kalong Profile picture
Feb 18, 2021 106 tweets 14 min read Read on X
A THREAD

- SUMANTENAN-
10 Hari di Alam Lelembut

#bacahorror #bacahoror #threadhorror #malamjumat Image
Assalamu'alaikum
Kali ini saya akan membagikan cerita dari mbak @NesiaFitri . Sebuah kisah nyata yang dialami oleh kakek dari narasumber yaitu Mbak Nisa.

Sebelum menuju ke cerita jangan lupa RT ya biar rame.
Kelamaan keburu subuh.

***
Di ujung sebuah Desa di Magelang, Jawa Tengah, terdapat sebuah rumah sederhana yang dihuni oleh sepasang suami istri beserta kedelapan orang anak nya. Sang kepala keluarga, Pak Min, hanya mengandalkan hasil sawah yang digarapnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Walau hidup dalam kesederhanaan, namun Pak Min tak pernah mengeluh, bahkan saat ketiga orang anaknya di panggil pulang Sang Pencipta saat sedang lucu-lucunya. Ya, Pak Min seharusnya memiliki sepuluh orang anak,
namun ketiga orang anaknya meninggal karena sakit saat mereka masih kecil. Kendati begitu, ia selalu mensyukuri apapun yg ia dapatkan. Keluarganya terbilang bahagia.

Sang istri, disela-sela kesibukkannya mengurus kedepalan anaknya, terkadang masih dapat membantu Pak Min disawah
Ia pun kerap mengantarkan makan siang untuk sang suami tercinta. Seperti siang ini, ia menyuruh seorang anak perempuannya untuk membawakan makan siang untuk ayahnya.
"Inget ya nduk, jangan lewat kebon.... Kamu muter aja ya nduk." pesan Bu Min pada Indah, anak mereka yang terkecil.

"Ahhh kenapa harus muter sih Bu? kan jadi jauh Bu." Indah sedikit merengek.
"Ya ndak apa toh... Daripada kamu dibawa Wewe... Mauu??" Ujar Bu Min sembari mengangkat kedua tangannya, memperagakan gerakan menerkam utk menggodanya.

"Ahhh Ibuuuu hahaha." Indah tertawa dan melarikan diri dari kelitikan ibunya. Lalu bergegas mmbawakan makanan utk ayahnya.
"Inget yo Ndukkk.... Muter!" teriak Bu Min didepan pintu, mengingatkan anaknya sekali lagi.

Di Desa ini, kebun itu memang terkenal dengan keangkerannya. Saking angkernya, orang-orang desa menyebut kebun itu Kebun Sumantenan.
Kebun itu sendiri berada ditengah, dikelilingi sawah-sawah milik penduduk desa, dan dipinggir-pinggir kebun itu banyak sekali ditumbuhin pohon pisang.
Penduduk desa sebisa mungkin menghindari Sumantenan, karena pasti akan ada saja yang menggangu mereka. Entah mahluk yang menyerupai kera namun berbadan setinggi raksasa, entah perempuan yang bergelantungan terbalik, atau mahluk sejenis lainnya.
Yang belum baca thread lainnya bisa mampir ke sini
Pernah juga ada penduduk desa yang tersesat di kebun itu sampai tiga hari tiga malam karena mengejar mahluk yang menyerupai wajah anaknya, padahal kebun itu tak lebih luas dari lapangan sepak bola.
"Pakkkk.... Ini Indah bawa makan siangnya." Indah melambaikan tangannya yang membawa rantang susun berisi masakan Ibunya.

"Jangan lari toh nduk.... Nanti jatuh kamu." ujar Pak Min menghampiri putri kecilnya itu.
Hari berjalan dgn cepat, tanpa Pak Min sadari, bulan sudah samar-samar menampakkan wajahnya. Kapas langitpun sudah berganti dengan awan kelabu, sesekali kelibat cahaya diiringi suara gumuruh kecil.

"Pak Min, sudah sore.. Hayo kita pulang." ujar Pak Budi, teman Pak Min meladang.
"Tanggung, Pak. Sebentar lagi selesai kok."

"Ya sudah, saya duluan ya Pak. Jangan kelamaan nanti keburu hujan." Pak Budi mengingatkan.

