Acep Saepudin Profile picture
Jan 31, 2021 205 tweets >60 min read Read on X
- RAHASIA RERUNTUHAN DI TENGAH HUTAN -

Sebuah cerita yg tujuannya utk hiburan bukan untuk menakut-nakuti atau menceritakan sesuatu yg kebenarannya diragukan..

Selamat membaca..

@ceritaht @WdhHoror17 @IDN_Horor @bagihorror #ceritahorror #ceritahorror #ceritaseram Image
Sebelum lanjut ke ceritanya, penulis ingin menyampaikan bahwa gambar di atas hanya ilustrasi yg berasal dari platform editing cover...

Makasih
Brag, brag, brag,

Suara genderang bergema sesaat ketika di dalam rumah berbilik bambu itu sedang terjadi keributan. Keributan tersebut terjadi saat seorang perempuan muda kerasukkan, di mana kekasihnya mengamuk sambil bertingkah seperti hendak memukul gadis itu.
"Keluar kau, setan! Jangan ganggu pacarku! Aku hajar kau kalau tidak juga keluar!" teriak pemuda tersebut sambil hendak melayangkan tinjunya ke pacarnya yang sedang kerasukkan itu.

"Hei, hei, hentikan itu Kholik! Kau justru malah akan menyakiti Rena. Jangan pernah berpikir kau
bisa mengusir setan dengan cara seperti itu," teman si pemuda yang berada di sana bersama yang lain berusaha menghentikan apa yang hendak dilakukan pemuda bernama Kholik itu.

"Aaahh, setan harus diusir dengan cara setan! Jangan halangi aku! Allahu akbar!" Kholik bersikeras
ingin menghantam wajah Rena yang masih kerasukkan itu.

"Jar, bantu aku bawa Kholik keluar dari sini. Dia keterlaluan ingin mengusir setan dengan cara memukul Rena. Aku rasa kau yang sebenarnya kerasukkan, Kholik!" pekik teman Kholik itu.

"Iya, san. Kita harus bawa Kholik
keluar. Ni anak ngawur kayak sok tahu soal cara mengusir setan," tukas Fajar seraya membantu temannya menyeret Kholik keluar dari rumah tersebut.

"Pak Romi sebentar lagi datang. Ju, Ran, tahan Rena sampai beliau datang," ujar Hasan yang bersama Fajar.
Juhariah dan Ranti, meski merasa ketakutan, berusaha menahan Rena agar tidak mengamuk dengan cara memegangi tubuh gadis itu.

"Duuh, ran. Aku takut banget ini. Mana tenaga Rena kuat banget lagi. Aku nggak kuat, ran." Juhariah berucap dengan penuh ketakutan.

"Sama, ju. Aku juga
udah nggak kuat pegangin ni anak. Mana tanganku sakit, lagi. Uuh, mana tangan Rena licin lagi," tukas Ranti yang sedang memegangi kedua tangan Rena dari belakang.

Rena terdengar menggeram dengan gigi-giginya menggeretak pertanda tingkat kerasukkannya sudah hampir klimaks.
"Aaaahhhh, aing Nyai Yaro, aing datang ka dia, aing rek ngabejaan dia, jurig ADUGLAJER sakeudeung deui datang!" (Aku Nyai Yaro, aku datang kepadamu, aku akan memberitahumu, setan AdugLajer sebentar lagi datang) Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut Rena disertai desisan.
Tak lama setelah berkata demikian, Rena terkulai. Sementara entitas mistik yang merasukinya telah menghilang, pergi begitu saja sebelum Pak Ustadz Romi tiba di sana.

"Ju, Rena sudah tidak kerasukkan, kah?" Ranti menatap Juhariah dengan penasaran.

"Mana aku tahu, ran. Dia kan
sekarang pingsan," tukas Juhariah.

Tak berapa lama Fajar muncul bersama Pak Romi. Sedangkan Kholik dan Hasan tidak terlihat ikut.

"Jadi dia pingsan?" ujar Pak Romi.

"Seperti yang Pak Romi lihat, Rena pingsan. Mungkin setannya sudah keluar," tukas Juhariah.
"Hm, berarti kedatangan saya kemari sia-sia, dong. Mungkin saya harus kembali ke balai desa. Pak Kades meminta saya untuk tidak berlama-lama. Assalamualaikum," tukas Pak Romi kemudian berbalik hendak pergi.

"Wa'alaikumsalaam Wr Wb. Eh, Pak Ustadz, tunggu dulu. Periksa mbak
Rena dulu. Kali aja setannya sedang ikut pingsan," ucap Juhariah seraya malah menahan kepergian Pak Romi.

Pak Romi menoleh ke arah Juhariah. Ia menggeleng seraya berdecak merasa agak kesal.

"Saya paranormal, non. Saya hanya guru ngaji. Itu juga karena saya dipaksa kakak saya.
Lagipula di kampung ini belum ada guru ngaji lagi," tukas Pak Romi.

Ralat : BUKAN PARANORMAL maksudnya. Sorry ketinggalan

"Jangan curhat, pak. Periksa teman saya, ih. Kok malah curhat?" Juhariah berkata dengan kata-kata seolah ingin memancing emosi Pak Romi.
"Ju, sopanlah sedikit! Jangan sampai kau yang nanti kerasukkan," tegur Fajar sambil menatap jengkel ke arah Juhariah.

Pak Romi kemudian memeriksa Rena yg masih tidak sadarkan diri. Selanjutnya ia melihat ke arah Ranti.

"Dia mengatakan apa sewaktu sedang kerasukkan?" tanyanya.
"Dia berbicara dalam bahasa entahlah, saya tidak tahu, pak. Tapi dia menyebut-nyebut AdugLajer. Setahu saya Aduglajer ini semacam kondisi seseorang yang sedang menangis meratap sambil meronta-ronta begitu. Mungkin itu bahasa Sunda?" ucap Ranti seperti ragu-ragu.

"Begitu, ya,"
gumam Pak Romi sambil mengerutkan kening. "Saya akan menanyakan hal ini kepada kakak saya. Dia lebih tahu hal-hal seperti ini. Dia pernah menjadi paranormal," tambahnya.

"Tidak perlu, Pak Ustadz. Mohon maaf saya lupa ucap salam. Assalamualaikum," ujar seseorang yang langsung
menukas perkataan Pak Romi.

"Wa'alaikumsalaam Wr Wb. Pak Kades? Bapak kemari juga?" Pak Romi terkejut lantas menyambut kedatangan Pak Kades.

"Eh, Pak Raman. Maaf, maksud saya Pak Kades. Kebetulan bapak kemari. Mungkin bapak bisa membantu kami?" Juhariah bersalaman dengan Pak
Kades tanpa bersentuhan.

"Saya mendengar kabar ada mahasiswi KKN yang kerasukkan. Rupanya Rena, ya. Untung bukan kamu, ju," ucap Pak Kades sambil tersenyum miring.

"Kalau saya yang kerasukkan memangnya kenapa, pak?" tanya Juhariah bingung.

"Bisa habis nasi jatah anak-anak
di dapur," celetuk Fajar disambut delikan Juhariah.

Pak Kades tersenyum mendengar celetukkan Fajar.

"Saya mendengar bahwa Rena sewaktu kerasukkan menyebut-nyebut AdugLajer. Selain itu dia menyebut apa lagi?" tanya Pak Kades.

"Kalau tidak salah, Rena juga menyebut nama yang
aneh dan juga asing. Kalau tidak salah dia menyebut nama Nyai Yaro," kata Ranti mencoba mengingat-ingat.

"Nyai Yaro atau Nyai Oray. Oray artinya uler atau ular. Berarti siluman ular yang telah merasuki Rena? Tapi tujuannya apa, ya?" kata Pak Kades setengah bergumam.
"Ya jangan tanya saya, pak. Saya bukan setan yang merasuki Rena," celetuk Juhariah sambil memasang tampang ngeselin.

"Terus kamu setan yang mana, dong?" Pak Romi bertanya dengan nada kesal.

"Sepertinya setan yang merasuki Rena ingin memberitahu kita soal akan datangnya seekor
setan bernama AdugLajer," tutur Ranti kemudian.

"Seekor? Memangnya setan itu hewan? Kok seekor?" Juhariah mengerutkan kening.

"Memangnya harusnya bagaimana? Sebiji?" Ranti melotot ke arah Juhariah.

"Terus dia tidak mengatakan darimana datangnya AdugLajer?" tanya Pak Kades.
Ranti menggelengkan kepalanya.

"Ya, sudah. Berarti ini PR buat saya untuk mencari tahu soal darimana akan datangnya AdugLajer. Pastinya mbak Rahayu bisa membantu untuk hal seperti ini," ucap Pak Kades seraya undur diri.

Beberapa lama kemudian di dalam rumah tersebut setelah
Rena siuman.

"Jadi kamu tidak melihat apapun?" tanya Kholik yang tampak merasa penasaran pasca kekasihnya itu sadar dari kerasukkannya.

"Tidak, mas. Aku tidak melihat apa-apa. Tahu-tahu aku bangun, kalian sudah berkumpul begini di sini," tukas Rena.

"Kamu tidak melihat
setannya, ren?" tanya Ranti sambil menatap ngeri ke arah Rena.

"Memangnya setan bisa dilihat, apa? Kamu ada-ada aja sih, ran," sergah Rena gusar.

"Lalu kenapa kamu bisa kesurupan, ren?" tanya Fajar.

