru, walau jawaban itu aku yakin lebih besar dan banyak dari apa yang ingin aku tanyakan.
“nanti juga, bakalan terjawab seperti yang sudah-sudah. Padahal ingin sekali mengobrol lama” ucapku dalam hati, sambil perlahan memejamkan mata.

***
Pagi hari selanjutnya, dengan berbekal uang untuk ongkos yang Ibu berikan dari hasil pemberian keluarga Toni aku berangkat sangat pagi sekali dan tidak lupa secarik kertas yang sebelumnya Toni berikan aku masukan kedalam kantong celanaku.
Perlahan jalan yang sudah aku lewati cukup jauh untuk sampai ke tempat dimana jalan besar berada terlewati begitu saja, karna sudah terbiasa jadi terasa lebih dekat. Bahkan segala gangguan jalanan yang setengahnya adalah kebun juga sudah tidak aneh.
Perasaan seperti ada yang mengkuti atau seperti ada yang memperhatikan padahal tidak ada siapa-siapa selalu aku kalahkan dan lawan dengan niat dan tujuan, semuanya berjalan dan terasa baik-baik saja.

Tidak jarang selama sudah hampir satu tahun menaiki angkutan umum banyak sekali
keanehan yang aku alami, dari sifat-sifat manusia dan berbagai keanehan lainya dijalanan ini. Yang sekarang aku sedang duduk di angkutan umum untuk menuju pasar kabupaten sebagai tujuanku.

Sekolah, rumah Toni sudah terlewati begitu saja oleh angkutan umum ini.
Tidak terasa hampir 45 menit aku masih belum sampai ke tujuan.

“pak ke pasar masih jauh yah?” ucapku yang berada didalam angkutan umum

“berhenti terakhir di sana a, dipasar aa baru pertama ke pasar yah?” tanya supir sambil tetap memandang ke depan

“iyah pak...” ucapku
sedikit lega ternyata benar kata Toni perlu naik sekali angkot saja

Satu persatu penumpang turun dengan tujuan mereka masing-masing, karna tersisa aku dan salah satu penumpang ibu-ibu

“kemarin benar yah pak ada yang kecalakaan lagi di jalan ini?” tanya Ibu penumpang
yang sepertinya satu arah denganku menuju Pasar

“bener bu didepan sana pas belokan, ah jalanan inimah berdarah bu dari dulu jaman bapak saya supir sampai saya sekarang sudah tidak terhitung lagi bu...” jawab Supir angkot

“sebelah mana emangnya pak” tanyaku yang penasaran
dengan apa yang dikatakan supir

“nah tuh didepan belokan itu a, sama tanjakan ini nih...” jawab supir angkot

Aku yang melihat sekitar langsung saja bulu pundakku berdiri dan keringat sedikit turun dari dahi dan pudanku, aku hanya memandang keluar ketika angkutan umum
ini melewati jalan, “iyah” ucapku dalam hati, sambil berusaha mendoakan dalam hati dan membuang jauh perasaan aneh yang aku rasakan.

Sampai di pasar kabupaten dan membayar 3x lipat dari biasanya ongkos aku ke sekolah untungnya sudah aku persiapkan, karna informasi dari Toni,
dan aku hanya membawa bekal untuk pergi dan pulang saja membayar angkot.

Setelah beberepa kali menanyakan nama toko beras pak Samsul, aku berjalan lumayan lama dan berputar akhirnya terlihat nama Toko yang aku cari, karna hari sedang tepat-tepatnya untuk orang-orang berbelanja
menjadikan ini pemandangan baru yang aku nikmati, semakin banyak lagi aku berjumpa dengan orang. Sambil terus berdoa agar bisa berjumapa dengan Ahmad yang pernah guru ucapkan tentang pesantren itu.

Aku melihat dari luar toko berasnya sangat besar, jauh lebih besar dari yang
aku kira. Segera aku menanyakan kepada salah satu pegawai yang sedang berada didalam tepatnya melayani pembeli.

“maaf pak mau tanya, pak Samsul...” ucapku sambil menunduk perlahan

“alah ini anak, disni bukan buat nanya nama orang nak! Tuh tuh tanya kesana!” jawab pegawai
Aku hanya tersenyum dan meminta maaf telah menganggu aktivitasnya “padahal bertanya baik-baik” ucapku dalam hati. Tapi aku harus bisa menyesuaikan ini beda dengan kampungku dimana aku tinggal atau sekolahanku, disini jauh lebih berbeda.

“apa pasar seperti ini” ucapku
sambil melihat sekeliling, “benar kata guru, manusia memang begini banyak cara yang ditawarkan oleh kehidupan pilihan adalah hak mereka jangan menghakimi apa yang kamu lihat, belum tentu kita benar, siapa tau yang kita anggap jelek itu yang paling benar”
Aku hanya mengannguk beberapa pedagang yang mengunakan hal-hal aneh yang aku lihat sendiri tapi aku hanya bisa diam dan melihatnya saja, “mengaji diri, bersembunyi dalam terang” ucapku sambil menguatkan niat untuk berkerja.

Segera aku temui Ibu-ibu didalam yang sedang
memperhatikan pegawai lainya mengangkat beras memasukanya kedalam mobil bak, ibu tersebut sambil memegang kertas dan bolpoin

“maaf Ibu, saya dikasih alamat dan nama toko ini...” ucapku sambil memberikan secarik kertas yang sebelumnya Paman Haji berikan yang kepada Toni
dititipkan untukku

“oh... pak Samsul... tuh a masuk kesana aja kasih ininya ke orang sana tuh...” ucap Ibu sambil menunjuk salah seorang pegawai lainya

Segera aku berterimaksih dan berjalan kedalam setelah memberikan secarik kertas kepada pegawai,
akhirnya aku dipersilahkan duduk untuk menunggu, tidak lama berjalan dengan santai sosok lelaki yang hampir sama usianya dengan Paman Haji.

“Andi, ayo a disana aja ngobrolnya jangan disni...” ucap lelaki, yang aku yakin itu pak Samsul
Benar-benar sangat banyak beras yang ada bahkan perasaan-perasaan aneh yang biasanya suka datang bermuculan mahluk-mahluk anehpun aku rasakan berjalan diantara tumpukan beras yang banyak ini, tidak hentinya aku bacakan yang aku bisa didalam hati terus menerus.
“saya Samsul... Hj Arif cerita banyak soal aa, saya juga kenal dengan sodara Hj Arif yang sedang sakit, beliau langganan kesini a, Hj Arif temen saya dari lama...” ucap pak Samsul mebuka obrolan, bahkan aku baru mengetahui nama paman haji yang disebutkan pak Samsul
“maaf pak kiranya tidak sopan saya butuh pekerjaan, dan Paman Hj kasih ini...” ucapku sambil memberikan secarik kertas

Pak Samsul langsung memberikan aku pekerjaan sebagai pembantu dan tidak apa-apa untuk datang sore sampai malam hari, karna memang sore ruangan ini yang sedang
aku duduk akan sangat acak-acakan bekas lalu lalang tamu-tamu pak samsul, dn aku sangat senang karna sebegitu percayanya padaku.

“tunggu saja sampai sore disini a, beres-beres aja karna yang sebelumnya udah saya pecat tidak bisa kerja padahal tinggal beres-beres” ucap pak Samsul
Ada perasaan yang langsung tidak enak dengan apa yang pak Samsul ucapkan, namun aku hiaraukan begitu saja. Aku langsung berkerja juga pada hari ini, dengan cekatan karna bukan perkerjaan sulit. Dan pak Samsul meninggalkan aku begitu saja.

Sampai siang hari selepas ibadah Dzhur,
terlihat pak Samsul berjalan dari kejauhan dengan beberapa orang dibelakang nya ada 3 orang berjalan menuju ke ruangan yang baru saja selsai aku pel lantainya, dan kacanya sudah aku lap bahkan terlihat rapih sekali, jauh seperti baru pertama masuk ke ruangan ini.

“wih rapih -
- dan bersih juga a, nanti aja sore pel nya nanti juga kotor lagi...” ucap pak Samsul

Aku yang sedang mengelap kaca hanya mengangguk saja, dan berpindah ke ruangan lain karna orang bertiga dengan pegawakan dan penampilan preman itu masuk.
“Sul... siapa itu pegawai baru? Bocah! yang tua aja pada kabur... apalagi bocah... heh sini...” ucap salah satu lelaki dengan perawakan besar

Aku hanya menunjuk tangan ke arahku sendiri

“iyahlah masa setan!!! Begooo... sini!” bentak lelaki itu
Aku yang kaget dengan ucapnya berusaha tenang dan sama sekali tidak takut, hampir saja aku terpancing emosi dengan perkataanya, namun aku perlahan berjalan dengan tenang.

“heh anjing! Tenang dong! Sia itu anak kecil lagian kenapa sih!!!” ucap lelaki berbadan kecil
berambut belah tengah, sambil menjambak lelaki yang mementakku

“engga Bang... cuman mau kasih tau aja jangan mau kerja disni banyak setanya... hahaha” ucap lelaki berbadan besar

Pak Samsul hanya terdiam dengan penuh rasa tidak enak dengan perlakuan tiga orang tamunya itu,
aku yang tidak menjawab hanya terdiam saja sambil tertunduk.
Akhirnya aku disuruh pergi oleh lelaki yang di sebut “bang” tersebut sambil terus menatapku dengan aneh, bahkan terakhir kali dia seperti berbicara tapi aku tidak mengerti maksudnya apa.

Aku hanya mengangguk dan
Bang itu terseyum seperti permintaan maaf atau apa, namun aku kembali berkerja, lelaki berbadan besar itu tetap mengoceh dengan permintaan pajak yang bertambah.

