Vynto Profile picture
Feb 3, 2021 123 tweets 19 min read Read on X
#bacahorror
#threadhorror

Sebuah kisah singkat tentang Kuyang.

(Cerpen singkat)
“Ya pokoknya dalam sebulan selalu ada sekali, dua atau tiga kali, suara pok-pok terdengar di pekarangan belakang. Bunyi itu tidak pernah memilih empunya pekarangan. Keacakannya adalah hak prerogatifnya. Sesuka-suka dia.”
kata lelaki itu sambil menekuk lututnya menjejak kursi kayu panjang. Tempat ia duduk sambil menyendok lahap bubur ayamnya.
Tunku, pria bertubuh tegap dan tanpa lemak itu menyuruh Ampong, bocah kecil tetangga rumahnya untuk selalu memperhatikan volume suaranya. “Jika tak berubah maka kamu akan aman” katanya datar sambil memungkasi suapan bubur terakhirnya.
Wajahnya dipasang sgt datar tanpa kesan menakut-nakuti. Ya, Tunku mmg se-manipulatif itu. Pria pendongeng kampung yang kerap menunjukkan air muka datar, dihadapan korban-korbannya. Ampong, dan tiga temannya, bocah warga kampung Jawa hanya menelan ludah dgn saling pegangan tangan.
Ibu-ibu sudah paham jika Tunku sudah dikerubuti bocah-bocah. Jika ketahuan salah satu dari mereka, tak segan Tunku dihalaunya jauh-jauh sambil menarik ujung dasternya. Tapi, siang ini Tunku cukup beruntung. Mungkin lokasi Tunku lah penyebabnya.
Ia mengumpulkan bocah-bocah kampung di warung bubur ayam Narsih, wanita ramah separuh baya asal Jember, Jawa Timur.
Dari bocah-bocah yang siang tadi bergidik akibat dongeng Tunku, Ampong yang paling terbayang-bayang. Endapan kengerian dari cerita Tunku tak lekang menggerogoti nyalinya sampai malam menjelang.
“Kalau suaranya besar, berarti ia masih jauh, tapi kalau suaranya kecil, itu artinya ia sudah sangat dekat. Mungkin sudah dibawah kasurmu....ingat, pok-pok-pok.” begitu pesan Tunku sebelum ia meninggalkan warung tadi siang.
Ampong mencengkeram tepi ranjangnya erat-erat. Selimutnya tidak berfungsi maksimal karena kekecilan itu dihempaskan menutupi kepalanya rapat-rapat. Tidur di kamar sendirian seperti sekarang ini benar-benar diluar rencananya.
Andai saja emaknya tidak melahirkan adiknya, tentu ia masih seranjang dengan orang tuanya. Ampong menyumpahi kelahiran adiknya.
.
Tiba-tiba tiupan tipis menampar batang leher belakangnya. Mendinginkan tengkuknya yang sudah basah oleh keringat.
Ciri-ciri itu tidak ada di cerita Tunku! Ampong mencoba mendalilkan alasan untuk menjaga menciutnya nyali.

“Datangnya acak, tidak pernah di duga. Kamu harus selalu siap siaga setiap malam.”

Dheg.
Ia ingat cerita Tunku, soal Kuyang yg kdg menculik anak kecil lalu meminum darahnya dgn menggigit paha dalamnya. Tempat pembuluh darah terbesar melintas di bawah kulit. Kuyang juga punya rasa perikemanusiaan. Ia ingin mempercepat penderitaan korban-korbannya, kata Tunku td siang.
“Sial!, setan apa yang punya rasa perikemanusiaan” Ampong mendesis sambil menggelengkan kepalanya.
“Di kampung sini, kuyang yang berwujud wanita itu memang kadang suka mencari korban anak-anak seperti kalian, jika kalian tertangkap, ia meminum darah dan memakan jantungmu agar ia selalu awet muda.”
“Awet muda? Bukannya setan itu hidup kekal sampai kiamat?” tanya Anang - teman Ampong- memburu.
“Dia sama seperti kita, manusia biasa. Minum air, makan nasi, berburu celeng, belanja sayur di pasar, pengawai negeri, dan kegiatan lain seperti kita-kita ini.” Tunku kembali mendekatkan kepalanya dengan setengah berbisik.
“Jangan pernah percaya pada siapapun. Ia ada di sekitar kita.”
Narsih, wanita separuh baya yang tiap hari bermake up tebal itu mulai terganggu. Air mukanya gusar tidak tega menatap bocah-bocah kecil di depannya yang sedang meringis ketakutan. Dalam tarikan napas berat ia membenturkan mangkok mi dengan kasar, sebagai pengalih perhatian.
Tunku melirik sebentar, lalu menubrukkan pandangan tajam ke arah Narsih. Narsih melengos sambil sesekali mengibaskan selembar koran untuk menghalau lalat yang berterbangan.
Ampong masih penasaran. Ia hendak mengungkap fakta-fakta di balik legenda kuyang di kampungnya.