"Karena pikiran kosong itu. Jadi setan mudah merasukimu, ren. Ditambah lagi
kamu semalam itu tidak tidur. Kamu begadang karena mainin game zombie itu. Apa tuh namanya? Game zombie kok sudah seperti the Sims aja, sih," kata Juhariah mengkritik Rena.

"Iya, aku memang begadang. Aku juga main game sampe subuh. Abisnya aku nggak bisa tidur semalam itu,"
tukas Rena.

"Nah, itu dia kebiasaan buruk kamu, beb. Main game terus. Bagaimana mau produktif kalau waktunyan dihabiskan buat main game," kata Kholik turut menyerang Rena.

"Babeb, babeb, matamu! Beli rokok saja uangnya dari orang tua, lu!" Juhariah merasa muak mendengar
kata yang diucapkan Kholik barusan.

Rena menatap gusar ke arah Kholik. "Jadi kamu nggak suka aku main game. Baiklah aku akan main cinta saja biar kamu rasain sesakit apa rasanya," ucapnya membuat semua orang terkejut.

"Bagus, aku setuju tuh, ren," tukas Juhariah sembari tepuk
tangan.

Sementara itu di sebuah sekolahan, dua orang mahasiswa dan mahasiswi yang sedang melakukan proker di sana, terlihat sedang berbincang-bincang serius.

"Kamu serius Rena kerasukkan?" tanya si mahasiswi dengan raut wajah tegang.

"Barusan Hasan ngirim WA. Dia bilang ya
begitu, din," tukas si mahasiswa.

"Kok bisa?" ucap si mahasiswi.

"Ya bisa, lah. Apalagi semalam si Rena kan nggak tidur sampai pagi gara-gara main game. Mabar katanya. Ada clash-clash begitu, lah. " Si mahasiswa menatap ke luar gerbang sekolah.

Terlihat olehnya seorang
nenek berkebaya serba jingga. Nenek tersebut berwajah agak pucat.

"Adam? Kenapa kau melihatnya seperti itu?" si mahasiswi bernama Dina itu keheranan saat temannya itu melihat ke arah si nenek seperti tidak berkedip.

"Nenek itu seperti pernah aku lihat sebelumnya. Tapi di mana
ya?" Adam bergumam.

"Ngawur kamu, dam. Mungkin kamu melihatnya dalam mimpi?"

Adam terbeliak saat nenek tersebut terlihat menyeringai, memperlihatkan gigi-giginya yang bertaring tajam serta berlumuran darah.

"Astaga!" Adam dan Dina terkejut saat melihat hal tersebut.
"Itu adalah Dewi Lajer. Kemunculannya bisa berarti pertanda buruk. Terutama bagi desa ini. Secara desa ini pernah terbengkalai karena para demit seperti dia," ujar salah seorang pegawai desa wanita berpelang nama Rahayu beberapa lama setelah Adam dan Dina berada di ruangan guru.
"Dewi Lajer?" ucap Dina seraya mengerutkan kening. Gadis berjilbab biru dengan kemeja krem dan rok panjang berwarna hitam itu tampaknya merasa penasaran dengan apa yang dikatakan Rahayu barusan.

"Dia adalah salah satu pemimpin para demit dari Tungtung Dunya. Dia sangat jahat
sekaligus sangat sakti. Itulah sebabnya dia bisa menampakkan diri dan memberi kesan seolah-olah dia adalah manusia," tutur Rahayu.

"Lalu?" tanya Adam.

Waktu berlalu. Siang beranjak sore. Sore pun beranjak malam.

Malam itu Rahayu mendapatkan semacam penglihatan mengenai
akan munculnya sesuatu yang akan mengganggu ketenteraman di desa yang baru bangkit dari mati surinya itu.

"Reruntuhan itu? Tapi apa hubungannya?" gumam Rahayu saat duduk bersimpuh di tengah ruangan rumah besar itu.

"Kemungkinan AdugLajer akan muncul dari sana. Kau tidak
pernah tahu bahwa ayahmu pernah menghukum makhluk itu tepat di kedalaman ribuan kilometer di bawah tanah tepat di bawah bangunan keraton." Suatu suara terdengar menggema namun tidak dapat dipastikan di mana pemilik suara yang adalah suara laki-laki itu.

"Lalu bagaimana dia bisa
terlepas? Apakah belenggunya telah hancur?" tanya Rahayu.

"Seiring waktu berjalan, apapun yang bersifat materi pasti akan mengalami kehancuran yang perlahan namun pasti. Begitupun dengan rantai yang membelenggu AdugLajer. Ayahmu pernah berpesan kepadaku agar jika hal itu
terjadi, aku harus memberitahumu. Entah kenapa ia berpesan demikian. Mungkin dirimu adalah kunci, keponakanku," tukas suara misterius itu.

Rahayu tercengung kemudian menoleh ke belakang saat seseorang datang memasuki pintu rumah yang terbuka lebar itu.

"Reruntuhan istana
Kerajaan Paninggalan? Apa yang akan terjadi jika makhluk itu berhasil menerobos keluar melalui reruntuhan itu?" ujar orang yang adalah Pak Kades itu.

"Kehancuran seluruh hutan, Pak Kades. Kemudian itu akan merembet ke wilayah di dekatnya, termasuk desa ini, terus wilayah
lainnya juga. Jika kita gagal menahan dan mengembalikannya ke kedalaman bumi, maka kehancuran seluruh permukaan bumi tidak terelakkan lagi," tukas Rahayu.

"Apa itu tidak berlebihan? Sebesar apa sih makhluk itu? Apalagi itu kan hanya makhluk halus," kata Pak Kades.
"Lebih dari sekedar makhluk halus, Pak Kades. Menurut paman Jara, AdugLajer adalah sebesar-besarnya makhluk. Mungkin raksasa." Rahayu bangkit dari duduknya kemudian melihat ke arah Pak Kades.

Mendadak rumah tersebut bergetar yang kemudian getarannya semakin kencang, bahkan
berguncang.

"Gempa bumi?" ucap Pak Kades.

Rahayu dan Pak Kades pun keluar rumah kemudian menyaksikan para warga yang rumahnya dekat dengan rumah besar itu, berhamburan keluar rumah saat gempa terjadi.

Saat menjejakkan kaki di tanah pun, goncangan terasa menguat.
Pak Kades dan Rahayu pun terhuyung karenanya.

Tak berapa lama dari arah barat daya terlihat cahaya merah api seperti berasal dari kebakaran. Cahaya tersebut meski jauh terlihat begitu terang.

"Itu terlihat seperti gunung yang sedang erupsi?" gumam Pak Kades.
Blaaaarrrrr.....

Suatu ledakan keras terdengar dari arah sinar yang berpijar tersebut disusul dengan meredupnya sinar berulang kali.

Setelah ledakan itu berakhir, gempa bumi pun berhenti, menyisakan kerusakkan banyak bangunan di desa itu. Tanpa terkecuali rumah Rahayu yang
bagian joglo terasnya runtuh hingga ke tanah.

Malam itu pula, warga desa sibuk berjibaku, mengangkat puing-puing rumah yang runtuh akibat gempa dahsyat tersebut. Mereka juga berjibaku mengeluarkan warga yang tertimbun reruntuhan rumah ataupun bangunan tempat mereka bekerja.
Pagi harinya, warga desa dikejutkan beredarnya kabar suatu dusun lenyap dalam semalam, tertimbun bebatuan besar dan material dari letusan yang tiba-tiba muncul di atas permukaan tanah 4 kilometer jauhnya dari dusun itu. Dusun tersebut berada cukup jauh dari desa yang dipimpin Pak
Raman ini. Bahkan untuk mencapai dusun tersebut harus menembus hutan lebat yang luasnya mencapai belasan kilometer. Itu pun dengan berjalan kaki.

Jika ingin menggunakan kendaraan, maka harus mengambil jalan memutar bahkan hingga ke kota terdekat.
"Dusun Talas tertimbun? Oleh letusan gunung berapi, pak?" Pak Raman saat itu sedang di balai desa, kedatangan tamu dari luar desa, berucap setelah mendapatkan kabar mengenai peristiwa itu.

"Kelihatannya begitu, Pak Kades. Tapi itu aneh karena di sana tidak ada gunung,"
kata tamu dari Desa Kayu Jati bernama Pak Anhar itu.

"Benar, yang ada hanya Alas Kawuni. Tidak ada gunung sama sekali di sana. Bagaimana bisa ada letusan seperti letusan gunung di sana?" ucap Pak Kades.

"AdugLajer, Pak Kades. Dia mulai mengamuk ingin segera keluar dari perut
bumi. Ini baru permulaan saja tapi sudah banyak korban berjatuhan. Bahkan Dusun Talas lenyap tanpa sisa, tinggal gundukan berbentuk bukit yang terdiri dari tumpukan batu dan tanah juga lahar yang telah mendingin di atasnya," tukas Pak Anhar.

"Iya, saya juga melihatnya di
portal media online hari ini. Memang gundukan itu menjadi seperti bukit yang dipenuhi batu dan lelehan lahar dingin," kata Pak Raman. "Jika dusun itu benar-benar tertimbun, maka berapa banyak warganya yang tewas tertimbun? Pasti di atas seratus orang," lanjutnya.
"Ehmm. Bapak menjawab sendiri pertanyaan bapak sendiri?" ujar Pak Anhar seraya berdehem.

