CANCEL CULTURE - Is It Really Needed in Our Society?
Kita tau medsos ibarat pisau bermata dua. Either it does more good or bad, kembali pd cara kita berinteraksi.
Lalu, gimana kita melihat fenomena cancel culture yg seperti lagi tren di sosmed saat ini?
بسم الله الر حمن الر حيم.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Berawal dari ulasan yg disinggung kak @thiazaindn, aku jadi tertarik mengulas bahasan ini lebih jauh.
Kira-kira nih, apa yg membuat seseorang suka banget cancel orang lain?
Secara defisini sederhana aja nih, cancel culture tuh semacam upaya yg dilakukan sekelompok orang untuk menyudutkan individu atau kelompok lain yg punya views/pandangan berbeda terhadap sesuatu.
Umum terjadi pada sosok publik figure dan di social media.
Seperti yg diungkapkan Velasco (2020), social media saat ini ndak hanya buat cari informasi, tapi jg social movement.
Dan cancel culture sendiri merupakan manifestasi dari “wokeism”, ideologi yg melihat realita berdasarkan konstruksi social dan power suatu group identity.
Hal ini menurut Velasco (2020) membuat social media jadi ajang penilaian seseorang, khususnya sosok selebritis.
Mereka dituntut harus selaras dengan value-value yg sudah menjadi standar social acceptability di masyarakat. Begitu kepleset dikit aja, they are getting cancelled.
Persoalannya adalah cancel culture ini kemudian menjadi perdebatan. Kalo menurut risetnya @Politico, sebanyak 46% orang merasa cancel culture sudah terlalu berlebihan.
Mereka menganggap itu mengancam kebebasan berpendapat seseorang yg jadi pondasi utama dalam sistem demokrasi.
Sedangkan menurut riset dari @YouGov, mayoritas penduduk Amerika (56%) menilai cancel culture adalah persoalan yg cukup serius.
Bahkan dari barisan Democrats yg didominasi kelompok liberal pun, 47% dari mereka juga merasa cancel culture ini sesuatu hal yg problematic.
Survey lain dari @1stLiberty menunjukkan hasil yang lebih ekstrim.
Sebanyak 96% orang menyakini cancel culture udah mewabah di US.
Sebanyak 73% orang meyakini kalo cancel culture kemudian membuat Anda atau unit usaha Anda jadi target harrasment, boikot, pemecatan, dll.
Polemik cancel culture ini sering terjadi dalam bahasan yg berbau muatan politik.
Ndak heran kalo kemudian menurut risetnya @CatoInstitute, 62% responden menilai iklim politik sekarang ini membuat mereka takut mengeluarkan pendapat ataupun pandangan politik yg mereka pegang.
Kenapa kok takut?
Karna 32% dari responden khawatir pandangan politik mereka malah menghancurkan karir pekerjaannya. Atau menghalangi mereka saat rekrutmen kerja.
Sehingga akhirnya memilih diam karna takut di cancel rame-rame yg berujung pada kehilangan pekerjaan.
Contoh cancel culture paling fenomenal adalah saat J.K. Rowling ngetweet ini.
Konteks tweet itu bicara dukungan J.K. Rowling terhadap Maya Forstater yg kehilangan pekerjaan krna bahas soal gender.
Dari situ J.K Rowling nerima backlash besar-besaran karna dianggap Transphobic.
Namun menurut artikel dari @Forbes ini, justru korban paling vulnerable dari cancel culture adalah orang dari kalangan biasa. Bukan orang kaya kayak J.K. Rowling.
Mereka lah yg rentan kehilangan pekerjaan. Seperti contoh guru yg dipecat krna salah sebut pronoun gender muridnya.
Dilansir dari @SkyNews, Rowan Atkinson, aktor senior Inggris, mengungkapkan keresahannya terhadap cancel culture.
Dia menganalogikan cancel culture kyk preman abad pertengahan yg nyari mangsa buat dibakar.
Segala sesuatu dinilai hitam vs putih. Either with us or against us.
Artikel yg dibahas di @PsychToday
ini mengurai alasan-alasan kenapa orang demen banget cancel orang lain.
Mulai dari pansos buat kepentingannya sendiri, menjatuhkan reputasi orang lain, hingga perasaan solidaritas karna ketemu sama orang yg satu mindset. google.com/amp/s/www.psyc…
Karna inti konsep cancel culture tadi "either with us or against us", membuat brand kemudian mau ndak mau harus ikut ngambil sikap politis juga.
Brand gak lagi bisa bersikap netral krna customer sekarang lebih punya power buat "maksa" brand ikut mainstream opinion.
Menurut riset @EdelmanPR, 64% customer jaman sekarang akan membeli atau memboikot suatu brand tergantung pada sikap mereka pada suatu isu politik.
Angka ini naik 13% dari taun 2017. Sehingga jelas efek cancel culture pun membuat brand harus hati-hati dalam ngambil sikap politis.