“Cirinya satu, ia tidak punya yang satu ini.” Tunku menuding celah kecil di bawah hidungnya.

***
Sejak cerita menyeramkan dari Tunku tadi siang. Ampong masih saja terbayang-bayang. Pikirannya penuh dengan jejalan sosok kuyang yang sangat menakutkan. Berusia masih belasan adalah salah satu nasib sialnya.
Andai saja aku sudah dewasa, bisik Ampong di balik selimutnya dengan otot leher yang makin tegang.
Kesialan itu belum seberapa dibanding kesialan yang mendera pangkal selangkangannya sekarang. Kantung kemihnya terasa penuh. Membayangkan sendirian melewati dapur belakang rumahnya yang gelap untuk menuju kamar kecil saja sudah menakutkan.
Apalagi harus jumpa fans dengan makhluk yang bernama kuyang.

Daripada kencing di kasur dan besoknya menahan sabetan penebah emak yang menghujam bokongnya, ia memilih berjuang dalam kegelapan.
Ampong sudah melupakan hembusan ringan di tengkuknya yang ternyata memang hanya imajinasinya belaka. Pangkal tumitnya dijejakkan ke lantai kayu agar tapak kakinya lebih samar terdengar setan. Dengan keberanian yang terkoyak-koyak, Ampong meninggalkan kamar.
Tiba di depan kamar mandi yang minim penerangan itu, Ampong langsung mendorong pintunya dengan dua kali hentakan. Bocah kecil itu lagi-lagi mengumpat. Ia lupa sudah seminggu ini pintu kamar mandinya selalu dikunci emaknya sebelum beranjak tidur. Entah apa penyebabnya.
Ampong memutar punggungnya cepat, pesan emaknya kalau malam kebelet kencing ia harus menggunakan toilet darurat samping rumah kayunya.
Sejenak Ampong mencoba menjernihkan kepalanya yang terlanjur mengeruh. Dan betapa kesalnya begitu menyadarai bahwa bukan hanya kantung kemihnya yang penuh. Isi usus besarnya juga sedang mendesak keluar karena kepenuhan.

Sial!
Dengan perasaan kesal, ia kembali melintas lorong pendek belakang rumahnya. Debaran jantungnya yang berakselerasi cepat tak lagi dihiraukannya mana kala ia berjalan kembali melewati ruangan dapurnya yang gelap.
Tiba di depan kamar emak bapaknya yang sudah terlelap, ia mengusung sebongkah kegamangan. Di gantung dimana kunci kamar mandi? gumamnya sambil menggaruk lekuk pipinya yang tak gatal.
Posisi berdiri Ampong sedikit aneh jika tidak dibilang lucu. Lututnya menekuk dengan betis gemetaran.
Didorongnya pelan pintu kayu itu. Dalam celah selebar dua kali kepalan tangan ia menjelajahkan pandangan ke semua sudut ruangan. Kedua orangtuanya masih mendengkur bersingkuran.
Pada detik keempat, sapuan indra penglihatannya terhenti pada paku yang tertancap di dinding kayu tepat di samping kalender gantung.

Itu kuncinya! Ampong bersorak kegirangan dalam hati.