“oh yang punya wilayah, pantesan” ucapku dalam hati
Tidak lama lelaki 3 orang itu pergi dan pak Samsul meminta maaf
atas kejadian barusan dan jangan dipikirkan tentang ucapan preman barusan, aku hanya mengangguk dan setuju saja dengan apa yang dikatakan pak Samsul. Sampai sore hari tiba dan ternyata Toko tutup sangat sore sekali, setelah itu pak Samsul memperbolehkan aku pulang.
“besok pulang sekolah kesini lagi a, ini bukan gajih perminggu ini buat ongkos saja dan ucapan maaf saya atas kejadian siang tadi yah a” ucap pak Samsul

Aku berterimaksih dan setuju dengan bayaran pak Samsul yang perminggu itu, setidaknya bisa membantu juga buat keperluan rumah,
dan bayaran dari pak Samsul cukup aneh terbilang besar untuk kerjaku yang hanya sebagai pembantu saja di Gudang belang toko beras.

Aku langsung memishakan uang yang diberikan pak samsul untuk ongkos, setelah aku hitung memang lebih untuk ongkos kesini yah walaupun besok
akan dua kali naik angkot. “ah sudah terima saja, alhamdulillah” ucapku dalam hati, sambil berjalan melewati gudang besar.

“sssttttt...” ada suara yang sedari tadi didekat telingaku karna aku yakin dari mahluk-mahluk sebelumnya yang mencoba berinteraksi denganku
aku ambaikan saja, apalagi setelah mendengar perkataan dari preman dan pak Samsul soal tempat ini walau aku menyimpulkan sendiri dengan sebegitu cepatnya

“ssssttttt.... ssssttttt...” ingin sekali aku mencari suara itu, tapi niatanku masih kuat hanya
untuk memperdulikan suara-suara yang sudah aku ketahui sumbernya itu.

Perlahan tatapan semua pegawai kaget dengan melihatku, seperti ada hal yang aneh. Tapi aku berusaha tersenyum dengan tenang bahkan pamit untuk pulang. Keluar dari Toko dan berjalan untuk menuju angkutan umum
aku melihat “si Bang” itu berjalan dengan pelan mendekatiku
Tidak ada sama sekali perasaan tidak enak, dan aku berusaha tetap tenang walau dari jalanya saja auranya sangat kuat bisa-bisa orang meraka takut dengan cara jalanya tersebut.

“maafkan temanku barusan siang... abang..”
ucapnya sambil menyodorkan tangan

“tidak apa-apa pak, aku hanya kaget saja hehehe... Andi...” ucapku sambil menerima tanganya bersalaman dengan sedikit menunduk

Beberapa toko sudah tutup dan yang lainya masih terbuka, aku terus berjalan dengan Abang ini

“sebagai ucapan maaf, -
- kamu pulang saya antar...” ucap Abang

“jangan pak rumah saya jauh, saya naik angkot saja...” ucapku menolak karna baru kenal orang ini, apalagi sepertinya Abang ini ketua preman disni walau perawakanya kecil dengan rambut khas belah tengah

“yaudah saya bayar angkot... -
- jangan panggil bapak, panggil aja Abang...” ucap Abang dengan bersahabat

Aku hanya mengangguk dan tidak tau kenapa ada rasa kenyamanan dari Abang ini entah perasaan lainya lagi datang begitu saja.

“sayang kalau punya ilmu diam-diam begitu, saya yakin kalau didalam tadi -
- kamu pukul anak buah saya bisa saja dia tidak bisa bangun lagi, bisa-bisa pingsan...” ucap Abang sambil tertawa

“saya tidak punya ilmu apa-apa Bang...” jawabku sambil perlahan masuk kedalam angkot

“kalau ada apa-apa dipasar bilang, kamu adiknya saya okeh!” ucap Abang
sambil menyuruh salah satu supir harus menyampaikan aku ke tempat tujuan dan sepertinya supir itu sangat setuju. Akhirnya hanya aku saja penumpang dalam angkutan umum, supir bilang bahkan aku adalah penumpang terakhir, dan supir tidak henti-hentinya bertanya soal kenalnya aku
dengan si Abang, aku hanya menjawab “kenal saja”

Di perjalanan berangkat yang sebelumnya aku tau jalur berdarah ini, supir tidak tau kenapa tiba-tiba menghentikan mobilnya padahal aku lihat tidak ada siapapun yang berdiri di tengah jalan padahal ini adalah tanjakan
yang waktu berangkat supir lainya ceritakan.
Sontak membuat aku menjadi kaget bukan main, dan dengan tiba-tiba masuk kedalam mobil yang tidak tau dari mana asalnya satu anak kecil, ibunya dan bapaknya menaiki angkot dan duduk disebelahku.

“dari mana asalanya” ucapku dalam hati
Tidak ingin sama sekali aku menengok ke arah bertiga yang duduk disebelahku, apalagi waktu magrib baru saja berkumdang dan awan berganti dengan gelap. Hanya cahaya-cahaya saja yang masuk menyorot ke dalam angkot dari cahaya mobil yang berlawanan.
“pak kenapa tadi berhenti...” tanyaku

“heh! Jangan sompral di jalan ini siapa yang behenti...” ucap pak supir dengan kaget

Padahal aku sangat sadar kalau angkot ini benar-benar berhenti, aku paksakan saja untuk melihat kesamping betiga itu dan benar saja wajah mereka hancur
semuanya bahkan anak kecil tersebut sangat mengerikan.
Tidak aku paksakan untuk melihatnya lama, apalagi wajah mereka semua tertunduk “korban kecelakaan” ucapku dengan tenang dan pelan, segera aku panjatkan doa untuk merka walau aku yakin itu bukan kemauan setiap orang
yang bernyawa untuk pulang kepadanya dalam kondisi tersebut, tapi takdir dan kenyataan tidak pernah bisa masuk diakal begitu saja dengan mudah.
*sampai sini dulu, up selanjutnya bagian akhir cerita ini, karna masih banyak perjalan mistik berikutnya dari Andi, Abang dan bagaiamana akhirnya sampai memliki pangkas rambut, Andi adalah perjalanan mistik yang tidak pernah masuk akal tapi kenyataanya berbicara seperti itu.
*mari kita lanjutkan ceritanya sampai selsai, Bismillahirrahmanirrahim. Update terakhir BDT Bagian 2, selamat menikmati...
Masih dalam perasaan yang tidak enak, karna sosok sebelumnya yang aku lihat dari arah samping tempat dudukku didalam angkutan umum ini masih terasa kehadiranya, hanya lampu kuning dan putih yang menyorot dari arah berlawanan yang menjadikan cahaya masuk kedalam angkutan umum ini.
“a kok perasaan engga enak yah...” ucap pak supir dengan tiba-tiba

“maksudnya pak...” jawabku dengan cepat

“barusan pas aa bilang; kenapa berhenti kok tiba-tiba bulu pundak saya berdiri seperti ini yah” ucap pak supir, sambil mengelus-ngelus pundaknya berkali-kali
“ah itu perasaan bapak saja, lagian barusankan aku hanya bencanda pak, maaf hehe” jawabku dengan sedikit tertawa

Akhirnya supir yang mendengarkan jawabanku hanya tersenyum sama denganku, walau aku tau dia juga merasakan apa yang aku rasakan, karna aku melihat betul
bulu pundaknya benar-benar berdiri. Akhirnya aku sengaja bertanya banyak, dan bercerita baru pertama ke pasar kabupaten dan dengan sangat baiknya, pak supir memberikan pengetahuan baru soal pasar dengan segala kejahatan yang sering terjadi disana,
aku hanya mendengarkan dengan baik-baik.

“tapikan aa kenal sama si Abang, amanlah a...” ucap pak supir

Aku hanya tersenyum saja karna tidak bisa menjelaskan segala kebutulan kejadian siang tadi dengan Abang, dan tidak terasa sekolahku sudah terlewati begitu saja
sebuah pertanda tempat dimana aku akan turun (berhenti) akan segera tiba.

“kiri pak didepan...” ucapku

Segera aku kasihkan ongkos sama seperti ongkos berangkat, walaupun penolakan dari pak supir tetap tidak mau menerimanya karna mungkin omongan Abang sebelumnya
yang menitipkanku. Setelah sepakat kalau aku tidak akan bicara pada Abang dan menjelaskan bahwa ini kewajibanku akhirnya supir itu merimanya sambil berkali-kali mengucapkan “terimakasih”

Waktu ibadah magrib yang sudah sangat mepet membuatku harus menunaikan magriban di masjid
kecil yang memang sudah beberapa kali sebelumnya pernah aku gunakan didekat tempat berhentinya angkutan umum.

\Tidak lama selsai menunaikan kewajiban ibadah, ketika berbalik kebelakang aku melihat sosok perawakan seperti Abang yang sebelumnya bertemu di pasar.
“kenapa abang ada disni” ucapku sambil berjalan keluar masjid dan menghampir, karna aku sangat yakin dengan perawakanya apalagi rambut lurus yang terurai kebelakang menutupi pundaknya

“asalamualakium pak...” ucapku sambil duduk disebelahnya

“walaikumsalam a... pak, pak, -
- terus aja pak, saya tidak tau kenapa ada perasaan harus mengikuti kamu a makanya saya langsung ikuti saja setelah beberapa menit angkutan umum yang aa gunakan dan ketika tau aa turun lalu masuk ke masjid saya duduk disini...” jawab Abang menjelaskan
“lah... tapikan Bang yah tau begitu bener aja barusan abang sekalian antar aku aja” jawabku sambil tersenyum

Abang tidak menjawab dan hanya mengelengkan kepala berkali-kali dengan wajah seperti menahan banyak omongan yang seharusnya bisa Abang katakan kepadaku.