"Iya Pak.... Hati-hati ya"
Pak Min pun melanjutkan apa yang sedang dikerjakannya tadi ditengah ladang. Tapi sepertinya awan kelabu itu tak lagi mampu menahan, sehingga sedikit demi sedikit rintikan air berjatuhan.

Mengetahui hari sudah mendekati sholat magrib dan sudah turun gerimis, -
Pak Min pun bergegas untuk pulang sebelum hujan semakin deras dan untuk sholat magrib berjamaah dengan keluarganya.
Di tengah ketergesahannya, Pak Min merasa bimbang. Jalan mana yang harus dipilihnya. Rumah Pak Min dengan sawah yang digarapnya, berada pada satu garis lurus dengan sumantenan berada diantaranya.
Jalur paling dekat dan cepat untuk sampai dirumah adalah melewati jalur setapak yang membelah kebun. Atau Pak Min harus mengambil jalur memutar yang jaraknya menjadi lebih jauh. Melihat hari yang semakin gelap dan cuaca yang tak mendukung, -
Pak Min pun memberanikan diri untuk melewati kebun sumantenan.
Dengan cangkul dipundaknya, Pak Min berjalan secepat mungkin agar bisa segera keluar dari areal kebun. Saking terburu-burunya, ia tak sadar ada yg sedang lewat juga dari arah lain.

"Maaf Pak, saya tidak melihat Bapak." Ujar Pak Min saat mereka bertabrakan ditengah jalur setapak.
"Iya tak apa pak, saya juga tak melihat karena sedang terburu-buru." Ujar pria itu pada Pak Min.

"Kalau begitu saya permisi Pak." Jawab Pak Min dengan terburu-buru sembari berusaha menghalangi kepalanya terkena air hujan dan melangkah pergi.
"Pak...!" Panggilan orang itu membuat Pak Min menghentikan langkahnya, namun ia masih ragu untuk memalingkan kepalanya. Pak Min masih teringat peristiwa yang dialaminya.
Beberapa bulan yang lalu, Pak Min melewati kebun sumantenan saat akan pulang dari sawah berdua dengan tetangganya. Berjalan secepat mungkin agar dapat segera keluar dari area kebun adalah hal yang lumrah dilakukan oleh semua penduduk di desa ini.
Begitu juga Pak Min dan tetangganya, yang pada saat itu lebih terlihat seperti orang berlari daripada berjalan.

Saat hendak mendekati tempat dimana ia berhenti sekarang ini, Pak Min dan tetangganya itu melihat seorang pemuda yang sedang berjalan dengan santai sambil bersiul.
Tetangga Pak Min saat itu berniat mengingatkan si pemuda agar tidak berlama-lama di areal kebun, karena beranggap si pemuda bukanlah warga dari desanya.
"Memang kenapa Pak?" Tanya si pemuda, yang dengan singkat dijelaskan oleh tetangga Pak Min dan mereka bergegas meninggalkan pemuda itu.

"Pak,"

Pak Min dan tetangganya kembali berhenti dan menengok kearah pemuda itu,
"Maksud Bapak seperti ini?" Tanya pemuda itu sembari melepaskan, kemudian menyodorkan kepalanya pada mereka berdua.

***
"Pak.... Bapak...." Orang tadi kembali memanggil Pak Min dan menyentuh bahunya.

"I... iya Pak." Pak Min perlahan menengok kearah orang itu, memastikan tak ada perubahan apapun pada orang itu.

"Bapak ngak usah pulang ya Pak, bantu saya saja"
"Ba...bantu apa ya Pak?" Tanya Pak Min terbatah.

