Sudah lama gak cuit rada serius. Pagi ini saya menanggapi secara akademik perdebatan publik terkait permintaan pemerintah yang secara terbuka untuk dikritisi. Akan ada 3 terma sy jelaskan untuk membuat jernih.
1. Diskursus Publik - dalam perbincangan publik juga perlu jelas dan lugas dlm membabaca. Ruang publik memang diperbolehkan untuk membahas apa saja. Karena setiap orang memiliki posisi setara dalam berpendapat. Entah dia pejabat, rakyat ataupun penjahat. motiflah yang mbedakan.
2. Karena begitu setaranya, seringkali kita luput pada bentuk2 narasi. Mana yang kritik, mana yang tuduhan, mana yang argumentasi, mana yang insinuasi provokasi. Mana yang kebebasan berpendapat, mana yang kebablasan menghujat. Seakan-akan semua itu dianggap sama nilainya.
3. Ini problem kalau rendahnya literasi membaca tapi kemudian dilimpahkan dgn fasilitas ruang digital. Gak heran kalau logika falasi lebih digandrungi ketimbang verifikasi dan valsifikasi kemudian. Bahkan setiap narasi kebencian selalu ada pembenci yang digandrungi. Bahaya.
4. Makin hari, makin tebal kebencian terhadap pemerintah. Semua upaya dan keberhasilan nyata selalu dituding, dihujat, dibenci agar masyarakat turut serta orkestrasi kebodohan secara kolektif. Tiap menit ada argumen lurus, tiap detik pula diguyur oleh dentuman kebencian.
5. Polusi di ruang publik kita, adalah residu pertarungan elektoral yang aromanya masih membuat kita sesak hingga hari ini. Ruang egalitarian dalam strata komunikasi justru berevolusi menjadi kantong2 sektarian & ujaran kebencian. Tanpa fakta, tanpa data, hanya caci yg tersisa.
6. Sudah lewat 1 tahun pasca kompetisi elektoral tetapi ruang publik semakin tidak sehat. Bahkan yang nyata2 sebuah organisasi kekerasan bahkan kerap melacurkan diri dengan kelompok Teroris memiliki pendukung buta yang siap menjadi tikus2 percobaan.
7. Memang perlu ada kaukus tengah yang berpihak pada akal sehat. Demi menjaga narasi2 kebangsaan yang sifatnya bukan saja temporer mejelang kontestasi elektoral. Di samping kita juga perlu memperbanyak enklav2 deliberatif yang mampu menjadi inkubasi akal sehat generasi millenial.
8. Social Justice Warriors (SJW) - adlh segolongan kelas menengah tanpa kesadaran perjuangan yg hanya ingin eksis dalam komunitas atau ruang publik dengan topeng2 kritik dan gaya eksentrik. Golongan seperti apa mereka itu?
9. Mereka yg mengaku kiri tapi tidak membaca tuntas Karl Marx. Mereka yg merasa membela HAM tapi tidak pernah satu kalipun turun mengadvokasi. Mereka yg berdalih kebebasan tapi isinya kebencian. Mereka yang mengaku membela akal sehat, tapi niat awalnya menghujat.
10. Singakatnya SJW adalah mereka yang mau terkenal dengan dalih mebela HAM, dalih kritis dan lain2. Yg seketika jika diukur masih banyak kedangkalan dalam argumen apalagi cara pandang. Ini juga salah satu masalah ketika tipikal ini juga dipuja-puji oleh masyarakat luas. Bahaya!
11. Sebagai contoh, ketika seorang aktivis, akademikus, atau ekspertis mengkritik pemerintah untuk tujuan baik. Karena tentu Pemerintahan tidak boleh sepi dari kritik. Namun secara serampangan klmpk SJW mebisingkan pedebatan yang tidak berujung pada solusi. Menyedihkan.
13. Bertumbuhnya populasi SJW dalam ruang publik juga bukan membuat deliberasi demokrasi semakin membaik. Justru, kesan dan pesan yang di obral oleh SJW ketika tiba di telinga dan pikiran rakyat yang begitu minim literasi. Yang terbangun adalah demarkasi anti pemerintah.