Makanya suatu brand biar ndak dikeroyok dan ndak dicancel rame-rame, maka mereka main aman dengan ikut mainstream opinion.
Contohnya seperti yg udah pernah kubahas dalam fenomena Rainbow Capitalism. Bentuk main aman korporasi biar gak dicancel publik.
Setelah membaca banyak referensi terkait cancel culture, aku secara pribadi berpendapat emang sebaiknya apa yg ada di internet, stay on the internet.
Ndak perlu seseorang sampe harus dipecat gegara opini jeleknya di sosmed, misalnya. Krna bisa jadi itu kelak giliran kita.
Aku ndak mengelak kalo banyak jejak digitalku yg mungkin dulu ikut-ikutan main cancel orang. Hanya krna mereka punya pandangan beda denganku.
Cuman makin kesini, aku makin paham kalo pandangan beda itu tetap dibutuhkan. It keeps your ego stay on the track. Tetep terus belajar.
Jadi kuharap kita semua yg baca ini, semoga ke depan bisa semakin terbuka dengan opini orang lain. Semakin terbiasa dengan isi kepala orang yg berbeda-beda.
Tulisan ini jadi self reminder buatku dan aku berterimakasih ke kak @thiazaindn krna udah sempet bahas.
[THREAD - END]
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dalam kisah Norse Mythologi, Ragnarok dimaknai sebagai hari kehancuran, dimana pertempuran besar diantara dewa-dewa akan terjadi.
The Aesir, yg dipimpin oleh Odin, ruler of the Gods, berperang melawan raksasa dan monster yg dipimpin sama Loki.
Sebetulnya kejadian Ragnarok ini sudah diramalkan jauh-jauh hari. Siapa yg terbunuh, siapa yg survive, apa yg terjadi selanjutnya, dll.
Namun, The Aesir tetap berhadapan sama takdir itu dgn gagah berani. Mereka tau kalo hari itu akan tiba juga and nothing will stop them.
Dari ramalan itu, The Aesir tau kalo mayoritas dari mereka akan tewas di Ragnarok. Musuh utama dari The Aesir adalah the Frost Giants dari Jötunheim, The World of Giants.
Seperti halnya hari kiamat, kemunculan Ragnarok juga diawali dengan pertanda-pertanda.
Anda kalo bangun rumah, tentu pengen pondasinya bisa kuat. Sama kayak pernikahan. Pondasinya harus kuat.
Dan aku meyakini agama adalah pondasi paling kuat dalam pernikahan. Seseorang yg memahami agama, jangankan mikir selingkuh, bentak-bentak sama istri aja gak boleh.
Krna kita diperintahkan untuk memuliakan dan memperlakukan istri dengan baik. Oleh sebab itu, aku sangat konservatif dalam hal ini.
Pasanganmu ndak sempurna karna cuman Allah yg demikian. Jangan pake alasan kekurangan pasangan sbg pembenaran dari pengkhianatan.
Dari kemarin masih ributin soal gaji 250 juta, sampai ndak tau kalo The Republic of Guinea, West Africa, resmi menyatakan status darurat epidemi Ebola.
Status darurat ini diterapkan setelah ada tiga orang dinyatakan meninggal dari virus tersebut. First deaths since 2016.
Ketiga orang yg meninggal tersebut dan empat lainnya yg masih dalam perawatan - jatuh sakit dengan gejala diare, muntah-muntah dan pendarahan setelah mereka menguburkan jenazah perawat yg belum lama ini meninggal.
Vaksin terbaru yg telah dikembangkan akan dipesan melalui WHO.
Sejak epidemi Ebola ini merebak di sepanjang West Africa pada 2013-2016, sebanyak 11,000 orang meninggal. Yg mana wabah itu dimulai dari Guinea.
Dan sbg respon dari epidemi itu, beberapa jenis vaksin kemudian dikembangkan dan hasilnya sukses membebaskan Kongo dari Ebola.
Dari kemarin masih ributin soal iBox, sampai gak tau kalo George Blake, double agent Uni Soviet yg pernah nyusup jd agen intelejen Inggris, meninggal pada usia 98 tahun.
George Blake nge-spill ratusan identitas agen rahasia negara2 barat ke Uni Soviet selama masa perang dingin.
Badan intelejen luar negeri Russia mengumumkan meninggalnya George Blake dan menyampaikan rasa terimakasih atas segala yg telah dia berikan.
George Blake merupakan generasi terakhir dari badan intelejen Inggris yang ternyata diam-diam beroperasi untuk kepentingan Uni Soviet.
Blake nge-spill identitas ratusan agen rahasia yg tersebar di eastern Europe pada tahun 1950. Kejadian ini tentu bikin malu MI6, intelejen luar negeri Inggris, ketika membongkar ulah Blake tersebut.
Gegara itu, beberapa agen rahasia yg di spill Blake kemudian dieksekusi mati.