Pak Kades tertegun sejenak kemudian terkekeh. "Oh, iya. Hehe. Maaf saya sedang tidak konsen."

Sementara itu di tengah hutan yang jaraknya enam kilometer dari desa, terdapat suatu
reruntuhan yang tersamarkan oleh tumbuhan maupun pepohonan rindang serta lumut tebal.

Reruntuhan tersebut sesekali bergetar terus berguncang kemudian terdiam kembali kemudian bergetar dan berguncang lagi. Hal itu terus berlanjut tanpa diketahui apa yang menyebabkan reruntuhan
itu menjadi seperti itu.

Terkadang terlihat asap putih mengepul dari sela-sela reruntuhan tersebut. Apapun itu penyebabnya masih belum diketahui hingga kemudian suatu tangan manusia berjari lentik menyembul keluar dari sela-sela reruntuhan yang di atasnya terdapat sebatang
pohon yang luluh lantak bagian atasnya namun memiliki tunas dan dedaunan yang cukup subur.

Tangan tersebut semakin menjulur keluar kemudian menggapai-gapai dengan susah payah. Tampaknya siapapun pemilik tangan itu ingin ada seseorang yang membantunya mengeluarkannya dari dalam
sana.

Tangan itu terus menggapai-gapai hingga kemudian beberapa bagian bongkah reruntuhan terguling kemudian menggelinding ke arah area yang sepertinya dulunya adalah sebuah kolam besar.

Tak lama kemudian dari bekas reruntuhan itu berguling muncul kepala berambut panjang
terurai dan menutupi sebagian wajahnya.

"Haah, haah, haah." Sosok yang adalah perempuan itu terdengar terengah-engah saat ia sedang berusaha mengangkat tubuhnya ke permukaan tanah.

Perempuan itu pun akhirnya berhasil naik ke permukaan. Terlihatlah jika perempuan tersebut
tidak mengenakan selembar pun benang. Perempuan telanjang itu tampak mengedarkan pandangannya dengan penuh kebingungan.

"Ini?" gumamnya pendek.

Perempuan tersebut kira-kira berumur hampir tiga puluh tahunan. Ia pun memiliki paras yang cantik. Itu terlihat setelah ia
menyingkapkan rambut yang menutupi wajahnya.

"Celaka, aku telanjang! Jangan sampai ada orang kemari dan melihatku. Tapi bagaimana cara aku mendapatkan pakaian? Di sini kan hutan lebat. Duuh, siapa yang bisa aku pintain tolong," ucap gadis itu dengan cemas.
Gadis itu kemudian melirik ke arah sesosok arca yang terguling di samping bekas kolam.

"Dulunya itu manusia? Bagaimana mungkin, ya?" gumamnya seraya menghampiri arca itu.

Gadis itu kemudian memungut sesuatu yang tertindih arca tersebut. Sesuatu tersebut adalah satu set kebaya
berwarna kuning keemasan.

Sementara itu di seberang jauh dari reruntuhan, tepatnya di area yang dipenuhi timbunan bebatuan, tanah, dan material lainnya. Puluhan bahkan ratusan orang terlihat mengerumuni area tersebut seraya membawa peralatan untuk menggali.
Di antara mereka terdapat beberapa orang baik laki-laki atau perempuan sedang menangis meratap dan sedang ditenangkan oleh yang lainnya.

"Musibah ini sangat tiba-tiba. Kita semua kehilangan saudara, teman, handai taulan, di dusun ini. Mereka hilang terkubur material letusan
misterius mirip letusan gunung berapi yang datang dari arah tenggara hutan. Sekarang yang bisa kita lakukan hanya berusaha menggali gundukan material berat ini," ujar seorang pria berpeci serta berseragam PNS.

"Pak Camat, gundukan ini sudah seperti bukit saja. Artinya kita tidak
akan bisa menemukan dusun dengan cepat. Ditambah lagi tidak adanya alat berat di sini," ucap salah seorang petugas.

Pak Camat terlihat termenung kemudian menukas. "Dusun Talas memang susah diakses. Jalur menuju kemari terlalu sulit untuk dilewati truk pengangkut berbadan besar.
Jalannya sangat sempit dan terjal. Sangat berisiko jika memaksakan membawa alat berat kemari."

"Pak, kalau tidak salah Pak Walikota Warung Kiara akan berkunjung kemari," ujar petugas lain yang baru saja tiba di hadapan Pak Camat.

"Apa? Kamu serius?" Roman wajah Pak Camat
mendadak berubah menjadi seperti sedang ketakutan.

"Benar, pak. Saya tadi mendengar barusan dari siaran radio," kata petugas itu.

"Celaka! Malapetaka apa lagi yang akan menimpa tempat ini? Sudah cukup warga Dusun Talas yang menjadi korban. Jangan sampai ada lagi!" keluhnya.
Malam itu di rumah yang menjadi tempat tinggal para mahasiswi yang mengadakan KKN di desanya Pak Raman.

Suasana sepi begitu terasa. Apalagi ketika di rumah tersebut hanya ada Juhariah dan Rena. Sedangkan sisanya sedang di balai desa untuk merembukkan hal seputar kegiatan para
peserta KKN.

"Beginilah nasib perempuan yang pintar masak. Bukannya diajak rapat ke balai desa malah ditinggal supaya masakin makanan yang mereka suka. Duuh, mana kehabisan bawang lagi," ujar Juhariah yang sedang sibuk di depan kompor.

Sedangkan Rena yang sedang mencuci
terdengar berkekeh.

"Pintar memasak? Biasanya aku juga yang dapat pujiannya. Coba setiap Dina makan, pasti aku yang dapat pujiannya," ucap Rena disambut gedoran kecil Juhariah ke atas meja kompor.

"Wajar, kamu kan adiknya bang Radit. Tahulah Dina kan naksir sama abangmu,"
tukas Juhariah.

"Alah, iri bilang, bos," sahut Rena seraya mengangkat sayuran yang telah ia cuci itu.

"Aku nggak gila pujian, wew. Tapi seenggaknya aku senang melihat mereka menyukai masakanku," kata Juhariah disambut kekehan Rena.

"Ren, apa rapatnya cuma sampe jam segini?"
katanya lagi.

"Nggak lah, ju. Rapat pastinya sekarang belum selesai. Apalagi yang dibahasnya kan banyak. Tidak mungkin akan selesai secepat itu," tukas Rena sambil melihat ke arah Juhariah dengan penasaran. "Memangnya kenapa, ju?"

"Itu Kholik apa bukan, ya? Yang barusan
nyenggol jendela di samping kompor, ren," kata Juhariah seraya menatap ke arah tirai penutup jendela yang ia maksud.

"Kok kayak ada bau aneh, ju. Kamu masak pake kayu manis apa kayu cendana? Kok baunya kayak begini?" ucap Rena heran seraya mendekati masakannya Juhariah.
"Bukan dari masakanku, ren," ucap Juhariah tercekat dengan pandangan kedua matanya tidak lepas dari jendela dengan tirai yang agak menerawang itu.

"Ju? Juju?" Rena terkejut saat melihat Juhariah berdiri mematung dengan kedua matanya membulat hampir sempurna saat melihat ke
arah tirai transparan tersebut.

Penasaran, Rena pun menghampiri jendela tersebut, menyibak tirainya.

Waaaaaaw!!!!

Seraut wajah berkulit pucat bak wajah mayat dengan kedua matanya yang melotot dan berpupil kecil, dengan mulut menyeringai, terpampang jelas di luar jendela.
Sosok berwajah menyeramkan itu mengenakan gaun putih berrumbai-rumbai. Terlihat lelehan seperti keringat, membasahi wajah sosok tersebut.

"Aaaaaaaaaaahhhhhh!!!"

Juhariah dan Rena menjerit histeris kemudian menghambur ke arah ruang tengah. Namun sial, sosok tersebut telah
berada di sana, sedang menyeringai sambil merentangkan kedua tangannya yang panjang dan berjari-jari kurus tinggal tulang.

Juhariah dan Rena hanya bisa kembali ke dapur sambil menjerit-jerit ketakutan. Mereka berusaha untuk keluar dari rumah melalui pintu dapur, namun urung
dilakukan saat sosok tersebut telah menghadang pintu.

Akhirnya yang bisa mereka berdua lakukan hanya menjerit-jerit ketakutan seraya berpindah-pindah tempat, berharap sosok itu tidak lagi mengikuti.

Sialnya, sosok tersebut selalu muncul di tempat di mana Juhariah dan Rena
menuju ke sana.

Hal tersebut terus berlangsung hingga suara mereka berdua hampir habis karena berteriak-teriak.

"Siapapun yang mendengar kami, tooolooong!" teriak Rena dengan ketakutan.

Tok, tok, tok, tok

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu dengan tergesa-gesa.
"Buka pintunya. Apa yang sebenarnya terjadi?" seru seseorang yang adalah seorang perempuan dari arah pintu depan.

"Hiks, hiks, ada setan! Dia mengikuti kami terus. Kamu siapa? Dina? Ranti? Maya?" tukas Juhariah seraya menatap ngeri ke arah sosok yang berdiri menghalangi pintu.
"Aku bukan mereka. Aku hanya kebetulan lewat. Sebaiknya kalian tetap tenang. Aku akan masuk. Kebetulan kalian belum mengunci pintunya," tukas perempuan yang sedang berada di luar itu seraya membuka pintu.