***
Tak lama kemudian.

Sekarang Ampong kembali berdiri di depan pintu kamar mandi dengan menggenggam bandul anak kunci. Entah apa yang menyebabkan ia hanya berdiri mematung seperti itu. Wajahnya tampak sedikit meragu dan bimbang.
Yang jelas sesaat setelah berhasil merebut anak kunci dari pelukan paku dua menit lalu, mendadak semua rasa kebeletnya kabur menghilang.
Tapi ia lekas membuat pertimbangan. Usahanya tadi adalah perjuangan berat, dan tak mungkin disia-siakan. Perjuangan itu harus dituntaskan sekarang, apapun hasilnya.
Dorongan ringan setelah memutar anak kunci ke arah kanan telah dilakukan Ampong dengan perlahan. Begitu daun pintu berat itu membentur dinding kayu dengan kasar, dalam keremangan malam, tenggorokan Ampong tercekat dalam jeritannya yang tak bersuara.
Ampong masih dapat menitik wajah perempuan separuh baya yang berdiri di depannya. Seorang wanita yang sering dijumpai Ampong kerap tersenyum ramah saat menyuguhkan semangkok bubur ayam kegemarannya.
Kali ini make up tebalnya menghilang. Parit kecil di antara hidung dan bibirnya tampak rata.

“Bu..bu..Narsih?”
Ampong tak dapat menguasai keseimbangan tubuh kurusnya. Sedetik setelah panggilan Ampong, sosok itu membuka mata lalu tersenyum tipis, kemudian ia menyeringai lebar.

Pandangan Ampong mengabur dan menjadi gelap.

END

#kuyang @bacahorror
Dilanjutkan ga nih tweeps?
boleh dong gaes RT dan follow sblm gw lanjut kisah Ampong. yuk bisa yuk...

#kuyang #rupiah #bacahoror #threadhorror
gw lanjutin yah, ga jadi end kok

Satu setengah jam sebelum Ampong pingsan.

Orang lain menyebutnya bulan, Tunku memanggilnya sang penguasa malam. Sinar bulan yang membanjiri langit luas dari ujung cakrawala ke ujung lainnya, membuat Tunku terkesima. Malam yang sempurna, batinnya
Yah, memang Tunku sepuitis itu, otaknya penuh dengan kata-kata. Bukan sok indie, sedari kecil memang Tunku terobsesi dengan kata-kata. Mandau Amang Jago pun kalah tajam dengan kata-kata, begitu menurutnya.
Standar motor HonStandar motor Honda Win langsiran 90-an yang berkarat itu ditarik dengan kakinya dengan sedikit memaksa. da Win langsiran 90-an yang berkarat itu ditarik dengan kakinya dengan sedikit memaksa.
waduh ada dobel copas an dari word hehe, maap2
“Bulik pian?” tanya Dikin, pemilik warung kopi di samping rumah sakit kabupaten tempat Tunku bekerja.
“Inggih, kangen babinian” jawab Tunku dengan mata berbinar-binar.
“Ati-ati pian, kada usah mampir-mampir” kata Dikin datar.
“Mumpung shift jaga sore, lagian ini malam jumat hihi” Tunku terkikik sambil memberi memainkan telunjuk kanannya pada jari tangan kirinya yang dibundarkan.
“Nyaman nian” balas Dikin lalu tertawa bersamaan.
Setelah puas bercengkrama dengan teman-teman shift-nya di warung kopi Sadikin, malam ini ia pulang lebih cepat dari biasanya. Tangannya menjinjing buah tangan lima bongkah tahu isi goreng kesukaan istrinya.
Tunku bergidik jika membicarakan tentang istrinya. Tadi malam saat tidur sebuah tamparan keras mendarat di kepalanya yang jarang ditumbuhi rambut itu. Tanpa sengaja Tunku menyebut nama Narsih dalam tidurnya.
Erangan saat Tunku meracau itu, sukses membangunkan istrinya dari tidur. Tanpa ba-bi-bu, istrinya mencecar Tunku. Dikiranya Tunku sedang tergila-gila dengan janda menor penjual bubur ayam di kampung Jawa.
Sambil tersenyum-senyum sendiri, Tunku memacu motornya lebih kencang. Maklum, akhir-akhir ini banyak berita kejahatan begal. Ngebut asal selamat, begitu pesan istrinya dengan bibir mengerucut tiga sentimeter tadi siang, sebelum Tunku pamit berangkat kerja.
Jika harus jujur pertimbangan Tunku menambah kecepatan adalah bukan kejahatan dari begal. Begal mana yang doyan motor butut, begitu pikirnya. Konon kata orang-orang, makhluk astral nocturnal yang disebut kuyang itu lebih aktif berkeliaran pada malam jumat. Seperti malam ini.
Sang pendongeng kuyang yang gemar menakut-nakuti bocah-bocah kampung Jawa itu menyimpan rahasia besar. Ia sendiri takut kuyang.
Melewati perempatan ke dua setelah toko pancing, setang motor butut Tunku berbelok ke kiri. Rumahnya yang sedikit terpisah dari deretan rumah yang lainnya, di kampung Jawa itu, biasa di tempuh dari tempat kerjanya kurang lebih tujuh menit-an jika Tunku menerabas jalur pintas.
Kali ini akan sedikit lama, pikirnya. Begitu melihat pohon yang rubuh melintang ditengah jalan.

