Kisah Sayyidina Umar Ibn Khatab dan Salman Al-Farisi
"Salam, wahai Khalifah Umar semoga engkau selalu dalam keadaan baik”
"Semoga engkau juga demikian, wahai anak muda." Kata Umar kepada dua pemuda yg sedang memegangi seorang laki-laki dgn tangan terikat.
Setelah menjawab salam, pandangan mata Umar tidak lagi tertuju ke dua orang pemuda itu, tetapi beralih kepada seseorang dengan tangan terikat yang datang bersama dua pemuda itu. Meski mengetahui bahwa itu adalah "ketidakadilan", Umar tak tergesa-gesa berkesimpulan.
Ia tidak mendahului bertanya sebelum mendengarkan penjelasan langsung dari kedua pemuda itu, mengapa ia membawa seseorang kepadanya dengan tangan terikat.
"Wahai Amirul Mukmin, pemuda ini telah membunuh ayah kami."
Setelah itu, pemuda yang sementara terikat tangannya berkata. "Wahai Amirul Mukminin, dengarkanlah penjelasanku terlebih dahulu," pintanya.
Mendengar permintaan dari pemuda yang terikat tangannya itu, salah seorang di antara pemuda itu berkata. "Tidak, hal itu tidaklah penting. Kamu beruntung kami tidak melakukan balas dendam padahal ayah kami telah engkau bunuh.
Kami justru membawamu kepada Khalifah Umar,"
kata kedua lelaki itu dengan nada tinggi.
Kondisi mulai tegang dan Umar pun segera menenangkan mereka yang saling beradu pendapat.
Umar kemudian meminta mereka untuk tidak emosi dalam memberi penjelasan.
"Lebih baik kalian berdua diam terlebih dahulu. Aku ingin mendengar cerita tentang kejadian sebenarnya,"
kata Umar mulai membuka penyelesaian perkara.
Pemuda yg terikat tangannya segera bercerita. Sebelum tiba di sini, ia sedang menaiki seekor unta untuk pergi ke satu tempat. Karena terlalu letih, pemuda yg terikat itu tertidur. Namun, ketika terbangun, ia mendapati untanya telah hilang. "Lalu saya segera mencarinya," katanya.
Tak jauh dari lokasi dia tertidur, pemuda itu melihat untanya sedang asyik memakan tanaman di sebuah kebun. "Lalu saya berusaha menghalaunya, tetapi unta itu tidak juga berpindah dari tempat dia berhenti."
Tak lama kemudian, datanglah seseorang dan terus melempar batu ke arah untanya. Lemparan itu tepat ke arah kepala untanya. "Maka unta saya seketika itu juga mati," kata pemuda itu.
Pemuda itu mengakui, setelah melihat untanya mati akibat lemparan batu tersebut, ia marah dan kesal
"Lalu saya mengambil batu dan melempar batu tersebut ke arah orang yang melempari untaku itu."
Tak disangka, batu itu mengenai kepalanya hingga lelaki itu jatuh tersungkur dan meninggal. "Sebenarnya saya tidak berniat untuk membunuhnya,"
kata pemuda itu kepada Umar.
Mendengar penjelasan sang pemuda, Umar memutuskan bahwa ganjaran atas perbuatannya itu adalah qisas, yaitu hukuman mati. Pemuda itu ikhlas menerimanya.
"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakan qisas atasku. Aku ridha pada ketentuan Allah, tetapi izinkan aku menunaikan semua amanah yg tertanggung dulu."
Amanah yg tertanggung itu, katanya, bahwa dia masih memiliki seorang adik yg juga sudah ditinggalkan ayahnya.
Sebelum meninggal, ayahnya itu telah mewariskan harta. "Dan saya menyimpannya di tempat yg tidak diketahui oleh adik saya." katanya
Untuk itu ia meminta Khalifah Umar berkenan memberi waktu selama tiga hari untuk pulang ke kampung agar ia bisa menyerahkan warisan dari orang tuanya kepada adiknya.
Mendengar permintaan itu, Umar tidak buru-buru mengabulkannya sebelum ada yang memberikan jaminan.
"Siapakah yang akan menjadi penjaminmu?" tanya Umar.
Pemuda itu tertunduk bingung siapa yang akan menjadi penjaminnya karena ia adalah orang asing.
"Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin!"
Sebuah suara berat dan berwibawa menyeruak dari arah hadirin. Suara itu adalah suara Salman al-Farisi.
"Salman?!" hardik Umar.
Umar memberikan peringatan seakan meminta Salman menarik kesediaannya sebagai penjamin dan Khalifah Umar berkata, "Demi Allah, engkau belum mengenalnya! Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini! Cabut kesediaanmu!" perintah Umar.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap perintah Khalifah Umar, Salman berkata : "Pengenalanku padanya tak beda dengan pengenalanmu, ya Umar. Aku percaya kepadanya sebagaimana engkau memercayainya," kata Salman yang membuat orang-orang tertegun mendengar kata-kata bermakna itu.
Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu dan menerima penjaminan yang dilakukan oleh Salman.
Sementara, dua pemuda yang ayahnya terbunuh itu harap-harap cemas.
Pada hari ketiga, Umar, para sahabat, serta dua lelaki itu menunggu pemuda tersebut.
Hingga tengah hari, pemuda itu belum juga datang. Kedua lelaki tersebut mulai gelisah. "Hari sudah siang, tetapi pemuda itu belum datang. Jika tidak datang, Salman akan menjadi penggantinya menerima hukuman mati," kata salah seorang lelaki itu.
Waktu sudah siang dan pemuda itu tidak kunjung datang. Salman dengan tenang dan tawakal melangkah ke tempat qisas sebagai penerima jaminannya.
Ketika Salman sudah berada di tempat akhir hukuman, tiba-tiba sesosok bayang-bayang berlari terengah dalam temaram, terseok terjerembab lalu bangkit dan nyaris merangkak. Pemuda itu dengan tubuh berpeluh dan napas putus-putus ambruk ke pangkuan Umar.
"Maafkan aku hampir terlambat!" ujar pemuda itu.
Pemuda itu langsung menggantikan posisi Salman. Pemuda itu berterima kasih kepada Salman telah bersedia menjadi penjaminnya meski ia belum dikenalnya sama sekali.
Umar protes atas keterlambatan pemuda itu. Namun, sang pemuda berkata, "Urusan kaumku memakan waktu. Kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu aku berlari (ke tempat pemutusan hukuman qisas) wahai Amirul Mukminin.”
Sebelum melakukan hukuman, Khalifah Umar berkata : "Demi Allah, bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini? Mengapa susah payah kembali?"
kata Umar sambil menenangkan dan memberinya minum.
Setelah menerima pemberian dari Umar, pemuda itu berkata: "Supaya jangan sampai ada yang mengatakan di kalangan Muslimin tak ada lagi kesatria tepati janji,"
kata pemuda itu sambil tersenyum.
Umar mendekati Salman yang tidak jauh dari pemuda yang akan dieksekusi mati itu. "Mengapa kau mau menjadi penjamin seseorang yg tak kau kenal sama sekali?"
Dengan tegas tetapi lembut menjawab pertanyaan Khalifah Umar, Salman berkata:
"Agar jangan sampai dikatakan di kalangan Muslimin tak ada lagi saling percaya dan menanggung beban saudara..!”
tuturnya.
Kemudian Umar mendekati
kedua lelaki yang ayahnya telah terbunuh lalu merasa terharu dengan sikap sang pemuda dan keberanian Salman.
Mereka berkata, "Wahai Amirul Mukminin, kami mohon agar tuntutan kami dibatalkan. Kami telah memaafkan pemuda penepat janji ini."
Mendengar perkataan tersebut, Khalifah Umar bertanya, "Mengapa kalian berbuat seperti itu?" tanya Umar.
"Agar jangan ada yang merasa di kalangan kaum Muslimin tak ada lagi saling memaafkan dan kasih sayang,"
katanya.
Khalifah Umar takjub atas mereka (anak-anak muda)
“Wahai Salman, kamu sungguh berani, dan wahai pemuda, kamu adalah al-Wafi. Kamu berdua sangat mulia, lalu bersalamanlah dan kuatkan ukhuwah di antara kalian," kata Umar.
Sesama umat Islam memang sudah selayaknya saling memaafkan.
Allah telah berfirman dalam surah al Baqarah ayat 263 : "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah SWT Mahakaya lagi Maha Penyantun."