Saat pintu dibukakannya, terlihatlah jika perempuan tersebut mengenakan
kebaya berwarna kuning keemasan dengan bawahan kain yang juga didominasi warna yang sama.

Perempuan itu tertegun saat melihat sosok negatif yang berdiri menghadangnya.

Sosok tersebut jika dilihat Juhariah dan Rena, posisinya menghadap ke arah mereka. Rupanya yang dilihat
perempuan tersebut sama, yaitu sosok tersebut menghadap ke arahnya.

Padahal posisi makhluk tersebut berada di tengah-tengah antara ia dengan kedua mahasiwi yang sedang ketakutan itu.

"Andai mbak Rahayu kemari. Ia tidak akan kesulitan mengusir makhluk ini," ucapnya.
"Rrrroaaarrr!" Sosok tersebut mengaum seraya melayang dengan cepat ke arah perempuan yang masih termangu di depan pintu itu.

Perempuan berkebaya kuning itu sejenak tercekat. Namun ia buru-buru menyingkir sambil mengucapkan beberapa kalimat yang dulu sering ia lafalkan ketika
berhadapan dengan sosok penampakan yang hendak menyerang.

"Uhh, aku bukan mbak Rahayu. Itu sebabnya aku tidak bisa mengusir makhluk ini!" pekik perempuan itu seraya berlari ke samping rumah.

Sosok itu mengejarnya. Sementara di dalam rumah terdengar jeritan Juhariah dan Rena.
Mereka juga rupanya sedang diserang oleh makhluk yang sama yang entah bagaimana bisa berada di dua tempat yang berbeda.

Perempuan berkebaya kuning lantas mengacungkan tangannya saat makhluk itu berada di hadapannya. Dua jarinya berderet di depan, mengarah pada sosok itu.
Mendadak, sebilah keris berwarna hitam muncul begitu saja di depan dua jarinya yang terbentang itu.

Perempuan itu pun mengayunkan keris yang baru muncul di tangannya itu ke arah sosok makhluk yang sedang mengganggunya itu.

"Pergi kau, dasar makhluk usil!" teriaknya.
Sosok tersebut mundur ketika keris tersebut hampir mengenainya.

Sosok itu maju kembali. Namun, perempuan itu kembali mengayunkan kerisnya ke arah sosok tersebut dan mengenai wajah demit itu.

"Grrrroaaahhhhh!" Sosok itu meronta kemudian kayang dan jatuh telentang di atas tanah
Tak lama makhluk itu pun meronta-ronta di atas tanah kemudian menghilang begitu saja.

Begitupun dengan sosok satunya yang sedang mengganggu Juhariah dan Rena yang juga menghilang sesaat sebelum mencapai posisi kedua gadis itu.

Setelah berhasil mengusir sosok itu, perempuan
tersebut memasuki rumah kemudian menghampiri Juhariah dan Rena.

"Kalian berdua tdk kenapa-kenapa?" tanyanya saat tiba di depan keduanya.

Juhariah dan Rena hanya mengangguk sambil menatap penasaran ke arah gadis itu.

"Oh, perkenalkan namaku Rasmi. Aku baru tiba di desa ini,"
ucap perempuan yang ternyata adalah Rasmi

[Masih ingat Rasmi di cerita Memburu Ki Rawuk? Rupanya dia kembali setelah menghilang pasca melawan Saba Raka di tengah Alas Kawuni]

Juhariah dan Rena hanya saling pandang. Dengan ragu-ragu mereka menatap ke arah Rasmi.
"Kami mahasiswa yang sedang melakukan KKN di desa ini, mbak Rasmi. Saya Rena dan ini Juju." Rena menatap Rasmi dengan takut-takut.

"Mbaknya tidak perlu takut. Saya juga manusia, kok. Saya juga mempunyai kenalan di desa ini," kata Rasmi sambil tersenyum.
Rena dan Juhariah hanya menatap ke arah Rasmi. Kemudian Juhariah segera memecah keheningan dengan menawari Rasmi untuk duduk.

"Mbak Rasmi, silahkan duduk. Jangan berdiri seperti patung begitu, ah. Kan kami jadi nggak enak," katanya.

"Oh, terimakasih, mbak Juju," tukas Rasmi.
"Aku sudah lama sekali nggak ke desa ini. Apakah Pak Dodi masih menjabat kepala desa ini?" lanjutnya.

Juhariah dan Rena saling pandang kemudian menatap ke arah Rasmi.

"Kepala desa yang sekarang namanya Pak Raman. Mungkin Pak Dodi kepala desa sebelum beliau?" tukas Rena sambil
mengerutkan kening.

"Pak Raman? Nama panjangnya Raman siapa?" tanya Rasmi.

"Kalau tidak salah nama panjangnya Raman Sanjaya. Saya pernah melihat pelang namanya di baju dinas miliknya," tukas Rena.

"Sanjaya? Apa hubungannya dengan Pak Dodi, ya? Apa dia adiknya atau kakaknya?"
Rasmi mengerutkan kening dengan penasaran. "Pak Dodi juga memiliki nama belakang Sanjaya. Beliau keturunan pendiri desa ini yaitu Marbun Sanjaya."

"Saya tidak tahu apa-apa kalau soal itu, mbak. Mungkin mbak Rasmi sebaiknya beristirahat di sini saja. Mbak Rasmi belum bertemu
dengan kenalan mbak Rasmi, kan?" kata Rena menawari Rasmi untuk menginap di rumah yang menjadi tempat tinggal para peserta KKN perempuan itu.

"Terimakasih, mbak Rena. Seandainya saya punya hp, mungkin saya akan meminta nomor mbak Rahayu. Saya akan menghubunginya," kata Rasmi.
"Mbak Rahayu? Pegawai desa yg cantiknya seperti selebriti itu? Mbak Rasmi kenal dia?" Juhariah bertanya dengan antusias.

"Iya, saya kenal dia. Cantik seperti selebriti? Hmm, ini aneh. Perasaan tidak secantik itu," tukas Rasmi sambil tercenung.

"Wah, saya punya nomornya, mbak.
Biar saya telepon dia, mbak. Mbak Rahayu sering kemari, kok," kata Rena seraya mengeluarkan handphone-nya.

"Wah, kebetulan sekali. Terimakasih, mbak Rena. Saya sangat ingin bertemu dengannya," kata Rasmi dengan sumringah.

Rena pun segera menelepon orang yang dimaksud.
Beberapa saat kemudian setelah Rena menelepon Rahayu. Suasana di rumah tersebut menjadi ramai setelah Rahayu tiba bersama para mahasiswi rekan-rekannya Rena dan Juhariah.

Sementara para mahasiswa belum terlihat di sana. Barangkali mereka ke tempat mereka menetap terlebih dahulu
Rahayu tampak begitu terkejut ketika tahu dengan siapa ia dipertemukan.

"Rasmi? Ini, ini rasanya tidak mungkin. Apa aku sedang bermimpi?" Rahayu menatap lekat-lekat ke arah Rasmi sembari sesekali mengucek kedua matanya.

Rasmi terkekeh. "Memangnya kenapa, mbak? Tidak ada yang
tidak mungkin, lah. Mungkin mbak mengira aku sudah mati, ya? Aku belum mati, mbak. Aku hanya terkurung di suatu tempat antah-berantah hingga kemudian tempat itu tiba-tiba runtuh. Aku pun punya kesempatan untuk keluar dari sana," katanya.

"Lalu entitas kamu sekarang masih
manusia atau bagaimana?" tanya Rahayu sambil memiringkan kepala.

"Entahlah, mbak. Karena aku mengalaminya, iya bisa jadi begitu. Tapi saya bukan satu-satunya, kan?" tukas Rasmi.

"Iya, kamu bukan satu-satunya, ras. Selain kita pasti ada yang lainnya juga," kata Rahayu.
"Ehmm, pada ngomongin apa, sih? Masih manusia, lah apalah gitu. Pembicaraan kalian benar-benar aneh," ujar Juhariah membuat Rahayu dan Rasmi tersentak kaget. "Ayo ke dalam, lah. Kami sedang ngopi-ngopi. Masa kalian di luar saja sambil nelan ludah?"

"Jadi ceritanya kamu mengajak
kami ngopi-ngopi? Wah, terimakasih banget, ju," tukas Rahayu sambil menatap ke arah Juhariah.

"Nggak, sih. Aku cuma merasa nggak enak membiarkan kalian berdua di luar terus. Takutnya kalian kedinginan terus saling pelukan deh kayak Teletubbies," tukas Juhariah sambil menggaruk
kepala.

Rahayu dan Rasmi saling pandang kemudian menggeleng.

Waktu berlalu. Siang itu di lokasi reruntuhan tengah hutan.

Rahayu bersama Pak Kades dan Rasmi tampak berdiri memandang ke arah sebatang pohon yang hancur bagian atasnya.

"Ini sulit dipercaya. Pak Kades ini
puteranya Pak Dodi, Kades Cikahuripan sebelumnya?" Rasmi menatap penasaran ke arah Pak Kades.

"Benar sekali, mbak Rasmi. Jika ditilik dari segi umur seharusnya kita seumuran. Tapi yang terjadi justru kamu tidak terlihat setua saya. Kamu bahkan seperti seorang wanita muda,"
tukas Pak Kades.

"Benar, Pak Kades. Kita seharusnya seumuran. Kita sama mas Irman pasti seumuran," kata Rasmi membuat Pak Kades menundukkan wajah dengan raut wajahnya yang menunjukkan kesedihan.