"Saya kurang orang buat bantu-bantu... Ayo Pak kita jalan sembari saya jelaskan. Biar kita ndak terlalu lama kehujanan." Ujarnya seraya menggandeng pundak Pak Min.
Walau hati Pak Min menolak, tapi kakinya tetap mengikuti langkah orang yang sedang menggandeng pundaknya itu. Sampai diujung areal kebun, Pak Min dibuat tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Sebuah pemandangan yang jauh berbeda dengan apa yang selama ini ia ketahui. Hati Pak Min diisi dengan ketakjuban namun kepalanya penuh dengan pertanyaan, 'Sejak kapan ada Desa diujung kebun ini?' adalah salah satu pertanyaan yang terselip tanpa mampu dijawabnya.
"Ini rumah saya Pak.... Silahkan masuk Pak," Ujar pria itu mempersilahkan Pak Min untuk masuk dan duduk dibangku yang terbuat dari anyaman bambu. "Sebentar saya ambilkan handuk dan air dulu Pak" lanjut si empunya rumah dan meninggalkan Pak Min sendiri diruang tamunya.
Tak lama kemudian si empunya rumah itu kembali ke ruang tamu dengan nampan berisi segelas teh hangat dan sepiring kue dengan tiga jenis yang berbeda.

"Jadi bagaimana Pak Min, bersedia Bapak bantu saya?" Tanya si empunya rumah.
"Maaf Pak...." Pak Min terdiam, ia baru sadar bahwa sejak tadi dia belum sempat menanyakan nama pria yang menjadi lawan bicaranya saat ini.

'Tapi bagaimana dia bisa tau namaku?' Batin Pak Min.
"Ahh iya.... Saya Adanu, Bapak bisa panggil saya Danu." Jawab Adanu seolah tahu apa yang Pak Min pikirkan.
"Iya Pak Danu.... Saya mau-mau saja bantu Bapak, tapi saya harus pulang dulu Pak."

"Itu gampang pak.... Nanti saya suruh yang lain kesana, yang penting bapak bantu saya sampai selesai hajatan. Paling 10 hari."
"10 hari pak?" Pak Min terkejut "Waduh gimana ya... Gak bisa pulang ya Pak?"

"Cuma 10 hari tok kok Pak tinggal disini.... Lumayan tambahan untuk anak istri." Bujuk Adanu.
Pak Min masih menimbang-nimbang tawaran Adanu. Disatu sisi, Pak Min ingin membantu Adanu karena ia sendiri memang sedang perlu tambahan uang untuk Indah masuk sekolah. Namun disisi lain, Pak Min khawatir keluarganya mencemaskan dirinya karena tak pulang.
"Hahaha.... Hayo kita makan dulu Pak, sudah saya siapkan didapur" Ujar Adanu sembari tertawa karena mendengar suara perut Pak Min yang bergemuruh seperti hatinya saat ini.

"Duh, jadi malu saya...." Jawab Pak Min tersipu malu.
Sayur dengan lauk dan berbagai jenis buah telah ditata di meja makan yang letaknya tak jauh dari dapur. Adanu pun mempersilahkan Pak Min untuk mengisi perutnya yang sudah membunyikan lonceng. Mereka berdua menyantap makan malam sambil bercerita tentang banyak hal.
"Pak Danu, bener ini Bapak akan suruh orang kerumah untuk mengabarkan pada keluarga saya?" Pertanyaan Pak Min dijawab dengan anggukkan. "Kalau begitu saya mau Pak bantu Bapak disini." Lanjut Pak Min.
Sambutan yang diberikan Adanu, membuat Pak Min goyah. Setelah kebaikkan dan keramah Adanu, Pak Min merasa tak enak hati jika harus
menolak untuk membantu Adanu.
Adanu, seorang pria yang terlihat beberapa tahun lebih muda dari Pak Min, merupakan orang lama di desanya. Sehingga ia dipercaya sebagai 'mandor' untuk acara hajatan yang akan digelar oleh Tetua desa itu.
Esoknya, sebelum melakukan pekerjaan, Adanu mengenalkan Pak Min kepada para pekerja yang lain. Mereka menyambut ramah kehadiran Pak Min yang akan membantu meringankan tugas mereka. Pak Min senang sekali dengan lingkungan kerjanya saat ini.
Orang-orang yang bekerja bersamanya sangat ramah dan sang empunya hajat, tetua desa, juga ramah dan tak mendekap tangan alias pelit.
"Baru kali ini loh Pak, saya melihat tuan rumah menyajikan hidangan segini banyaknya untuk pekerja kaya saya" Pak Min berbisik kepada Adanu.
"Masa toh Pak?" Seolah Adanu tak percaya yang dikatakan Pak Min. "Kalo disini sudah biasa Pak.... Nanti pas acara mulai, lebih banyak lagi Pak," Ujarnya yang kini berbalik membuat Pak Min tak percaya apa yang didengarnya "Yang betah ya Pak disini." Lanjut Adanu dengan tersenyum.
"Iya Pak... Terimakasih ya Pak"

