Abdullah ibn Mas’ud dan Bersedakah Untuk Suami Yang Faqir
Ibnu Mas’ud termasuk salah satu sahabat, dari sekian banyak sahabat yang mengumpulkan al Qur'an langsung dari "lisan" Rasulullah ﷺ
Imam Bukhari meriwayatkan atsar bahwa Ibnu Mas’ud bersumpah : "Demi Allah Yang tidak ada Ilah selain-Nya. Tidaklah satu surat pun yg diturunkan dari Kitabullah, kecuali saya mengetahui, di mana surat itu diturunkan.
Dan tidak ada satu ayat pun dari Kitabullah kecuali mengetahui, kepada siapa ayat itu diturunkan. Sekiranya aku tahu, ada orang yang lebih mengetahui tentang Kitabullah dan tempatnya bisa ditempuh oleh Unta, maka niscaya aku akan berangkat menemuinya."
Ia mengetahui Al Qur'an dan waktu turunnya. Rasulullah ﷺ memujinya dan menganjurkan para sahabat lain untuk belajar dan menghafal al Qur'an kepadanya. Sabda Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya :
“Ambillah Al Qur'an itu dari empat orang. Yaitu dari Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz bin Jabal dan Ubay bin Ka'ab.”
(Hr Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad).
Maka beramai-ramai orang mengambil pelajaran al Qur'an darinya, mengamalkannya, membaca, menghapal, serta Ibnu Mas’ud menjelaskan dan memperingatkan kepada mereka masalah yang penting jika terdapat kekeliruan dalam membaca Al Qur'an. Petuah Nabi ﷺ kepada sahabatnya :
“Barang siapa yg ingin membaca al Qur'an yg baik seperti pertama kali turun, maka bacalah seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud.”
(Hr Ibnu Majah, Ahmad)
Secara fisik, sahabat Ibnu Mas’ud berpotensi menjadi ejekan bahkan menjadi bahan tawaan orang lain, karena ia tubuhnya berpostur kecil dan kurus.
Ali bin Abi Thalib ra berkata: Rasulullah ﷺ memerintahkan Ibnu Mas’ud agar mengambil ranting pohon (untuk siwak).
Ketika memanjat pohon itu, para sahabat melihat betis Abdullah bin Mas’ud sangat kecil dan kurus, sehingga sahabat pun tertawa.
Sehingga Rasulullah ﷺ bersabda : "Apa yg kalian tertawakan? Sungguh kaki Abdullah bin Mas’ud jauh lebih berat dalam timbangan hari Kiamat daripada Gunung Uhud".
(Hr Ahmad).
Secara ekonomi, Abdullah bin Mas’ud adalah seorang yang miskin dan mengalami kesusahan hidup, sehingga ia merasa orang yang paling berhak untuk mendapatkan sedekah dari istrinya daripada orang lain.
Adalah Zainab Ats Tsaqafiyah ra seorang wanita bangsawan yang kaya, yang berasal dari kabilah Bani Tsaqif di Thaif. Ia menikah dengan Abdullah bin Mas'ud, seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang tadinya hanyalah seorang buruh penggembala kambing.
Tetapi Islam telah memuliakannya dengan kemampuannya di dalam Al Qur'an, bahkan Nabi ﷺ memuji bacaannya, tepat seperti ketika Al Qur'an diturunkan. Tentu saja Ibnu Mas’ud hanyalah dari kalangan biasa dan miskin, bahkan kondisi fisiknya ada kekurangan seperti "diatas".
Walau dengan ‘derajat’ duniawiah yang begitu jauh berbeda, Zainab bersedia dinikahi Ibnu Mas’ud, karena ia menyadari kekayaan dan kebangsawanannya belum tentu bisa menjamin keselamatannya di akhirat kelak.
Tetapi dengan menjadi istri dan pendamping seorang sahabat yang begitu dimuliakan Rasulullah ﷺ, ia yakin akan memperoleh "jalur yang tepat" masuk surga, asal dengan ikhlas mengabdi pada suaminya tersebut.
Suatu ketika Zainab mendengar Rasulullah ﷺ bersabda : "Wahai kaum wanita, bersedekahlah kamu sekalian, walaupun harus dengan perhiasanmu."
Ketika tiba di rumah dan bertemu dengan suaminya, Abdullah bin Mas'ud, ia menceritakan sabda Nabi tersebut dan berkata:
"Sesungguhnya engkau adalah orang yang tidak mampu, tolong datang dan tanyakan kepada Nabi ﷺ, apa boleh aku bersedekah kepadamu, jika tidak boleh, aku akan memberikannya kepada orang lain..".