"Kenapa, Pak Kades? Mas Irman itu adik Pak Kades sendiri, bukan?" tambahnya.
"Benar, mbak Rasmi. Irman adalah adik saya," tukas Pak Kades singkat.

"Lalu sekarang mas Irman di mana, pak? Apa dia sekarang penampilannya setua bapak?" tanya Rasmi penasaran.

"Mas Irman sudah tiada, ras. Banyak hal terjadi sejak kepergianmu pada malam itu," ucap Rahayu
membuat Rasmi terkejut.

"Apa? Mas Irman sudah tiada? Sudah meninggal begitu?" Rasmi terlihat syok saat berkata demikian.

"Benar, mbak Rasmi. Irman sudah tiada. Rumah besar itu saksinya. Jujur saja, saya yang menyebabkannya meninggal," kata Pak Kades kembali membuat Rasmi
terkejut bukan kepalang.

"Bapak membunuh mas Irman? Kenapa, pak?" Rasmi terpekik sambil menatap tajam ke arah Pak Kades.

Pak Kades menghela nafas kemudian menceritakan peristiwa saat ia kehilangan adiknya untuk selamanya. Bagaimana ia membunuh adik satu-satunya itu.
Sementara Pak Kades menceritakan peristiwa itu, sayup-sayup terdengar suara gemuruh dari arah barat dari posisi mereka berada. Gemuruh tersebut semakin mendekat disusul dengan bergetarnya tanah yang mereka pijak.

"Gempa bumi lagi!" ucap Pak Kades seraya mundur diikuti Rasmi
dan Rahayu.

Tak lama mereka menyaksikan tanah yang bercampur dengan material reruntuhan mengalami retak-retak yang membesar. Retakkan tersebut memunculkan sejenis lahar merah yang panas dari dalamnya.

"Ini aneh. Kenapa bisa ada lahar? Padahal tidak ada gunung berapi di sini,"
ucap Pak Kades seraya menoleh ke arah Rahayu.

"AdugLajer, Pak Kades. Ia sedang meronta. Amukannya membuat cairan magma naik ke permukaan tanah," tukas Rahayu.

"Lantas kita harus bagaimana untuk menghentikannya?" tanya Pak Kades.

"Tunggu sebentar, pak. Saya baru ingat
kemarin sore kenalan saya yang bekerja di Kecamatan mengabari saya perihal kedatangan seseorang yang dianggap pembawa sial, ke Dusun Talas yang tertimbun. Orang itu diduga menjadi aktor utama bangkitnya AdugLajer," tutur Rahayu membuat Pak Kades dan Rasmi tercengang.
"Jadi Dusun Talas tertimpa bencana gara-gara AdugLajer? Lalu siapa orang yang dimaksud itu, mbak?" tanya Pak Kades.

"Udang Syaigo, Pak Kades. Dia adalah walikota Warung Kiara. Konon dia adalah penyembah setan. Banyak yg percaya bahwa Warung Kiara dibangun dengan bantuan setan,"
jelas Rahayu membuat Pak Kades keheranan.

"Ada ya yang seperti itu? Saya juga pernah mendengar perihal tentang kota itu. Suatu kota yang terpencil dan berada di tengah-tengah hutan serta akses ke sana sangat berat. Mungkin hanya helikopter yang mampu menjangkaunya dengan mudah.
Meski begitu saya pernah mendengar cerita dari mendiang adik saya bahwa ia pernah ke sana dan mengalami berbagai hal yang mengejutkan," tutur Pak Kades.

"Ya, kota itu sebenarnya tidak serumit seperti yang dipikirkan orang-orang yang belum pernah ke sana. Cuma ya begitu, kota
itu sama sekali tidak ramah pendatang. Itu jelas memberi kesan kalau kota tersebut memiliki semacam rahasia yang disembunyikan rapat-rapat oleh pemimpinnya," kata Rahayu.

"Mbak Rahayu, retakannya semakin melebar. Ini sangat berbahaya!" Rasmi berteriak kaget saat melihat retakan
tanah menjadi semakin lebar saja dengan lelehan lahar yang juga semakin banyak.

Rahayu dan Pak Kades pun terbeliak melihat hal itu.

"AdugLajer akan segera naik ke permukaan tanah. Saya masih belum menemukan cara untuk mencegah hal itu," kata Rahayu panik.
Bumi kembali bergetar saat retakan-retakan tersebut semakin melebar, dan bahkan menyemburkan lahar panas ke udara.

Rahayu, Pak Kades, dan Rasmi pun segera meninggalkan tempat itu menuju arah barat di mana terdapat area yang masih dapat dilewati dengan aman. Mereka terus berjalan
hingga mencapai suatu bibir jurang. Dari sana mereka menyaksikan suatu area yang tertimbun reruntuhan material campuran yang terdiri dari tanah, batu, hingga lahar yang telah mendingin.

"Dusun Talas. Itu adalah Dusun Talas. Tapi tunggu dulu, bukannya itu?" Pak Kades menatap
ke arah lokasi dusun yang tertimbun itu sembari berpegangan pada batang pohon ketika bumi kembali bergetar.

"Benar, pak. Itu adalah para pegawai kota. Mereka pegawai Warung Kiara. Mungkin Udang Syaigo berada di antara mereka," tukas Rahayu sambil melihat lekat-lekat
kerumunan orang-orang tersebut.

Mendadak terdengar suara gemuruh tepat dari arah belakang mereka bertiga. Saat menoleh, terlihat material longsor dipenuhi asap pekat sedang menuju ke arah mereka.

"Celaka! Kita tidak akan selamat!" Pak Kades terpekik panik saat melihat itu.
Rahayu yang terlihat tenang-tenang saja segera menepuk pundak Pak Kades dan Rasmi.

"Kita pulang dulu saja, pak. Kita akan memikirkan cara untuk menghentikan ini. Apa yang terjadi sekarang masihlah gejala belum mencapai puncaknya."

Setelah berkata demikian, mendadak posisi
mereka telah berpindah tempat menjadi di pelataran balai desa.

"Wah, kenapa tidak dari tadi sewaktu kita dikepung retakan-retakan itu, mbak?" Pak Kades mengusap wajahnya yang mencucurkan keringat.

Rahayu terkekeh.

"Jika tidak seperti tadi, kita tidak akan melihat mereka,"
tukas Rahayu seraya beranjak menuju arah pintu masuk balai desa.

"Tunggu, mbak Rahayu!" seru Rasmi seraya menyambar lengan kanan Rahayu membuat perempuan itu menghentikan langkahnya. "Tempat ini kosong tapi ada sesuatu di dalam sana. Mungkin mbak Rahayu mengenalnya," tambahnya.
Rahayu tercenung kemudian menoleh ke arah Rasmi.

"Ini aneh. Bukannya waktu itu kita berhasil mengalahkannya? Tapi tidak aneh, sih. Iblis memang tidak akan mati sampai kiamat. Apakah ini juga yang menjadi penyebab AdugLajer terlepas dari belenggunya?" gumam Rahayu kemudian
melihat ke arah pintu balai desa.

"Aneh tapi tidak aneh? Mbak Rahayu juga aneh kok berbicara begitu?" Rasmi menatap bingung ke arah Rahayu.

"Saya penasaran. Apa sebaiknya saya tengok terlebih dahulu sebelum mbak Rahayu melihatnya?" ucap Pak Kades.

"Jangan, pak. Terlalu
berisiko. Biar saya saja," kata Rahayu seraya meneruskan langkah ke arah pintu balai desa namun kembali dicegah oleh Rasmi.

"Mbak juga jangan mengambil risiko dengan menemuinya. Saya yang akan menghadapinya," kata Rasmi seraya mengeluarkan keris hitam dari telapak tangannya.
"Tidak perlu repot-repot. Aku di sini." Sesosok kakek-kakek berpakaian adat berwarna cokelat bergaris-garis hitam serta mengenakan udeng-udeng berwarna hitam di kepalanya, terlihat sedang berdiri di depan pintu balai desa.

Rahayu maupun yang lain terpaku dengan waspada melihat
ke arah sosok kakek-kakek itu.

"Hehehe. Apa kabar cucuku? Apa kamu tidak senang dengan kedatangan kakek kemari?" Kakek itu menatap ke arah Rahayu seraya terkekeh.

Rahayu menyipitkan kedua matanya. "Kau telah melepaskan AdugLajer. Apa sebenarnya maumu?"

Kakek itu terkekeh.
"Walikota itu yang telah melepaskan AdugLajer. Aku datang kemari untuk menghukumnya karena berani melanggar perjanjiannya denganku. Kau pikirkan saja apakah kedatanganku kemari untuk kembali menebar bencana atau sebaliknya," tukas kakek itu.

Rahayu tercenung beberapa saat.
Tak lama kemudian ia berbicara.

"Baiklah. Kakek urus saja Udang Syaigo. Tapi ingat jika kakek kembali melakukan hal yang seperti dulu, maka kakek harus kembali menghadapi kami!" kata Rahayu sambil menatap sengit ke arah kakek itu.
Sore hari di emperan sebuah rumah panggung yang menjadi tempat tinggal para mahasiswi, tampak Rahayu bersama Rasmi dan para mahasiswa dan mahasiswi peserta KKN sedang berbincang-bincang.