Tiga hari sudah Pak Min membantu Adanu dan selama itu pula Pak Min tinggal dirumah Adanu. Terselip kerinduan pada anak dan istrinya dirumah, namun keramahan yang diterima Pak Min membuat kerinduan itu tak berlangsung lama.

***
Mengetahui hari sudah mendekati sholat magrib dan sudah turun gerimis, seorang wanita dengan baskom cucian dipinggulnya, segera memanggil anak keduanya, Tomo, untuk mengantarkan payung ke sawah. Belum sampai Tomo keluar rumah, seseorang sudah berada diambang pintu.
"Bu.... Itu Bapak sudah pulang." Tomo sedikit menaikkan suaranya agar terdengar.

Wanita itu, yang mendengar suaminya sudah pulang, buru-buru keluar dari dapur dengan segelas air putih. Diserahkan gelas yang dibawanya dan ia segera mengambilkan handuk.
"Ini Pak.... Ayo lekas mandi Pak, biar ndak sakit."

"Iya Bu." Jawab sang suami singkat sembari melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

Wanita itu pun melanjutkan apa yang sedang dikerjakannya tadi, memasak makan malam. Makan malam yang sederhana untuk keluarga tercintanya.
"Loh.... Kok Bapak ngak siap-siap?" Tanyanya saat melihat suaminya sedang tiduran menonton TV.

"Siap-siap apa Bu?" Sang suami balik bertanya.

"Sholat magrib toh Pak."

"Ibu saja sama anak-anak Bu." Lanjutnya tanpa melihat kearah istrinya.
'Tumben.... Apa bapak sakit? Ahhh sudahlah.' Batin wanita itu heran melihat suaminya.

Suaminya bukanlah tipe orang yang meninggalkan sholat jika tak terpaksa sekali, saat sedang diperjalanan saja, suaminya selalu mencari masjid jika sudah mendekati waktu sholat.
Selesai sholat, keluarga kecil itu pun menyantap makan malam sembari bercengkrama diruang tamu, walaupun harus berdempetan. Malam semakin larut, wanita itu pun tak kuat lagi menahan kantuknya. Dia pun membawa badan lelahnya menuju pembaringan.
Dilihatnya wajah lain yang tak kalah menyiratkan guratan-guratan lelah. Rambutnya yang perlahan memutih dan tubuh yang tak lagi seperkasa dulu tengah berbaring dipembaringannya.
'Biasa tidur miring' batinnya lagi saat melihat hal lain yang tak biasa dilakukan suaminya, namun ia terlalu lelah untuk berfikir terlalu jauh. Dia pun langsung tertidur saat kepalanya menyentuh bantal.
"Pak bangun... Sudah subuh ini," ujarnya membangunkan suaminya, "Pak.... Hayo bangun." Namun tak ada tanda-tanda suaminya akan bangun, hanya suara ngoroknya yang terdengar. Dia pun meninggalkan sang suami untuk menunaikan kewajibannya sebelum memulai harinya.
Matahari sudah mulai meninggi, dia yang baru selesai menyapu halaman, mencoba membangunkan suaminya lagi. Tapi lagi-lagi hanya terdengar suara ngorok sang suami. Meski hati mulai tak tenang, namun ia masih tetap berfikir positif 'mungkin suamiku terlalu lelah'.
Namun sampai matahari telah sampai puncaknya, perasaan wanita itu pun semakin tak karuan krna suaminya belum jg bangun dari tidurnya. Terlebih ketika anak-anaknya silih berganti gagal membangunkan sang ayah.

"Le.... Coba kamu panggilkan Pak Agi." Perintah wanita itu pada Tomo.
Tomo yang mengikuti perintah sang ibunda, kembali kerumah setengah jam kemudian dengan membawa Pak Agi, mantri desa. Pak Agi mengecek kondisi suami wanita itu dengan seksama.

