Al-Hujurat ayat 3 merupakan "jalan tol" untuk mendpatkan karunia hati yg takwa langsung dr sisi Allah Swt. Bagai ilmu wiratsah, diwariskan, atau hilmun, dzauq/rohani. Jk hati tlh dicetak takwa langsung olehNya, betapa enak dan mulusnya ia.
Ada syaratnya:
"merendahkan/merundukkan suaranya di hadapan Kanjeng Rasul Saw".
Dl, asbab nuzul ayat ini terkait sahabat Tsabit bin Qais. Kini, buat kita, cara "merendahkan suara" ilustrasikan dgn "jatuh cinta".
Kpd orang yg kau cintai, pastilah kau akan mendengarkannya, menerimanya, merelakan, mengutamakan, memghormatinya. Bahkan jikapun ada hal² padanya yg "kurang ayem" di hatimu.
Tdk pantas kau bilang cinta tp menyangkal dan menolaknya.
Mencintai Kanjeng Nabi Saw sepadan dgn semata mengutamakan, menerima, mendengarkan, melayaninya (dst): inilah makna dr "merendahkan suaranya di hadpan Kanjeng Nabi Saw". Scr balaghah, ia berbentuk "penyingkatan" dgn cakupan makna luasnya.
Jika itu kita kerucutkan sbg patuh kepada Kanjeng Rasul Saw, itu artinya bersikap semata "Enggih, sami'na wa atha'na, duhai Kanjeng Rasul Saw."
Tentu saja musykil kita bs ngelakoni smua pitutur, piwulang, dan teladang beliau Saw. Sbb mmang mustahil ada yg bs menyejajari beliau.
Jgnkan aku, wong Sayyidina Ali bin Abi Thalib saja dlm hikayat mimpi Syekh Abdul Qadir al-Jailani qaddashuLlah dituturkan meludahi mulut beliau 6x, di bawah ludahan Kanjeng Nabi Saw sebanyak 7x.
Wajar saja sesungguhnya bila tak semua sunnah ajaran beliau Saw bs kita tirun.
Yg pokok ialah jangan menyangkal, meremehkan, apalagi meledek kpd seluruh apa pun yg datang dr Kanjeng Nabi Saw. Dlm istilah yg sering kusebutkan "jangan sekali² meng-HANYA-kan dawuh beliau Saw, ssederhana apa pun itu kini".
Itulah makna "merendahkan suara di hadapan beliau Saw"
Kanjeng Nabi Saw dawuh ke Sayyidina Abu Bakar agar anak gadisnya, sayyidah Asma', jgn lg berpakaian tipis, terbuka, ya enggihi aja. Nda usah lalu diteorii macem², khawatir di hati ada desir penyangkalan atau perendahan pd dawuh beliau Saw.
Kanjeng Nabi Saw senang siwak, enggihi aja. Walaupun kini kita tak gemar menggunakannya.
Kanjeng Nabi Saw gemar pakaian putih, ya enggihi aja, walaupun kita jg suka pakaian item dst.
Kanjeng Nabi Saw gemar shalat malam dgn lama, enggihi aja. Walaupun kita shalatnya hanya dikit atau blum.
Kanjeng Nabi Saw dawuh menikah adlh sunnahnya, enggihi saja, walaupun krn hal² khusus kamu blm melaksanakannya, ya nda papa.
Dst dst. Apa pun itu, skli lagi, apa pun itu, bila datang dr Kanjeng Nabi Saw, sikap hati pertama dan utama kita ialah "Enggih, duhai Kekasihku Saw, sami'na wa atha'na..."
Jangan menyangkal, meremehkan, meng-hanya-kan.
Soal bs ngamalin/blm, lain hal.
Itulah kiranya ejawantah "orang² yang (krena cinta, ta'dhim, memuliakan) menundukkan suaranya (dirinya, pikirannya, maunya) di hadapan Kanjeng Rasul Saw".
Sing ngomel-ngomeli eiger kae sebagian besare tak bedek kurang lebihe sealiran karo cah² pegiat rushmoney dgn status saldo rugi dipotong admin bulanan bank 😁
Aku wes ngalami bolak-balik, jamake nek wong iyig ki "nol".
Di semarang, seorang anak muda dgn menggebu² bicara pdaku ttg literasi, pemberdayaan kampung², dst. Aku diem nyimak aja. Dia llu tanya "divapress di semarang mana, ya, pak?"
Sktika aku lemes. 😢
Di surabya, moderator bgt atraktif bicara panjaaanggg ttg buku, membaca, literasi, smpe bagai narasumber.
Lalu dia berkata:
"Dan Divapress sbg sebuah media online yg bs anda baca di google...."
Teks trsbt akan dikatakan dan dipahami dlm maksud trsebut.
Tidak pantas lalu dipahami sbg "ayo mandi" ataupun "jangan mandi". Yg pertama dan kedua sama² pemahaman/penyimpulan yg melampaui batas. Jadinya meleset....
Bhw lalu ada yg menakwil "makan secukupnya" dan "makan semua sajian di meja", ya silakan aja. Ini bagian dr lingkup makna teks awal tdi.
Ada yg nakwil "makan dan minum dan lehaleha", ya bisa diterima sbg lingkup pemahaman teks awal tadi.
Tp tk pantas lalu ditakwil "jangan makan" atau "makan, minum, nginep, minta uang saku".
Dsb.
Pada dasarnya, takwil² bisa diterima sbg bag dr lingkup pemahaman atas teks dgn basis logika dan rasa kepantasan. Ilmu dan roso. Nalar rasional dan nalar rohani. Burhani dan 'irfani.
Sayyidina Umar bin Khattab usul kpd Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq supaya pejabat² yg berislam sblm Fathu Mekkah diberi 'gaji' lbh dibanding pejabat² yg berislam psca Fathu Mekkah sbg penghargaan atas perjuangan mereka dl. Jg berdasar surat al-Hadid 10.
Kokoh sekali usul beliau.
Namun Khalifah tk setuju, ttp memberlakukan gaji setara, dgn dasar apresiasi adil kpd semuanya.
Sayyidina Umar nerima saja atas putusan itu. Kelak, saat menjabat khalifah, beliau menerapkan kebijakan baru yg sesuai usulannya dl itu.
Santuy, ya. Keren dlm ikhtilaf.😍
Msh di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar usul agar separuh harta Mu'adz bin Jabal diambil buat baitul mal. Jd harta Mu'adz banyak betul.
Khalifah Abu Bakar tk setuju krn memandang harta Mu'adz adlah harta yg sah walau banyak banget.
"Dan orang² yg mau menerima (mesti prosese mencari) hidayah, maka Allah Swt tambahkan hidayah pada mereka dan Allah Swt datangkan/membalas pd mereka ketakwaan mereka."
Menurut para mufassir, di anraranya Prof. Wahbah Zuhaili dan Prof. Quraish Shihab, ayat trsbt bagai kewajiban bg manusia tuk ikhtiar keras ngiman, ngibadah, tegese ngamal saleh.
Umar bin Abdul Aziz secara khusus mengomentari ayat ini dgn mengatakan: "Penyebab tidak bertambahnya hidayah ialah tdk diamalkannya pengetahuan² yg tkh dikaruniakan, sehingga tak bertambah pula ketakwaannya."
Ketrangan dr Abdullah bin Mas'ud, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, jg ada
Az-Zumar 53 - Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Az-Zumar 54 - Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Az-Zumar 55 - Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.