“maaf bang -
- aku harus pulang, karna ini hari pertama keluargaku tau aku kerja, takutnya Ibu khawatir karna waktu semakin malam juga dan sebentar lagi juga isya...” ucapku

“aku antar ke rumah...” ucapnya dengan tiba-tiba dan berdiri

Karna merasa tidak enak, karna Abang sudah jauh-jauh
mengikutiku akhirnya aku setuju, walaupun aku harus sedikit berputar agar motor yang digunakan Abang bisa masuk ke kampungku, karna jalan yang aku lewati adalah jalan pintas melewati kebun-kebun bukan jalan yang bisa dilalaui kendaraan roda dua ataupun roda empat.
Sepanjang jalan aku hanya menunjukan belokan-belokan saja, sama sekali tidak ada obrolan antara aku dan Abang, yang membuat aku heran malahan ada rasa kenyaman yang aku rasakan walau alasanya tidak aku ketahui. Dan setelah waktu ibadah isya berkumandang, aku dan Abang
sudah hampir sampai ke rumahku. Dengan tatapanya melihat sekitar kampungku, yg aku tidak mengerti seperti sedang mengingat sesuatu. Tiba-tiba Abang memberhentikan motornya dengan mendadak dan membuat aku sedikit kaget, tepat di belokan menuju rumah Guru yang sebelumnya ditempati.
“lah bang... kok berhenti kaget aku, ada apa bang?” tanyaku

Abang tidak menjawab dan cukup lama berhenti sambil mengangukan kepalanya berkali-kali, seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri dan mendapatkan satu kesepakatan yang telah dirinya sendiri setujui.
“bang barusan kenapa...” tanyaku dengan nada yang sedikit keras, takutnya tidak mendengar saja

Abang lagi-lagi tidak menjawab dan hanya mengelengkan kepala berkali-kali saja yang membuat aku semakin bingung sendiri. “dasar aneh” ucapku dalam hati.
Setelah sampai tepat didepan rumah, aku pikir Abang akan langsung kembali pergi ternyata malah ingin berjumpa dengan keluargaku, tentunya itu membuat aku sangat senang sekalian aku ceritakan saja sama Ibu perkenalanku dengan Abang.

Ibu dan Bapak langsung berterimakasih
kepada Abang, walau ada sedikit keraguan dari Ibu karna jawaban Abang ketika ditanya oleh Ibu soal awal perkenalanya denganku, yang membuat aku salut Abang dengan jujur menceritakan semuanya sama dengan yang aku alami.

Berkali-kali bapak menitipkanku pada Abang begitu juga Ibu,
Abang dengan sangat lembutnya dan sangat sopanya mengobrol dengan Ibu dan Bapak dan aku yakin kata “preman” yang Abang keluarkan dari mulutnya sebagai pengakuan, bisa jadi membuat Ibu dan Bapak tidak bisa percaya tidak sebanding dengan cara menghormati kedua orang tuaku.
Setelah bapak bilang telah kena musibah terjatuh di sawah sambil menunjukan kaki yang terkilir dan memar, bapak masuk kedalam rumah dengan keadaan jalan yang aku perhatikan memang sedikit berbeda denga biasa, dan Ibu langsung membuatkan kopi untuk Abang
karna Abang izin sekalian ikut beristirahat.

“nih rokok a...” ucap abang sambil memberikan satu bungkus rokok yang mungkin harganya bisa buat ongkos sekolahku dua hari

“Aku tidak merokok bang...” ucapku menolak dengan tidak enak, walau tidak bagiku tidak sebegitu aktif saja
hanya beberkali saja, karna takutnya kecanduan dan tidak bisa membelinya

“ohh... saya tau kamu merokok, makanya saya belikan rokok yang sama seperti biasa kamu isap juga, jangan di tolak itu rezeki, bisakan besok kamu bagikan kepada teman-teman juga” ucap Abang
Dan aku hanya menerimanya dan menyimpan di meja saja, tidak lama Ibu datang memberika kopi kepada Abang, dengan penuh ketidakenakan karna tidak ada lagi makanan apapun di rumah untuk disuguhkan, namun hebatnya abang menjawab yang membuat aku yakin Abang bukan orang biasa.
“tidak apa-apa bu, lagian suguhan dengan Ibu menerima saya sudah sangat luar biasa bu dan Ibu tidak berpandangan lain-lain setelah mendengar saya kerja apa di pasar, sudah suguhan yang membuat hati saya senang, dan itu tidak mudah membuat orang lain tenang hehehe” ucap Abang
Dan Ibu balas dengan senyuman, tidak lama juga Ibu kembali ke rumah karna akan memijat kaki Bapak.

“Bang, mari terbuka saja denganku...” ucapku tiba-tiba, karna anehnya seperti ada dorongan entah dari mana aku harus berkata seperti itu

“bakar dulu rokoknya itu uang halal -
- bukan hasil japrem a, bakar dan kita bicara...” ucapnya dengan tenang

Segera aku membuka rokok pemberian Abang yang baru pertama kali aku membukanya. Setelah aku membakar rokok sebagai tanda kesepakatan Abang memulai pembicaraan.

“Ilmu itu berbarengan dengan ketenangan a, -
- entah itu membuat tenang pikiran, hati atau perasaan, bentakan temanku si Dani tadi tidak pernah ada orang setenang aa ketika dibentak apalagi dengan kata kasar pula, apalagi Dani ngisi a walau lewat hal-hal yang tidak pernah aku suka. Makanya saya langsung membentak balik, -
- jujur saya takutnya aa yang marah, okelah badan sekecil saya dan aa ketika kembali pada ilmu yang tidak terlihat? Makanya setelah itu saya kagum dengan aa karna yakin juga aa tau di toko beras itu gangguan di siang atau sore dari mahluk seperti itu sangat terasakan?” ucap Abang
menjelaskan, sambil mengisap rokok yang terselip diantara jari nya.

Aku hanya mengangguk dan tidak menyangka Abang mengetahui hal-hal begitu juga, dan bisa mengetahuiku.

“tapi bang aku tidak bisa apa-apa dan tidak mengerti apa yang Abang bicarakan...” ucapku mengeles menutupi
agar tidak berbicara ke hal-hal itu

“lalu tiga sosok ditanjakan berdarah kata orang-orang sering terjadi kecelakaan dan aa tau juga didalam angkutan umum... sudahlah a kita hampir sama bedanya aku tidak bisa seperti aa dan aa tidak bisa sepertiku...” ucap Abang, perlahan
Aku hanya mengangguk berkali-kali

“a saya boleh tau...” ucapnya, sambil menyebutkan nama Guru dan kemudian bercerita dulu Guru sering ke rumahnya menemui adik dari bapaknya Abang dan sekali Abang pernah mengantarkannya ke rumah ini, dan yang membuat aku terkejut
Abang juga mengetahui nama kakekku yang dulunya sama pernah berkunjung ke rumahnya Abang ke almarhum bapaknya Abang

“lah bang...” ucapku langsung mendekat duduk disebelahnya
Abang, hanya berkali-kali mengusapkan tanganya di kepalaku dan aku hanya tertuduk saja
“Ahmad, nama asli saya itu, main ke rumah belajar disana kalau kamu ingin belajar, saya tau banyak hal yang ingin kamu pelajari...” ucap Abang perlahan

“sebelumnya kemarin Guru bicara nama itu, maaf sekali aku tidak tau, dan kenapa secepat ini Bang... aku pikir akan lama -
- berjumpa dengan Abang dan kaget dengan posisi Abang di pasar” ucapku penuh pertanyaan

Abang menjelaskan kemarin sebelum Guru kesini, Abang berjumpa denganya di pasar karna Abang tau itu Guru langsung bersalaman dan memberi tau namaku dan suruh menemuinya kesini,
makanya setelah Abang yakin langsung tidak sabar karna semua tanda-tanda yang Guru ceritakan sama percis dengan apa yang Abang lihat dan rasakan.

Dan akhirnya malam itu sampai jam 10 malam, Abang bercerita panjang tentang perjalananya berusaha diam di pasar dan hanya pulang
ke rumah sodaranya yang dekat dengan pasar, Abang juga menjamin keamananku selama kerja di pasar dan menyuruhku tetap hati-hati berkerja di toko beras pak Samsul dengan semua yang Abang jelaskan.

Malam perjumpaan dengan Abang yang begitu cepat berakhir, dengan canda dan tawa
dan aku seperti menemukan teman baru yang tidak tau kenapa malah bisa saling mengetahui hal-hal yang sebelumnya selama tujuh taun lamanya aku selalu berbicara dengan hati sendiri saja.

Setelah Abang pamit kepada Ibu, dan aku karna bapak sudah tertidur. Abang mengetahui
kalau besok aku setiap hari kerja sepulang sekolah ke toko beras pak Samsul dan Abang berjanji besok untuk pulang akan menyuruh satu angkot yang barusan menungguku, karna satu arah pulangnya. Dan aku sempat jujur kalau tadi aku membayar dengan ikhlas kepada pak supir,
yang maksud Abang adalah lain, karna tau itu awal aku kerja takutnya belum ada uang saja.

Akhirnya Abang pulang, dan aku langsung memberikan sebagian uang yang diberikan pak Samsul kepadaku, yang aku sisakan untuk ongkos saja selama satu minggu itu. Namun Ibu bercerita bahwa
sakitnya bapak parah.

“Ndi udah ini pegang saja buat ongkos kamu ke sekolah dan ke pasar, uang ibu buat ongkos kamu mau Ibu carikan tukang urut saja kasian bapak kamu bengkak sekali...” ucap Ibu perlahan di meja makan menemani aku makan

“jangan, begini saja Bu -
- ini Andi pengang untuk 3 hari saja, nanti di toko Andi bantu-bantu angkat beras saja sorenya sekalian bersih-bersih ruangan, insallah ada rezeki lagi buat kita Bu... ini Andi buat 3 hari... ini buat Ibu pegang... yang uang ibu pegang buat panggil tukang urut...” ucapku
sambil membagikan uang

“ya allah nak... inikan padahal uang buat kamu ongkos, masa mau dikasih begini kasian kamu kalau tidak kerja...” ucap Ibu menahan sedih

“nih nih denger bu, ini rezekikan uang, Andi rezeki juga barusan bisa kenal sama Ahmad anaknya yang punya pesanteren -
- nanti Andi belajar lagi... tuhkan rezeki apa lagi coba ini... begini saja, ini ongkos Andi dua hari lagi, pake buat beli makanan Bapak yang enak kasian kalau sampe sakit... Andi masih ada uang simpanan Bu...” ucapku berbohong, agar Ibu membuatkan Bapak makanan enak
“beneran Andi masih ada gitu kan tadi katanya udah dikeluarin semua?” tanya Ibu yang masih ingat omonganku barusan

“itukan yang disaku, lagiankan Andi masih suka nyimpen Bu, tadi aja Abang ngasih Andi rokok tuh banyak besok bisa Andi jual ke Toni bu tenang aja...” jawabku
mengakali agar Ibu bisa tenang

Akhirnya Ibu setuju dan aku tidur masuk ke kamar dengan perasaan bahagia karna memang niatanku untuk membantu keluarga, lagian besok yang penting aku bisa sekolah dan kerja saja. Sambil terbaring karna merasa sangat lemas dan
untungnya sudah Isyaan juga, tidak biasanya malam ini, aku melihat jam sudah hampir jam sebelas malam.