14. Secara sadar SJW salah satu anak haram demokrasi. Keberadaanya belum tentu diharapkan, namun entah bagaimana mereka eksis. Barangkali, kita juga perlu berdialog dan mendiskursuskan secara etis akademis kepada kaum SJW. Agar energi nyiyirisme bisa berubah positif.
15. Buzzers - Sebenarnya praktik Buzzer pertama kali dalam kehidupan politik telah dilangsamkan oleh Pemerintahan Pak SBY. SBY lah yang menggunakan ruang media sosial berbayar sebagai juru bibir Istana. Bahkan masih basah dalam ingatan kita kemenangan Ke II SBY.
16. Presentase 60,8% kemenangan SBY pd periode ke II juga tidak lepas dari peranan buzzer-buzzer Cikeas. Yang dipersiapkan untuk mengawal pemerintahan SBY lima tahun kedepan. Sbgi Presiden yang sangat memperdulikan citra tentu fungsi buzzer amat sangat strategis kala itu.
17. Lantas pertanyaan, mengapa kala itu tidak bising? Ok, ternyata kita menemukan 2 hal yg paling menonjol. Pertama SBY banyak transaksional dengan kelompok2 fundamentalis agama. Kedua, SBY menjadi donor setia kesetiap media-media yang cenderung berlawanan dengan pemerintah.
18. Jadi itulah yang membedakan Presiden citra dan Presiden kerja. Pak Jokowi berbasis pada kerja, sehingga dirinya tidak terlalu mengedepankan citra. Terbukti caci-maki, tuduhan fitnah hingga detik ini tetap berlangsung. Presiden Jokowi tetap membuka ruang dialog & kritik.
19. Sekarang giliran Buzzer pemerintah. Begini, karena buzzer salah satu warisan yang telah dirintis pada era Pak SBY. Maka, sedari awal Pak Jokowi menjadi Gubernur DKI. Buzzer Cikeas sudah lebih awal menjegal Pak Jokowi dlm agenda merusak Citra. Ada yg masih ingat?
20. Ini hukum alam demokrasi, ketika seorang kandidat dijadikan target jegalan demi mengubur sosok seseorang. Maka, secara alamiah pendukung Pak Jokowi juga membentengi dari serangan2 pemberang Pak Jokowi. Ini sesuatu yg alamiah dalam diskursus politik.
21. Seiring kali juga banyak orang yang tidak adil, semua bentuk komunikator pemerintah dituduh buzzer. Setelah Pak Jokowi terpilih kedua kali, Buzzer yang muncul juga dari kalangan2 baru pendukung Jokowi. Dlm setiap pertemuan Presiden Jokowi selalu meminta utk lebih humble.
22. Saya justru heran jika masih banyak orang menuding Pak Jokowi anti kritik. Bagaimana mungkin anti kritik, dicaci, dimaki bahkan difitnah yang tidak masuk akal pun Pak Jokowi tak bergeming apalagi baper.
23. Banyak orang juga memiliki standar ganda dalam memahami Buzzer. Mereka menuntut Pak Jokowi menertibkan semua Buzzer. Tetapi ketika Fadli Dzon membela FPI, kalian tidak pernah meminta Pak Prabowo menertibkan Fadli Dzon.
24. Terkait Buzzer ini buka semata-mata tanggung jawab Pak Jokowi. Jika penuntut itu cerdas dan cermat. Fenomena Buzzer juga tanggung jawab Partai Politik dan Media Massa. Acara busuk seperti ILC juga menjadi ekosistem tumbuh biaknya buzzer di ruang publik. Bgitu juga Parpol.
25. Sangat tidak adil jika seluruh kekeruhan dalam ruang publik, pergeseran hubungan sosial masyarakat semua ditumpahkan kepada Presiden Jokowi. Kita semua bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi. Ini saatnya urun tangan secara tulus dan tulus.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sebagaimana janji saya tadi bahwa saya akan mengulas UU Cipta Kerja dalam aspek penguatan UMKM. Kita juga harus jujur, bahwa penguatan UMKM yang sedang dilakukan pemerintah adalah salah satu upaya penyerapan pengangguran tenaga kerja.
