Rencana penambangan dan pembangunan bendungan raksasa tailing oleh anak perusahaan Bumi Resources milik keluarga Bakrie berpotensi besar menimbulkan bencana lingkungan dan manusia.
Pegunungan yang paling berbahaya secara seismik di Bumi hendak dibongkar oleh PT DPM (perusahaan patungan Bumi Resources & NFC - Tiongkok).
Bendungan yg ditetapkan untuk menahan jutaan ton lumpur limbah dari tambang hampir pasti gagal, berpotensi menenggelamkan penduduk desa.
Tambang yang diusulkan akan digali di bawah tanah Bukut Barisan, tulang punggung Sumatera, itu dikelilingi oleh hutan lindung dan desa-desa masyarakat adat Pakpak dan orang-orang Toba.
Risiko kegagalan bendungan menjadi lebih tinggi, karena tidak memiliki fondasi yang stabil. Bahkan, survei dr Terence Middleton, peneliti Australia, menemukan seluruh lantai atau dasar lembah ditopang oleh lapisan abu vulkanik yang tebal.
"Bencana menunggu untuk terjadi di Dairi. Gempa bumi kuat lainnya, "hampir pasti akan terjadi", dapat melepaskan lebih dari 1 juta ton lumpur dan limbah beracun di desa terdekat Sopokomil" - Richard Meehan, seorang insinyur Universitas Stanford.
Mayoritas masyarakat di pulau Sangihe menggantungkan hidup dari kelapa, pala, cengkih dan sagu, serta umbi-umbian. Sebagian lainnya hidup dari laut sebagai nelayan.
Air bersih? Melimpah. Berasal dari mata air di bukit-bukit pulau.
DARURAT. Aksi warga penolak tamang batuan andesit di Desa Wadas, Purworejo mendapat tindakan represif dari aparat Polisi & TNI pada Jumat, 23 April 2021
Pemerintah yang dibantu aparat itu ingin melakukan sosialisasi, memaksa masuk ke pemukiman warga.
Sebelum aparat Polisi dan TNI bersenjata lengkap tiba di lokasi, warga telah menghadang menggunakan batang pohon. Aparat memaksa masuk menggunakan gergaji mesin.
Daerah Wadas dan sekitarnya sbg sumber penghidupan, dan wilayah rawan bencana longsor dg tingkat kerentanan yang tinggi adalah salah satu alasan warga menolak tambang.
Setelah mengelabui warga dan anak-anak muda, daratan, pesisir, dan laut diobrak-abrik, menimbulkan kerusakan tak terpulihkan, memiskinkan warga.
Cerita dari Pesisir Nusantara: Ironi Orang Halmahera Timur - bit.ly/3cVPWEV
Di balik "kebanggan" Pemerintah Indonesia sbg pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik/EV, ada banyak warga di Kep Maluku dan Kep Sulawesi yang menderita.
Lahan pertanian-perkebunan, berikut pesisir dan laut yang kaya, menyusut drastis. Tiba waktunya lenyap.
Tanah-tanah adat di Halmahera Timur diterabas tambang. Kementerian LHK (@KementerianLHK) segeralah turun lapangan. Jangan (selalu) menunggu di tempat.
Aktivitas tambang PT ANTAM di site Moronopo, Desa Maba Pura, Kec. Kota Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, mencemari sungai, pesisir pantai, dan merusak ekosistem mangrove.
Kejadian ini bukan pertama, tapi sudah terjadi sejak 2006 lalu. Tak ada tindakan hukum yang tegas.
Sebelum ANTAM masuk dan beroperasi, kawasan Moronopo ini, adalah tempat warga Maba dan Buli menangkap ikan. Di sini ikan bertelur. Para nelayan pun menjadikan tempat ini utk tambatan perahu atau tempat transit.
Tapi, itu dulu, sebelum ANTAM masuk mengobrak-abrik.
Pencemaran yang terus berulang: lumpur-lumpur dari lokasi tambang mengalir jauh hingga ke laut, wilayah tangkap nelayan.
Tak ada evaluasi dan penegakan hukum yang tegas. Aktivitas terus berjalan, bahkan tampak dilindungi.
"...Kalau daerah-daerah rawan bencana, ya, tolong diberitahukan, ini rawan gempa, lokasi ini rawan banjir, jangan dibangun bandara, jangan dibangun bendungan".
Sebab, Kalsel telah dibebani industri ekstraktif, maka, mestinya segera moratorium, audit/evaluasi, tegakan hukum, dan pulihkan kerusakan yang ada.
*Semua ini bisa terjadi, jika Presiden serius, tak punya beban, dan tak ditunggangi oligarki.