“tuh Ndi angkat-angkat saja ambil yang didalam gunang pake troli kayu ini” ucap bapak-bapak dengan perawakan sangat besar

“baik pak...” ucapku langsung bergegas kedalam gudang
membawa troli kayu agar bisa membawa beras yang langsung banyak, dengan keringat yang mengucur di muka dan badanku karna sangat memelahkan sekali

“dimana lagi lampu gudangnya...” ucapku dalam hati dan bertanya kepada perempuan yang sedang menyusun beras-beras lainya juga
“teh maaf, lampu dimana yah? Mau ngambil beras engga keliatan?” tanyaku perlahan

Perempuan itu berbalik dengan muka yang pucat dan kemudian terseyum tanpa sepatah katapun menunjuk ke bagian dekat ruanganku

“terimakasih teh...” ucapku langsung bergegas berjalan
dengan cepat dengan troli kayu masih aku dorong
Ketika aku berbalik ke belakang perempuan itu masih saja mematung dengan wajah yang sama juga senyum yang sama, yang membuat aku sedikit ketakutan karna memasang wajah dan ekspersi yang begitu
Berada tepat disamping ruangan yang biasanya aku bersihkan, segera aku bukakan pintu dan ternyata terkunci dan aku coba dorong berkali-kali susah “terkunci”

“ini kuncinya nak...” ucap perempuan barusan dengan wajah yang kusut sekali

Segera aku ambil, bahkan tanpa melihat
untuk kedua kali wajahnya, karna sangat menakutkan apalagi senyumnya tidak pernah sama sekali berubah sedikitpun padaku.

Seketika pintu terbuka dan langsung melihat sebuah pemandangan sesajen yang terpangpang rapih, kemudian perempuan itu masuk sambil tertawa sangat kencang
sambil melempar pisau ke arahku yang tergoler dekat sesajen itu.

“aaaaa...” teriaku sambil memengang pisau yang tertancap tepat dibagian perutku

Perempuan yang barusan hanya tersenyum kembali tertawa sangat kencang dan diikuti oleh tertawaan lain yang aku dengar sangat banyak
dan kencang didalam gudang yang sangat gelap sekali.

“hah... hah... hah...” ucapku yang langsung terbangun dari tidurku, ketika aku melihat jam sudah hampir waktu subuh akan berkumdang

Aku buang jauh-jauh mimpi tersebut dan aku tidak tau kenapa enggan menyikapi mimpi tersebut,
karna kebaikan yang pak Samsul berikan, seperti kata Guru “tidak semua urusan orang harus kita campuri, perbaiki diri terlebih dahulu, diantara benar bisa kita salah, diantara salah bisa kita benar” aku ingat betul ucapan itu. Apalagi aku hanya berpikir itu mungkin pertanda.
Selsai subuh dan berdoa meminta keselamatan padanya aku rasa cukup, asal jangan melamun dan terus ingat bahwa semua sudah ada yang mengatur dan baginya permasalahan dalam hidup ini kecil, maha membulak balikan semuanya karna miliknyalah semua ini.

***
Pagi ini walau tidak bisa dikesampingkan begitu saja kejadian dalam mimpi itu, tapi aku jga tidak terlau memikirkanya. Pamit kepada Ibu dan mengingtakan kalau aku akan pulang malam karna langsung berkerja, dan meminta mendoakanya agar selamat dan lancar menjadi langkah pertamaku
memulai hari ini. Sampai di sekolah aku bercerita kepada Toni tentang pekerjaan yang diberikan paman Haji kepadaku dan kemarin aku sudah mulai berkerja, bahkan sekarang pulang sekolah aku mulai kembali lagi ke toko pak Samsul.

Di waktu pulang sekolah, aku sangat penasaran
dengan Ahmad alias Abang itu dan bertanya kepada Toni sambil menunggu angkutan umum, karna sekarang aku satu jalur menuju pasar dan akan melewati rumah Toni.

“eh Ton pernah denger nama Abang? Di pasar itu?” ucapku perlahan

“ada masalah apa kamu sama dia Ndi? -
- Duh jangan bilang buat onar disana Ndi jangan deh...” jawab Toni dengan kaget

“eh aku tanyanya apa jawabnya apa, tau emang nama itu Ton...” jawabku

“taulah... dulu Ibu sering pake jasa Abang itu dan anak-anaknya sampai saat ini limbah-limbah pasarkan bisa Ibu tarik -
- atas jasa dia Ton, pokonya orang yang pegang wilayah tersebutlah. Walaupun si Abang biasa-biasa saja gila-gila anak buahnya Ton, jangan sampe deh berurusan dengan kelompok dia Ndi” ucap Toni menjelaskan dengan khawatir

Sepanjang perjalanan setelah menaiki angkutan umum, Toni
tidak henti-hentinya bercerita banyak soal Abang dengan segala informasi yang dia tau, dan aku hanya mendengarkannya saja dengan mengambil kesimpulan sendiri “bukan orang biasa” ucapku dalam hati dengan bertolak belakanya apa yang aku ketahui.

Toni turun tepat didepan rumahnya
dengan memaksa membayarkan ongkos sampai aku ke pasar, yang membuat otomatis pengeluaran untuk ongkos ke pasarku aman berada didalam saku celanaku. Di sepanjang perjalanan aku hanya mengamati setiap jalan, apalagi kejadian pulang semalem membuatku sangat kaget. Jalanan yang
berkelok serta penyempitan jalan adalah hal-hal yang masuk akal banyanya kecelakaan di jalan ini, maka wajar “jalanan berdarah” adalah sebutan untuk jalan yang sedang aku lalui.

Sampai di pasar langsung aku berjalan menuju toko pak Samsul, yang membuatku heran ketika aku
melewati tongkrongan kelompok Abang ada satu orang yang kemarin membentaku dengan kasar, dan tiba-tiba mendekat kepadaku mengucapkan maaf berkali-kali aku hanya mengiyahkan saja, tersenyum. Karna kelakuan anak buah Abang itu cukup mengundang perhatian orang-orang disekitar pasar.
Sampai di toko dan langsung masuk kedalam ruangan yang kemarin, tidak tau kenapa mimpi semalem ketika pertama langkah kaki aku pijakan masuk kedalam gudang suasana lain aku rasakan, perlahan sambil melangkah bahkan tatapanku lurus kedepan dan didalam aku tidak sendirian beberapa
pegawai lain sedang sibuk mengangkat dan membereskan beras lainya, tetap saja bulu pundaku berdiri begitu saja.

Dan anehnya beberapa tanda yang hadir dalam mimpi mencuat datang dalam pikiranku “oh disitu” ucapku dalam hati, ketika mengingat dalam mimpi perempuan menyeramkan itu
berdiri. Sampai di ruangan salah satu pegawain perempuan menghampiriku dan mentipkan pesan dari pak Samsul yang hari ini tidak datang ke toko dan menyuruhku membereskan ruangan dengan bersih karna besok akan datang tamu-tamu dari luar kota.

Setelah bersalin pakaian sekolah
dengan salin yang aku bawa dalam tas satu buah kaos berserta celana yang aku bawa, langsung saja aku memulai pekerjaan hari ini. Walau kejadian mimpi-mimpi itu masih terbayang jelas, namun tetap aku kesampingkan untuk tetap fokus membereskan dua ruangan,
satu ruangan menerima tamu dan satunya lagi ruangan pak Samsul. Sambil menyapu dan mengepel ruangan di ruangan penerimaan tamu tidak tau kenapa perasaan tidak enak muncul di ruangan pak Samsul, apalagi aku menyaksikan pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka dengan sendirinya
tanpa ada sedikitpun angin di ruangan ini.

“kreeeekeeett...” suara pintu terbuka

Langsung aku menolehnya “iyah” ucapku dalam hati dengan secara tiba-tiba. Padahal gudang yang besar sangat terang, apalagi memampaatkan cahaya matahari dengan beberapa atap yang dibuat transparan
sekali untuk menambah cahaya ketika siang menuju sore seperti sekarang. Selsai cukup lama membersihkan ruangan penerimaan tamu, mengepel, mengelap kaca, dan menta dengan rapih ruangan. Segera aku berpindah masuk kedalam ruangan pak Samsul dengan peralatan
dan air yang sudah aku siapkan.

“padahal masih rapih-rapih saja ruanganya” ucapku dalam hati
Bahkan aku hanya mengelap debu-debu saja tidak lebih, “ruanganya juga jarang dipakai ini” ucapku dalam hati karna melihat betul bekasku membersihkan kemarin saja bersih.
“dimana ruangan tersebut” dengan tiba-tiba begitu saja. Karna ruangan yang terkunci dalam mimpiku sama sekali tidak ada.