#kuyang #Rachelvennya
Jalanan dari tanah keras yang seadanya ini memang jadi jalan alternatif terbaik untuk menyingkat jarak tempuh. Meski untuk itu berarti ia harus berpapasan dengan pemandangan kuburan terbengkalai, ia tak peduli.
Tunku turun dari motornya dengan menyumpahi kesialannya. Pohon angsana yang tumbang melintang sebesar ini bagaimana cara mengangkatnya? Tidak ada seorang pun di sekitarnya.
Setelah melakukan pengamatan sekadarnya untuk menimbang-nimbang solusi terbaik, ia memutuskan berbalik arah. Lewat jalur biasa adalah pilihan logis meski sedikit pahit.
Baru saja tubuhnya menaiki motor, mendorong ke belakang dengan menumpu kedua kakinya untuk berbalik arah dan sebelum ia sempat menstarter motornya, sebuah bunyi ketukan mampir ditelinganya.
Pluk!

Tunku berhenti bergerak. Helm di kepalanya bergetar sedikit. Sebuah kerikil kecil menimpuknya. Tapi siapa yang melempar kerikil malam-malam begini. Kepalanya menoleh kiri kanan.
Matanya mengintip sedikit ke arah kiri. Arah sumber lemparan kerikil. Dan itu berarti dari arah kuburan.
Sial! Umpat sang pendongeng kuyang itu dalam hati. Dua malam ini Tunku didera kesialan. Kemarin tamparan istri, sekarang timpukan kerikil kuburan.
Sebelum sempat memutuskan apakah ia lari atau lebih jauh mengamati, pinggang kirinya meliuk sedikit. Tunku mengaduh. Sebuah lemparan kerikil kali ini mengenai pinggangnya. Meskipun berjaket, kulitnya masih normal untuk bisa merasakan sebuah sensasi timpukan.
Malam akan menjadi lebih panjang bagi satpam seperti Tunku. Setelah lemparan yang ketiga dan keempat mengenai kepala dan kakinya. Ia memutuskan turun dengan wajah gusar. Masa kecilnya yang dihabiskan di desa kecil di pinggiran Banjarbaru sedikit membantu keberaniannya.
Ia ingat dulu sering bermain petak umpet. Dan kuburan adalah tempat favoritnya untuk bersembunyi. Tak ada teman sepermainannya yang berhasil menemukannya.
Tunku merasa ditantang. Bocah edan! Malam-malam berani usil. Tunku bersungut-sungut sambil menyalakan fitur senter dari ponselnya. Ia tetap beranggapan bahwa pelaku pelemparan itu adalah anak-anak iseng seperti dirinya dulu, yang sering melempari orang saat melintas kuburan.
Setelah melangkahi gundukan ditepian jalan, ia melangkah ke arah kuburan. Senter di tangannnya diarahkan dari sudut kiri ke sudut kanan pandangan. Mesti terasa sia-sia, Tunku tetap melakukannya.
Hei ,bocah iseng! Keluar ikam! kada lucu! Teriaknya membelah kegelapan malam.
Tidak ada respon. Tunku seperti meneriaki dirinya sendiri malam itu. Setelah menunggu satu menit lebih, setelah yakin tidak ada orang. Nyalinya mendadak ciut.
Jadi tangan siapa yang tadi melempari ku? Tanyanya gamang. Apa mungkin setan? Ataukah kuyang?
Plok-plok-plok.
Tiba-tiba bayangan kengerian dongeng dari mulutnya sendiri itu mengoyak selubung keberaniannya. Tunku, satpam rumah sakit kabupaten itu benar-benar tidak menyangka hobinya menakut-nakuti bocah sekarang menjadi karma bagi dirinya.
Ya, memang karma itu nyata dan ada. Dan sekarang Tunku sedang menghadapi karma atas perbuatannya pada bocah-bocah kampung Jawa.
Momen seperti ini bagi Tunku adalah saat yang pas untuk membelokkan nalarnya. Apabila logika telah buntu dan nalar menjadi macet, jalan satu-satunya adalah lari sejauh-jauhnya.
***
Pelan-pelan dengan kepala yang masih sedikit terasa melayang, Tunku mencoba membuka mata. Darahnya masih mengalir dari pipinya yang terasa kasar oleh tanah. Hidung dan keningnya masih berdenyut.
Peristiwa sebelum jeda senyap yang sebentar tadi dirasakan sebelum berlari kencang ternyata adalah kesialannya yang ketiga. Kesialan yang tidak pernah Tunku duga sebelumnya.
Tidak ada yang tahu peristiwa itu selain Tunku dan penyerangnya. Tidak anak bayinya, tidak istrinya, tidak juga teman-temannya.
Sekujur tubuh telentangnya terasa beku menggigil. Sinyal yang tidak baik bagi keberlangsungan hidup sang petugas jaga rumah sakit kabupaten. Sekelebat bayangan kepingan-kepingan hidupnya yang dulu melintas memenuhi pikirannya.
Kedua tangan Tunku yang masih bergetar itu mengusap lelehan darah yang menetes keluar dari tubuhnya, dari sela-sela luka kecil di leher dan perutnya. Ia merasakan bagian bawah tubuhnya berdenyut-denyut membawa sensasi geli yang janggal.
Apa yang terjadi di sana? rintihnya dalam hati. Ia ingin menegakkan tulang punggungnyan karena penasaran.
Tapi untuk sekadar mengangkat batang leher tegak saja Tunku tak punya daya. Dari ujung pandangan mata yang makin lama makin samar, ia melihat tungkai kirinya terangkat.
Tepat di antara lutut dan pangkal pahanya ada sebuah siluet sebesar bola sepak berwarna kehitaman, yang bergerak-gerak seperti kegirangan. Sayup di tengah keremangan malam, suara sesapan pendek-pendek menabuh gendang telinga Tunku.
Meski sulit, Tunku berusaha menajamkan pandangan dari celah sempit kelopak matanya yang berembun.

