Apa yang terjadi di India menarik. September silam, mereka mengonfirmasi hampir 100 ribu kasus Covid-19 per hari. Hampir menyalip Amerika.

Tapi, pada 26 Januari 2021, kasus harian turun jadi 9100 kasus. Rekor terendah. Saat ini rata-rata kasus di sana mencapai 11 ribu kasus.
Kok bisa? Apa karena India melakukan testing lebih sedikit sehingga kasus Covid-nya berkurang? Tidak juga.

Bahkan, ada laporan yang menyebutkan kalau kesibukan ICU rumah sakit di sana telah menyusut. Intinya semua indikator menjadi berkurang dan ini masih misteri.
Ilmuwan penasaran. Mereka pun cari tahu kenapa kasus di India menurun dramatis--justru sebelum vaksinasi dimulai.

Ada yang bilang, India berhasil karena tingkatkan testing, sehingga orang ke rumah sakit lebih awal--yang juga membuat angka kematian turun.
Kemudian, ada juga ilmuwan yang bilang, hal itu terjadi karena kesadaran memakai masker di India meningkat. Apalagi ada sanksi sebesar $ 2,75 jika didapati tanpa masker.

Pada malam tahun baru, polisi mengumpulkan denda masker hingga mencapai $ 37 ribu untuk di Mumbai saja.
Ada juga hal yang bikin dejavu. Yakni soal iklim hangat di India yang dianggap mengurangi penyebaran virus.
Satu studi bilang, udara lembab dan hangat akan membuat droplet jatuh ke tanah lebih cepat, sehingga penularan lebih sulit.

Tapi, studi lain menyatakan, kondisi cuaca India justru lebih kondusif untuk virus korona.
Satu jurnal di GeoHealth mengatakan, polusi udara parah di perkotaan India itu melemahkan sistem kekebalan tubuh. Nah, ketika udara penuh polutan, maka partikel-partikelnya malah membantu mengangkat virus dan memungkinkannya bertahan di udara lebih lama.
Sementara jurnal medis ternama The Lancet mengatakan panas ekstrem justru memungkinan penularan virus dalam ruangan meningkat.

Kenapa? Karena suasana panas itu memaksa orang masuk ruangan yang ber-AC dan justru berkontribusi pada penyebaran virus di ruangan yang tertutup.
Yang juga saya sorot adalah studi serologis (pengujian antibodi secara acak) terhadap orang-orang di daerah tertentu di India yang diduga telah terpapar virus korona.
Temuan awal studi itu menarik. Misalnya di New Delhi. Diketahui bahwa lebih dari 50 persen orang yang disurvei dalam studi itu telah memiliki antibodi Covid-19.

Studi lain menunjukkan bahwa 57 persen penghuni di permukiman kumuh Mumbai ditemukan juga memiliki antibodi.
Sampai hari ini para ilmuwan belum menemukan penyebab utama kenapa kasus Covid-19 di India bisa menurun dramatis.

Entah itu karena perilaku orang Indianya atau Covid-19 yang memang hilang begitu saja dan mungkin akan kembali nanti, atau tetap menjadi misteri.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Prof. Zubairi Djoerban

Prof. Zubairi Djoerban Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @ProfesorZubairi

7 Feb
Indonesia harus menunggu 10 tahun lebih untuk bebas dari pandemi Covid-19. Hal itu terungkap berdasarkan kecepatan vaksinasi yang dianalisis dari database Bloomberg.

Apakah benar begitu?
Analisis itu bisa keliru bisa benar. Kenapa? Amerika Serikat saja belum bebas dari influenza meski vaksinnya sudah lama ditemukan. Fakta lain, influenza memakan korban jiwa puluhan ribu orang tiap tahunnya di sana. Notabene mereka adalah negara yang disebut maju dan kaya.
Yang kedua, mari kita bicara penyakit HIV/AIDS. Apakah negara maju mampu mengatasinya? Tidak juga. Sejak kasus pertama dilaporkan pada 1981, belum juga teratasi sampai sekarang. Padahal, umur penyakitnya kan sudah 40 tahun dan masih saja banyak kasusnya.
Read 5 tweets
5 Feb
Selamat malam.