“bisa tidak jangan ganggu kami... kami tertanggu dan bangsa kami tidak pernah mengganggu...” tiba-tiba lelaki tua dengan mengunakan tongkat berdiri
dengan kondisi badan yang membungkuk

“siapa kamu...” ucapku dengan repleks hampir saja aku lempar mengunakan sapu yang sedang aku pegang

“dari lama kami terbakar... sudah saya hanya berpesan itu saja...” ucap lelaki tua sambil berjalan pelan membungkuk
Segera aku membacakan yang aku bisa didalam hati dengan keringat yang seperti biasa muncul begitu saja, dan aku tetap memperhatikan jalanya yang pelan tersebut. “ohhh...” ucapku dengan tenang dan kembali melanjutkan menyampu ruangan pak Samsul dengan tenang,
walau kalimat terbakar aku simpan baik-baik.

Tidak sama sekali aktivitas kerjaku hari ini terasa berat karna begini-begini saja, namun anehnya pak Samsul kemarin memberikan upah yang tidak sesuai bahkan lebih. Tidak lama waktu ibadah Asar berkumandang yang membuatku langsung
melaksanakan Ibadah di mushola dekat ruangan yang sebelumnya aku gunakan untuk mengambil air. Selsai melaksanakan ibadah, dan baru saja keluar dari mushola pekerja perempuan yang sebelumnya memberikan pesan dari pak Samsul menghampiriku.
“a kata pak Samsul, kalau sudah selsai boleh pulang dan besok bisa datang lagi kesini...” ucapnya

“teh boleh aku bertanya...” jawabku dengan tiba-tiba

“kenapa pak Samsul hanya menyuruhku membereskan ruangan itu saja yah? Padahalkan misal sama pekerja lain juga bisa...” ucapku
Pekerja perempuan itu tidak menjawab hanya mengelengkan kepala berkali-kali saja, dan dari raut wajahnya seperti menyimpan rasa ketakutan atas pertanyaan yang paling sangat normal yang barusan aku tanyakan padanya.

Segera aku mengambil tas dan memastikan ruangan tersebut
benar-benar sesuai apa yang di inginkan oleh pak Samsul. Segera saja aku meninggalkan ruangan dengan segala yang menjadi pertanyaan besarku “dulu terjadi apa” hanya sebatas ingin tau, pekerja lainya benar-benar sibuk dengan pekerjaan masing-masing, bahkan aku hanya berpamitan
pada pekerja perempuan yang seperti sangat ketakutan melihatku, lebih terkesan tatapan aneh namun aku yang sudah mulai terbiasa menganggapnya biasa saja tanpa ada perasaan tidak enak atu terganggu.

“masih cukup buat besok datang kesini kalau besok tidak masuk sekolah” ucapku
sambil melihat uang yang ada dalam tas, apalagi Toni membeli rokok yang sebelumnya diberikan oleh Abang. Langsung saja aku berjalan menuju dimana angkutan umum berada, niat mencari Abang karna aku selsai masih sore namun sama sekali aku tidak melihatnya, bahkan tempat nongkrong
anak buahnya tidak ada orang sekalipun.

Langsung menaiki angkutan umum yang sudah penuh untuk pulang menuju rumah, didalam perjalanan pulang dengan kejadian barusan cukup membuatku tenang, namun pikiran-pikiran tentang Bapak yang akan makan enak hari ini,
karna kemarin sudah aku berikan uang pada Ibu membuatku tersenyum “setidaknya hal-hal kecil bisa membuat bahagia”
Sampai ditempat berhenti dengan waktu yang sama seperti kemarin pulang, aku berjalan dengan agak cepat karna ingin melihat kondisi bapak,
sampai di rumah aku melihat bapak yang masih terbaring dengan Ibu yang berada di sebelahnya.

“Ndi, sakitnya bapak tambah parah, Ibu beli obat cukup banyak...” ucap Ibu

“yaudah gpp pake aja uang kemarin Bu...” jawabku sambil duduk disebelah bapak yang sedang tertidur
“iyah bahkan uang buat ongkos kamu sama bayaran sekolah juga terpakai dlu Ndi..” ucap Ibu sambil menahan kesedihan

“tidak apa-apa bu, Andi kan kerja nanti juga ada buat bayaran sekolah tenang...” ucapku dengan tenang

Aku rasa dalam kondisi seperti ini yang harus aku lakukan
membuat Ibu tenang terlebih dahulu sudah menjadi tugasku sekarang. Aku hanya meminta saja kepada yang maha memberikan kesakitan dan maha pemberi kesembuhan agar bapak tetap baik-baik saja, mungkin dalam sakitnya bapak adalah waktu yang tepat untuk beristirahat
dan sebegitu cintanya pencipta kepada bapak, bapak disakitkan untuk beristirahat lebih.

***
Karna keadaan aku bolos sekolah hari ini untuk datang ke toko pagi hari sekali, untuk mencari Abang untuk meminta tolong padanya. Bahkan hal ini sudah diperhitungan dengan ongkos yang aku miliki sekarang (seadanya).

Sampai di pasar aku langsung menuju dimana tempat nongkrong
kelompok Abang ada, dan dari kejauahan sosok Ahmad alias Abang terlihat olehku.

“assalamualaikum...” ucapku sambil mendekat

Dan dengan tiba-tiba hampir 15 orang lebih yang sedang berada ditempat itu menoreh ke arahku.

“walaikumsalam a, tunggu...” ucap Abang sambil berdiri
Segera aku mengikuti langkah Abang yang berjalan

“ayo ke rumah sodaraku a, tidak jauh dari sini di belakang pasar ini sebelah sana...” ucapnya dengan tenang

Aku mengiyahkan saja, dan terlihat memang beberapa pedangan atau orang-orang yang aku lewati dengan Abang
sangat memberikan hormat kepada Abang, senyuman dan sapaan tidak jarang menghampiri, bahkan beberapa pedagang menawari Abang barang dagangnya dengan gratis begitu saja “sampai segininya” ucapku dalam hati, karna baru pertama kali dan sama dengan yang Toni ceritakan kemarin
“duduk dulu a, saya bikin kopi... nih rokok pasti yang kemarin aa jual yah haha” ucapnya sambil tertawa dan masuk ke rumah yang sangat bagus sekali sama dengan rumah Toni ukuranya besar

Aku sangat kaget dengan omongan Abang barusan yang mengetahui kemarin aku jual rokok
pemberian darinya itu “kok bisa tau” ucpaku sambil ketawa sendiri

Tidak lama abang keluar dengan membawa dua gelas kopi yang masih panas, dan mengeluarkan amplop dari belakang sakunya.

“aku bolos sekolah Bang...” ucapku yang membiasakan memanggil Abang,
karna permintaan Abang juga sebelumnya.

“hahaha yasudah emang kenapa, nih titipan dari bapak kemarin sepulang dari rumah kamu saya pulang ke rumah memberikan kabar pada keluarga kata bapak kapan mau mulai belajar mengaji dan menitipkan salam juga ini... -
-terima a buka saja gpp santailah...” jawabnya dengan santai sekali

Aku yang masih kaget kedua kalinya, ternyata Abang langsung mengabari bapaknya yang mempunyai pesantren paling besar di kabupaten ini. Segera aku buka amplop tersebut dan isinya adalah uang yang sangat banyak
bahkan berkali lipat dari kak Sinta kakaknya Toni yang pernah aku terima.

“Bang ini untuk apa banyak sekali...” ucapku dengan gemetar

“ya bukan untuk aa lah, kasih ke Ibu... kata bapak takutnya sedang membutuhkan bapak lagi sakit juga belikan obat atau apa sajalah a...” jawab
Abang dengan tenang sambil mengisap berkali-kali rokok yang berada diantara jari-jarinya tersebut

Aku yang msih kaget untuk kesekian kalinya pagi ini, hanya tersenyum saja, dengan segala kebaikan Abang

“baru saja aku mau bilang kalau bapak sakitnya bukan membaik malah -
- semakin parah dan Ibu membelikanya obat Bang, makanya aku berniat meminta tolong Abang taunya begini...” ucapku sambil menahan malu

“yeh... orang kemari saya ke toko pak Samsul nanyain aa katanya udah pulang padahal mau kasih amplop ini, tau begitu malem saya anterin -
- ke rumah emang kerasa sih, keliatan juga kemarin bapak perlu istirahat itu a...” jawabnya dengan tenang

Segera aku mebakar rokok yang Abang berikan lagi padaku,

“padahal rokok kemarin saja sudah aku jual, kadang lucu juga kalau begini.” Ucapku dalam hati

“a saran aku yah,-
- mending buru deh belajar ke pesantren disana banyak juga temen-temen seumuran aa, bisakan sekolah berangkat dari sana, pulang sekolah bantu bapa Abang ke sawah atau apa saja... enak a disana kasian bapak Abang semenjak Abang memilih jalan seperti ini -
- tidak punya lelaki andalan lagi” ucapnya dengan tenang

“lah tapikan Bang? Aku msih kerja di pak Samsul gimana dong? Aku juga udah pengen mengaji lagi setelah terakhir waktu kecil sama Guru itu bang...” jawabku dengan Bingung

Abang hanya mengaguk berkali-kali dgn tenang nya
tatapanya kosong seperti memikirkan sesuatu.

“kalau hari ini aa di berhentikan oleh pak Samsul? Besoknya minta izin sama Ibu dan Bapak lalu besok saya jemput ke rumah gimana untuk datang ke rumah bapak ke pesantren?” ucapnya

Pagi ini baru pertama kali aku di buat bingung
apalagi dengan omongan Abang barusan, dan aku tidak mengerti maksudnya apa dengan tebak-tebakan yang dia ucapkan

“bagaiamana Abang bisa tau?” tanyaku perlahan

“mau tidak bertaruh hal itu, lagian hal kebaikan untuk aa jugakan?” ucapnya
Aku mengiyahkan sambil tertawa dan Abang juga tertawa sangat kecang, bagaiamana Abang bisa tau hari ini aku akan diberhentikan oleh pak Samsul apalagikan itu belum terjadi sama sekali dan keadaan sedang baik-baik saja.