"Apa? Jadi kami harus pulang lebih cepat begitu? Lalu kami harus bilang apa ke pembimbing
mengenai hal ini?" kata Juhariah yang gusar setelah mendengar pengumuman dari Rahayu.

"Kami sebagai pemuka desa meminta maaf atas hal ini. Karena hal ini KKN kalian menjadi terganggu. Kalian kan sudah melihat dan merasakan bagaimana gempa itu mengguncang desa ini," tutur Rahayu
"Gara-gara kejadian itu, KKN kalian di desa ini tidak dapat dilanjutkan. Itu seharusnya bukan masalah karena keselamatan kalian jauh lebih penting. Soal KKN, kalian masih bisa melakukannya di lain waktu dan tempat yang berbeda," lanjutnya.

"Gara-gara Udang Smegol kan, mbak?
Manusia satu itu memang harus diceburin ke dalam kawah gunung Merapi," kata Juhariah.

Rahayu tersenyum pahit.

"Semoga saja masalah ini segera berlalu. Sudah cukup desa ini mengalami gonjang-ganjing. Jangan sampai terjadi hal seperti dulu," tukasnya.
Malam itu tidak jauh dari timbunan material yang membentuk bukit dengan ketinggian hingga lima puluh meter. Di salah satu sudut badan jalan, terparkir beberapa buah mobil dan motor dengan para pemiliknya yang sedang berkumpul mengelilingi seorang laki-laki berpakaian necis.
Laki-laki itu tidak lain adalah sang Walikota Warung Kiara, Udang Syaigo. Ia tampaknya sedang merembukkan sesuatu dengan para bawahannya setelah sebelumnya memeriksa Dusun Talas yang kini terkubur jauh di bawah timbunan material letusan gunung berapi.

"Ini bukanlah tujuan saya.
Mengubur dusun dengan penghuninya yang masih ada di sana sama sekali bukan keinginan saya. Apalagi dusun ini masih termasuk ke dalam wilayah kota Warung Kiara. Yang saya inginkan sebetulnya adalah membuka perbatasan gaib yang selama ini menghalangi wilayah kita dari dunia luar.
Tapi apa yang terjadi tidak sesuai dengan rencana saya. Alih-alih membuka perbatasan gaib, justru saya telah melanggar perjanjian dengan Ki Rawuk. Saya dengan tidak sengaja telah melepaskan AdugLajer dari kurungannya di dasar bumi. Jelas lepasnya AdugLajer akan membuat wilayah
ini dan sekitarnya akan mengalami kehancuran total bahkan akan mengalami hal yang tidak terbayangkan yaitu menjadi gurun pasir." Panjang lebar Udang Syaigo berbicara seraya mengedarkan pandangannya.

"Lalu kapan tepatnya AdugLajer akan keluar dari dasar bumi?" tanya seorang
bapak-bapak yang mengenakan safari serta berkopiah berwarna biru.

"Saya tidak tahu. Tapi AdugLajer belum bisa sepenuhnya keluar dari dasar bumi karena ada sesuatu yang menghalanginya meski itu tidak akan bertahan lama. Apapun itu akan memberi sedikit waktu bagi saya untuk
memperbaiki kesalahan ini. Saya pikir Ki Rawuk akan segera datang kemari. Mungkin dia ingin menghukum saya karena telah menyebabkan kekacauan ini," tukas Udang.

"Bukannya Ki Rawuk sudah mati, pak? Bahkan ia sudah mati dari beberapa abad yang lalu," kata bapak-bapak itu lagi.
"Pak Adim ini berbicara apa, sih? Ki Rawuk adalah legenda hidup di dunia magis. Ia adalah orang tersakti sepanjang masa. Kesaktiannya mampu mengembalikannya ke kehidupan setelah kematiannya," tukas Udang seraya menatap Pak Adim.

"Ada rupanya yg seperti itu, ya," gumam Pak Adim.
"Ada seseorang yang datang, pak. Mungkin ia adalah Ki Rawuk," ujar salah seorang laki-laki yang sedang berdiri agak jauh dari Pak Udang dan yang lain.

"Tapi saya tidak merasakan kehadirannya. Lagipula Ki Rawuk itu sudah tua. Sedangkan dia terlihat masih muda," tukas Pak Udang
sambil menyipitkan kedua matanya ke arah sosok yang semakin mendekat itu.

"Berhenti di sana. Apa tujuan anda kemari?" Anak buah Pak Udang yang berjaga agak jauh itu berseru seraya menghadang langkah orang yang baru tiba itu.

Laki-laki yang baru tiba itu terlihat menyeringai.
"Kenapa saya tidak boleh kemari? Apa kalian merasa yang paling berhak ada di sini sehingga kalian seenaknya melarangku?" ucapnya dengan intonasi yang terdengar aneh dan setengah berdengung.

"Kami tidak melarang. Kami hanya merasa aneh dengan kedatangan anda, kisanak. Sebutkan
nama dan tempat asal anda tinggal," anak buah Pak Udang menatap penuh curiga ke arah laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahunan itu.

Pak Udang yang merasa terpancing dengan orang tersebut lantas menghampirinya seraya bertanya.

"Apa anda memiliki sanak saudara yang tinggal
di dusun ini? Mungkin kami bisa membantu," ucapnya.

"Hahaha." Orang itu tertawa seraya maju ke hadapan Pak Udang. "Ketahuilah namaku adalah Raden Sabra Harjuna alias AdugLajer!"

Setelah berkata demikian, orang tersebut menyeringai yang mana seringaiannya mengepulkan asap
disusul nyala api yang berkobar-kobar hingga menyelimuti seluruh tubuhnya.

Dalam hitungan detik saja, kobaran api dari sosok AdugLajer tersebut membumihanguskan tempat tersebut bersama orang-orang yang ada di sana. Dalam sekejap tempat tersebut telah ludes dalam balutan api.
Gelap menyelimuti area yang berada di lembah yang dipenuhi kabut itu. Sebenarnya apa yang telah terjadi pada beberapa waktu yang lalu saat rombongan Walikota WarungKiara dihampiri sosok AdugLajer?

Setelah tempat tersebut musnah oleh semburan api AdugLajer, yang terjadi muncullah
suatu tempat yang gelap dipenuhi kabut yang berada di suatu lembah yang diapit ngarai di kanan dan kirinya.

Tempat yang merupakan area yang sangat luas itu terbentang sejauh mata memandang. Kegelapan adalah teman bagi area antah-berantah itu.

"Tolooong! Apakah ada orang"
terdengar suara perempuan berteriak panik dari salah satu sudut area berkabut itu.

Tak lama siluet perempuan yang baru berteriak itu muncul di antara kabut yang menyelimuti.

Semakin jelas terlihat jika perempuan tersebut adalah Rena yang entah bagaimana bisa ada di sana.
"Teman-teman, kalian di mana? Apa kalian semua selamat?" teriaknya lagi. "Tidak mungkin! Itu sangat cepat. Mereka terbakar hidup-hidup di hadapanku. Juju, Dina, Kholik, Fajar, Hasan! Mereka semua terbakar!" pekiknya dengan perasaan duka yg mendalam.

Rena berlutut di atas tanah.
Ia menangis ketika membayangkan saat-saat mengerikan ketika kobaran api dengan tiba-tiba menyelimuti seluruh tempat di mana saat itu ia berada bersama teman-temannya.

Ia dapat dengan jelas mendengar jeritan mereka saat terbakar oleh jilatan api misterius itu.
"Aaaaahhh panassss!"

"Tolooooooong akuuuuuu! Panas sekaliiii!"

"Selamat tinggal!"

"Allahu akbar!"

Begitulah suara jeritan teman-teman yang Rena dengar saat seluruh desa diterjang kobaran api yang sangat dahsyat. Hal itu masih terbayang di benaknya. Menimbulkan trauma mendalam
yang tidak mungkin dapat terhapus begitu saja.

Namun kini Rena dihadapkan pada kenyataan dirinya berada di suatu tempat yang sangat asing. Ia bahkan merasakan jika tempat tersebut dipenuhi entitas mistis yang sangat kuat. Berulang kali ia melihat sosok-sosok berseliweran yang
kemudian menghilang. Ia juga sempat melihat adegan teman-temannya yang sedang terbakar. Penampakan itu berkali-kali muncul, membuat traumanya semakin parah saja.

Rena hanya bisa menangis sambil bersimpuh di atas tanah atau apapun itu yang ia pijak. Yang jelas, ia merasakan
banyak sekali serpihan kasar seperti potongan tulang di atas area itu. Namun ia tidak dapat memastikannya karena gelapnya tempat tersebut.

Sayup-sayup terdengar suara seorang perempuan yg sepertinya adalah seorang ibu-ibu.

"Rena, anakku. Kemarilah. Ibu sudah lama menunggumu.
Sekian tahun ibu menunggu, akhirnya kamu datang, anakku."

Rena celingukan kemudian bangkit dari bersimpuhnya.

"Ibu?" Ia bergumam. "Ibu di mana? Rena takut, bu!" Ia berteriak seraya berusaha mencari di mana asal suara tersebut.

"Kemarilah, anakku. Ibu di sini, nak," suara
menyahut. Namun Rena mendengar seolah-olah suara tersebut berasal dari semua arah.

Otomatis ia pun dibuat bingung karenanya.

"Ibu sebenarnya ada di mana? Kenapa suara ibu terdengar banyak?" teriak Rena.

