Seorang pedagang kue mendekati seorang mliyarder Yunani yang sangat terkenal, Aristotle Onassis, si raja kapal.
Pedagang itu menawarkan kue dagangannya kepada Onassis.
Onassis mengeluarkan sekeping uang logam dan berkata: “Kita lempar uang ini. Jika angka di atas, kamu menang, dan silakan kamu ambil semua uang yang ada di kantong bajuku, termasuk cek. Jika gambar di atas, letakkan daganganmu dan pergilah.”
Pedagang: “Maaf, bapak. Jika saya kalah, dagangan saya hilang, dan saya tidak bisa memberi makan untuk keluarga saya. Dari dagangan inilah saya mendapatkan rezeki untuk keluarga saya.”
Onassis: “Kamu lahir sebagai pedagang kue dan akan mati sebagai pedagang kue. Jangan harap ada perubahan.”
Karena hidup adalah petualangan!
Masak dulu ah...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Tadi malam ada kawan-kawan datang ke rumah. Ngobrol berbagai hal, kemudian ada yang tanya soal shalawat Burdah.
Saya jelaskan sebagai berikut ini: shalawat Burdah ditulis oleh Imam Al-Bushiri pada abad 7 H atau abad 13 M. Shalawat Burdah adalah shalawat yang ditulis dengan kekuatan spiritual sangat dalam. Imam Bushiri merangkai cinta dan rindunya kepada Nabi Saw. secara diam-diam.
Selesai menulisnya, ia lafalkan setiap hari di dalam uzlahnya. Sampai suatu malam, ia bermimpi melafalkan shalawat Burdah itu di hadapan Nabi, dan Nabi sangat suka mendengarkannya.
Seorang gadis duduk sendirian di satu caffe. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang, mungkin kekasihnya. Aku pun duduk sendirian di kursi bangku yang lain. Berjarak sekitar dua meter dari tempat duduk gadis itu.
Aku perhatikan gadis itu selalu memandang jam tangannya. Ia tampak gelisah. Tampaknya orang yang ditunggu sangat terlambat. Ia kemudian meminta segelas kopi. Aku melihat matanya berkaca-kaca. Airmatanya mengalir.
Aku juga sedang menunggu seseorang yang tidak pernah terlambat, tapi kali ini ia tidak akan datang lagi. Ia telah meninggal dunia satu bulan yang lalu. Sejak kepergiannya, aku selalu datang ke tempat ini untuk mengingat berbagai kenanganku bersamanya.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam as-silmi secara utuh, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 208).
Ayat di atas selalu dijadikan rujukan oleh sekelompok muslim untuk mengkampanyekan istilah “Islam Kaffah” atau “Islam utuh”.
Dalam pandangan mereka, ayat ini merupakan ajakan wajib bahwa setiap muslim harus menjalankan ajaran Islam secara utuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki; dari bangun tidur sampai tidur kembali.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
“Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka ia bagian dari kaum itu.”
-Utas
Hadis ini sangat populer. Tidak sedikit muslim yang menjadikannya sebagai dalil untuk “mengkafirkan” orang lain yang menyerupai kegiatan atau tradisi orang-orang non-muslim.
Cara pandang seperti ini jelas mewakili konservatifisme dan ekstimisme (tatharruf) pandangan keagamaan. Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari umat manusia. Tidak ada larangan umat Islam menyerupai atau menampakkan kesamaan dengan umat-umat lainnya .
Manusia pasti tidak suka pada segala sesuatu yang menyakitkan, merugikan dan mengecewakan. Sakit, kemiskinan, dan kebodohan pasti tidak diinginkan oleh semua orang. Tapi, di balik semua itu jelas ada hikmahnya.
Adanya sakit membuat manusia memahami arti kesehatan. Adanya kemiskinan membuat manusia memahami nilai harta. Adanya kebodohan membuat manusia memahami nilai penting ilmu pengetahuan.
Bayangkan jika semua orang selalu sehat, kaya dan pintar: semuanya itu menjadi tidak ada nilainya sama sekali.
Di tengah perjalanan dari Mekah ke Madinah, Khalifah Umar ibn Khatab bertemu dengan seorang pengembala domba yang jumlahnya banyak sekali. Umar memandanginya, dan terbersit ingin menguji pengembala tersebut.
Umar mendekatinya, berbincang, kemudian menawar satu ekor domba untuk dibelinya. Penggembala itu menolak keinginan Umar.
“Kenapa kamu tidak mau menjual seekor domba saja?” tanya Umar.
Penggembala, “Saya ini hanya seorang budak. Domba-domba ini bukan milik saya. Saya hanya bertugas merawatnya.” jawab penggembala.