“bang... boleh tanya... soal toko itu?” ucapku tiba-tiba
sambil meminum kopi yang sudah hangat

“apa a...” jawab Abang

“dulu ada kejadian apa sih bang di toko itu?” tanyaku dengan penasaran

“owhh hahaha, masih ingat salah satu temanku bilang pada aa; di gudang itu banyak setanya?” ucap Abang dengan nada becanda

“masih Bang... -
- tapi jawab serius dong Bang?” ucapku dengan sedikit memohon

“dulu sekali, 10 tahun kebelakang, ada kebakaran di gudang itu, sebelum tokonya sebesar sekarang, korbanya kalau tidak salah saya juga lupa a, intinya ada korban perempuan terbakar didalam ketika kebarakan, -
- ada info itu sengaja oleh keluarga pak Samsul ada yang bilang tumbal dan banyak lagi, toko belum sebesar sekarang yang heranya toko sebelah dulu tidak terbakar... toko terbakar atau membakar korban adalah gosip yang berkembang dulu... makanya jarang banyak yang kuat kerja -
- dibagian belakang, infonya lagi suka diganggu oleh sosok perempuan a...” jawab Abang menjelaskan dengan perlahan

Aku hanya mengannguk dan sesuai dengan kalimat “terbakar” yang kemarin aku dapatkan dari sosok lelaki tua itu aku mengingatnya.

“namunkan a, hidup -
- adalah pilihan-pilihan penuh resiko, bagaimana setan bisa berperan dan meminta mengoda mahluk ciptaanya adalah persetujuan dari sananya pada hidup ini, lagiannya kita berdampingan selalu dengan alam lain, tinggal bagaimana kita bersikap saja” ucap Abang lagi dengan tenang
Aku mengangguk yang setuju karna sebelumnya kalimat yang berisi sama walau beda penjelasn pernah aku dengar dari Guru.

“ayo ke pasar lagi, simpan amplop itu, dan kita buktikan apakah aa hari ini diberhentikan atau tidak hahaha” ucapnya sambil tertawa

“Bang makasih ini, -
- makasih banyak Ibu pasti seneng sekali menerima ini...” ucapku sambil berdiri

“iyah orang bikin seneng orang tua kewajiban kita, saya aja yang gak pernah bikin seneng orang tua a haha” ucapnya merendah sambil tertawa

Aku paham jawaban-jawaban Abang hanya untuk menutupi
rasa tidak enak yang sedang aku alami saja, tidak lama aku dan Abang bergegas kembali menuju pasar. Aku langsung menuju toko, dengan pesan abang sore nanti menunggu di dekat angkutan umum, atau cari ke tempat nongkrongnya, aku hanya mengangguk saja berkali-kali pertanda setuju.
Sampai di Toko perempuan kemarin yang menitipkan pesan, langsung menghampiriku.

“untung sudah datang, cepet temui pak Samsul a...” ucap pegawai perempuan dengan tergesa-gesa

Segera aku masuk kedalam dan sudah berada didalam gudang berjalan cepat, benar saja pak Samsul
dan pekerja yang lainya terlihat sedang mengepel dua ruangan tersebut

“hah bukanya kemarin sudah bersih” ucapku sambil berjalan cepat

“Andi!!! Kenapa ruangan saya jadi penuh darah dimana-mana!” ucap pak Samsul membentak
“tidak tau pak, saya pulang sore dari kemarin sudah bersih, saksi teteh yang bapak titipkan pesan juga tau...” jawabku perlahan

“ikut saya...” ucap pak Samsul dengan muka dan geram sekali

Segera aku mengikutinya masuk kedalam ruangan, dan beberapa pegawai barusan sangat kanget
dengan bentakan pak Samsul kepadaku. Aku yang masih kaget terus berdoa didalam hati dan meminta pertolongan yang maha kuasa atas apa yang benar-benar tidak aku ketahui.

Segera pak Samsul duduk di kursinya dan menyuruhku duduk didepanya
“maaf tadi saya membentak kamu Ndi...” ucapnya

Aku hanya mengangguk perlahan dengan perasaan masih sangat kanget, baru saja aku senang denga pertemuan dengan Abang dengan seketika aku berada dalam posisi seperti ini

“saya tau kamu orang bisa, dari cerita Hj Arif yang kamu -
- sebut paman Haji. Saya minta tolong dan akan membayar berapapun yang kamu mau, agar mengusir semua mahluk gaib di gudang ini... dan kejadian Darah seperti barusan pasti setiap pekerja baru disini selalu terjadi...” ucapnya dengan tegas dan tegang

“saya tidak bisa apa-apa pak-
- mohon maaf...” ucapku perlahan

“saya tidak sedang becanda Ndi, serius kamu minta berapapun saya akan kasih, orang kamu bisa menyembuhkan sodaran Hj Arif masa tidak bisa mengusir mahluk disini hah...” ucap pak Samsul

“pak mohon maaf sekali... kejadian sodaranya paman Haji -
- adalah bukan karna saya tapi pertolongan yang maha pencipta, yang menciptakan segala mahluk yang ada bukan karna saya, saya tidak bisa apa-apa pak... mohon maaf...” ucapku perlahan
“iyah iyah saya tau! Tidak perlu kamu ajarkan juga! Saya jauh lebih paham soal pencipta - pencipta yang kamu bilang! Saya hanya minta tolong kepadamu cukup!” ucapnya dengan nada keras

“kenapa bapak tidak meminta kepada pencipta yang bapak jauh lebih paham? -
- Dan kalau sudah paham kenapa meminta tolong kepada saya?” jawabku perlahan

Seketika ruangan hening dan pak Samsul berdiam langsung dengan jawabanku pelan itu, aku hanya menatap matanya dengan tidak berhenti aku membacakan yang aku bisa didalam hati berkali-kali.
“saya memberikan kamu pekerjaan karna Hj Arif meminta dengan menceritakan kamu sebelumnya, itu alasan saya kemarin memberikan upah yang jauh lebih besar, maaf kalau kamu tidak bisa membantu saya, saya juga tidak bisa membantumu agar tetap kerja disni...” ucapnya dengan tegas,
Aku langsung menjawab tanpa berpikir dua kali.

“lebih baik seperti itu pak, cerita yang bapak tau dari Hj Arif tidak selamanya benar bisa saja salah, lagianya mengusir dan berusan dengan mahluk tersebut bukan kuasa saya, saya tidak punya kuasa atas apapun. Saya manusia -
- sama seperti bapak, bisa saja saya yang salah sehingga bapak berharap lebih ke saya itu dosa buat saya, maafkan saya pak, maafkan ini salah saya.” Ucapku perlahan meminta maaf

Aku yang tidak sadar mengucapkan hal itu begitu saja dengan repleks dan tidak lama pak Samsul keluar
“yasudah saya tidak bisa memberikan pekerjaan kepadamu...” ucapnya sambil berjalan pergi

Aku tidak menjawabnya dan langsung berjalan keluar Toko dengan penuh perasaan berdosa membuat orang berharap padaku, padahal tempatnya mengajukan harapan bukan kepadaku.
Langkah kaki di iringi perasaa bersalah kepada keluarga besar Toni terus aku banyakan, sambil berjalan menemui Abang ke tempat nongkrongnya.

“dalam kebaikan masih saja orang bisa menjadi salah, apalagi dalam kesalahan... tapi dalam kesalahan orang bisa menjadi baik...
sangat adil sekali hidup dengan cara kerjanya yang dibuat sedemikian hebat oleh yang maha itu” ucapku dalam hati
Sampai di tempat nongkrong Abang, Abang langsung mengupaikan lenganya.

“hahaha sini...” ucapnya yang kebetulan sedang berenam dengan anak buahnya itu
Segera aku duduk disebelahnya, dan Abang memberikan kode dari wajahnya agar anak buah nya segera pergi.

“benar kata Abang...” ucapku

“alah saya tau Samsul orangnya gimana a, tapi saya diam saja... taukan sendiri gimana? Ada yang bikin kamu kesal tidak? Kalau ada biar -
- anak-anak nyikat saja si Samsul hah?!” ucap Abang dengan kesal

“tidak Bang, baik-baik kok barusan malahan aku yang salah, bikin orang berharap padaku...” ucapku perlahan, sambil membakar rokok pemberian dari Abang pagi tadi,
Padahal kalau aku ceritakan dengan lengkap
kepada Abang bisa jadi benar-benar terjadi pak Samsul di sikat oleh anak-anak Abang, tapi aku menutupi yang terjadi mau bagaiamanapun pak Samsul orang baik, hanya keadaan mungkin menjadikanya tidak baik. Dan aku yang mengakui kesalahan itu adalah salahku,
walau aku sudah tau tentang toko itu dengan segala kesimpulan untuk diriku sendiri saja, aku jadikan sebagai pengalaman.

Siang ini sampai waktu sekolah kira-kira selsai aku menghabiskan waktu dengan Abang, malah Abang tetap memaksaku bercerita takutnya ada omongan pak Samsul
yang membuatku tidak enak

“asal aa tau anak-anak saya semua tau kalau aa itu adik saya, ada aja omomgan Samsul yang menyulut anak-anak marah, bisa kejadian lagi saya bakar ulang tokonya...” ucap Abang dengan emosi

“sudah ah Bang... mending kita siapkan rencana besok -
- aku sudah bulat besok pesantren, datang ke rumah bapak Abang...” ucapku

Abang yang keliatan masih emosi hanya mengelus kepalaku saja berkali-kali

“tidak salah memang kamu a, huhhh...” ucapnya aneh

Aku yang tidak mengerti ucapan Abang hanya diam saja, karna waktu makin siang
dan pulang sekolah sudah waktunya, segera aku pamit dan janjian besok siang Abang akan menjemput ke rumahku.

“kebaikan silih berganti datang...” ucapku dalam hati sambil menaiki angkutan umum menuju kepulanganku ke rumah
Sampai di rumah aku ceritakan semuanya kebaikan Abang
kepada Ibu, disamping Bapak yang masih terbaring sakit di hari keduanya. Bahkan Ibu sangat senang sekali menerima pemberian Abang, yang masih banyak keherenan dari Ibu atas kebaikan Abang. Disamping bapak kemudian aku meminta izin untuk pesanten di bapaknya Abang,
yang memiliki pesantren paling ternama di kabupaten ini untuk kembali belajar mengaji sambil bersekolah.