"Ini bapak pingsan bu." Perkataan Pak Agi membuat wanita itu dan keluarganya kaget bukan main.
"Tapi suami saya ndak apa-apa kan pak?"

"Tidak apa-apa Bu, kita tunggu saja sampai Bapak sadar," terangnya sedikit membuat lega, "kalau ada apa-apa panggil saya lagi ya Bu." Lanjut Pak Agi sekaligus berpamitan.
Jam berlalu hari berganti, suaminya masih tak sadarkan diri. Sampai hari ketiga, Pak Agi kembali dipanggil untuk melihat kondisi suaminya. Pak Agi menyarankan untuk membawa sang suami kerumah sakit terdekat agar kondisinya bisa lebih terpantau, tapi apa daya, -
kondisi keuangan keluarga mereka tak memungkinkannya.

Seminggu sudah sang suami tak sadarkan diri. Berita tentang sakitnya pun telah menyebar keseluruh desa. Satu persatu tetangga membesuk kerumahnya, tak terkecuali Pak Iksan, guru mengaji gadis kecilnya.
Saat Pak Iksan melihat kondisi bapak dari anak didiknya, seketika dahinya mengkerut, seperti orang yang sedang berfikir.

"Kenapa Pak?" Tanyanya setelah melihat gelagat Pak Iksan.

"Maaf sebelumnya Bu, sebelum Bapak seperti ini, memangnya beliau dari mana?"
"Dari sawah Pak. Memang ada apa toh Pak?" Tanyanya semakin khawatir.

"Begini Bu...." Pak Iksan menjelaskan perihal yang sedang terjadi kepada suaminya itu. Mendengar penjelasan Pak Iksan, yang memang dikenal memiliki kebatinan yang kuat, -
ia hanya bisa menangis sambil menatap wajah suaminya.