Siluet hitam itu seperti kepala perempuan yang berambut panjang.

Kuyang.
Apa yang terjadi pada Ampong, adik bayinya, emak bapaknya, dan Narsih?

Pemirsa, jangan kemana-mana

Ikuti kisah Ampong berikutnya

RT sebanyak2nya ya

#kuyang #bacahorror #bacahoror #threadhorror
@IDN_Horor
@ceritaht
@hororthread
@threadhoror
@bacahorror
@BacahorrorCom
Lanjutan kisah Ampong kita mulai lagi ya. semoga masih betah menunggu.

Bisa bantu RT yuk gaes..mumpung #malamjumat

#kuyang #bacahorror #bacahoror #threadhorror
@IDN_Horor
@ceritaht
@hororthread
@threadhoror
@bacahorror
@BacahorrorCom
Entah sudah berapa lama tubuh Tunku tergeletak menelungkup di atas tanah pinggir kuburan. Yang jelas penemuan mayat lelaki pagi ini menggegerkan seluruh warga kabupaten.
Entah sudah berapa lama tubuh Tunku tergeletak menelungkup di atas tanah pinggir kuburan. Yang jelas penemuan mayat lelaki pagi ini menggegerkan khalayak ramai.
Pagi ini, berita ditemukannya mayat laki-laki menggegerkan kampung Jawa dan kampung-kampung di sekitarnya. Berita dan foto-foto korban itu menyebar cepat seperti gosip perselingkuhan artis sinetron.
Awalnya dari mulut Iwan, pedagang sayur keliling yang subuh-subuh melintas, kemudian ke Ahmadi, Banang dan dua kerumunan orang yang bergegas menghampiri Iwan.
Tanpa menunggu lama, istri-istri mereka pun dengan antusias menularkan berita itu dengan cepat. Sampai ketika dua reporter televisi datang untuk melakukan peliputan secara langsung, ibu-ibu itu berebut menjadi narasumber berita.
Bagaimana nasib Tunku sang petugas jaga rumah sakit? Tentu saja tepat seperti yang diperkirakan dirinya sendiri, peristiwa semalam adalah kesialannya yang ketiga. Kesialan yang merenggut nyawanya.
Tubuh kakunya yang menyusut setengah itu membujur di atas pembaringan keramik di kamar jenazah rumah sakit kabupaten, tempatnya bekerja.
Polisi yang datang terlambat ke TKP pun enggan memberikan komentar. Tewas dengan tubuh mengempis tanpa darah dan tanpa organ hati seperti itu adalah sebuah pertanyaan terbesar untuk kepolisian. Dan sepertinya mereka akan sangat kesulitan mendapatkan jawabannya.

