Ketika bincang-bincang seputar Ramadhan, ada yang bertanya seperti ini:
Di bulan Ramadhan setan dibelengggu. Setan tidak bisa keluyuran lagi untuk menggoda manusia. Tapi, kenapa di bulan Ramadhan masih ada manusia yang berbuat maksiat?
Saya jawab:
Setan memang dibelenggu di bulan Ramadhan. Jika ada manusia berbuat maksiat di bulan Ramadhan, berarti itu bukan karena godaan setan, tapi karena nafsunya sendiri.
Dalam pandangan setan, manusia terbagi menjadi tiga: 1. Setan tidak bisa menggoda, 2. Setan tidak perlu menggoda, dan 3. Setan selalu menggoda, seperti anak kecil memainkan mainannya.
Yang pertama, orang-orang yang tidak bisa digoda oleh setan, adalah para nabi dan orang-orang saleh yang imannya sangat kuat dan selalu istiqomah dalam ketaatan.
Yang kedua, orang-orang yang sudah terlena oleh nafsunya, sehingga setan sudah tidak perlu lagi menggoda mereka. Biarkan saja mereka tenggelam bersama nafsunya.
Yang ketiga, orang-orang yang imannya naik-turun. Kadang baik kadang tidak baik. Kadang taat kadang maksiat. Kelompok ketiga inilah yang selalu jadi “mainan” setan.
Nah, jika di bulan Ramadhan masih ada orang yang berbuat maksiat, mungkin mereka adalah orang-orang yang masuk dalam kategori kedua. Paham, Son?...
Wallahu a’lam…
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Marhaban Ya Ramadhan. Bulan yang sangat istimewa; sarana menuju ketakwaan, rahmat, ampunan, terhindar dari api neraka, Lailatul Qadar, turunnya Al-Quran, berlipatgandanya pahala kebaikan, dan peluang mendapatkan tempat di surga.
Setiap orang beriman pasti bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan. Dalam kitab Durrotun Naasihiin disebutkan, “Barangsiapa gembira karena Ramadhan, Allah haramkan jasadnya masuk neraka.”
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang keempat kakinya sudah lumpuh. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat bertahan hidup.
Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan memakan kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan sisa buat sang serigala.
Hari berikutnya Tuhan memberi makan serigala dengan perantara harimau yang sama. Orang itu mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang begitu besar dan berkata dalam hati, "Aku juga akan pasrah di rumah saja dengan penuh kepercayaan pada Tuhan bahwa Ia akan mencukupi segala kebutuhanku."
Inilah kisah pengkhianatan paling menyedihkan. Julius Caesar dibunuh oleh sekelompak orang yang berkonspirasi mengkhianatinya. Dia ditikam bertubi-tubi. Tubuhnya berlumur darah, tapi masih kuat berdiri dan berjalan.
Dia lantas memandang Markus Yunius Brutus, sahabat yang paling dekat; kawan seumur hidupnya. Dia terhuyung berjalan mendekati Brutus dengan tubuh berlumur darah. Matanya nanar berharap pertolongan Brutus.
Dia yakin bahwa sahabatnya ini pasti menolongnya. Dia letakkan tangan di pundak Brutus. Namun, apa yang terjadi? Brutus ternyata memberikan tikaman terakhir yang membuat Julius Caesar tersungkur.
Sebelum mati, dengan wajah tercengang, Julius mengatakan, “Bahkan engkau, Brutus!"
Ketika berjalan di tengah hutan, laki-laki itu berpapasan dengan laki-laki lain yang menuntun keledai. Ia melihat banyak bungkusan di punggung keledai, kanan dan kiri. Mereka bertegur sapa.
Laki-laki itu bertanya pada penuntun keledai, “Apa yang kamu bawa di punggung keledai itu? Tampaknya berat sekali.” Penuntun keledai menjawab, “Yang di sebelah kanan adalah bungkusan berisi makanan sebagai bekal perjalanan. Yang di sebelah kiri adalah bungkusan berisi tanah.
Aku mengisi tanah pada bungkusan sebelah kiri agar seimbang antara kanan dan kiri.” Laki-laki itu berkata, “Kenapa harus kamu bebankan keledai itu dengan bungkusan tanah? Bukankah lebih baik kamu bagi dua saja bekalmu itu?
Satu ketika Rasulullah Saw. bertemu dengan orang yang dikenal sebagai pelaku maksiat. Rasulullah menangis sambil mendoakan orang tersebut agar dapat berhenti dari kegemaran berbuat maksiat.
Para sahabat lantas bertanya, "Mengapa engkau menangis untuknya, wahai Rasul? Bukankah dia itu orang yang jauh dari Allah. Tak pantas engkau menangis untuknya."
Rasulullah menjawab, "Sungguh aku diutus untuk menyelamatkan manusia, bukan untuk mencelakakannya."