"Dan orang² yg mau menerima (mesti prosese mencari) hidayah, maka Allah Swt tambahkan hidayah pada mereka dan Allah Swt datangkan/membalas pd mereka ketakwaan mereka."
Menurut para mufassir, di anraranya Prof. Wahbah Zuhaili dan Prof. Quraish Shihab, ayat trsbt bagai kewajiban bg manusia tuk ikhtiar keras ngiman, ngibadah, tegese ngamal saleh.
Umar bin Abdul Aziz secara khusus mengomentari ayat ini dgn mengatakan: "Penyebab tidak bertambahnya hidayah ialah tdk diamalkannya pengetahuan² yg tkh dikaruniakan, sehingga tak bertambah pula ketakwaannya."
Ketrangan dr Abdullah bin Mas'ud, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, jg ada
Tegese: ilmu n pengetahuan apa pun yg sdh dimiliki (dikaruniakan), ya amalkan. Itu clue! Pintu gerbang bg ditambahiNya ilmu² berikutnya, yg jk terus sinau n ngamalin kan terus nanjak derajate.
Maqam rohani kui ora kok angslup tnp mekanisme ilmu dan amal. Kui ming karepe cengele.
Jika fonfasi ilmu² dan smsl² terus diakoni, auto pinaringan jernihe manah dan pikiran; auto zuhud, sabar, tawadhu', njuk ikhlas.
Memang, semuanya secara hakiki given, dikaruniakan. Tetapi sunnatuLlah mekanksmenya ada: jgn pernah berhenti belajar dan pula ngamalkan.
Sayyidina Ali dawuh: amal tanpa ilmu bukanlah kemuliaan; ilmu tanpa pemahaman bukanlah kemuliaan; pemahaman tanpa tadabbur (refleksi, sublimasi) bukanlah kemuliaan.
Semua item itu adlah sunnatuLlah kasab mekanismenya --selebihnya, jare Gusti Allah Swt kemawon.
Artine, ilmu tok tnp amal, nehi. Amal tok, tanpa lanjutan pemahaman n tadabbur, nehi.
Tiati, Hyung dan Hying, pada dalih manunggaling pdhl sumbere kemalasan. Ujug² nyawiji piye, tp dzikir ro ngaji Qur'an aja keset atas nama "diperjalankanNya".
Haish, kui arane Tarekat Cengel.
Ya memanglah ya selalu ada disclaimer dlm mekanisme kasab trsebut. Dan itu afdhalnya anggap "bukan urusane awak dewe", jd ndasah diambil-ambil seolah telah pantas dan patut mendapatkannya.
Itu scr ilmune lbh soft, ahsan. Wallahu a'lam bish shawab. ShallaLlah 'alaih wa alih.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sayyidina Umar bin Khattab usul kpd Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq supaya pejabat² yg berislam sblm Fathu Mekkah diberi 'gaji' lbh dibanding pejabat² yg berislam psca Fathu Mekkah sbg penghargaan atas perjuangan mereka dl. Jg berdasar surat al-Hadid 10.
Kokoh sekali usul beliau.
Namun Khalifah tk setuju, ttp memberlakukan gaji setara, dgn dasar apresiasi adil kpd semuanya.
Sayyidina Umar nerima saja atas putusan itu. Kelak, saat menjabat khalifah, beliau menerapkan kebijakan baru yg sesuai usulannya dl itu.
Santuy, ya. Keren dlm ikhtilaf.😍
Msh di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar usul agar separuh harta Mu'adz bin Jabal diambil buat baitul mal. Jd harta Mu'adz banyak betul.
Khalifah Abu Bakar tk setuju krn memandang harta Mu'adz adlah harta yg sah walau banyak banget.
Az-Zumar 53 - Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Az-Zumar 54 - Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Az-Zumar 55 - Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.
Hubunganku sama mbakyuku siji-sijine kae akraaabbbbb banget nget. Ingatan² ttg masa kecil serumah, bareng abah n ibu, sellu hangat di hatiku.
Dgn segala cara, kepenginku dia sering² banget ke jogja agar semakin sering ketemu n kumpul.
Di antara trikku adlh ngopeni anake to.
Jelas saja karena anake di jogja, sngt sering ia ke sini. Setahun bisa 5-6 kali atau lebih. Gembiranya hatiku bila ia datang, walau ya nda bs lama² karena suaminya pegawai, to.
Scara ekonomi, aku diparingi lebih banyak, dibanding dia, ya. Tp ini nda penting. Ingatan² masa kecil bersamanya itulah yg mengikat hatiku dgn hatinya, dan sebaliknya.
Bekerja adalah marwah, penghasilan adalah hadiah. Pekerjaan bisa ikutan, pendapatan adalah ketetapan. Kekeliruan dan gulitanya datang darimu, kebaikan dan cahayanya datang dariMu. Kebahagiaan bukanlah tentang berapa jumlahnya, tetapi apakah kamu memandangNya.
Dia lebih dekat dari urat lehermu, mengapa kamu tak bisa merasakanNya?
Tanpa urat leher, kamu mati; kepada Dia yang lebih dekat padamu daripada urat lehermu, kamu tak bisa merasakanNya, bukankah sejatinya kamu adalah semati-matinya kematian?
Bukankah semestinya Allah Swt telah cukup bagimu? Sayangnya, kamu malah mengangkat hal-hal selain Allah Swt sebagai Tuhan, maka penuh cemas, takut, dan sedihlah hidupmu.
Setiap kamu menutupiNya darimu, akibat menjaminkan dirimu pada dirimu, terempaslah kamu yg hanya manusia.
Perbedaan pendapat dlm hukum Islam itu hal yg biasa, lazim, alamiah, bahkan telah terjadi sjk Kanjeng Nabi Saw msh ada. Makin ke sini ya wajar saja makin luas lingkun dan bentuk perbedaannya. Yg penting, tdk diniatkan/maksudkan "mainmain" agama saja.
Segala usaha menjadikannya seragam itu sia², bahkan dpt disebut menentang ketetapanNya Swt. Toh dunia ini memang tlh ditakdirNya majemuk. Usaha demikian hnya rawan bikin masalah, ketegangan, permusuhan (hal² yg madharat, tentu hrs dihindari).
Jadi, jika kamu ikut suatu pendapat hukum, yakin mutlak tsiqahnya, silakan; tetapi detik yg sama jembarkan hatimu kpd pendapat² hukum lain yg diikuti liyan. Menerima adanya, haknya, kemungkinan benarnya, persis keyakinanmu sendiri.