Dalam ayat itu dijelaskan, Allah menyebut empat tingkatan kebajikan, yaitu nafkah yang terlahir dari niat yang saleh dan pemberi nafkah tidak mengiringinya dengan menyebut-nyebutnya dan menyinggung perasaan penerima.
Kedua, berkata yang baik, yaitu kebajikan berupa perkataan dengan segala bentuknya yang mengandung kebahagiaan bagi seorang Muslim, meminta maaf dari orang yang meminta apabila dia tidak memiliki apa yang diminta, dan sebagainya dari perkataan yang baik.
Kebajikan dengan memberi maaf dan ampunan kepada orang yang telah berlaku buruk, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
قد كان قبلكم في بني إسرائيل محدثون من غير أن يكونوا أنبياء فإن يكن في أمتي أحدٌ فعمر
"Pada umat sebelum kalian, yaitu pada Bani Israel terdapat sekelompok orang yang mendapat ilham dari Allah, tetapi mereka bukan kalangan Nabi. Kalau terjadi di tengah umatku, maka orang itu adalah Umar,’”
(Hr Bukhari, Muslim)
والله اعلم
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tersingkapnya Gaun Bidadari Membuat Rasulullah Malu
Seorang pemuda bernama Zahid. Usianya sudah 35 tahun namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah (emperan) Masjid Madinah.
Ketika sedang memperkilat pedangnya, tiba-tiba Rasulullah datang dan mengucapkan salam. Zahid kaku dan menjawabnya agak gugup.
"Wahai saudaraku Zahid, selama ini Engkau sendiri saja,"
"Allah bersamaku ya Rasulullah,"
Jawab Zahid
"Maksudku, kenapa engkau selama ini membujang saja? Apakah engkau tidak ingin menikah?"
Zahid menjawab:
"Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan wajahku ini tidak menarik siapa yang mau pada diriku ya Rasulullah?"
Diterjemahkan dari kitab As Sab'iyyat fii Nadzhooirir Al Bariyyaat
Di kisahkan tatkala Nabi Yusuf ‘Alayhissalam sudah menjadi raja Mesir, sedangkan sang pungguk merindukan bulan.
Zulaikha terputar balik keadaanya menjadi seorang perempuan fakir tua lagi kabur penglihatan. Meskipun begitu kecintaan dan kerinduan di hatinya kepada Yusuf terus bertambah setiap harinya tak tersapu oleh badai pasir dan tak usang di makan waktu.
Manakala Zulaikha sudah merasa habis kesabaran dan semakin berat bebannya memikul hal tsb, padahal ia saat itu masih saja menyembah berhala. Maka ia angkat dan hempaskan tuhan terbuat dari tanah tadi ke lantai sambil berlepas diri di iringi keimanannya kepada Allah SWT.
Oleh-Oleh Atau Buah Tangan
Satu Kemulian Yang Dijanjikan Rasulullah SAW Bagi Umatnya
Sudah bukan hal baru, tapi telah lama kita tahu adanya istilah buah tangan/oleh-oleh yg biasa dibawa orang setelah bepergian, atau orang yg hendak berkunjung pada orang lain baik itu kerabatnya.
Kebiasaan atau urf' (budaya) tersebut selain bernilai luhur juga merupakan ajaran Islam tentang anjuran untuk membuat senang terhadap orang lain. Rasulullah bersabda :
“Perbuatan yg paling dicintai Allah adalah membuat gembira terhadap seorang muslim,
atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yg muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan.”
(Hr Thabrani).
Ada banyak kisah cinta umat manusia yg melegenda di dunia ini, mulai dari kisah cinta roman picisan, ala Shakespeare, romeo & juliet, siti nurbaya, hingga kisah cinta "Islami Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah ra" yg melegenda
Namun pada kesempatan kali ini, kita akan "mengintip" bagaimana kisah cinta Salman al Farisi ra. Dia adalah sahabat Rasulullah yg terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah
pada saat kaum kafir Quraisy Mekkah bersama pasukan sekutunya menyerbu Rasulullah dan kaum muslimin dalam perang Khandaq.
Ada sekitar 24,000 pasukan musuh dibuat kalah, karena parit yg diusulkan Salman dan tentu saja karena pertolongan Allah yang mendatangkan angin yang keras.