***
Rehat dulu bentar, jangan lupa bantu like dan RT ya

makasih :)
Pagi ini, sarapan Ampong terasa hambar. Seporsi haruan bakar dengan sayur terong yang seharusnya mengenyangkan tidak dihabiskan. Tubuhnya masih demam tak kunjung normal.
Semenjak tubuh kurusnya ditemukan bapaknya tadi subuh dengan kondisi kecepirit tak karuan ia masih saja tak napsu makan.
Geger berita penemuan mayat Tunku, sang pendongeng kuyang telah sampai pada telinganya melalui mulut Anang, tetangga sekaligus karibnya. Tentu saja kabar itu mengagetkan dirinya. Hari ini ia memutuskan membolos ke sekolah.
Emak bapaknya sudah berangkat menggarap ladang. Tepat setelah Ampong menghadap jatah sarapan yang tak dihabiskannya.
Ampong masih ingat pandangan tajam dari kedua mata emaknya. Pagi ini emaknya memang sedikit berbeda gelagatnya. Bukannya disayang-sayang, emaknya malah mengumpat sejengkal dari wajahnya selepas siuman.
semburan aroma sirih menusuk hidung Ampong yang masih kliyengan.

Itu hukuman bagi anak yang tidak nurut apa pesan orang tua! itu sekelumit ocehan emaknya yang masih diingat Ampong.
Sambil menjaga keteraturan goyangan ayunan adik bayinya, Ampong menerawang. Otaknya menerka-nerka jawaban dari deretan pertanyaan yang seolah tak pernah habis menjejali pikirannya. Ia tak menyangka bahwa bu Narsih, wanita bermake up tebal itu adalah pengamal ilmu kuyang.
Pantas saja bedaknya tebal mirip dakocan, untuk menutupi ketiadaan parit kecil di bawah hidungnya. Ampong menarik ujung bibir dalam kegamangan.

Tapi apa hubungannya dengan kematian Tunku dan emaknya? Mengapa emaknya melarangku untuk membuka pintu kamar mandi sialan itu?
Pluk!

Dinding kayu rumah Ampong bergetar ringan. Suara timpukan kerikil itu membuyarkan semua deretan hipotesa Ampong tentang peristiwa tadi malam.

Ampong beringsur menegakkan punggung dari posisi bersandar.
“Ampong!”

“Ugh! Suara si ikal Anang! Bisik Ampong lega.

“Woi masuk ikam! Pekik Ampong tertahan dengan melongokkan leher keluar jendela kamar. Anang, bocah ikal nan legam itu masih jongkok sambil tangannya mengibas serbuan semut yang merambati betisnya.
“Kamu kok bolos jua?” tanya Ampong setelah Anang masuk ruangan depan. Anang yang masih berdiri dengan sandal belepotan lumpur hanya terdiam sambil menengok kiri kanan.

“Emak bapakmu sudah pergi kan?”

“Sudah pagi-pagi tadi.”
“Ulun tadi sekolah, begitu tahu ikam bolos, ulun bikin alasan sakit perut pulang. Ulun ingin dengar cerita lengkap tadi malam!” celoteh Anang sambil menyendok haruan bakar sisa sarapan Ampong.
“Bu Narsih yang membunuh Tunku!' bisik Ampong dengan suara mendesis. Ia tak sadar meniru gaya mendiang Tunku saat bercerita tentang kuyang. Memang ada kepuasaan tersendiri jika cerita horornya dapat menakut-nakuti lawan bicaranya.
“Jangan mengada-ada ikam Pong! Sergah Anang dengan mulut penuh nasi.

“Demi tuhan Nang! Demi tuhaaaan!”

“Nanti malam kita buktikan lagi, aku masih penasaran!

“Ikam guring disini ya, bubuhan kuyang pasti akan datang lagi, malam nanti, malam jumat Nang!”
Anang menyemburkan sisa nasi dalam mulutnya yang penuh ke meja makan saking kagetnya, Ampong menampar pipi Anang.