Suara itu tidak menyahut. Sunyi, sepi, tiada sesuatu pun yg berbunyi.
"Ibu? Kenapa tidak menjawab? Rena takut, bu. Rena pengen pulang!" teriak Rena lagi.

"Anak dungu! Diam!" suara itu menyahut dengan kasar, membuat Rena terkejut.

"Kenapa ibu mengataiku begitu? Bukankah ibu menyayangiku? Bahkan ibu semasa hidup tidak pernah mengataiku dungu,"
teriak Rena.

"Diam kau, dungu!" Mendadak suara tersebut menjadi sangat dekat disusul dengan penampakan sesosok perempuan berpakaian compang-camping, berambut panjang acak-acakan, dan lagi ia berwajah dipenuhi darah serta membusuk dan dipenuhi belatung.

"Aaaaaahh!!!" Rena
menjerit histeris kemudian berlari menjauh.

Namun sosok demit itu mengejarnya kemudian menyambar punggung bajunya dan menyeretnya.

"Ihihihihihih.....! Kau tidak akan lari, dungu! Aku adalah perwujudan asli dari ibumu yang mati karena berani mengakhiri persekutuannya dengan
Wawagor!" sosok itu berserapah seraya menyeret Rena hingga mencapai bibir ngarai.

"Lepaskan aku, demit! Jangan kau berani menjelek-jelekkan ibuku! Ibuku tidak sehina seperti yang kau katakan!" Rena berontak kemudian menyambar sepotong tulang yang teronggok di tanah kemudian
memukulkannya ke arah sosok demit itu.

"Uahhhhhh! Kurang ajar! Anak dungu!" Demit itu melepaskan cengkeramannya saat tulang yg dipukulkan Rena mencapai wajahnya.

Tanpa membuang-buang waktu, Rena berlari menjauh. Namun tanpa ia sadari ia malah terjun ke dalam ngarai.
"Aaaaaaaaaaahhhhhh!"

Jeritan melengking Rena terdengar keras hingga memantul di dinding ngarai. Tubuh gadis tersebut terhempas dengan kecepatan tinggi kemudian mendarat dalam posisi telungkup di atas sebongkah batu besar. Tubuhnya tidak bergerak serta lelehan darah mengalir
di permukaan batu tersebut.

Rena telah mati?

Tapi ia bukan sedang berada di alam nyata, jadi apapun yang terjadi terhadapnya hanya bersifat sementara. Termasuk kematiannya akibat terhempas dari atas ngarai.

Hal itu terlihat saat ia bergerak berusaha bangun.
Seluruh tubuhnya tampak dipenuhi lelehan darahnya. Pakaiannya yg awalnya berwarna biru muda menjadi merah karena darahnya sendiri.

Rena terkejut saat menyadari dirinya tidak mati setelah terjatuh dri atas ngarai. Ia tampak bergidik saat melihat lelehan darah di sekujur tubuhnya.
"Darah? Aku tidak mati padahal aku baru saja jatuh dari atas sana. Ini aneh," gumamnya seraya celingukan.

Sayup-sayup terdengar suara deru hembusan angin yang semakin lama semakin terdengar jelas. Rena pun merasakan hembusan angin tersebut mengarah kepadanya.
Saat angin menerpa dirinya, sayup-sayup ia seperti mendengar suara bisikan seseorang. Suara seorang perempuan yang ia kenal.

"Rena, dunia manusia telah musnah tapi ada satu hal yang dapat menafikannya. Kamu bergegaslah dahulu. Carilah suatu tempat yang dipenuhi cahaya.
Datangilah cahaya itu. Teruslah melangkah ke arah cahaya hingga kamu berhasil keluar dari tempat ini. Aku bersama paman sedang berusaha mencari cara untuk mengembalikan keadaan ini. Pergilah, Rena. Temukan cahaya itu dan berjuanglah."

Rena tertegun setelah mendengar kata-kata
dari suara itu.

"Mbak Rahayu, kamu di mana? Apakah kamu selamat?" teriak Rena sambil celingukan.

Tidak ada jawaban. Sunyi sepi, hanya suara deru angin menerpa dinding ngarai yang terdengar.

Rena pun teringat pada kata-kata Rahayu barusan bahwa ia harus menemukan suatu
tempat yang dipenuhi cahaya. Ia harus menemukannya dan menerobosnya agar bisa kembali ke dunia nyata.

Namun yang menjadi pertanyaan di benaknya, apakah hanya ia satu-satunya yang selamat atau masih ada yang lainnya.

Lama Rena tercenung hingga merasakan batu yang ia pijak
bergetar dan seolah hendak melayang. Ia pun segera melompat turun dari bongkah batu tersebut. Selanjutnya ke arah batu yang mendadak bergerak itu.

Batu tersebut mendadak berubah menjadi sesosok makhluk batu atau biasa disebut Golem. Sosok itu melihat ke arah Rena dengan ganas.
Ralat : Selanjutnya melihat ke arah batu yang mendadak bergerak itu.
Golem tersebut mendadak menyerang Rena dengan tangannya yang besar hingga gadis itu melayang kemudian terhempas menghantam dinding ngarai.

"Ahhh!" Rena menjerit kemudian memuntahkan darah dari mulutnya. Tubuhnya kemudian menggelosor ke bawah.

Selanjutnya ia bersimpuh di sana.
Sedangkan Golem tersebut dengan larinya yang berat, menuju ke arah Rena.

Rena hanya bisa membelalak melihat ke arah sosok raksasa batu yang mengerikan itu. Dikuat-kuatkannya dirinya. Kemudian ia bangkit lalu berlari menjauh, dan Golem itu mengejarnya.
Rena berlari pontang-panting, namun kemudian ia terantuk batu hingga terjatuh. Golem itu pun berhasil menyusulnya. Tampaknya Rena akan kembali mendapatkan serangan dari sosok bertenaga besar itu.

Dengan memberanikan diri, Rena membalikkan badan menghadap ke arah kedatangan
Golem.

Ia kemudian berkata lantang.

"Jika kau hidup karena darahku! Seharusnya kau tidak menyerangku! Kau seharusnya patuh kepadaku! Berhentilah menyakitiku!"

Golem tersebut yg awalnya sedang bersiap hendak menyerang Rena, mendadak tertegun setelah Rena berteriak demikian.
Mendadak Golem tersebut berlutut di hadapan Rena. Ia kemudian menunjuk-nunjuk ke arah punggungnya.

Rena mengerti dengan maksud makhluk batu itu. Ia pun segera bangkit dan bergerak menuju punggung makhluk itu dan menaikinya.

Setelah berada di punggung Golem, makhluk itu
kemudian berlari menembus kabut di hadapannya. Suara langkahnya yang berat bergema sepanjang jalur yang diapit ngarai tersebut.

Tak lama mereka berdua tiba di ujung jalur yang rupanya buntu karena terhadang jurang yang sangat dalam. Saking dalamnya, dasar jurang itu tidak
terlihat. Ditambah lagi kabut asap yang menutupi sebagian area tersebut.

Rena celingukan. Tidak terlihat adanya jalur yg bisa dilewati meski oleh Golem sekalipun.

Rena beberapa kali menunjuk ke arah tebing yang ia pikir dapat dilewati. Namun Golem meresponnya dengan menggeleng.
Saat itu, mendadak Rena melihat setitik cahaya nun jauh di seberang jurang tersebut. Hal itu jelas membuatnya merasa tak sabar untuk segera tiba di lokasi cahaya tersebut.

Ia pun dengan bersemangat menunjuk ke arah titik cahaya itu. Namun Golem menolak untuk membawanya ke sana.
Hal yang logis yang membuat Golem menolak permintaan Rena adalah keberadaan jurang yang dalam lagi lebar, yang tidak mungkin dapat dilewati dengan berjalan. Opsi satu-satunya dan itu sangat mustahil ada untuk menuju titik cahaya tersebut adalah dengan terbang.

Namun itu sangat
tidak mungkin.

"Ayolah, kamu bawa aku ke sana! Kamu kan bisa hidup karena darahku. Kau harus menurutiku. Ayolah!" Rena berusaha memaksa Golem untuk berjalan ke sana.

Lagi-lagi ia menggeleng pertanda menolak permintaan Rena. Gadis itu pun hanya bisa melenguh kesal.
"Kenapa sih harus sesulit ini? Tidak adakah jalan lain? Hei, apa kamu tidak bisa mencari jalan sendiri yang mungkin agar kita bisa sampai ke sana?" gerutu Rena seraya menatap ke depan.

Setelah berkata demikian, mendadak Golem bergerak kemudian berlari ke jalur semula.
Ia berlari kencang, membuat Rena harus berpegangan dengan kuat pada tubuh Golem.

"Kamu mau membawaku ke mana? Kenapa malah kembali? Ayo kembali ke sana! Cahaya itu tepat berada di sana!" teriak Rena.

Golem terus saja berlari hingga kemudian ia berlari menanjak, menaiki sisi
tebing yang lebih landai. Ia terus berlari menanjak, menabraki bebatuan atau apapun yg menghalangi jalan, termasuk sesosok perempuan berkebaya merah jambu yang sedang berdiri mengawasi.

"Hei! Kau menabrak orang!" teriak Rena untuk selanjutnya ia tertegun. "Orang? Tunggu dulu!"
Golem tidak menghentikan larinya meski Rena telah memintanya untuk berhenti. Makhluk itu terus berlari hingga kemudian ia mendadak menghentikannya saat sosok yang ditabraknya tiba-tiba menghadang langkahnya.