“insallah Ndi kalau bapak sehat, bapa bisa kirim biaya nantinya. Bapak seneng kamu ada niatan belajar mengaji lagi...” ucap Bapak dengan perlahan karna sedang sakit
Ibu juga senang sekali bahkan ibu menyarankan aku untuk berangkat dari sana saja dan diam menetap, biar tidak abis ongkos. Biar itunganya sama dengan dari rumah berangkat ke sekolah, hanya berlawanan jalur saja dari sebelumnya.
Aku yang sangat senang, langsung membereskan baju-baju dan perlengkapan lainya juga tidak lupa, bacaan yang dulu pernah Guru berikan padaku aku bawa juga. Apalagi Ibu memberikan setengahnya dari isi amplop yang Abang berikan padaku, untuk nantinya dibayarkan sekolah
dan untuk bekal dari pesantren ke sekolah juga.
Benar kata guru “jika waktunya sudah tiba, apapun jatah yang ada dalam hidup untuk kita, bakalan datang waktu itu dengan sendirinya” aku yang semenjak 7 tahun yang lalu behenti mengaji
dari guru, akhirnya jalan kehidupan dengan sendirinya membawa aku pada titik setelah semua kejadian terlewati silih berganti memberikan makna dengan segala keanehanya berhenti disni, untuk kembali belajar mengaji.

***
Hari ini aku sudah siap dengan dua tas besar yang aku siapkan isinya salin dan segala perlengkapan lainya yang aku butuhkan, benar saja suara motor Abang sudah behenti didepan rumah dan lansgung turun meminta izin kepada Ibu dan Bapak.
Bahkan sebaliknya Ibu dan Bapak menitipkanku pada Abang.

“palingan nanti Andi pulang satu minggu sekali bu...” ucap Abang

“iyah tidak apa-apa niatnya belajar alhamdulillha ibu sangat senang” jawab Ibu

Dan segera aku meninggalkan rumah, untuk menjalani kehidupan diluaran
yang lebih luas dari sebelumnya sempit. Dengan segala kejadian yang menjadikan aku “cepat” dalam arti luas dari anak-anak seumuranku saat ini, apalagi tahun 90-an memiliki kesan tersendiri dari segala kejadian yang terjadi di negara ini.
Sepanjang perjalanan, setelah melewati sekolahan, rumah Toni, dan pasar akhirnya sampai didepan gerbang rumah orang tua Abang dan sebelahnya adalah Masjid besar yang dibelakangnya terdapat pesantren yang sama besarnya.

“ke sekolah sama a, dari sini sekali naik angkot, -
- bayaranya sama kaya aa dari rumah jadi aman tinggal jalan kedepan jalan barusan udah aman” ucap Abang menjelaskan sambil turun dari motornya di parkiran rumah

Siang sekali sebelum waktu ibadah dzhur, kebetulan pak Haji bapaknya Abang sedang berada di rumah
dan langsung berjumpa denganku juga Abang, sambutanya sangat baik sekali dan pesantren disni memang tidak memungut iuran tetap sebiasanya saja untuk biaya pengembangan dll, pak Haji bahkan sangat-sangat senang dengan kemauanku belajar mengaji kembali.
Pak Haji sosok yang hangat sama dengan Guru sebelumnya, apalagi aku yakin Abang sudah bercerita banyak tentangku.
Langsung hari ini aku dikenalkan kepada “Akang” salah satu pengurus di pesanteren ini dan membawaku keliling pesantren, sama baiknya dengan Abang dan pak Haji.
Sontak teman-temanku bertambah hari ini dan sangat-sangat baik karna banyak juga seumuran denganku dan lebih banyak lagi dibawah umurku saat ini.

“ini kamar nak Andi, dibawah sana tempat mengaji. Nanti ikutin dulu saja yah insallah bisa dan cepat menyesuaikan” ucap Akang
Aku hanya mengangguk setelah mendapatakn kamar juga, setelah kembali ke pak Haji, Abang ternyata sudah berangkat.

“Ndi... setelah waktu mengaji malam nanti datang ke samping rumah yah” ucap pak Haji

Dan aku hanya menunduk saja tanda aku setuju dengan tawaran bapaknya Abang ini
Setelah berjamaah pertama di pesantren ini, aku mendapatkan ketenangan baru, harapan baru dan siap menimba ilmu baru. Apalagi belajar memang sudah menjadi tugasku.

“berjalan dengan sendirinya” ucapku dalam hati

Malam pertama di pesantren bab mengajiku mengikuti yang lainya
yang sudah disesuaikan dan aku belajar kembali pertama adalah mengingat dulu yang pernah diajarkan oleh Guru dan benar saja “tidak akan pernah ada ilmu yang sia-sia, semuanya pasti berguna di waktu yang tepat”

Selsai mengaji segera aku diantar Akang untuk menemui pak Haji
disebelah rumahnya yang berhadapan dengan kolam ikan yang besar juga indah.

“nah disni Ndi...” ucap pak Haji sambil mengajaku duduk bersila

Segera aku mengikuti duduk dengan pak Haji, dan Akang segera kembali pergi karna mengurus urusan lain, tidak lama aku berkenalan juga
dengan Ibunya Abang, yang usianya hampir sama dengan pak Haji. Aku terlibat obrolan sangat tenang, apalagi cerita kakekku aku mendengarnya lengkap dari pak Haji yang membuat aku merinding akan ternyata dekat dengan pak Haji waktu kecil dan dekat sekali dengan kakeknya Abang.
Setelah Ibu Hj pergi kedalem aku berdua mengobrolan sosok Guru dengan pak Haji dan ternyata jauh diluar dugaanku sangat dekat juga, karna itulah alasan pak Haji sangat senang dengan maunya aku menimba ilmu disni.
“yang paling sulit menjaga ini a...” ucap pak Haji menunjuk ke mulut

Aku hanya mengangguk berkali-kali saja dengan menyimpan baik apa yang di ajarkan pak Haji

Suasana seperti ini layakanya terulang suasana 7 tahun kebelakang dengan Guru, benar kata Guru dulu “bakalan ada
lagi orang-orang baik, selama kita yakin melakukan kebaikan karna ikhlas” dan sekarang aku sedang membuktikan apa yang sedang aku jalani sekarang
Malam ini berakhir dengan peraturan tetap sama setelah mengaji aku harus menemui pak Haji, karna banyak yang ingin pak Haji sampaikan, dan aku bersykur agar nikmat semakin bertambah.

***
Setelah hampir 1 bulan di pesantren dan baru 2 kali pulang ke rumah, ibu sangat senang dengan apa yang aku ceritakan padanya, apalagi kondisi Bapak yang semakin membaik.

“bapak berangsur-angsur sembuh, mungkin hatinya senang anak lelaki satu-satunya yang bisa bikin bapak senang”
ucap Ibu, waktu aku pulang kedua kalinya saat itu

Sekolah berjalan normal, apalagi setelah aku menyampaikan rasa maafku pada Toni, atas pekerjaan yang diberikan paman Haji dan aku mengecewakanya walau aku tidak memberikan alasan pada Toni, setelah Toni bicarakan
dengan paman Haji malah pak Samsul yang menyalahkan aku tidak mau membantunya tapi aku terima saja, memang kesalahan ada di aku, walau paman haji dan keluarga besar Toni tidak menyalahkan malahan berterimakasih atas kesembuhan Ibunya.

Hari-hari selanjutnya di hari libur
aku membantu Akang mengurus sawah atas suruhan dari pak Hj dan mendaptakan penghasilan yang nantinya bisa di kirim untuk kebutuhan Ibu, Bapak juga adik-adik di rumah, apalagi sebelumnya aku juga sering membantu Bapak di rumah jadi bukan pekerjaan yang sangat sulit bagiku.
Hari berganti, bulan berganti segalanya berubah menjadi mudah. Keseimbangan antara pendidikan yang aku butuhkan dan mengaji yang kembali aku dapatkan adalah hal yang jauh diluar pikiranku sebelumnya. “dibalik setiap kesulitan-kesulitan munculan kemudahan-kemudahan”
Sudah hampir 6 bukan akhir tahun 1990-an setelah semuanya berjalan baik-baik saja dan aku terus berkembang apalagi aku sudah naik kelas dengan secukupnya tinggal satu tahun lagi menyelsaikan masa sekolahku, datang kabar yang membuat aku merasa terpukul.
Hari itu setelah aku selsai mengaji, baru saja berjalan menuju rumah pak Haji, tiba-tiba bu Haji menyapaku.

“a didepan ada Ibu dan Bapak, kedepan buruan... baru saja Akang mau nyari aa kedalem...” ucap Bu haji

Aku yang kaget dan tidak enak hati, apalagi 1 minggu yang lalu
baru saja memimpikan aku bercanda dengan Guru dan tumbenya tidak ada sepatah pesanpun yang aku dapatkan dalam mimpi itu, lebih bersenang-senang saja memancing dengan segala keusilan Guru yang tidak biasanya.

Sambil berjalan menemui Ibu dan Bapak kedepan benar-benar perasaan
tidak enak yang sudah lama tidak aku rasakan kembali hadir tanpa alasan. Aku melihat Ibu dengan matanya yang sembah. Setelah mengucapkan salam, aku langsung duduk diantara Ibu dan bapak.
“Bu biar saya yang bicara...” ucap pak Haji dengan perlahan
Ibu hanya menganguk begitu juga dengan Bapak, aku yang semakin tidak enak perasaan semakin penasaran.

“Ndi, Guru berpulang hari ini, di kebumikan sore... bersedih secukupnya, doakan sebanyak-banyaknya yah” ucap pak Haji
dengan tenang

Aku yang mendengar langsung seperti disambar petir malam ini walau tanpa hujan, perlahan air mataku turun dengan sendirnya. Tangan Ibu langsung memeluku dan bapak mengusap-usap punggungku dengan perlahan.

