Tadi saya diwawancara oleh jurnalis narasinewsroom terkait twit lama saya ini. Kebetulan juga Jakarta saat ini sedang dilanda musibah banjir. Saya baru menyadari ada hal yg luput saya jelaskan ketika membuat serial twit ini. Mengenai polemik soal betonisasi.
Saya sbnrnya bingung kenapa dlm narasi2 dari beberapa orang yg katanya aktivis lingkungan ketika mengkritisi penanganan banjir yg sblmnya dilakukan adalah mendemonisasi pembetonan pinggir sungai atau yg mereka sebut betonisasi.
Narasi yg dibangun seolah2 betonisasi ini solusi penanganan banjir yg tidak bersahabat dgn lingkungan dan tidak indah dilihat dsbnya. Padahal betonisasi ini bukanlah solusi itu sendiri tapi merupakan implikasi dari keterbatasan yg dihadapi oleh Jakarta saat ini.
Penjelasannya kira-kira begini. Penampang muka air pada saat surut dan saat kering kira2 bisa di Ilustrasikan seperti gambaran berikut ini. Pada saat banjir muka air sungai naik dan menggenangi daerah pemikiman. Artinya penampang sungai tidak mencukupi utk menampung air hujan
Solusinya adalah memperlebar penampang tersebut, yg biasa kita sebut sebagai penampang hydraulic seperti ilustrasi berikut ini. Besar penampang ini disesuaikan dgn volume debit banjir nya. Semakin besar debitnya maka kebutuhan penampang juga semakin besar.
Nah, sekarang masalahnya dari solusi ini adalah ancaman lonsor di kiri dan kanan bantaran sungai seperti ilustrasi berikut ini.
Jadi untuk menanggulangi ini maka perlu dilakukan penanggulan atau yg biasa juga disebut sebagai betonisasi. Artinya disini bisa kita lihat kalau betonisasi ini bukanlah solusi untuk banjirnya, tapi solusi utk menanggulangi ancaman longsor karena penampang sungai yg diperbesar
Lalu pertanyaannya adalah, apakah harus ditanggul atau dibetonisasi? ya tidak harus, kalau mau tidak dibeton ya penampang sungainya harus dibuat miring atau trapesium seperti ilustrasi berikut ini. Tapi konsekuensinya semua pemukiman dibataran sungai mau tidak mau harus digusur.
Kita sering dibuai dgn gambaran sungai yg asri seperti kebanyakan narasi2 yg disebutkan oleh mereka2 yg menentang betonisasi. Padahal untuk membuat kondisi seperti ini mau tidak mau akan ada penggusuran yg juga ditentang oleh mereka.
Sampai hari ini kita masih belum tau seperti apa pastinya konsep naturalisasi yg sering kita dengar ini. Semuanya cuma indah di kata2 saja. Kalau kita tanya bagaimana menerapkannya semuanya mendadak kabur. Kalau yg dimaksud sbg naturalisasi ala Jakarta ini sama dgn istilah umum..
...artinya masyarakat perlu diberikan pengertian, kalau Pemerintah tidak melakukan penanganan apa-apa ini adalah bagian dari rencana. Karena naturalisasi yg umumnya dibayangkan (setidak2nya oleh praktisi seperti saya) adalah do nothing atau hidup bersama banjir.
Konsep ini memang diterapkan oleh banyak kota di dunia. Salah satunya di Oxford, dimana saya tinggal saat ini jg punya skema yg sama. Namun, kondisinya jauh berbeda dingan di Jakarta. Di Oxford, daerah bantaran sungai itu tidak ada pemukiman disana, alias kosong.
Ini juga bukan berarti di Oxford semua sungai tidak dibeton sama sekali. Beberapa ruas sungai yg berada dekat dengan pemukiman juga masih dibeton.
Jadi saya masih bingung bagaimana rencana penganan banjir dgn Naturalisasi tanpa pembetonan dan tanpa penggusuran. Sependek pengetahuan saya hingga hari ini belum ada rencana konkret utk pengendalian banjir di Jakarta. Rencana normalisasi kali2 di Jakarta jelas sudah dihentikan.
Suatu jargon itu selalu terdengar indah, tapi ketika diimplementasikan dia akan berhadapan dengan realitas. Hal yg sama dgn konsep naturalisasi yg anti betonisasi dan penggusuran utk penanganan banjir Jakarta ini.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Atas permintaan mas @budimandjatmiko dan sambil nunggu apakah Biden memang bisa secure Pensylvania dan Nevada utk memastikan road to 270 electoratnya. Saya mau cerita pandangan saya soal Laïcité di Prancis dan juga perkembangan politik US serta kira2 dampaknya utk Indonesia
Terus terang saya ga terlalu paham soal ini. Jadi mungkin banyak informasi yg saya gunakan perlu di periksa ulang. Mungkin saya mulai dari Laïcité di Prancis yg akhir2 ini ternyata cukup heboh dibahas di Indonesia. Sementara di UK sini berita soal ini tdk terlalu terdengar.