*****
"Pak, sini loh! Ngapain diem disana." Panggil seorang pemuda yang sedang asik menyaksikan seorang wanita meliukkan tubuhnya mengikuti ketukan degung, kendang, gong dan alat lainnya yang berbaur dalam irama.
"Iya Pak, sini loh.... Nunggunya disini aja," timpal Adanu, setuju dengan pemuda yang duduk disebelahnya, "Nah, kalo disinikan nunggunya ndak bosen, ada yang dilihat" Adanu tersenyum dan menunjuk ke arah panggung ketika Pak Min tiba didepannya.
"Hahaha bisa aja Bapak ini." Jawabnya dengan tawa lepas. Hari ini adalah giliran Pak Min yang jaga malam di acara hajatan yang berlangsung selama seminggu itu. Tugasnya malam ini sama seperti tugasnya kemarin siang,
membawa piring kotor para tamu dan mengisi ulang nampan makanan yang telah kosong. Tugas yang cukup mudah namun juga melelahkan.
Sudah beberapa hari Pak Min membantu Adanu, walau badan lelah namun ia senang sekali. Keramahan Tetua desa dan yang lainnya, membuat Pak Min sampai merasa kalau yang hajatan adalah keluarganya sendiri, bukanlah orang yang tak ia kenal.
Ditambah lagi Pak Min disuguhkan berbagai macam hidangan dan buah-buahan yang jarang sekali ia temui di desanya.
Acara malam ini lebih meriah dibandingkan acara malam-malam sebelumnya, puncak acara hajatan. Kembang api menghiasi langit malam, alunan gamelan mengalun memanjakan telinga dan lenggak-lenggok para penari membuat mata para penonton terjaga dari ngantuk.
Pagi ini, setelah semua acara selesai, Pak Min bersama pekerja yang lain membersihkan sisa-sisa pesta. Mulai dari mengumpulkan kursi dan meja bekas para tamu undangan, sampai membongkar dekorasi dan panggung.
"Pak Min," panggil si empunya hajat, "Ini untuk Bapak, terimakasih ya sudah membantu saya selama sepulu hari ini" lanjutnya seraya memberikan sebuah bungkusan.
"Oh iya Pak, saya juga berterimakasih sama Bapak atas semua jamuan selama saya disini." Jawab Pak Min dan memasukkan bungkusan itu ke saku bajunya. Mereka berbincang -lebih tepatnya Pak Min tak henti memuji Tetua desa- sampai Adanu datang menghampiri mereka.
Karena terlalu lelah sehabis bergadang semalam suntuk dan mengerjakan berbagai pekerjaan, Pak Min menerima tawaran Adanu untuk beristirahat dirumahnya dulu sebelum pulang kerumahnya.
"Saya juga berterimakasih loh sama Pak Danu.... Bapak baik banget sudah ngasih saya tinggal disini dan dijamu dengan baik." Ucap Pak Min pada Adanu saat hampir sampai dirumah Adanu.
"Walah, ada juga saya yang berterimakasih atas bantuan Bapak," ujarnya sembari membuka pintu rumah, "Langsung istirahat Pak, biar lekas ketemu sama keluarga. Kangen pasti kan sama keluarga."
"Hahaha iya Pak.... Kalau gitu saya tidur dulu sebentar ya Pak." Pak Min langsung memasuki kamar yang sudah dipakainya selama sepuluh hari ia berada disana.
Di waktu yang bersamaan, suara tangis dan lantunan ayat-ayat suci saling bersahutan disebuah rumah. Rumah sederhana yang biasanya hanya ramai dengan suara anak-anaknya yang bermain, kini ramai dikunjungi warga yang hendak mendoakan si pemilik rumah.
Seorang wanita paruh baya yang rambutnya telah mulai memutih, duduk bersipuh disamping ranjang tempat suaminya dibaringkan. Matanya sayu membaca ayat-ayat doa yang tertulis dikitab yang dipegangnya.
Anak-anaknya pun tak jauh berbeda, mereka melakukan persis seperti apa yang ibu mereka lakukan. Terlihat jelas kesedihan diwajah mereka, pasrah pada apapun yang akan terjadi pada ayah mereka.
Sudah empat puluh hari suami wanita itu dalam kondisi seperti itu. Semakin lama tubuhnya semakin terlihat pucat. Nafasnya yang semakin lemah, detak jantungnya yang semakin pelan, tak lagi terasa dijari mereka yang selalu mengecek keadaannya.
"Bu.... Kaki Bapak bergerak." Ucap gadis kecil, salah seorang anak wanita itu.
Mendengar ucapan anaknya, Wanita itu pun tak mampu lagi menahan air matanya. Tangisnya pecah. Membuat semua yang ada dirunganan itu ikut menangis. Ia merasa anaknya terlalu merindukan bapaknya hingga salah lihat, karena ia tak pernah melihat suaminya -bahkan jarinya- bergerak.
"Huaaammmm" Pak Min menggeliatkan tubuhnya, tangannya meregang keatas beberapa saat. Saraf-sarafnya membangunkan sistem motorik sensorik dalam tubuhnya. Dia duduk dan mengucek-ngucek matanya.
"Bapaakkkkk...." Teriak gadis kecil itu memecahkan kesunyian yang tiba-tiba hinggap diruangan itu, sembari berlari kepelukan bapaknya.
"Lohhh Indah.... Ibu?? Kok kamu bisa disini?" Tanya Pak Min bingung.

"Alhamdulillah ya Allah.... Akhirnya kamu bangun juga Pakkk!" Seru Bu Min memeluk suaminya, dan diikuti satu persatu anaknya.
"Lohh loh.... orang aku baru tidur sebentar kok.... Lagian kok kalian bisa disini?" Ujarnya masih belum menyadari keadaan.
Pak Agi dan Pak Iksan yg memang sejak pagi sdh berada dirumah mereka, menyeruak masuk ke kamar Pak Min setelah Tomo memberitahu mereka keadaan Pak Min. Ucap syukur yg sm pun keluar dari mulut kedua pria, yg hampir dsetiap waktu senggang mereka, bergiliran melihat kondisi Pak Min.
"Jadi awal kejadiannya bagaimana toh Pak?" Tanya Pak Iksan setelah Pak Min dan keluarganya tenang.
"Waktu itu saya pulang dari sawah lewat sumantenan pak, lalu ketemu Pak Adanu dan ditawari kerja....." Pak Min menceritakan kronologi kejadian dari awal dia bertemu Adanu sampai saat ia tertidur dan tiba-tiba terbangun dirumahnya sendiri.
"Bapak itu sudah empat puluh hari tak sadarkan diri Pak" Ujar Pak Agi.