Tetapi Ibnu Mas'ud merasa tidak enak dan malu menanyakan hal tersebut kepada Nabi ﷺ, karena ia dalam posisi "berhak tidaknya" menerima sedekah dari istrinya sendiri. Apalagi ia mempunyai kedekatan khusus dengan beliau ﷺ.
Karena itu ia berkata kepada istrinya, "Kamu sendiri saja yang datang kepada beliau dan menanyakannya."
Dengan perintah serta ijin suaminya tersebut, Zainab datang ke rumah Nabi ﷺ.
ternyata di sana telah ada seorang wanita Anshar menunggu Nabi ﷺ hadir/datang untuk menanyakan hal yang sama dengan dirinya.
Keluarlah Bilal untuk menemui kami.
Kamipun berkata kepada Bilal, ’’Temuilah Rasulullah ﷺ dan kabarkanlah beliau kalau ada dua orang wanita yg berada di depan pintu beliau yg akan bertanya apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yg diasuh keduanya?
Dan jangan kamu jelaskan siapa kami ini.’’
Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah, beliau ﷺ bertanya : ‘’Siapakah dua wanita itu?
Bilal menjawab : " Seorang wanita Anshar dan Zainab".
’Zainab yang mana?’’ Tanya Rasulullah.
Ia menjawab : "Istri Abdullah.’’
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda :
"Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.”
(Hr Bukhari, Muslim).
Hadis di atas memberikan pelajaran penting kepada kita, boleh hukumnya seorang istri bersedekah kepada suami terutama bila suaminya belum bekerja atau memiliki penghasilan yang sedikit dari istrinya.
Bahkan, seorang istri diperbolehkan mengeluarkan zakat wajibnya kepada suaminya yang fakir atau miskin atau termasuk dalam kriteria orang yang berhak mendapatkan zakat. "Itu karena seorang istri tidak memiliki kewajiban menafkahi suaminya".
Bersedekah kepada suami merupakan bagian penting yg harus diperhatikan oleh seorang istri. Sedekah yg dikeluarkan oleh istri kepada suaminya tdk hanya akan menumbuhkan jalinan yg harmonis dgn Allah juga menjadi sebab terjalinnya hubungan yg mesra dgn suami dan anggota keluarganya
Selain itu, ketika seorang istri bersedekah kepada suaminya sesungguhnya ia telah merealisasikan hikmah dan tujuan dari pernikahan yang membuat tali ikatan pernikahan semakin kuat dan kokoh.
Di antara tujuan dan hikmah pernikahan adalah mengatur hubungan laki-laki dengan wanita berdasarkan asas pertukaran hak, saling menolong dan saling kerja sama yang produktif dalam suasana cinta kasih dan perasaan saling menghormati.
Oleh karena itu, bila seorang istri hendak bersedekah "perhatikan" dulu suaminya apakah ia layak disedekahi atau tidak sebelum bersedekah kepada orang lain. Karena bersedekah kepada suami yang fakir harus diutamakan sebelum bersedekah kepada yang lainnya.
Dalam praktiknya, sedekah kepada suami yang belum memiliki penghasilan atau berpenghasilan rendah tidak hanya dengan materi. "Memotivasi" suami agar bersemangat mencari nafkah untuk keluarga merupakan bagian dari sedekah juga yang layak diperhatikan dan dilakukan seorang istri.
Zainab beserta wanita Anshar tersebut sangat gembira. "Ijtihad" mereka tentang shadaqah ternyata dibenarkan beliau, bahkan memperoleh pahala berlipat.
إن المصدقين والْمصدقات وأقْرضوا الله قرضا حسنا يضاعف لهم ولهم أَجر كريم
“Sesungguhnya orang-orang yg bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yg baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yg banyak.”
(Qs. Al Hadid 18)
Pesan; Bagi perempuan yg sudah bersuami, jk dlm hal ekonomi suami lebih rendah jgn di marah-marahin ya
Dan bagi lelaki yg sudah beristri, yg belum punya kerjaan segera mencari pekerjaan yg halal.
Insya Allah, Allah mudahkan segala urusan jika niat kita baik
Semoga bermanfaat🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Suatu ketika seorang Santri baru, yang masih lugu sedang mengikuti pengajian kitab Fathul Izar.