1. Ternyata UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi ujung dari demonstrasi di jalan berjilid-jilid, bukan saja berkaitan dengan hak-hak pekerja. Protes dan perdebatan di kancah akademik terkait UU Cipta Kerja memang memuncak pada urusan hak pekerja.
“Indonesia tidak dalam kondisi perang, bukan dalam kondisi ketidakpastian. Oleh karenanya Pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah sebuah pemerintahan yang sah, dan berdaulat."
With my respect of your nation. I'm the one of amongst Indonesian people who really suport of Palestinians independence. Ours Foreign Minister @Menlu_RI Mrs. Retno Marsudi also fight by Her standing to fully support yours nation.
Mr. @DrShtayyeh, we are understood your struggles for a long time, is fighting for justice. We are understood your political movement is the way being peaceful. As you have to understood, not only ours government @Kemlu_RI total suport for Palestine independece.
Mr. @DrShtayyeh, probably you already know before. But, as an imperative statement. I must giving you understanding; the biggest Moeslem organization in Indonesia which is @nahdlatululama is also hand by hand with @Kemlu_RI be ally defending your national on global tlaks.
sbgmn janji gue kmrn utk membuat kultuit terkait bahasa dalam tinjauan filsafat dan kebudayaan. Gue gak mau terlalu banyak teori, karena ini bukan materi kuliah. Agar runut, gue tetap kutip nama pemikirnya. Ini bisa membantu kalian dlm analisis.
Bantu RT Keras Gaes!!
1. Menurut Hans George Gadamer seorang Filsuf aliran Hermeneutik: Bahasa itu universal dalam cakrawala kesadaran manusia. Universalisme bahasa, sama halnya dengan moralitas, humanisme atau sebuah kebenaran empirik. Oleh karenanya bahasa adalah fasilitas peradaban.
2. Krn bahasa adalah fasilitas peradaban, maka bahasa sejatinya milik semua penghuni peradaban. Terutama manusia, sbgai satu objek utama penggerak peradaban. Bahasa melampaui keyakinan agama, pilihan politik atau subjektivitas seni. Bahasa adlh barang yg objektiv. Tdk memihak!!
Tanpa ingin merusak suasana Iedul Fitri, sebelumnya sy mohon izin pd Mas @faridgaban , utk meluruskan apa yang sedang anda ucapkan. Bukan maksud membela @muannas_alaidid , tp apa yg dilakukan sahabat saya semata-mata bntk pelajaran.
1. Sy cukup kaget, ketika seorang @faridgaban , sanggup memanipulasi makna "tuduhan" menjadi sebuah "kritik". Terkait somasi yg ditempuh oleh @muannas_alaidid , semata-mata adalah aksi menuntut pertanggungjawaban Farid Gaban atas tuduhannya diruang publik.
2. Saya mengapresiasi atas inisiatif @muannas_alaidid melakukan somasi. Perlu diketahui, somasi bukanlan bentuk teror atau ancamam sebagaimana (Lagi2) tuduhan @faridgaban. Somasi dlm definisi sederhana, adalah teguran berbasis hukum. Itu gampangnya.
URGENSI MEMBUBARKAN STAF-SUS MILENIAL. SEBELUM JADI BEBAN PRESIDEN
Presmis awal @BonnieTriyana sudah nyatakan. Lantas, penting bagi gue untuk meneruskan dgn alasan logis, politis dan administratif knp harus dibubarkan.
Nb : Gue dukung Pak @jokowi sejk Gub DKI hingga hari ini.
1. Pernyataan diatas perlu dan penting utk ditinjau Pak Presiden @jokowi. Kenyataan bahwa StafSus Millenial justru lebih banyak modaratnya drp manfaatnya. Setidaknya ini bukan utk pertama kalinya teman2 StafSus Millenial Offside. Alhasil Presiden menjadi sasaran tembak.
2. Alasan logis, selama dibentuk dan SK kan StafSus-Mil. Lebih banyak blunder, daripada mempertahankan popularitas Presiden dimata publik. Awalnya, gue berfikir bahwa mereka akan membangun sebuah gerakan politik Millenial dalam percepatan program Presiden. Ternyata gue salah.