"Masa empat puluh hari Pak? Orang saya hanya ditawari kerja sepuluh hari kok."

"Alam kita dan mereka itu beda Pak." Pak Iksan menambahkan.
"Jadi maksud kalian, saya beneran tidak sadarkan diri selama empat puluh hari? Dan selama itu saya dialam lain?" Tanya Pak Min dan dijawab kompak dengan anggukan kepala Pak Iksan, Pak Agi dan keluarga Pak Min.
Dalam kebingungan, Pak Min merogoh saku yang berada dibawah bajunya. Ia semakin terkejut ketika mendapati bungkusan yang diberikan oleh Tetua desa masih ada. Dikeluarkannya bungkusan itu dari saku baju dan ditunjukkan pada Istri dan kepada mereka yang ada dikamarnya.
"Apa itu Pak?" Tanya Bu Min yang juga terkejut, pasalnya, selama ini ia selalu mengganti pakaian suaminya.

"Ini bungkusan yang diberikan Tetua desa sebelum bapak pulang kerumah Pak Adanu, Bu." Jelasnya, membuat siapapun yang mendengar terkejut.
Pak Min menatap bungkusan yang dibungkus dengan kertas buku yang telah menguning itu. Dengan perlahan Pak Min membuka bungkusan itu, "Allahhuakbar!" seru mereka bersamaan saat melihat isi bungkusan itu, ternyata segepok uang sepuluh ribuan.
Seminggu setelah kejadian itu, Pak Min dan keluarganya mengundang anak-anak panti dan penduduk desanya untuk acara syukuran kecil-kecilan dirumahnya, menggunakan uang yang ia terima dari Tetua desa sebagai upah kerjanya selama sepuluh hari di alam lain.
Sisanya ia pergunakan untuk keperluan pendidikkan anak-anaknya.

Setelah mengantarkan besekan ke salah seorang tetangganya, yang tak dapat datang ke acara syukuran yang ia adakan, Pak Min berhenti sejenak didepan jalan setapak yang mengarah ke dalam kebun sumantenan,
"Siapapun kamu, terimakasih telah membantuku dan mengembalikkanku pada keluargaku." Batin Pak Min dan berjalan pulang dengan hati penuh syukur.

-End-

=====
Apa yang dianggap tak ada bisa jadi ada,
apa yang dianggap ada bisa jadi tak ada.
Karena sesungguhnya, masih banyak hal lain yang tak dapat dijangkau oleh sebagaian, namun telah dijangkau oleh sebagian yang lain.
Terimakasih untuk Mbak Nisa dan para pembaca. Semoga kalian menikmati cerita kali ini. Sampai jumpa dicerita lainnya.

Saya Nesia, undur diri 🙏🏻

Jangan lupa follow juga akun mbak @NesiaFitri

Terimakasih.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with kalong

kalong Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @cerita_setann

Apr 25
Sebuah kisah tentang ISTRI yang melakukan pernikahan gaib dengan IBLIS demi KETURUNAN !!!

A Thread Horror
"SANG PENGANTIN IBLIS"

#bacahorror @asupanhororrr @IDN_Horor @bacahorror #pengantiniblis Image
September 1999

"Srekkk ... Srekkk ... Srekkk...."

Malam itu, suara langkah Kinanti terdengar mantap ketika menapaki jalanan tanah kering. Wajahnya terlihat datar, matanya menyorot penuh keberanian.
Ia terus saja berjalan menyusuri jalanan, sebelum akhirnya menghentikan langkahnya tepat di depan pintu sebuah rumah tak berpenghuni.

Hening dan gelap suasana di dalam rumah itu, membuat kesan seram begitu terasa. Namun hal itu tak membuat tekadnya goyah.
Read 53 tweets
Mar 11
-WARISAN PENARI-
"SAMPUR & KAWATURIH"

Jujur, banyak sekali DM yang masuk dan pembahasannya menarik semua. Mulai dari Gagar Mayang, Sampur / selendang, dan Kawaturih.