Sesosok gadis berkebaya merah jambu itu berparas cantik dan menawan.
Ia tersenyum menatap ke arah Rena hingga membuat gadis itu mengira jika sosok itu adalah sosok yang baik. Namun tiba-tiba gadis itu berkelebat kencang ke arah Golem dan merobohkannya hanya dengan sekali tepuk.

Akibatnya Rena yang berada di punggung Golem terlempar ke belakang.
Rena pun terlempar dan jatuh ke dalam jurang. Namun, Golem berhasil menangkapnya dan membawanya ke atas tebing ngarai.

Sosok gadis berkebaya merah jambu itu kembali muncul dan menyerang Golem. Rena pun harus berpegangan kuat-kuat pada punggung Golem agar tidak terjatuh kembali.
Namun kali ini sosok gadis itu menyerang Rena dengan kibasan selendangnya yang mengeras menjadi seperti sebilah pedang.

Akibatnya Rena terjengkang ke belakang dengan dadanya terluka sayatan besar yang mengucurkan darah.

Sementara Golem berusaha melindungi Rena dengan
menyerang balik gadis itu. Namun nihil, gadis tersebut rupanya lebih kuat. Bahkan Golem yang begitu keras pun dibuat terdesak oleh gadis itu.

Sementara Rena berhasil mempertahankan dirinya dengan menggantung di belakang Golem. Ia pun terayun-ayun saat Golem mendapat serangan
gencar dari gadis itu.

Di saat-saat terakhir, Golem berusaha menyelamatkan Rena dgn melemparkannya jauh-jauh ke arah titik cahaya yg sebentar lagi dapat dicapai.

"Golem!" teriak Rena saat sedang melayang melihat ke arah di mana Golem jatuh berhamburan menjadi butiran pasir.
Sosok gadis itu terlihat mendelik saat melihat ke arah Rena yg posisinya semakin menjauh saja. Ia melompat terbang hendak menyusul Rena.

Namun yg terjadi, Rena berhasil mencapai lokasi cahaya tersebut. Tubuhnya yg dipenuhi darah terhempas ke atas tanah d mana cahaya itu berada.
"Hei! Kamu tidak bisa begitu saja mencapai cahaya itu!" gadis itu berteriak kemudian terbangnya tertahan saat Rena berhasil mencapai cahaya tersebut.

"Sial! Kalau begini, aku tidak bisa kembali ke dunia nyata. Cahaya itu sudah terlanjur dimasuki gadis itu. Duuh, padahal aku
ingin sekali pulang," ia merutuk kemudian turun ke arah lokasi cahaya yang kini telah meredup.

Cahaya tersebut memang meredup sesaat setelah Rena berhasil mendarat di atasnya. Di sana hanya menyisakan hamparan debu yang sedikit demi sedikit beterbangan.
Sosok gadis itu termangu di sana kemudian ia melangkah gontai meninggalkan tempat itu.

Sementara Rena yang telah berhasil mencapai cahaya tersebut mendadak terbangun di suatu tempat yang sangat kering dan meranggas dengan sinar matahari yang panas menyengat.

Pohon-pohon mati
yang sebagian di antaranya telah menjadi arang hitam itu berdiri di tengah-tengah dataran kering dengan tanahnya yang retak-retak.

"Ini? Tempat ini adalah desa itu yang kini telah musnah?" Rena bergumam.

---Sekian---

Akan berlanjut ke cerita berikutnya...
Don't worry..

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Acep Saepudin

Acep Saepudin Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @acep_saep88

Jun 12, 2022
Menulis lagi dgn harapan tulisan ini tidak stuck lagi......

--Petilasan Begawan Sakti di Tengah Hutan --

Sebuah cerita untuk hiburan semata. Semoga berkesan di hati para pembaca...

@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor #ceritahorror #ceritaseram #ceritaaneh #absurd Image
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Malam itu di tengah suatu hutan yg lebat, seorang laki-laki setengah baya tengah duduk menghadap ke arah suatu api unggun yg beberapa saat yg lalu ia nyalakan.

Laki-laki itu adalah Pak Tasrin, seorang musafir yg hendak pergi ke kampung di mana putrinya tinggal.
@P_C_HORROR @HorrorBaca @ceritaht @IDN_Horor Ia telah melakukan perjalanan yg sangat jauh dari kampung halamannya. Ia telah melewati beberapa tempat baik itu yg berpenduduk maupun berupa wilayah kosong seperti hutan yg saat ini tengah disinggahinya.

Ia kemalaman di tengah hutan tersebut, dan merasa tidak mungkin untuk
Read 192 tweets
Aug 21, 2021
-- Rahasia Terpendam Reruntuhan di Tengah Hutan --

Suatu reruntuhan rumah mewah yg berdiri di tengah hutan yg lebat dan kelam.
@ceritaht @IDN_Horor @bagihorror @Penikmathorror @WdhHoror17 @HorrorBaca @FaktaSejarah Image
Pada pagi itu di suatu kota kecil. Di salah satu sudut jalan tampak seorang laki-laki yg adalah Arhan sedang mengendarai sepeda motornya jenis bebek manual. Ia sepertinya hendak menuju suatu tempat yg merupakan di mana para kenalannya sedang berkumpul.

Sesampainya di tempat yg
dituju, ia menghentikan sepeda motornya kemudian melihat ke arah dua orang satpam yg sedang berjaga di posnya. Mereka tampak melihat ke arah Arhan kemudian salah seorang di antaranya berseru.

"Arhan, tumben kemari? Sepertinya ada proyek baru, nih," ujar salah seorang satpam
Read 165 tweets
Aug 13, 2021
-KEBAYA HIJAU DAN LUKISAN PINGGIR RAWA -

Sebuah cerita yg ditujukan sebagai sekuel dari Sang Pejalan Malam Versi 2. Cerita akn mengangkat seputar misteri gubuk yg berisi kebaya hijau dan lukisan misterius.
@ceritaht @horrornesia @WdhHoror17 @IDN_Horor @HororBaca @Penikmathorror Image
Samar-samar yg terlihat oleh bocah lelaki itu adalah sosok perempuan yg selama ini membesarkannya, diseret keluar dari dalam rumah. Orang-orang itu membawa perempuan tersebut entah ke mana.

"Jadi ibumu dibawa orang-orang itu dalam keadaan masih memakai kebaya hijau?" tanya
Pak RT yg beberapa jam setelah kejadian, datang menemui bocah lelaki yg kini tengah terbaring lemah di dalam rumah itu.

Bocah lelaki itu hanya mengangguk lemah seraya terisak.

"Siapa sebenarnya mereka? Untuk apa mereka menculik Bu Lastri?" gumam Pak RT.
Read 204 tweets
Aug 3, 2021
-- SANG PEJALAN MALAM V2--

Halo, selamat berjumpa kembali di thread dari Acep Saep. Kali ini saya membawakan cerita lama yg di remake. Semoga menghibur...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @Penikmathorror @HororBaca #ceritahorror Image
Cerita ini pernah dibuat ketika pertama kali saya aktif membuat thread di twitter. Saya membuat cerita yg sama bukan karena cerita yg lama sukses melainkan karena saya merasa cerita tersebut kurang sreg dan juga terlalu absurd.
Makanya saya mencoba membuat reboot dari cerita tersebut. Penasaran dengan ceritanya? Ayo kita simak saja.
Read 181 tweets
Jul 11, 2021
-- DUSUN ANGKER BAGIAN II --

Sebuah cerita tentang para penduduk kota yg tersesat di sebuah dusun angker di pedalaman hutan. Selain tersesat, mereka juga harus berhadapan dg pendduk lokal yg tidak ramah...

@ceritaht @IDN_Horor @WdhHoror17 @HororBaca Image
Dalam keremangan saat itu, Pak Tohar diseret oleh beberapa orang pengepung dalam kondisi dari wajah hingga ujung kaki dipenuhi tetesan darah. Laki-laki itu terlihat tidak berdaya saat orang-orang semi telanjang tersebut membawanya melewati gerbang dari tumpukkan batu yg mengarah
masuk ke perkampungan itu.

Teman-temannya tidak kalah menderitanya dari dia. Mulai dari Arkim hingga Dani, dalam kondisi yg serupa dengannya. Apalagi Cayut yg kini dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Laki-laki itu dalam kondisi koma setelah terluka oleh sebatang anak panah yg
Read 160 tweets
Jun 28, 2021
- DUSUN ANGKER -

Sebuah cerita tentang suatu dusun yg tertutup dari dunia luar. Dusun yg angkernya tidak hanya terkait hal-hal mistik saja melainkan juga terkait warganya yg tidak ramah pendatang...

@IDN_Horor @ceritaht @WdhHoror17 @FaktaSejarah #ceritahorror Image
Cerita yg saya tulis ini kemungkinan memiliki judul yg sepertinya sudah terlalu umum. Tapi saya pastikan isi cerita bukan hasil dari menyontek karya orang lain. Bahkan cerita ini asli hasil pemikiran saya sendiri berdasarkan pada pengamatan pada sekelompok masyarakat yg memang
tertutup dari dunia luar. Bahkan masyarakat ini selalu berusaha mati-matian agar tidak ada orang asing yg memasuki wilayahnya. Mereka tidak segan membunuh orang-orang asing yg berani memasuki wilayah di mana mereka bertempat tinggal serta bermata-pencaharian.
Read 199 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(