“Dasar bocah rakus! Umpat Ampong sambil membersihkan punggung tangannya yang terkena semburan nasi yang mendadak.
***

Nyamuk di kampung Jawa memang bukan kaleng-kaleng. Dua saset autan yang dibalurkan ke tungkai dan tangan dua bocah kecil itu terasa tak punya manfaat sesuai iklannya.
“Sialan ikam, katanya cuma nunggu kuyang, ini sih berburu kuyang Pong!” bisik Anang tertahan sambil mengendap-endap di pekarangan belakang rumah Ribka.

“Hihi, kalau ulun indak berbohong, ikam pasti enggan datang!” jawab Ampong dengan terkekeh.
Malam jumat ini tampak lebih kelam dari malam sebelumnya. Anang yang tanpa persiapan memadai itu tanpa henti menyumpahi punggung Ampong, yang berjalan mengendap di depannya sambil menerabas semak.
Perkiraannya sungguh meleset. Dikadali teman sendiri seperti ini bukan kabar baik bagi bocah penakut seperti si ikal, karib Ampong.
Pada titik di balik rimbunan pohon pisang, tepat di belakang rumah kayu Ribka, tertuduh korban susulan kuyang, mereka menghentikan langkah. Ampong yang sedang dalam posisi memimpin menjelajahkan pandangan pada semua penjuru mata angin.
Kostum Ampong cukup mendukung penelusurannya malam ini. Sarung apeknya diselubungkan ke kepalanya. Hanya menyisakan celah kecil di antara mata.
“Kak Ribka sedang hamil Nang, gosipnya begitu. Suaminya seminggu lalu pergi tugas ke Senipah. Aku yakin kuyang tu malam ini mengincar jabang bayinya.”

“Ribka yang tambun itu kah?” tanya Anang bersungut-sungut.
“Yoi! Kita tunggu sampai jam dua belas malam.” jawab Ampong dengan air muka datar.

“Dua belas malam?!! sekarang baru jam sepuluh Ampong!!” pekik Anang sambil menghempaskan pukulan ringan ke belakang kepala Ampong. Ampong meringis sambil melotot.
“Sudah jangan banyak omong! Masih bagus ikam ulun ajak. Malam ini pasti seru. ikam yang sabar. Ingat kata bu guru, orang sabar pusarnya lebar!”

“Seru pala lu pitak!” desis Anang makin geregetan.
Ampong menertawakan nasib karibnya itu dengan kegirangan. Berhasil menipu Anang untuk mengawal penyelidikannya malam ini, baginya adalah sebuah kesuksesan. Selain itu ia juga menertawakan pusar Anang yang memang lebar.

Perangai Ampong makin mirip seperti Tunku.
Mereka tak sendiri.

Dari kejauhan, di keremangan malam, berjarak sekitar lima puluh langkah dari dua bocah kampung Jawa itu. Sepasang mata sedang menatap rimbunan semak yang di tengahnya tumbuh tiga pohon pisang.

Semak yang bergerak-gerak itu mencuri perhatiannya.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Vynto

Vynto Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @1nl4nd3r

Mar 4, 2021
Lembur (The Series)

Bayangin, ketika km harus kerja lembur sendirian. Lengang. Bunyi adu jari dengan keyboard adalah satu-satunya temanmu. Bergidik?

#bacahoror #threadhorror #malamjumat
@ceritaht @bacahorror @threadhoror
Sebuah thread tentang jam lembur, shift malam, atau sejenisnya.

Sebagian kisah nyata, sebagian yang lain mungkin kalian adalah korbannya.
Sholat dulu gengs...hehehe
Read 79 tweets
Feb 11, 2021
Villa Gong Menthik

Based on a true story

Nama dan tempat sudah di samarkan, jika ada kesamaan dalam penamaan tokoh dan tempat saya minta maap.

@IDN_Horor
@bacahorror
@ceritaht
@HorrorTweetID
@threadhoror @sekolahhoror

#threadhorror #bacahorror #bacahoror
Cerita Hantu dimalam Imlek, Gong Xi Fa Cai.

Malam Jumat

Yuk mulai di like dan di RT. Makasih gaes...
"Pak, sampeyan yakin ini jalannya?"

Pria bertopi itu cuma terdiam, tangannya masih sibuk mengendalikan putaran kemudi di atas jalan yang tak begitu rata.

"Lho, aku juga ndak tahu bang..ini tadi cuma ngikuti google maps,"

Sinyal internet mandeg.
Read 255 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(