Tapi malam ini kita akan sedikit membahas tentang kengerian warisan sampur & kawaturih.

a thread

#bacahorror


Image
Image
Image
Image
Nah disini saya mau cerita sedikit tentang profesi seorang penari tradisional. Bisa di bilang seperti penari ronggeng atau semacamnya. Di cerita ini si ibu yang sudah terjun bertahun-tahun menjadi penari harus mengalami kengerian.
Di mana, yang seharunya itu di wariskan kepada anaknya, tapi si ibu ini memilih untuk tidak. Kenapa? Karena beliau tahu bagaimana rasanya dan kengeriannya ketika di ambang kematiannya. Beliau tidak mau anaknya akan bernasib sama.
Read 42 tweets
Mar 6
-POCONG CULI-

Sekitaran Demangan - Gejayan

"Tok...tok...tok...." pas di buka pintunya, ada pocong ngomong "...Culi"

a thread

#bacahorror #asupanhorror @asupanhororrr @IDN_Horor @merapi_uncover Image
Bagi teman-teman yang sudah lama tinggal di jogja, khususnya di daerah Demangan, pasti gak asing sama cerita pocong culi.

Menurut beberapa sumber, dulu di tahun 2000an, masyarakat sekitar Demangan di gegerkan sama teror pocong culi.
Ngerinya, pocong culi ini meneror warga sekitar dengan mengetuk pintu dan berteriak “culi...culi...” yang di artikan kalau pocong itu meminta untuk di lepaskan tali pocongnya.
Read 70 tweets
Mar 5
-BEGAL PESUGIHAN JALAN WATES-

Jalanan lurus, ngebut, kecelakaan = minimal rumah sakit dan maksimal kuburan

a thread

#bacahorror @gudangmistery @IDN_Horor Image
Banyak perbincangan tentang jalan propinsi jogja-wates yang terkenal dengan pemasangan BEGAL PESUGIHAN.

Jalanan lurus, ngebut, kecelakaan = minimal rumah sakit dan maksimal kuburan.
Di Kilometer berapa pemasangan pesugihannya, saya juga kurang tau, hanya saja, sepanjang jalan itu sering banget terjadinya kecelakaan. Bahkan kalo pas apes, kadang melihat beberapa kali korban sudah tergeletak di pinggir jalan atau di bawah kolong truk.
Read 22 tweets
Feb 12
THE REAL "SANTET LORO JIWO"

“Lanang menang milih, wedok menang nolak.”

A Thread

#bacahorror @gudangmistery @IDN_Horor Image
Sumatera 2018

Namaku Anis. Aku tinggal di Sumatera. Kejadian ini aku alami setelah menikah. tapi jauh sebelum itu, ketika masih sekolah, ada lelaki yang pernah suka sama aku. Namanya sebut ajaa Bowo.
Awal mula kita deket ketika ibuku jatuh sakit karena kecelakaan. Dikarenakan jarak sekolahan dgn rumahku jauh, aku gak bisa pulang buat jenguk ibuku. Dari sinilah aku meminta tolong Bowo untuk datang ke rumahku untuk melihat kondisi ibuku. Itu dikarenakan rumah kita memang dekat.
Read 58 tweets
Feb 7
“Ya beginilah, niatnya mondok mau cari ilmu agama, malah nemu hal munkar yg udah lama tersembunyi di pesantren. ((Bukan tempatnya)) Tapi ada penghuni di dalam tempat tersebut yg pernah ngelakuin hal biadab dan berusaha ia sembunyikan.”

a thread

#bacahorror Image
“Namanya Marlina. Dia salah satu santriwati di pondok pesantren ini. Dulu ketika mondok, dia menjadi korban bully karena bisu. Hal itu membuat Marlina ini mentalnya down. Sampai suatu ketika, karena kekurangannya itu,
ada salah satu oknum yg jg pengurus pondok sekaligus pemuka agama, melakukan tindakan munkar dan tak bermoral kepada Marlina. Marlina di lecehkan di salah satu ruangan pondok, sesaat setelah di suruh untuk mengembalikan buku hafalan.
Read 64 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(