“baik...” ucapku dengan lemah mencoba kuat,
walau kenyataanya aku lemah

“amalkan ilmunya, doakan cukup. Kita dengan kematian wujud dengan bayang, waktunya tiba giliran kita” ucap pak Haji dengan tenang

Malam ini adalah malam yang tidak biasanya memberika gelapnya, malam ini memberikan gelap dengan rasa yang tidak bisa
aku katakan, bercampur semuanya menjadi satu. Satu dalam rasa yang benar-benar entah apa namanya mungkin tidak bernama sekalipun.

Setelah itu Ibu pamit dengan Bapak dan terus menguatkan sampai akhirnya pak Haji yang menjamin kalau aku akan baik-baik saja, karna Akang baru saja
berjalan untuk memberi tau Ahamad alias Abang.

Tidak lama kepulangan Ibu dan Bapak, aku duduk disebelah rumah pak Haji sepeti biasanya dengan rasa yang tidak biasa. Datang ke kampung halaman guru berada di jauh sana jelas tidak mungkin apalagi dikebumikan dengan cepat.
“ada hal dari pesan Guru yang berkesan pak Haji...” ucapku dengan sendirinya

“apa itu pasti sangat berkesan...” tanya pak Haji

“bersembunyi dalam terang...” ucapku meneteskan air mata
Pak Haji yang aku yakini sangat paham dengan apa yang aku katakan langsung memeluku
dengan hangat dan mengusap-usap badanku yang lemah, dan tidak lama Abang datang dengan Akang yang langsung meninggalkanku dengan Abang.

“sudah kita lemah akan menjadi lemah, kita kuat juga akan menjadi lemah, tidak ada yang siap dengan kematian, -
- tapi kematian selalu siap datang kepada kita, kelak waktunya tiba” ucap Abang sambil menepakku

“iyah Bang...” ucapku menahan rasa kehilangan yang dalam

Malam ini Abang menjadi pendengar yang baik atas cerita-ceritaku dengan Guru,
setidaknya di orang yang tepat bercerita akan menjadi obat yang tiada tara. Abang menyarankan jika waktunya tiba berpenampilanlah seadaanya, karna menurutnya akan datang satu waktu orang-orang akan percaya kepada apa yang kita pakai saja,
itu salah satu cara yang abang sarankan untukku agar bisa bersembunyi dalam terang.

Apalagi yang ditakutkan kata Abang adalah percayanya manusia pada manusia bukan kepada tuhanya lagi, sembunyikan dan Abang sambil menunjuk bagian dadaku “tanya ini” tepat diarah hatiku sendiri.
Setelah kepergian Guru selamanya itu, aku lebih dalam lagi mempelajari kitab-kitab yang pernah guru berikan, dibantu Akang dan Pak Haji juga Abang, sampai pada suatu hari ada tukang cukur langanan pak Haji datang ke rumahnya bernama pak Didi dengan umurnya sama dengan pak Haji.
Aku yang baru saja di akhir masa sekolah membereskan ujian agar lulus ketika pulang disuruh di pangkas rambutku oleh pak Haji karna sekalian oleh pak Didi, mulai ada rasa ketertarikan mencukur dan akhirnya pak Didi tukang cukur sangat senior memberikan ilmunya di hari itu juga,
dan untungnya ilmu-ilmu memangkas aku praktikan kepada santri-santri lelaki dan dengan senang hati aku praktikan tanpa harus membayar, menjadi aktivitasku diakhir tahun masa sekolah menengah kejuruan.
Bahkan Toni dan teman-teman sekolah tidak lepas dari bahan belajarku memangkas rambut sampai akhirnya aku benar-benar mahir dan belajar sangat cepat karna merapihkan bagian kepala orang bagiku adalah sebuah kepercayaan yang tidak main-main
karna menyimpan harapan untuk penampilan yang sesuai harapan.

Waktu berjalan dengan cepat setelah kehilangan yang mendalam muncullah harapan-harapan besar yang pernah menjadi cita-cita dari orang-orang yang menyayangiku, bahkan beberapa kali aku di suruh pak Haji
untuk mengobati penyakit lain diluar medis yang berkaitan dengan mahluk dari alam lain, hal itulah yang menjadi aktivitasku selanjutnya. Karna umur semakin dewasa akhirnya aku di jodohkan oleh pak Haji dengan salah satu anak perempuan teman pak Haji
dan setelah 3 tahun keluar sekolah aku menikah dengan perempuan yang segala keindahanya tidak bisa aku jelaskan.

Sampai pada aku berpindah tempat sedikit demi sedikit membangun rumah atas pemberian orang tua istriku yang benar-benar sangat baik,
apalagi Abang tetap memberikan dukungan besar dalam perjalanan hidupku, dan Abang yang belum juga menikah tetap memilih jalanya mengahabiskan waktunya dalam pilihan yang sudah dia pilih sendiri.

Sampai tahun dimana tepat satu tahun pernikahan Abang sakit parah,
dalam waktu 3 bulan aku puas mengurusnya bahkan waktu dimana hembusan nafas terakhirnya ada didekatku, dan aku benar-benar sangat kehilangan Abang karna kesan yang waktu berikan sangat dalam bagiku dan Abang,
dan untuk kedua kalinya diakhir perjalananku aku telah kehilangan dua sosok berharga dalam perjalananku.

Indahnya Abang dikebumikan pada hari jumaat sama dengan Guru, Abang yang berlatar belakang preman pasar, membuktikan pilihannya sendiri dan betanggung jawab akan kebaikan
yang dia lakukan walau dalam topeng ketidakbaikan. Aku yang meneganalnya lama adalah aku yang belajar darinya segala hal, apalagi baginya kebaikan akan tetap menjadi kebaikan di hari akhir pencatatan amal di kehidupan kedua nantinya yang abadi.
Setelah itu, perjalananku di tahun 2000-an adalah perjalanan yang berusaha menjadi kuat setelah amanah-amanah yang orang mencintaiku menitipkan banyak pesan berharga yang aku syukuri, bisa berkenan hidup dan menjadi saksi akan semua pelajaran yang aku dapatkan.
Bersembunyi dalam terang sampai saat ini tetap aku lakukan, niatku hanya menolong dengan apa yang sudah menjadi titipan dari semuanya terutama maha pencipta, bersembunyi dalam terang adalah perjalanan mistik yang menurutku luar biasa karna musuh yang aku lawan adalah diri sendiri
dan bagiku segala yang telah terjadi adalah dari jawaban yang waktu berikan dengan cara kerjanya, atas kuasanya yang maha apapun dalam setiap keanehan dan segala titipan kelebihan yang aku dapatkan, adalah kemungkinan yang menjadi mungkin.

-TAMAT-
---------
Terimakasih yang sudah membaca bagian 1 dan bagian 2 ini sampai selsai, cerita ini tidak ada niat apapun hanya berbagi dibalik sebuah perjalanan kehidupan seseorang yaitu Andi (nama samaran) kiranya banyak kata atau cerita diluar nalar,
mohon maaf tugas saya hanya menyampaikan apa yang perlu disampaikan dalam sebuah cerita.

Kepada aa-aa dan kakak-kakak terimakasih banyak, dan mohon maaf jika ceritanya baru selsai juga waktu up yang lama itu kebiasaan jelek saya yang mohon untuk di maklumi.
Terimakasih selalu support saya di DM atau di Reply yang tidak sempat saya balas, tapi saya selalu baca. Salam!
Saya baru saja punya akun youtube kiranya sudi mohon dibantu Subscribe. Klik link dibawah ini! videonya menyusul, dan bagikan cerita ini jika memang pantas untuk dibagikan kepada siapa saja.

youtube.com/channel/UCHfAC…
“perjalanan tetaplah perjalanan sekalipun mistik, makna tidak akan pernah menghianati cerita.”

Sampai berjumpa dicerita selanjutnya! Salam!

----------
Jangan lupa follow @qwertyping

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor
#bacahorror #bacahorror #ceritahoror #ceritahorror

Typing to give you horror(t)hread! Beware! They can be around you when you’re reading the story! Love you and enjoy.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Apr 4
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 3 - Juru Keramat ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian


Par 2 – Tapak Sasar

Read 129 tweets
Mar 25
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 2 - Tapak Sasar ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian
[Info]

Download semua cerita horror dalam bentuk eBook, sambil memberikan support dan dukungan bisa langsung klik tautan KaryaKarsa. Kita tunggu yah, kunjungan teman-teman sangat berarti.
karyakarsa.com/qwertyping
Read 168 tweets
Mar 14
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung..

[ Part 1 - Janur Kematian ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Karena tidak semua luka akan berjumpa dengan sembuh. Maka selamat memasuki pagelaran sarebu lelembut, nikmati pagelaran yang akan segera berlangsung.
PROLOG

Alam hiburan mencuatkan nama yang tersohor masyhur dari balik hinggar binggar dan sorak riuh ketika sebuah pagelaran ronggeng berlangsung. Perempuan dengan usia yang tidak muda lagi itu tidak berbanding dengan kecantikan dan liuk tubuhnya
Read 175 tweets
Feb 24
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 7 Tamat]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat mengakhiri Series Kampung Jabang Mayit. Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 19
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 6]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Ritual atas nama kutukan itu kembali dibangkitkan. Tidak lagi menunggu dengan sabar. Amarah dan dendam telah benar-benar tiba.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah.

Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 179 tweets
Feb 8
KAMPUNG JABANG MAYIT 3

Sudah tidak terhitung, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk persembahan ritual.

“A THREAD”

[Part 5]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Penebusan bernama tumbal itu tak bisa lagi dihindari, jabang bayi yang mati bukan tanpa alasan, namun ada yang menghendaki.
Untuk yang belum baca part sebelumnya, bisa langsung klik tautan dibawah agar mempermudah. Bantu tinggalkan REPOST, QOUTE dan LIKE pada thread agar yang lain ikut membaca juga cerita ini yah..
Read 182 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(