Setelah pengajian selesai ia pun bertanya mengenai hal-hal yang belum pernah ia dengar sebelumnya.
👦: Pak Ustadz JIMA' itu artinya apa?
👳: JIMA' itu ya, MENAIKI
👦: Kalo DZAKAR ?
👳: DZAKAR itu, ya BURUNG
👦: Kalau FARJI apa Pak Ust..?
👳: FARJI itu, artinya TAHU
👦: Kalo INZAL pak, apa artinya?
👳: INZAL itu KELUAR
👦: Kalo ANAH?
👳: emm.. 'ANAH itu RUMPUT udah ya 😓
👦: satu lagi pak Ustad HASYAFAH apa artinya?
👳: oh HASYAFAH itu artinya HELM 😁
Dari sekian banyak kelebihan Sayidina usman, apa yang paling dikenang para sahabat Nabi dan para Ahlillah tentang Sayyidina usman? Jawabanya adalah kecintaannya pada Alquran dan khidmahnya pada Alquran
Ikatan Sayyidina Usman dengan Alquran itu spesial. Mungkin ikatannya bisa disamakan dengan ikatan Sayidina Ali dengan ruh tasawuf, Sayidina Umar dengan ruh syariat, dan Sayyidina Abu Bakar dengan hakikat muhammadiyah.
Beliau lah yang menjadi salah satu penulis mushaf saat wahyu diturunkan, betapa sering Sayyidina Muhammad SAW berkata padanya saat wahyu turun "tulislah wahai usaimu(panggilan sayang Nabi SAW padanya)"
Habib Umar Bin Hafidz Bin Syeikh Abubakar Bin Salim meriwayatkan bahwa Habib Ali Ibn Hassan Al Attas berkata :
Ada 3 macam wirid yg tdk pernah berpisah dgn para auliya' wa sholihin, krn manfaatnya yg sangat besar dalam hidup, baik didunia maupun akhirat yaitu:
1. Membaca 100x sebelum sholat subuh:
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم أستغفرالله
Ini dikenal dengan sebutan:
ISTIGHFAR PARA MALAIKAT.
2. Membaca 100x sesudah sholat dhuhur:
لاإله إلا الله الملك الحق المبين
(Lâ ilâha illallôh. Al Malikul haqqul mubin)
Rasulullah SAW bersabda:
'Siapa yang membaca kalimat ini, akan selamat (dijauhkan) dari kemiskinan dan akan menenangkan serta menyenangkan di alam kubur dari rasa kesepian."
3. Dan membaca sebelum tidur :
سبحان الله 33x
الحمدلله 33x
الله اكبر 34x
Kisah Sa'ad Bin Mu'adz yang Mengguncang 'Arsy Jenazahnya Diantar 70.000 Malaikat
Sa'ad bin Mu'adz ra adalah sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang juga pemimpin Bani Aus di Madinah. Sa'ad memeluk Islam ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah pada 1 Hijriyah (622 M).
Beliau adalah sahabat Anshar yang memiliki karamah luar biasa.
Sa'ad bin Abi Waqash RA menceritakan bahwa ketika Sa'ad bin Mu'adz wafat setelah perang Khandaq, Rasulullah ﷺ tergesa-gesa keluar, sampai memutuskan tali sandal seseorang dan tidak membetulkannya,
tidak melilitkan kembali selendangnya yang terurai, dan tidak menyapa seorang pun. Orang-orang bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau mengabaikan kami?" Beliau ﷺ menjawab: "Aku khawatir Malaikat mendahului kita untuk memandikan jenazah Sa'ad bin Mu'adz,
Urwah bin Zubair putra dari Zubair bin Awwam ra.
Zubair bin Awwam adalah pembela Rasulullah ﷺ dan
termasuk satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira akan masuk jannah.
Urwah bin Zubair ini saudara Abdullah bin Zubair
Urwah tidak seberuntung kakaknya yang sempat melihat Nabi ﷺ, karena selisih umurnya sekitar 20 tahun, sehingga beliau tidak berkesempatan bertemu dengan Nabi ﷺ.
Yang paling membanggakan,
Allah ﷻ menakdirkan ia lahir dari rahim seorang shahabiah ternama, Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang digelari Dzatun Nithaqain.
Urwah kecil dibesarkan dalam nuansa yang sarat dengan nilai-nilai ketakwaan, keilmuan, dan akhlak yang mulia.