Setelah #SetahunUUMinerba, apa yang sudah dan tengah terjadi, baik berupa keuntungan bagi korporasi-elit politik, maupun derita bagi rakyat dan lingkungan?
Berkat UU Minerba No 3 Tahun 2020 itu, perusahaan tambang batubara PT Arutmin, anak perusahaan Bumi Resources milik keluarga Bakrie, mendapat perpanjangan otomatis.
Sejumlah perusahaan pemegang PKP2B lainnya, tengah antri untuk mendapat perpanjangan izin.
Pada 23 Desember 2020, Presiden @jokowi melakukan reshuffle kabinet.
Masuknya @sandiuno dan Wahyu Sakti Trenggono dalam kabinet menambah daftar panjang para menteri/wakil menteri yang terhubung (langsung/tidak langsung) dengan bisnis tambang dan energi.
Jaminan hukum keberlanjutan investasi tambang batubara, tak hanya melalui UU Minerba. Di era rezim @jokowi, perusahaan tambang batubara yang membangun hilirisasi, mendapat insentif royalti nol persen. Hal itu tertuang dlm UU Cipta Kerja.
Di era Presiden @jokowi pula, target produksi batubara digenjot habis-habisan. Dan, limbah abu batubara bukan lagi menjadi kategori limbah B3.
Selain itu, selain telah mendapat jaminan keberlanjutan operasi, perusahaan tambang seperti PT Adaro pun mendapat pinjaman dana dari sejumlah bank, tiga di antaranya Bank BUMN.
Di saat korporasi dan elit politik menangguk untung, terdapat warga yang terus dikriminalisasi dan mengalami kekerasan, serta kehilangan ruang produksi, juga laju kerusakan lingkungan yang kian masif yang menyebabkan bencana beruntun.
Rencana penambangan dan pembangunan bendungan raksasa tailing oleh anak perusahaan Bumi Resources milik keluarga Bakrie berpotensi besar menimbulkan bencana lingkungan dan manusia.
Pegunungan yang paling berbahaya secara seismik di Bumi hendak dibongkar oleh PT DPM (perusahaan patungan Bumi Resources & NFC - Tiongkok).
Bendungan yg ditetapkan untuk menahan jutaan ton lumpur limbah dari tambang hampir pasti gagal, berpotensi menenggelamkan penduduk desa.
Tambang yang diusulkan akan digali di bawah tanah Bukut Barisan, tulang punggung Sumatera, itu dikelilingi oleh hutan lindung dan desa-desa masyarakat adat Pakpak dan orang-orang Toba.
Mayoritas masyarakat di pulau Sangihe menggantungkan hidup dari kelapa, pala, cengkih dan sagu, serta umbi-umbian. Sebagian lainnya hidup dari laut sebagai nelayan.
Air bersih? Melimpah. Berasal dari mata air di bukit-bukit pulau.
DARURAT. Aksi warga penolak tamang batuan andesit di Desa Wadas, Purworejo mendapat tindakan represif dari aparat Polisi & TNI pada Jumat, 23 April 2021
Pemerintah yang dibantu aparat itu ingin melakukan sosialisasi, memaksa masuk ke pemukiman warga.
Sebelum aparat Polisi dan TNI bersenjata lengkap tiba di lokasi, warga telah menghadang menggunakan batang pohon. Aparat memaksa masuk menggunakan gergaji mesin.
Daerah Wadas dan sekitarnya sbg sumber penghidupan, dan wilayah rawan bencana longsor dg tingkat kerentanan yang tinggi adalah salah satu alasan warga menolak tambang.
Setelah mengelabui warga dan anak-anak muda, daratan, pesisir, dan laut diobrak-abrik, menimbulkan kerusakan tak terpulihkan, memiskinkan warga.
Cerita dari Pesisir Nusantara: Ironi Orang Halmahera Timur - bit.ly/3cVPWEV
Di balik "kebanggan" Pemerintah Indonesia sbg pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik/EV, ada banyak warga di Kep Maluku dan Kep Sulawesi yang menderita.
Lahan pertanian-perkebunan, berikut pesisir dan laut yang kaya, menyusut drastis. Tiba waktunya lenyap.
Tanah-tanah adat di Halmahera Timur diterabas tambang. Kementerian LHK (@KementerianLHK) segeralah turun lapangan. Jangan (selalu) menunggu di tempat.
Aktivitas tambang PT ANTAM di site Moronopo, Desa Maba Pura, Kec. Kota Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, mencemari sungai, pesisir pantai, dan merusak ekosistem mangrove.
Kejadian ini bukan pertama, tapi sudah terjadi sejak 2006 lalu. Tak ada tindakan hukum yang tegas.
Sebelum ANTAM masuk dan beroperasi, kawasan Moronopo ini, adalah tempat warga Maba dan Buli menangkap ikan. Di sini ikan bertelur. Para nelayan pun menjadikan tempat ini utk tambatan perahu atau tempat transit.
Tapi, itu dulu, sebelum ANTAM masuk mengobrak-abrik.
Pencemaran yang terus berulang: lumpur-lumpur dari lokasi tambang mengalir jauh hingga ke laut, wilayah tangkap nelayan.
Tak ada evaluasi dan penegakan hukum yang tegas. Aktivitas terus berjalan, bahkan tampak dilindungi.