Saya mau coba jawab pertanyaan beberapa orang, termasuk jurnalis. Garis besar pertanyaannya masih sama: Apakah vaksinasi, notabene programnya sedang berjalan di Indonesia, bisa mengakhiri pandemi Covid-19?
Skenarionya itu begini. Dengan vaksin, dunia itu bisa mengubah Covid-19 menjadi penyakit yang mirip flu musiman. Ya, virus korona mungkin masih ada dan menginfeksi orang. Tapi vaksin dapat membuat Covid-19 tak lagi menyebabkan rumah sakit penuh dan kewalahan.
Saya optimistis itu terjadi. Kenapa? Dari sejarahnya kan vaksin sudah terbukti.

Nah, yang jadi diskursus harusnya bukan melulu vaksin membentuk herd immunity. Itu belakangan. Yang krusial ialah vaksin mencegah orang tidak sakit parah hingga butuh perawatan di rumah sakit.
Read 8 tweets
4 Feb
Sebenarnya isu ini sudah agak lama. Yaitu tentang penyintas Covid-19 yang masih mengeluhkan sejumlah gejala--yang dikenal sebagai Long Covid. Beberapa penyintas yang mengalami ini mengirim DM kepada saya.

Untuk merangkum pertanyaan mereka, ini penjelasan saya soal Long Covid:
Kita coba rekap dulu data kasus Covid-19 di dunia. Total jenderal, ada sebanyak 103 juta kasus, di mana 53,3 juta di antaranya sembuh dan mengakibatkan 2,24 juta orang meninggal. Angka ini terus meningkat, termasuk di Indonesia, yang tercatat sudah ada 1,1 juta kasus.
Dari data, dapat terlihat bahwa spektrum klinis infeksi Covid-19 ini memang amat luas. Meliputi infeksi asimtomatik, demam, kelelahan, mialgia, penyakit saluran pernapasan atas ringan, pneumonia dan lain-lain.
Read 16 tweets
3 Feb
Selamat siang.

Sebenarnya apa langkah yang harus dilakukan ketika Anda mengalami reaksi alergi setelah disuntik vaksin Covid-19?

Banyak pertanyaan soal ini dan saya anggap juga amat penting. Saya akan coba jawab. Semoga bermanfaat. Berikut uraiannya:
Pertama-tama, jika Anda mengalami reaksi alergi kategori parah usai divaksin, maka, segera dapatkan perawatan medis. Segera. Jangan ditunda-tunda.
Apa definisi seseorang mengalami reaksi alergi parah?

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC punya batasannya. Yaitu jika seseorang memerlukan pengobatan dengan Epinephrine atau harus dibawa ke rumah sakit. Itu kategori alergi parah menurut CDC.
Read 13 tweets
2 Feb
Selamat pagi.

Pemerintah berencana mengganti tes swab dengan metode saliva direct test untuk mendeteksi virus corona. Apa itu saliva, bagaimana cara kerja serta efektivitasnya, dan apakah bisa menjadi standar penegakan diagnosis Covid-19 di Indonesia?
Mula-mula saya ucapkan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Andrew Brooks, seorang profesor di Rutgers University yang mengembangkan tes saliva pertama kali untuk virus corona. Dia meninggal karena serangan jantung pada usia 51. Bagi saya, Brooks adalah pahlawan.
Masuk pada pembahasan. Dari pengertiannya dahulu.

Tes saliva atau tes air liur adalah tindakan medis tanpa memasukkan alat ke dalam rongga tubuh manusia. Istilah kerennya disebut non-Invasive.
Read 13 tweets
31 Jan
Bagaimana efektivitas mengenakan masker kain di atas masker bedah? Apakah boleh pakai masker bedah atau N95 dua kali? Apakah benar masker dobel atau tiga lapis itu mencegah penyebaran strain korona yang lebih menular?

Di bawah ini penjelasan saya seputar masker:
Prinsipnya, memakai satu masker atau dua sama-sama mengurangi risiko terinfeksi Covid-19. Pun, ada langkah-langkah lain yang juga penting. Seperti jaga jarak dan tidak berkerumun. Itu jangan dilupakan juga.
Bagaimana dengan masker kain? Rekomendasi WHO menyebutkan, masker kain itu harus memiliki tiga lapisan.

Di antaranya lapisan dalam yang menyerap, lapisan tengah yang menyaring dan lapisan luar yang terbuat dari bahan non-penyerap seperti poliester.
Read 11 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!