Seperti sama2 kita ketahui konteks Laïcité sudah ada Prancis sejak Revolusi Prancis abad 18 yg mengakhiri konstitutional monarki nya Prancis dan membuat Louis XIV dieksekusi mati. Prancis juga memisahkan pengaruh Gereja dgn pemerintahan pada masa itu.
Hari ini sdh lbh dari 14 hari UK melonggarkan status stay at home ordernya ke Stay Alert. Artinya sdh satu masa inkubasi virusnya. Sejak masy. UK keluar menikmati sinar matahari, kasusnya malah turun. Pdhl ketika keputusan tsb dibuat banyak yg bilang akan naik secara eksponensial
Artinya paper2 yg menyebutkan orang2 yg dipaksa utk berada dlm karantina memiliki resiko lebih tinggi untuk tertular ini benar. Sehingga jangan heran kalau beberapa negara yg sudah lockdown ketat kurvanya malah meningkat. medrxiv.org/content/10.110…
Data di UK ini kemungkinan akan mendorong negara2 lain akan membuka lockdownnya meskipun kurva mereka masih naik. Terlebih lagi kematian akibat dari lockdown ini lebih banyak dari nyawa yg diselamatkan. Mulai dari ancaman kelaparan, naiknya angka kematian akibat stress
Ok saya jelaskan kenapa Lockdown itu ga bisa menjamin bisa flattening the curve di Pandemic ini. India sudah mulai lockdown pada tanggal 23 Maret, dan semua tau bagaimana kerasnya lockdown di India. Law enforcement dengan cara kekerasan. Polisi memukuli warganya yg berani keluar
Lalu apakah India berhasil flattening the curve? Data per hari ini sih trend penularan masih naik. Padahal sudah 45 hari lebih penduduk India dlm keadaan lockdown yg ketat. Data penularan itu jg inline dgn data kematian di India yg trend nya juga naik.
Apakah India tidak berhasil Lockdown nya? masalah pertama yg akan terjadi akibat lockdown adalah ancaman kelaparan. India sudah mengalami itu saat ini. Lalu apakah penduduk India jd melanggar aturan?Ternyata warga India lebih takut dipukuli dari pada kelaparan. Jadi masih tertib
Mumpung lg lowong, mau menunaikan janji utk mengulas bahasan diskusi saya dgn mas @ainunnajib seperti yg disampaikan oleh mas @budimandjatmiko bbrp hari yg lalu. Seperti yg dibahas sblmnya saya berpendapat utk menghadapi wabah ini adalah seperti lari marathon, bukan lari sprint
Sebelumnya saya mau disclaimer, saya tdk menentang lockdown dan jg tdk mendukung strategi percepatan terbentuknya herd immunity seperti yg sering kita dengar. Saat ini saya tinggal di UK, asal muasal rencana spt ini, jd saya tau rasanya berada di negara yg mengambil langkah ini.
Belajar dari kasus2 pandemic terdahulu, mulai dari H1N1 2009, SARS hingga Spanish Flu 1918 ini terjadi dlm waktu lebih dari 1 tahun. Selain itu pandemic tsb jg terjadi dlm beberapa gelombang. Pandemic Covid19 yg kita lihat saat ini kemungkinan besar baru 1st wave saja.
Terus terang saya tdk terlalu suka dengan ide lockdown ketat seperti di Wuhan, Italy ataupun India. Tapi sepertinya ide ini yg disukai oleh kebanyakan orang. Mulai dari para middle class yg khawatir thd penularan Covid19 hingga aktivis dan SJW meminta segera diberlakukan Lockdown
Saya lbh suka model physical distancing seperti di bbrp negara Scandinavia ataupun di Eropa, sambil berupaya melakukan upgrade kapasitas pelayanan kesehatan khusus utk Covid19 dgn penambahan jumlah ventilator. Ini jg lbh baik dari pd keluar banyak uang utk pengadaan alat testing
Tapi saya jg bisa paham soal penerapan status darurat sipil sebelum penerapan karantina wilayah dlm skala besar seperti permintaan banyak orang. Status darurat sipil ini yg saat ini banyak ditentang oleh banyak orang. Tapi mungkin ini ada beberapa pertimbangan yg bisa kita teliti
Sebenarnya males comment soal normalisasi vs naturalisasi. Tapi karena sering dimintain oleh beberapa teman, mungkin ada baiknya saya sedikit sharing soal normalisasi vs naturalisasi ini. Kebetulan circa 2011-2012 saya sempat jadi narasumber di sudin tata air, PU DKI Jakarta.
Penyebab banjir di Jakarta memang cukup kompleks. Kombinasi dari akibat air hujan di daerah catchment di hulu, hujan di daerah sub catchment di wil. Jakarta, dan penurunan permukaan tanah (land subsidence) yg skrng sudah mengakibatkan bbrp wilayah berada di bawah permukaan laut
Tapi, menyalahkan banjir di Jakarta karena daerah hulu jg tidak tepat. Ini contoh simulasi yg pernah saya lakukan untuk daerah Cengkareng Drain. Input model adalah curah hujan setempat, Utk hujan dikawasan ini saja sdh membuat sebagian kawasan didaerah ini tergenang.